• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

D. Tanggung Jawab atas Perlindungan dan Pengelolaan

67

lingkungan jadi pencemaran lingkungan atau perusakan lingkungan, maupun apa saja yang dikategorikan merugikan orang/pihak dalam kepentingan lingkungan hidupnya, termasuk sebagai perbuatan melawan hukum (onrechmatigedaad).68

Pada UUPPLH menetapkan beberapa kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh setiap pemilik usaha atas segala kegiatan usahannya yang memiliki dampak atas lingkungan hidup:

Terjadinya kerusakaan lingkungan yang terjadi pada suatu negara akibat dari berbagai kegiatan yang dilakukan atas lingkungan tersebut dapat diterapkan tanggung jawab mutlak atau disebut (strict liability). Dimana pengertian dari asas tanggung jawab mutlak atau strict liability yaitu adanya suatu proses dan sifat dari suatu kegiatan yang masih didalam batas-batas kelaziman atau masih bersifat normal atau telah berada diluar batas-batas kelaziman. Sehingga dalam hal dilakukannya penerapan tanggung jawab mutlak tersebut sangat lah bergantung atas kegiatan yang dilakukan.

69

2 Penanggung jawab usaha dan/atau dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat (1) 1 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan usaha dan kegiatannya

menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup

68 N.H.T.Siahaan, Op.Cit., hlm. 307.

69Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 35.

73

jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan dibawah ini:

a. adanya bencana alam atau peperangan; atau

b. adanya keadaan terpaksa diluar kemampuan manusia;

c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemarasan dan/atau perusakaan lingkungan hidup.

3 Terjadinya kerugian yang disebabkan ooleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi’’.

Pengertian terhadap ketentuan dalam Pasal 35 UUPPLH diatas menyatakan bahwa asas tanggung jawab mutlak tersebut kesalahan yang dibuat tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggungat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan terhadap perbuatan melanggar hukum pada umumnya, dan besarnya jumlah nilai ganti kerugian yang dibebankan atas perbuatan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup menurut pasal diatas ditetapkan sampai batas tertentu.70

Asas tanggung jawab mutlak yang mengakibatkan adanya bentuk ganti kerugian ketentuan yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum atas penerapan tanggung jawab mutlak yaitu Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: “ Tiap perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang kena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Prinsip yang digunakan dalam pasal diatas adalah: liability based on fault dengan beban pembuktian

70 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan (Jogjakarta: Gadjah Mada University Press, 2002), hlm. 384.

yang memberatkan penderita. Ia baru akan memperoleh ganti kerugian bila ia berhasil membuktikan adanya unsure kesalahan pada pihak tergugat. Kesalahan disini merupakan unsur yang menentukan pertanggungjawaban, yang berarti bila tidak terbukti adanya kesalahan, tidak ada kewajiban member ganti kerugian.71

James E.Krier mengemukakan bahwa doktrin tanggung jawab mutlak dapat merupakan bantuan yang sangat besar dalam peradilan mengenai kasus-kasus lingkungan, karena banyak kegiatan-kegiatan yang menurut pengalaman menimbulkan kerugianterhadap lingkungan merupakan tindakan-tindakan yang berbahaya, untuk mana dapat diberlakukan ketentuan tangggung jawab tanpa kesalahan.

Penerapan atas asas tanggung jawab mutlak berbeda dengan penerapan Pasal 1365 KUHPdt yang mana harus menunjukan adanya unsur kesalahan atau pelanggaran yang telah dibuat sedangkan dalam konsep tanggung jawab mutlak diartikan sebagai suatu bentuk kewajiban yang bersifat mutlak sebagai akibat dari adanya suatu konsekuensi atas terjadinya suatu kerusakan dimana tidak adanya suatu persyaratan tentang perlu adanya kesalahan.

72

Salah satu ketentuan lainnya yang menjadi hal penting atas penerapan asas tanggung jawab mutlak yaitu beban pembuktian sehingga jika terjadinya suatu sengketa yang berkaitan dengan lingkungan seseorang wajib bertanggung jawab atas perbuatan yang dibuatnya dan membayar kerugian yang ditimbulkan kecuali ia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah sehingga bebas dari tuntutan.

71 Koesjono Soemantri, Op.Cit., hlm. 390.

72 Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hlm. 109.

BAB IV

TANGGUNG JAWAB HUKUM PERUSAHAAN PATUNGAN (JOINT

VENTURE COMPANY) DALAM PERLINDUNGAN DAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

A. Tanggung Jawab Administrasi Perusahaan Patungan (Joint Venture

Company) dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Banyaknya kasus mengenai permasalahan lingkungan saat ini yang mulai bermunculan seiring dengan maraknya aktivitas masyarakat itu sendiri seperti dalam bidang industri, bisnis agrikultur (pertanian, perkebunan, perikanan), agrofrestry (bisnis komoditi kehutanan), properti, konstruksi, dan sebagainya. Kasus-kasus lingkungan,tidak hanya terjadi antara pelaku usaha dengan pihak masyarakat, tetapi juga antara sesama pelaku usaha dalam hal ini interaksi usaha yang berakses lingkungan dan sumber daya, antara pelaku usaha dengan pemerintah/pengelola kebijakan, dan antara masyarakat dengan pemerintah pula. Bahkan antara sesama masyarakat sendiri bisa terjadi sengketa menyangkut lingkungan.73

Lingkungan hidup saat ini menjadi sebuah aset bagi suatu negara dalam melaksanakan pembagunan. Oleh karena itu, sangat wajar kalau pemerintah melakukan perlindungan terhadapnya. Sebab kalau terjadi perusakan atau pencemaran lingkungan hidup, maka pemerintah dapat mengambil langkah-langkah pencegahan dan tindakan represif. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan tersedianya 3 wadah atau sarana yang dijadikan dalam menuntut pelanggaran terhadap lingkungan hidup, yaitu sarana hukum administrasi, sarana hukum

73

perdata,dan sarana hukum pidana. Ketiga sarana hukum ini memegang peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum lingkungan hidup.74

Dampak atas kerusakan lingkungan hidup dapat bersifat tidak terpulihkan (irreversible), maka dari itu sebaiknya pengelolaan lingkungan hidup itu seharusnya lebih ditekankan kepada upaya yang bersifat pencegahaan dibandingkan pemulihan. Kajian dari hukum lingkungan itu sendiri memiliki fungsi yang sangat penting karena salah satu dari bidang hukum lingkungan , Menyelesaikan sengketa yang muncul dalam cakupan lingkungan hidup para pihak yang terkait memiliki berbagai pilihan dalam menyelesaikan masalah lingkungan hidup tersebut yakni dapat melalui jalur pengadilan atau disebut sebagai jalur litigasi, dan dapat pula dengan melalui jalur luar pengadilan yang sifatnya alternatif atau sering disebut sebagai penyelesaian sengketa alternatif. Namun terdapat beberapa pengecualian dimana para pihak tidak dapat menyelesaikan sengekta tersebut melalui jalur non-litigasi jika hal-hal tersebut menyangkut tindakan kriminal(environmental crime),karena jikalau tindakan atas kerusakaan lingkungan hidup tersebut telah mencakup unsur tindakan criminal maka harus diselesaikan oleh jalur pengadilan.

Pelaksanaan terhadap penegakan hukum lingkungan dapat diartikan sebagai penggunaan atau penerapan instrumen-instrumen serta sanksi-sanksi dalam lapangan hukum administrasi dengan dasar sebagai suatu alat pemaksa bagi setiap subjek hukum untuk mematuhi setiap aturan yang telah dibuat dan akan dikenakan sanksi-sanksi jika subjek hukum itu sendiri melanggar aturan yang telah dibuat.

74

77

yaitu hukum lingkungan administrasi memiliki fungsi preventif atau pencegahaan serta fungsi korektif terhadap kegiatan-kegiatan yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan-persyaratan.75

Sanksi yang dapat dikenakan atas perusahaan patungan (joint venture company) tersebut terdiri atas terguran tertulis yang diberikan kepada perusahaan patungan tersebut, paksaan pemerintah dalam bentuk tindakan pencegahaan dan penghentian pelanggaran yang dilakukan perusahaan patungan tersebut (joint venture company) misalnya perusahaan patungan yang sedang beroperasi tersebut sedang melakukan pembangunan tempat usaha tanpa mengatur tempat pembuangan limbah perusahaan patungan tersebut maka pejabat yang berwenang setelah melalui pemeriksaaan mengetahui bahwa perusahaan patungan tersebut tidak memiliki izin pembuangan limbah perusahaan patungan tersebut, maka dapat melakukan tindakan paksa atas perusahaan patungan (joint venture company) guna menghentikan mesin peralatan yang digunakan oleh kegiatan usahanya sampai kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan patungan itu memenuhi ketentuan ketentuan hukum administrasi, pembekuan izin lingkungan atas perusahaan patungan (joint venture company) tersebut,dan sangsi

Perusahaan patungan atau joint venture company yang aktivitas atas berjalanya perusahaan patungan tersebut menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi negara dalam UUPPLH diatur ketentuan tentang sangsi administrasi yang dikenakan atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan perusahan patungan(joint venture company) tersebut.

75

adminitrasi yang terakhir yaitu pencabutan izin lingkungan perusahaan tersebut.76

Tindakan paksaan yang dapat dilakukan pemerintah atas aturan yang tidak dipatuhi oleh pemilik usaha juga diatur dalam UUPPLH , tindakan paksaan tersebut meliputi77

76 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 76.

77Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 80.

:

1. penghentian sementara kegiatan produksi; 2 pemindahan sarana produksi;

3. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi; 4. pembongkaran;

5. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;

6. penghentian sementara seluruh kegiatan atau

7. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.

Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan :

1. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;

2. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya;dan/atau

3. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.

79

Terkait tindakan paksa pemerintah atas perusahaan patungan (joint venture company) tersebut dapat dilaksanakan secara langsung tanpa adanya terguran terlebih dahulu yang diberikan pemerintah kepada perusahaan patungan (joint venture company) tersebut, hal ini dikarenakan kerugian yang dibuat oleh perusahaan patungan (joint venture company) tersebut menimbulkan dampak yang besar dan kerusakaan lingkungan yang sangat serius.

Contoh kasus terkait perusahaan patungan yang dilakukan oleh Australia dengan Indonesia dalam bidang pertambangan batu bara di Kalimantan selatan, dimana perusahaan besar pertambangan tersebut mendapat sanksi administrasi dari pemerintah namun awalnya perusahaan pertambangan tersebut mendapat peringatan keras dan bila terulang kasus pencemaran lagi maka akan berhadapan dengan hukum. Akibat tercemarnya Sungai Balangan, ikan-ikan budidaya oleh masyarakat Kabupaten Balangan mati dan menimbulkan kerugian materi mencapai miliaran rupiah, dimana kerugian yang diderita masyarakat sampai 2.7 miliyar. Pembekuan izin serta pencabutan izin usaha atas perusahaan patungan (joint venture company) merupakan jalan terakhir yang dapat diambil oleh pemerintah atas dilakukannya penegakan hukum adiministrasi dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup jika perusahaan patungan tersebut tidak melaksanakan semua ketentuan yang disyaratkan.

Subjek hukum yang bersengketa didalam persoalan mengenai lingkungan hidup yaitu perusahaan-perusahaan dalam hal ini perusahan patungan (joint venture company)ataupun yang dapat berbentuk perseorangan ataupun subjek hukum lain yaitu badan hukum serta pejabat pemerintah yang member keputusan yang mana disebut sebagai pejabat TUN sedangkan penyebab dari timbulnya

sengketa karena dikeluarkanya putusan terkait pemberian izin lingkungan yang diberikan oleh pejabat yang berwenang tersebut.

B Tanggung Jawab Perdata Perusahaan Penanaman Modal Patungan (Joint Venture Company) dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menyelesaikan sengketa lingkungan hidup dalam ruang lingkup tanggung jawab perdata para pihak yang terkait baik itu individu maupun perusahaan dapat mengambil jalur melalui pengadilan ataupun disebut jalur litigasi atau sebaliknya melalui jalur diluar pengadilan atau non-litigasi. Namun jika jalur yang ditempuh diluar pengadilan tersebut tidak mencapai kata sepakat atau tidak berhasil maka oleh salah satu pihak yang tidak mencapai kata sepakat tersebut dapat membawanya melalui jalur litigasi.

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan bermula dari adanya gugatan dari masyarakat atas kerugian yang dirasakan atas berdirinya perusahaan patungan tersebut (joint venture company) di sekitar lingkungan masyarakat tersebut. UUPPLH menyediakan dua bentuk tuntutan yang dapat diajukan oleh masyarakat atau pihak yang merasa dirugikan yaitu meminta ganti kerugian dan meminta perusahaan patungan tersebut melakukan tindakan tertentu, sebagaimana yang dalam Pasal 87 ayat (1) UUPPLH. Agar pihak perusahaan dijatuhi hukuman seperti yang dituntut oleh masyarakat, maka harus ditentukan terlebih dahulu,bahwa tergugat benar-benar dapat dituntut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul tersebut. Di dalam ilmu hukum terdapat dua jenis tanggungan gugat, yaitu tanggung gugat berdasarkan kesalahan (liability based on fault) dan tanggung gugat tidak berdasarkan

81

kesalahan (liability without fault) atau yang sering juga disebut dengan strict liability.78

Tanggung gugat berdasarkan kesalahan yang dilakukan oleh perusahaan patungan (joint venture company) didasarkan atas akibat atau dampak dari aktivitas-aktivitas perusahaan patungan terhadap lingkungan hidup masyarakat sekitar, sedangkan tanggung gugat tanpa kesalahan yaitu kegiatan-kegiatan yang “ menggunakan bahan-bahan berbahaya dan beracun atau menghasilkan dan/atau mengelola limbah bahan berbahaya dan beracun dan/ atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup.79

Rumusan atas ketentuan di atas secara jelas telah menunjukan unsur-unsurnya menunjuk kepada hal atau syarat yang khusus yang mengandung unsur, yaitu

Pasal 88 UUPPLH menyatakan bahwa “ setiap otang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatanya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

80

78

Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 268-269. 79Ibid., hlm. 270.

80

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 88.

:

1. setiap orang (perseorangan atau badan usaha), dalam hal ini dikaitkan kedalam perusahaan patungan (joint venture company) selaku pihak yang aktivitas atas perusahaannya menimbulkan kerusakan bagi lingkungan hidup dan menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat sekitar.

2. adanya suatu tindakan, usaha atau kegiatan dari perusahaan patungan (joint venture company ) yang menimbulkan dampak yang buruk.

3. Menggunakan B3.

4. Perusahaan patungan tersebut (joint venture company)menghasilkandan/ atau mengelola limbah B3,

5. aktivitas perusahaan patungan tersebut menimbulkan ancaman yang serius terhadap lingkungan hidup yang berada disekitar tempat perusahaan itu berdiri.

6. Tanggung jawab timbul secara mutlak atas kerugian yang terjadi.

Dasar dari prinsip pertanggung jawaban perdata terhadap kerusakan lingkungan hidup dibebankan kepada perusahaan patungan tersebut karena sebagian besar kerusakan lingkungan hidup disebabkan ulah dari perusahaan patungan (joint venture company) itu sendiri dalam menjalankan kegiatan usahanya. Tujuannya agar jangan sampai sistem bisnis lebih mengutamakan perolehaan keuntungan yang besar tanpa memperdulikan lingkungan hidup itu sendiri sehingga akan mengalahkan sistem lingkungan dengan asas keserasian dan keseimbangan bertujuan untuk menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia demi melindungi wilayah negara Indonesia.81

Pemaparan tentang adanya prinsip pertanggung jawaban perdata ditegaskan dalam Pasal 87 UUPPLH pada ayat (1) “ setiap penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian

81Gatoto Supramono, Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013), hlm. 59.

83

pada orang lain atau lingkungan hidup wajib melakukan pembayaran ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu’’.

Tanggung gugat berdasarkan kesalahan ditemukan dalam rumusan Pasal 1365 KUHPerdata. Bahwa ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata ini menganut tanggung gugat berdasarkan kesalahan dapat dilihat unsur-unsur rumusan pasal tersebut, yaitu :

1. perbuatan perusahan patungan (joint venture company) tersebut harus bersifat melawan hukum;

2. tindakan perusahaan tersebut harus termasuk dalam kategori perbuatan yang salah ;

3. adanya kerugian yang dirasakan oleh salah satu pihak atau masyarakat akibat dari perbuatan perusahaan tersebut atau pihak lain;

4. adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan perusahaan tersebut dengan kerugian yang dihasilkan oleh perusahaan patungan tersebut .

Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 87 UUPPLH pada ayat (1) tersebut sejalan pula dengan ketentuan pada Pasal 1365 KUHPdt yang berbunyi sebagai berikut“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang tersebut karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Pengertian dalam tindakan perbuatan melawan hukum terdapat dalam beberapa makna, yaitu:

1. berlawanan atautidak sesuai dengan ketentuan hukum si pelaku tersebut, 2. melanggar hak-hak milik orang lain,

4. memiliki pertentangan dengan asas-asas kepatutan.

Mengenai kerugian yang ditimbulkan maka para pihak yang merasakan dampak kerugian tersebut harus dapat membuktikan unsur hubungan sebab akibat antara perbuatan dengan kerugian yang dialami penderita. Misalnya kasus pencemaran lingkungan hidup, maka si penggungat harus dapat membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya disebabkan oleh karena aktivitas pabrik atau industri dari perusahaan patungan (joint venture company).Pembuktian hal ini sangat sulit karena kompleknya sifat-sifat zat kimiawi dan reaksinya satu sama lain maupun reaksinya dengan komponen abiotik dan biotik didalam suatu ekosistem yang pada akhirnya berpengaruh pada kesehatan masyarakat disekitar pabrik perusahaan tersebut.82

Penyelesaian sengketa lingkungan yang bersifat perdata, tetap mengacu kepada sistem pembuktian yang terdapat dalam Hukum Acara Perdata. Oleh karena itu,untuk membuktikan apakah telah terjadi tindakan pelanggaran hukum terhadap lingkungan tersebut, titik tumpuannya terletak pada unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 1365 KUHPdt . Cakupan pada unsurnya terdapat pada Pasal 1365 BW, yaitu (a) unsur kesalahan; (b) unsur hubungan kausal.83

Penerapan tanggung jawab pidana kepada pelaku pencemar dan perusak dari lingkungan hidup merupakan ultimum remedium atau upaya hukum terakhir

C. Tanggung Jawab Pidana Perusahaan Penanaman Modal Patungan (Joint Venture Company) dalam Perlindungan dan Penggelolaan Lingkungan Hidup

82

Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 270.

83

85

yang diambil karena upaya-upaya hukum lainnya tidak memberikan efek jera kepada para pelaku. Sehingga tanggung jawab hukum pidana itu bukan merupakan suatu upaya pencegahan ataupun upaya pemulihan lingkungan hidup, melainkan suatu efek penjera kepada para pelaku. yang mungkin saat ini masih dapat dikatakan sebagai dampak sanksi yang cukup efektif.

Pengaturan atas penerapan tanggung jawab pidana lingkungan hidup dalam ketentuan perundang-undangan tidak lain karena maraknya permasalahan dibidang lingkungan hidup. Dimana pihak-pihak yang menjadi korban (victim)dari perusahaan patungan (joint venture company)dari kejahatan pidana dibidang lingkungan hidup tersebut pastinya sangat membutuhkan adanya perlindungan dari kerugian yang dideritanya.

Tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan patungan (joint venture company) atau korporasi diatur dalam Pasal 98 dan 99 UUPPLH. Berdasarkan kriteria yang dapat dikatakan bahwa tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan patungan di bidang lingkungan hidup (environmental corporate crime) adalah sebagai berikut:84

84 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang UUPPLH, Pasal 117.

1. Tindak pidana yang dilakukan oleh atau atas nama perusahaan joint venture company tersebut. Sanksi pidana yang dijatuhkan selain kepada perusahaan tersebut, juga kepada mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana, atau yang bertindak sebagai pemimpin atas perusahaan patungan tersebut (joint venture company) atau kedua-duanya. Menurut Pasal 117 UUPPLH, sanksi pidana denda diperberat dengan sepertiga.

2. Tindak pidana yang dilakukan atas nama perusahaan patungan (joint venture company) dan dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, yang bertindak dalam perusahaan patungan (joint venture company) tersebut.

Rumusan tentang pertanggung jawaban pidana korporasi sebagai subjek hukum pidana diatur dalam Pasal 47 sampai 53 rancangan KUHP(RKUHP). Sedangkan rumusan tentang tindak pidana lingkungan hidup diatur dalam pasal 384-389 RKUHP. Pasal 47 RKUHP menyatakan secara tegas bahwa “ Korporasi merupakan subjek tindak pidana”. Adanya ketentuan yang menyatakan secara tegas bahwa “ korporasi merupakan subjek tindak pidana”, menunjukkan adanya jangkauan pertanggung jawaban pidana korporasi dan telah menunjukan adanya akses perlindungan terhadap korban kejahatan korporasi untuk memperoleh keadilan, yakni penerapan perlindungan hak-hak korban kejahatan sebagai akibat dari terlanggarnya hak asasi yang bersangkutan.85

Perusahaan patungan (joint venture company) dapat dipertanggung jawabkan secara pidana harus dikaitkan dengan strict liability, karena suatu perusahaan patungan sulit dilihat dari hal “mampu bertanggung jawab” atau melihat perusahaan patungan (joint venture company) melakukan tindak pidana dengan kesalahan berupa kesengajaan atau kelalaian, sehingga lebih baik melihat perusahaan patungan yang telah melakukan tindak pidana maka hukuman pidana merupakan suatu konsekuensi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan strict liability adalah suatu bentuk pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault), yang dalam hal ini pembuat sudah dapat dipidana jika telah

85 Muhammad Topan, Kejahatan Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup (Bandung: Nusa Media, 2009), hlm. 114.

87

melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana yang telah dirumuskan dalam undang-undang.

Terdapat 2 macam tindak pidana yang diperkenalkan dalam UUPPLH, yaitu delik materil (generic crimes) dan delik formil (specific crimes). Generic Crimes merupakan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh perusahaan patungan (joint venture company) tersebut, sehingga akibat dari kerusakan lingkungan tersebut masyarakat menjadi resah karena alam lingkunganya menjadi rusak dan tercemar ,dan tentunya perbuatan perusahaan tersebut relatiif berat. Generic crime yang dilakukan secara sengaja diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.500.000.000,00. Jika perbuatan seperti itu menimbulkan kematian, ancaman hukumannya adalah 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp.750.000.000,00. Untuk generic crimes yang dilakukan karena kelalaian, ancaman hukumanya adalah tiga tahun penjara dan denda setinggi-tingginya Rp.100.000.000,00. Apabila perbuatan ini menimbukan kematian, pelakunya dapat diancam pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.150.000.000,00.86

Delik formil (specific crimes) diartikan sebagai perbuatan atau tindakan

Dokumen terkait