• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Direksi Untuk Menyelenggarakan

BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN

A. Tanggung Jawab Direksi Berdasarkan Ketentuan UUPT

2. Tanggung Jawab Direksi Untuk Menyelenggarakan

Perseroan adalah artificial person, sesuatu yang fiksi, yang diciptakan oleh hukum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berusaha dan bertransaksi. Perseroan tidak mungkin memiliki kehendak, dan karenanya juga tidak dapat melakukan tindakannya sendiri. Untuk membantu Perseroan dalam melaksanakan tugasnya dibentuklah organ-organ, yang secara teoritis ini disebut dengan organ theory. Untuk itu maka dikenal adanya tiga organ Perseroan Terbatas, yaitu:

1. Direksi;

2. Dewan Komisaris; dan

3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Ketiga organ tersebut dalam Perseroan tidak ada yang paling tinggi, masing- masing melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan yang diperintahkan oleh undang-undang, dalam hal ini Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Dari ketiga organ tersebut Direksi merupakan satu-satunya organ dalam Perseroan yang melaksanakan fungsi pengurusan Perseroan di bawah pengawasan Dewan

74

Komisaris. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan, dan tujuan Perseroan, serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dewan Komisaris melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi, bila perlu. Sedangkan Rapat Umum Pemegang Saham hanya melaksanakan seluruh tugas dan fungsi Perseroan yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris.

Selain organ theory, dikenal juga teori-teori lainnya, seperti teori tentang perwakilan, yang menyatakan bahwa badan hukum bertindak melalui suatu sistem perwakilan yang ada pada tangan para pengurusnya (dalam hal ini Direksi di bawah pengawasan Dewan Komisaris).

Seperti telah disinggung di atas, organ Perseroan Terbatas terdiri dari: 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang terdiri dari:

a. RUPS Tahunan (RUPST/RUT); dan

b. RUPS Luar Biasa (RUPSLB/RULB);

RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Selain itu dimungkinkan juga bagi seluruh pemegang saham untuk mengambil keputusan yang mengikat tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham, dan hal ini hanya dimungkinkan jika semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan dalam betuk Resolusi Pemegang Saham pengganti Rapat Umum Pemegang Saham.

2. Dewan Komisaris (Board of Commissioners) 3. Direksi (Board of Directors)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ Perseroan yang mewakili kepentingan seluruh pemegang saham dalam Perseroan tersebut. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ Perseroan yang memiliki kewenangan sisa yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. RUPS mewakili kehendak dari pemegang saham secara keseluruhan, baik sebagai akibat putusan dengan musyawarah maupun putusan hasil pemungutan suara yang sesuai dan sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan atau Anggaran Dasar. Keputusan RUPS tersebut berlaku sebagai aturan internal bagi Perseroan. Dalam hal keputusan tersebut kemudian disetujui oleh/diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM, didaftarkan dalam Daftar Perseroan, serta diumumkan dalam Berita Negara, maka putusan tersebut mengikat pihak ketiga/masyarakat luas. Asas publisitas berlaku dalam hal yang disebutkan terakhir.75

Jadi RUPS tidak mewakili kepentingan dari hanya salah satu atau lebih pemegang saham, melainkan seluruh pemegang saham Perseroan. Pemegang saham adalah subjek hukum yang merupakan pemilik dari setiap lembar saham yang dikeluarkan oleh Perseroan. Pemegang saham bukanlah organ Perseroan dan karenanya setiap tindakan pemegang saham, yang dilakukan secara individuil tidaklah mengikat para pemegang saham lainnya. Dalam setiap forum, RUPS hanya dapat

75

Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), hal. 81.

membicarakan agenda yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal yang demikian, maka pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan. Hal tersebut juga secara tidak langsung membawa konsekuensi hukum bahwa, RUPS tidak berhak untuk membicarakan apalagi mengambil putusan dalam mata acara lain-lain, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS tersebut menyetujui penambahan mata acara rapat. Dengan demikian berarti keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.76

Tujuan dilaksanakannya RUPS pada Perseroan adalah untuk menyetujui, mengesahkan, mengambil keputusan ataupun menolak mengenai pertanggung jawaban Direksi, laporan keuangan yang disampaikan Direksi, rancangan rencana kerja pengurus untuk satu tahun kerja berikutnya, rencana penambahan modal, pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris, rencana penjualan aset dan pemberian jaminan hutang sebahagian besar atau seluruh kekayaan Perseroan, rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Perseroan. Keberadaan RUPS sebagai organ Perseroan yang mempunyai kekuasaan tertinggi pada Perseroan mempunyai peranan yang penting, dimana keberadaan RUPS merupakan suatu wadah untuk menentukan operasional dari Perseroan. Kehendak pemegang saham bersama-sama dijelmakan dalam suatu keputusan yang dianggap sebagai kehendak Perseroan, yang tidak dapat ditentang oleh siapapun

76 Ibid.

dalam Perseroan, kecuali jika keputusan itu bertentangan dengan maksud dan tujuan Perseroan dan hal ini telah sesuai dengan tugas dan wewenang RUPS sebagaimana diatur dalam UUPT dan anggaran dasar Perseroan.77

Adapun Tanggung jawab Direksi dalam kaitannya dalam RUPS pada Perseroan adalah merupakan sebagian tugas dan wewenang Direksi terhadap Perseroan, dimana Direksi berkewajiban dan bertanggung jawab kepada RUPS untuk, memberikan laporan pertanggungjawaban mengenai segala pelaksanaan tugas dan wewenangnya terhadap Perseroan, membuat risalah RUPS, melaksanakan pemanggilan dan penyelenggaraan RUPS tahunan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban, menyelenggarakan RUPS lainnya untuk kepentingan Perseroan, menjalankan semua keputusan RUPS yang telah disahkan, memberitahukan hasil keputusan RUPS kepada para pemegang saham, meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang, seluruh atau sebahagian kekayaan Perseroan, perubahan anggaran dasar, penambahan modal Perseroan, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pembubaran Perseroan. Pelaksanaan tugas Direksi untuk menjalankan Perseroan berdasakan pada rencana kerja yang telah disusun dan disahkan pada RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar adalah merupakan tanggung jawab kedalam dari Direksi yang mewakili dan menjalankan Perseroan bersama-sama pengurus dan karyawan Perseroan, yang akan diminta kembali pertanggungjawabannya pada akhir tahun buku berikutnya.

77

Parasian Simanungkalit, Rapat Umum Pemegang Saham Kaitannya dengan Tanggung Jawab Direksi Pada Perseroan Terbatas, (Jakarta : Yayasan Wajar Hidup, 2006), hal. 79.

Keputusan RUPS merupakan acuan dari pelaksanaan tugas Direksi. Ini merupakan hubungan antara keputusan atau hasil RUPS dengan pelaksanaan tugas Direksi.78

3. Tanggung Jawab Direksi Kepada Pemegang Saham

Karateristik dari suatu Perseroan Terbatas adalah adanya pemisahan antara pemilikan (saham) dalam Perseroan dan pengurusan Perseroan Terbatas. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar bagi pengembangan Good Corporate Governance. Makin tidak terlibat pemegang saham dengan kegiatan operasional Perseroan, makin tinggi nilai Good Corporate Governance bagi suatu Perseroan Terbatas, namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa pemegang saham tetap menginginkan kontrol atau pengawasan terhadap jalannya Perseroan. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa dalam suatu Perseroan Terbatas, pendiri atau pemegang saham, dewasa ini seringkali tidak lagi menjadi pengurus atau pengelola dari Perseroan yang didirikan.

Dalam hal yang disebutkan di atas, jelaslah bahwa para pendiri atau pemegang saham tersebut memerlukan jaminan dan kepastian bahwa harta kekayaan mereka pribadi tidak akan diganggu gugat sehubungan dengan kegiatan usaha yang diselenggarakan atau dilaksanakan oleh Perseroan Terbatas tersebut. Dalam konteks yang demikian pertanggungjawaban terbatas pendiri atau pemegang saham menjadi penting artinya. Pendiri atau pemegang saham hanya akan menanggung kerugian yang tidak lebih dari bagian penyertaan yang telah disetujuinya untuk diambil bagian, guna

78 Ibid.

penyelenggaraan dan pengelolaan jalannya Perseroan dengan baik.

Keperluan adanya tanggung jawab terbatas bagi harta kekayaan pribadi pendiri atau pemegang saham, memberikan manfaat kepada pemegang saham bahwa tidak setiap kegiatan dari pengurus Perseroan Terbatas memerlukan pengetahuan atau bahkan persetujuan dari pendiri atau pemegang saham. Konteks ini pada akhirnya mengurangi peran pemegang saham dalam keterlibatannya terhadap kegiatan operasional Perseroan, bahkan juga untuk melakukan pengawasan secara terus menerus dan dari waktu ke waktu terhadap jalannya kegiatan pengelolaan Perseroan secara langsung. Peran pemegang saham ini kemudian disederhanakan menjadi peran yang diletakkan dalam suatu Rapat Umum Pemegang Saham pada setiap tahunnya dalam bentuk Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan. Dalam hal tertentu, yang diperkirakan membawa akibat pengaruh finansial atau kebijakan yang luas dan besar bagi Perseroan, keterlibatan pemegang saham dapat juga dimintakan, yang terwujud dalam bentuk penyelenggaraan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham.79

Hal tersebut di atas, disadari atau tidak, pada akhimya memberikan kebebasan kepada pengurus Perseroan untuk mengelola Perseroan dan mencari keuntungan bagi Perseroan, dengan tetap berpedoman pada maksud dan tujuan serta untuk kepentingan Perseroan. Hal ini jugalah yang nantinya mendasari kebijakan bagi lahirnya prinsip business judgment rule yang memberikan perlindungan bagi setiap keputusan usaha atau bisnis yang diambil oleh Direksi yang telah dilakukannya dengan

79

penuh kehati-hatian, dengan itikad baik sesuai dengan maksud dan tujuan serta untuk kepentingan Perseroan.

Sebagai bagian dari upaya untuk tetap mempertahankan konsep bahwa pendiri atau pemegang saham tetap dapat melakukan monitoring atau pengawasan atau bahkan penentuan kebijakan pengurusan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, kepada para pendiri atau pemegang saham ini kemudian diberikanlah saham-saham yang merefleksikan sampai seberapa jauh pemegang saham tersebut dapat melakukan monitoring atau pengawasan atau bahkan penentuan kebijakan pengurusan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Makin besar jumlah saham yang dimiliki, makin besar kewenangan yang dimilikinya dalam Rapat Umum Pemegang Saham.80

4. Tanggung Jawab Direksi Untuk Menjalankan CSR

Sebagai sebuah konsep yang baru dimasukkan kedalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pemerintah diharapkan tidak salah dalam menafsirkan konsep CSR ini. Kontroversi yang terjadi dikalangan pengusaha sejak diwajibkannya pelaksanaan CSR bagi sebuah Perseroan adalah karena ketidakpahaman sejumlah kalangan pengusaha dalam mengartikan CSR dan adanya ketakutan bahwa pemerintah juga salah tafsir sehingga pada akhirnya perusahaan akan dirugikan melalui kewajiban pelaksanaan CSR ini. Salah satu hal yang terutama dikhawatirkan adalah bahwa CSR ini menjadi philanthropy wajib

80 Ibid.

dengan bagian persentase yang dikaitkan dengan pengeluaran (spending) dengan tanpa memperhatikan keuntungan (profit) dan atau kesanggupan Perseroan, khususnya terkait dengan likuiditas dana yang tersedia. jika ini yang terjadi maka CSR akan menjadi bencana besar bagi dunia usaha dan masyarakat konsumen. CSR yang demikian tidak hanya merugikan kepentingan pengusaha tetapi juga seluruh stakeholders perusahaan, khususnya masyarakat banyak sebagai konsumen. Ini benar-benar bertolak belakang dengan kosep CSR yang sesungguhnya.81

Bunyi Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang PT yang mewajibkan CSR bagi Perseroan Terbatas adalah:

1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan y a n g dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3) P e r s e r o a n y a n g t i d a k m e l a k s a n a k a n k e w a j i b a n sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Rumusan pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang PT tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pasal 74 ayat (1) UUPT: Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

81

Gunawan Widjaja & Yeremia Adi Pratama, Risiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Tanpa CSR, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), hal. 93.

Dalam Pasal 74 ayat (1) UUPT ini disebutkan bahwa Perseroan Terbatas yang menjalankan kegiatan usahanya di bi da ng da n/ a t a u be r ka i t a n de nga n s u mbe r da ya a l a m diwajibkan untuk melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungannya. Ya ng di ma ks u d de nga n P e r s e r o a n y a n g m e n j a l a n k a n k egiatan usahanya di bidang sumber daya alam adalah P e r s e r o a n y a n g k e g i a t a n u s a h a n y a m e n g e l o l a d a n memanfaatkan sumber daya alam,82 dan ya n g d i m a k s u d d e n g a n P e r s e r o a n y a n g m e n j a l a n k a n kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam a d a l a h P e r s e r o a n y a n g t i d a k m e n g e l o l a d a n t i d a k memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.83

Dalam penjelasan Pasal 74 tersebut jelas disebutkan bahwa kewajiban pelaksanaan CSR bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam ini tidak hanya melihat pada bisnis inti dari perusahaan tersebut. Walaupun p eru sa haa n ter sebut ti dak secara l angsung mel akukan eksploitasi sumber daya alam, tetapi selama kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam, maka perusahaan tersebut wajib melaksanakan tanggung jawab s o s i a l n y a . H a l i n i b e r a r t i b a h w a b a i k i t u p e r u s a h a a n pertambangan, industri perkayuan, industri makanan, yang dalam kegiatan usahanya

82

Penjelasan Pasal 74 Udang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 83

berhubungan langsung dengan sumber-sumber daya alam, maupun rumah sakit, perusahaan telekomunikasi, perbankan, percetakan dan perusahaan- perusahaan lai n yang wal aupun tidak secar a langsung menggunakan sumber daya alam dalam kegiatan usahanya, wajib melaksanakan CSR.

D e n g a n d e mi k i a n j e l a s l a h b a h w a k o n s e p C S R y a n g s e m u l a h a n y a m e r u p a k a n k e w a j i b a n m o r a l , d e n g a n berlakunya Pasal 74 ayat (1) UUPT menjadi kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum, tetapi khusus h a n y a b a g i P e r s e r o a n y a n g m e n j a l a n k a n k e g i a t a n u s a h a n y a di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Bagi Perseroan lainnya, CSR hanya merupakan kewajiban moral saja.

Namun demikian perlu diingat dan diperhatikan bahwa meskipun dalam UUPT, kewajiban CSR bagi perusahaan yang tidak menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, hanya sebatas kewajiban moral dalam pelaksanaannya, khususnya terkait dengan peraturan perundang-undangan lainnya, kewajiban moral ini dapat juga berubah menjadi kewajiban dalam hukum.

2. Pasal 74 ayat (2) UUPT: Tanggung jawab Sosial dan L i n g k u n g a n s e b a g a i m a n a d i m a k s u d p a d a a y a t ( 1 ) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan d i p e r h i t u n g k a n s e b a g a i b i a y a P e r s e r o a n y a n g pelaksa naa nnya dila kukan de ngan me mpe r hati kan kepatutan dan kewajaran.

Dalam ayat ini disebutkan bahwa biaya pelaksanaan CSR d i p e r h i t u n g k a n s e b a g a i s a l a h s a t u k o m p o n e n b i a y a perusahaan. Biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan CSR ini seharusnya pada akhir tahun buku

diperhitungkan sebagai salah satu pengeluaran perusahaan. Seperti telah disinggung sebelumnya, agar dapat dijadikan sebagai biaya pengurangan penghasilan kena pajak, maka rencana kegiatan T a n g g u n g J a w a b S o s i a l d a n L i n g k u n g a n a k a n d i l a k s a n a k a n d a n a n g g a r a n - a n g g a r a n y a n g d i b u t u h k a n w a j i b u n t u k dimuat atau dimasukkan ke dalam rencana kerja tahunan.

Selain itu dengan memperhatikan ketentuan pajak yang b e r l a k u b i a y a C S R h a r u s l a h m e r u p a k a n b i a y a y a n g dikeluarkan Perseroan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Jadi jelaslah biaya CSR bukanlah philanthropy. Hal ini tidak berarti keuntungan perusahaan setelah pajak, dipotong lagi untuk kewajiban pelaksanaan CSR. Jadi, biaya CSR seharusnya tidak menjadi "pajak" tambahan bagi Perseroan. Keuntungan bersih perusahaan setelah dipotong untuk dana cadangan perusahaan adalah hak sepenuhnya dari para pemegang saham. Jadi tidak dapat digunakan untuk biaya pelaksanaan CSR.

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pelaksanaan CSR bukan hanya menjadi tanggungan dari pemegang saham. Mengenai nantinya keuntungan perusahaan tersebut dipakai oleh pemegang saham yang bersangkutan baik atas nama pribadi maupun atas nama Perseroan untuk melakukan kegiatan sosial, itu adalah kegiatan philanthropy, dan itu bukan CSR.

Mengenai besarnya anggaran pelaksanaan CSR ini jelas d i s e b u t k a n b a h w a p e l a k s a n a a n n y a d i l a k u k a n d e n g a n memperhatikan kepatutan dan

kewajaran, yaitu dengan pengertian bahwa biaya-biaya tersebut harus diatur besarnya sesuai dengan manfaat yang hendak dituju dari pelaksanaan CSR itu sendiri berdasarkan kemampuan keuangan Perseroan dan potensi risiko dan besarnya tanggung jawab yang harus ditanggung oleh Perseroan sesuai dengan kegiatan usahanya tersebut.

Kondisi tersebut pada dasarnya hendak memperhatikan b a h w a p e n e n t u a n b e s a r k e c i l n y a d a n a y a n g m e r e k a a n g g a r k a n u n t u k p e l a k s a n a a n C S R d e n g a n t e t a p memperhatikan tujuan pelaksanaan CSR yaitu sustainability perusahaan, lingkungan dan sosial.

3 . P a s a l 7 4 a y a t ( 3 ) U U P T : P e r s e r o a n y a n g t i d a k melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan adalah, dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait.84

Penjelasan Pasal 74 ayat (3) UU No. 40 Tahun 2007 tersebut secara jelas menyatakan bahwa sanksi yang dikenakan bagi Perseroan yang melanggar ketentuan mengenai tanggung jawab sosial lingkungan ini adalah sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Ini artinya sanksi yang dikenakan bukan sanksi karena perusahaan tidak melakukan CSR menurut Undang-Undang Perseroan T e r b a t a s , m e l a i n k a n s a n k s i y a n g k a r e n a p e r u s a h a a n mengabaikan CSR sehingga perusahaan tersebut melanggar

84

aturan-aturan terkait dibidang sosial dan lingkungan yang belaku.

M i s a l n y a s u a t u p e r u s a h a a n i n d u s t r i y a n g m e n g h a s i l k a n l i m b a h b e r u p a s e n y a w a k i m i a y a n g b e r b a h a y a , y a n g berdasarkan UU. No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk melakukan pengelolaan dan pengolahan limbah tersebut terlebih dahulu sebelum pembuangannya dilakukan, dengan memperhatikan dan memenuhi berbagai persyaratan yang telah ditetapkan dalam p e m b e r i a n i z i n y a , t e r n y a t a l a l a i a t au t i d a k me m e n u h i k e w a j i b a n y a n g d i p e r s y a r a t k a n . P e l a n g g a r a n terhadap hal tersebut, meskipun termasuk dalam pelanggaran CSR atau pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, namun dikenakan sanksi pidana dan administratif menurut UU. No. 23 Tahun 1997 tersebut.

Berbagai macam peraturan perundang-undangan terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dapat disebutkan di sini, misalnya UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.

Berbagai aturan itulah yang menghidupkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-Undang hanya sekedar mengingatkan kembali akan kewajiban-kewajiban tersebut.

4. Pasal 74 ayat (4) UUPT: Ketentuan lebih lanjut mengenai T a n g g u n g J a w a b S o s i a l d a n L i n g k u n g a n d i a t u r d e n g a n Peraturan Pemerintah.

K e t e n t u a n y a n g d i s e b u t k a n d a l a m a y a t ( 1 ) , ( 2 ) d a n ( 3 ) P a s a l 7 4 U U N o . 4 0 T a h u n 2 0 0 7 a d a l a h p e r a t u r a n y a n g memayungi pelaksanaan CSR di Indonesia. Dengan demikian s e s u a i d e n g a n a ma n a h y a n g d i b e r i k a n o l e h U n d a n g - U n d a n g Perseroan Terbatas tersebut, Pemerintah perlu membuat aturan pela ksa naa nnya dala m be ntuk Perat ura n Pe meri nta h. Dal am m e mb u a t P e r a t u r a n P e m e r i n t a h i n i , p e me r i n t a h d i h a r a p k a n t i d a k s a l a h me n a f s i r k a n C S R s e h i n g g a a t u r a n y a n g d i b u a t n a n t i n y a j u s t r u m e m b e r a t k a n p e r u s a h a a n d a n a k a n m e n g h i l a n g k a n m a k n a d a r i C S R . D i ma sukkannya CSR dala m UU No. 40 Ta hun 2007 Te ntang Perseroan Terbatas, CSR yang pada a wa lnya munc ul kar ena kesa dara n per usa haa n dan Ie bih me rupa ka n

moral liability, me nja di legal liability, wal aupun sa nksi ya ng diteri ma

adalah dari Undang-Undang terkait.

D. Tanggung Jawab Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan

Beberapa pakar dan ilmuwan hukum merumuskan kedudukan Direksi dalam Perseroan Terbatas sebagai gabungan dari 2 (dua) macam persetujuan

atau perjanjian, yaitu:85

1) perjanjian pemberian kuasa, di satu sisi, dan 2) perjanjian kerja atau perburuhan, di sisi yang lain.

Direksi di satu sisi, diperlakukan sebagai penerima kuasa dari Perseroan untuk menjalankan Perseroan sesuai dengan kepentingannya untuk mencapai tujuan Perseroan sebagaimana telah digariskan dalam Anggaran Dasar Perseroan, dan di sisi lain diperlakukan sebagai karyawan Perseroan, dalam hubungan atasan-bawahan dalam suatu perjanjian perburuhan yang mana berarti Direksi tidak diperkenankan untuk melakukan sesuatu yang tidak atau bukan menjadi tugasnya.86

Tugas utama seorang Direksi adalah melaksanakan pengurusan Perseroan sebaik-baiknya untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan di dalam dan di luar pengadilan, sehingga maksud dan tujuan Perseroan akan tercapai. Tugas kepengurusan Direksi tidak terbatas pada kegiatan rutin, melainkan juga berwenang dan wajib mengambil inisiatif membuat rencana dan perkiraan mengenai perkembangan Perseroan untuk masa mendatang dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan perseroan.87

Direksi merupakan salah satu organ Perseroan yang vital, yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan

85

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, op. cit., hal. 97. 86

Ibid., hal. 66 87

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perseroan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 58.

Perseroan serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan (Pasal 98 ayat (1) UUPT). Dalam hal ini, ada dua kewenangan Direksi, yaitu pengurusan dan perwakilan. Pengurusan berbicara soal hubungan internal antara pengurus dan orang yang hartanya berada dalam pengurusan pengurus, maka perwakilan berbicara soal hubungan eksternal, yaitu hubungan antara pengurus dan harta kekayaan yang diurus oleh pengurus tersebut, dengan pihak ketiga dengan siapa suatu perbuatan hukum dilakukan oleh pengurus dalam kapasitasnya sebagai pengurus harta kekayaan milik orang lain.88

Dengan demikian, pengurusan Perseroan berbicara tentang hubungan internal, yaitu hubungan antara Direksi dengan Perseroan dan pemegang saham (RUPS). Adapun perwakilan Perseroan berbicara tentang hubungan eksternal yaitu hubungan antara Direksi dengan pihak ketiga dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Perseroan. Oleh karena itu, tanggung jawab Direksi pun dapat dibedakan ke dalam:89

1) Tanggung jawab internal Direksi yang meliputi tanggung jawab Direksi terhadap Perseroan dan pemegang saham Perseroan;

2) Tanggung jawab eksternal Direksi, yang meliputi tanggung jawab Direksi kepada pihak ketiga yang melakukan hubungan hukum, baik langsung maupun tidak langsung dengan Perseroan.

88

Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis : Pemilikan, Pengurusan, Perwakilan, dan Pemberian Kuasa Dalam Sudut Pandang KUH Perdata ,(Jakarta : Kencana, 2004) hal. 149.

89

Tanggung jawab Direksi Perseroan terhadap pihak ketiga terwujud dalam

Dokumen terkait