• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggapan Konstituen Terahadap Strategi Yang Digunakan Oleh Para Anggota DPRD Kab. Gowa Dapil V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum

E. Tanggapan Konstituen Terahadap Strategi Yang Digunakan Oleh Para Anggota DPRD Kab. Gowa Dapil V

Konstituen sejatinya merupakan pemilih yang memiliki loyalitas dan identitas kepartaian yang tinggi. Konstituen sebagai basis massa parpol memiliki rasionalitas dan perilaku beragam. Konstituen lah penentu para caleg untuk mendapatkan satu kursi di DPRD. Tanpa konstituen mereka bukanlah siapa-siapa. Oleh karenanya untuk menari perhatian daripada konstituen itu sendiri setiap caleg memiliki cara yang berbeda-beda.

Setiap individu pasti mempunyai pendapatnya masing-masing mengenai para caleg nya. Berikut adalah wawancara peneliti dengan beberapa konstituen yang notabennya adalah pemilih dari anggota dewan yang sudah mendapatkan tempat di DPRD pada periode 2014-2019 khususnya Dapil V Kecamatan Bontonompo dan Bontonompo Selatan.

Salah satu tokoh masyarakat inisial M. yang merupakan pendukung dari caleg Partai Golkar.

“Menurut saya strategi yang dilakukan sudah cukup maksimal. Saya tertarik memilih dia karena saya sudah sering mendengar ceramah-ceramahnya apalagi ketika bulan ramadhan dan khotbah jumat. Disitulah saya mengenal beliau. Dan ketika saya tahu bahwa beliau mencalonkan diri saya berinsiatif untuk memilihnya karena saya ingin perubahan yang terjadi pada masyarakat ini. Saya pun mengajak keluarga saya istri dan anak saya untuk ikut memilih beliau. Alhamdulillah beliau duduk di DPRD. Mudah-mudahan beliau bisa menjadi jembatan bagi kami untuk menyampaikan aspirasi dari masyarakat kecil”. (Wawancara 10 Juli 2014)

Pendapat salah satu tokoh masyarakat diatas mengungkapkan bahwa ceramah-ceramah atau Khutbah di masjid yang dilakukan oleh salah satu kandidat dari Partai Golkar berjalan dengan baik. Disinilah peran vital

komunikasi sebagai salah satu strategi membangun opini publik. Pencitraan yang dilakukan dengan nuansa religi salah satu trend utama di masyarakat. Selain itu bahwa metode dakwah cukup bagus untuk membangun komunikasi politik di tingkatan grass root.

Informan berikutnya merupakan tokoh masyarakat inisial MN. yang berada di dapil V. berikut petikan wawancaranya:

“Saya sebelumnya tidak mengenal bapak Asriadi Aras. Tapi suatu ketika saya melihat adanya mobil keliling menjual sembako dengan harga yang murah. Dan saat itu saya melihat bapak memberikan beberapa obrolan-obrolan singkat dan dari situ saya memiliki keinginan untuk memilih beliau. Saya juga sering melihat baliho bapak Asriadi Aras, dan juga kami dibagikan stiker-stiker. Karena saya yakin beliau bisa menjadi anggota DPRD yang mengerti nasib rakyat kecil”. (Wawancara 10 Juli 2014)

Hasil wawancara diatas mengindikasikan bahwa pertama kali narasumber belum sama sekali mengenal kandidat tersebut. Beliau dikenal setelah beliau memasang tanda di baliho sebagai salah satu untuk memperkenalkan beliau dengan masyarakat. Wawancara ini mengindikasikan bahwa sosialisasi kandidat itu sangatlah penting untuk di propagandakan. Baik itu dalam kegiatan-kegiatan pasar murah atau pun kegiatan-kegiatan yang menyentuh masyarkat.

Begitu juga yang dikatakan oleh inisial P. Yang mendukung kandidat PDIP, salah satu upaya meraih simpatik kamu perempuan beliau mengajak perempuan untuk melihat system pendidikan. Tentunya strategi ini cukup populis dimasyarakat mengenai buta aksara. Karena menurut beliau masih ada saja kaum perempuan yang mengalami keterbelakangan pendidikan. Berikut diperkuat hasil wawancara kami pada seorang tokoh masyarakat mengenai keberhasilannya. Berikut petikan wawancaranya:

“Pendapatnya mengenai strategi yang digunakan calon legislatif: Saya melihat ketulusan hati seorang untuk membantu dikalangan petani. Karena dia sudah mengabdikan dirinya sebelum mencalonkan diri sebagai anggota DPRD. Jadi saya tertarik untuk memilihnya. Menurut saya strategi yang digunakan di media seperti radio sangat membantu untuk memperkenalkan diri. Sehingga orang bisa memilihnya”. (Wawancara 10 Juli 2014)

Berkaitan dengan kaum perempuan salah satu pernyataan yang memperkuat bahwasanya perjuangan buta aksara untuk perempuan sangat penting. Selain itupula bahwa perempuan harus punya kemampuan untuk mensosialisakan diri melalui media.

Wawancara berikutnya oleh salah satu pemilih dari kandidat Partai Gerindra inisial A. Berikut hasil wawancara kami :

“Saya memilih salah satu kandidat dari Partai Gerindra karena saya sudah kenal sebelumnya. Sekali waktu saya mengikuti acara pertemuan diskusi antara bapak dengan warga sekitar rumah kami untuk sekedar berbincang-bicang membicarakan apa yang menjadi keinginan kami sebagai masyarakat Gowa. Dan saat itu saya sudah tertarik dengan beliau dan saat itu saya sudah tertarik dengan dia”. (Wawancara 10 Juli 2014).

Berbagai macam strategi yang ditempuh oleh para calon legislatif khususnya pemasangan baliho, stiker dan lain sebagainya yang bersifat komunikasi politik lewat media luar ruangan.

Baliho merupakan bentuk komunikasi dengan publik. Akan tetapi bukan hanya itu sebagai alat satu-satunya. Pemamfaatan Teknologi Informasi baik media massa maupun internet juga adalah alat komunikasi yang bisa dijadikan komunikasi politik para anggota DPRD. Promosi politik untuk mendongkrak citra diri melalui baliho sepertinya menjadi hal yang melahirkan dekadensi moral bagi mereka yang berambisi menjadi kepala daerah ataupun Caleg. Tak perlu memiliki visi dan misi yang logis, cukup dengan memajang gambar diri dengan senyum

lebar tanpa dosa ditambah janji-janji, maka seseorang sudah bisa mengaku diri sebagai calon pemimpin masa depan atau wakil rakyat.

Seperti yang dikatakan oleh salah satu tokoh pemuda inisial M A. yang kontra dengan strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh calon legislatif terhadap pemasangan baliho dan sejenisnya, berikut kutipan yang diambil pada saat wawancara:

“Memang, bila sepintas lalu, tidak ada yang salah dengan isi baliho tersebut, bahkan umum ditemui. Namun yang membuat miris dan sakit hati adalah saat membaca baliho tersebut itu di tengah jalan yang rusak parah, becek dan tergenang air. Hal ini tentu membuat rakyat berpikir bahwa pemimpin itu hanya bisa omong doang, membuat gombal, dan hanya tipu-tipu. Nah, dalam kondisi ini disuguhi pula senyuman caleg atau calon legislatif yang mau maju. Apakah mereka tidak punya rasa malu lagi? Kok, berani-beraninya maju dalam Pilgub ataupun Caleg padahal ketika memimpin kabupaten/kota saja masih banyak masalah belum teratasi. Padahal rakyat yang melihatnya, lebih berpikir dari pada sang kepala daerah ataupun buang-buang uang untuk memasang baliho, lebih baik untuk dana pembangunan.” (Wawancara 11 Juli 2014)

Setelah mengungkapkan komentarnya, penulis juga sempat menanyakan alasan yang jelas atas kontranya pada salah satu strategi komunikasi politik tersebut dan berikut kutipannya :

“Ada beberapa alasan mengapa saya menolak berbagai alat peraga komunikasi politik tersebut: Pertama, selain mengotori lingkungan bahkan membunuh pohon-pohon akibat bekas-bekas paku. Kedua, kampanye dengan menebar pesona melalui poster, stiker, baliho dan sejenisnya itu hanya menjadikan para kandidat bak selebritis, yang justru menjauhkannya dari calon pemilihnya. Cara ampuh yang ditempuh dengan masuk ke kampung-kampung, gang-gang sempit untuk bertemu langsung dengan masyarakat sebaiknya dilakukan oleh para kandidat yang akan berkampanye. Dengan demikian, para kandidat itu dapat mendengar langsung aspirasi, keluh-kesah, maupun apa yang dibutuhkan warga calon pemilihnya. Dalam kampanyenya juga, sebaiknya tidak mengumpulkan orang, tapi lebih mendatangi warga. Sehingga mampu memberi kehangatan dengan jiwanya yang mengayomi. Kini masyarakat kabupaten Gowa membutuhkan tokoh yang seperti itu. Ketiga, apabila kita simak beberapa isi pesan dalam poster, stiker, baliho dan sejenisnya itu biasanya hanya menampilkan slogan yang terkadang hanya berupa janji-janji belaka. Kini sudah waktunya para kandidat itu tampil smart dengan menggali aspirasi lalu menawarkan solusi.

Keempat, dengan waktu yang masih relatif panjang sebelum masa kampanye yang diatur KPU nantinya tiba, seyogyanya para kandidat itu mulai mengisinya dengan berbagai langkah, tindakan yang langsung bersentuhan dengan masalah masyarakat. Kini berlomba-lombalah membangun rasa percaya diri masyarakat, kembangkan optimisme, tumbuhkan basis ekonomi kerakyatan, dan buka ruang-ruang demokrasi dari tingkat yang paling bawah. Sehingga akhirnya masyarakat akan mudah menilai siapa yang layak dipilihnya sesuai hati nurani. Kelima, alihkan biaya produksi poster, stiker, baliho dll itu untuk modal usaha masyarakat paling bawah, menciptakan home industry misalnya untuk pengolahan sampah atau barang bekas, atau untuk membeli bibit pohon sehingga memotivasi warga untuk lebih kreatif, peduli lingkungan dan jauh bermanfaat untuk kemaslahatan masyarakat ke depannya. Tidak lagi menempel foto diri di pohon-pohon di sepanjang jalan.” (Wawancara 12 Juli 2014)

Ini menunjukkan bahwa tidak semua strategi komunikasi politik disepakati oleh masyarakat. Ada diantaranya yang kontra dengan hal tersebut tapi tidak banyak juga yang pro atau menyetujuinya.

Dokumen terkait