• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Induk Perusahaan Perkebunan (Holding) terhadap Anak Perusahaan

BAB IV : TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN (HOLDING) BUMN PERKEBUNAN TERHADAP ANAK PERUSAHANNYA

TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN (HOLDING) TERHADAP ANAK PERUSAHAAN

C. Tanggung Jawab Induk Perusahaan Perkebunan (Holding) terhadap Anak Perusahaan

Perusahaan grup merupakan susunan Holding dan Anak Perusahaan yang secara yuridis bersifat mandiri. Hal itu berkaitan dengan kepemilikan lebih dari 50% (lima puluh persen) saham dan lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS, serta kontrol jalannya perseroan. Pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris menjadi kewenangan Perusahaan Induk. Hal ini untuk memastikan terbentuknya satu kesatuan ekonomi karena adanya kesatuan garis komando dari pimpinan sentral/holding terhadap anak perusahaan. Apabila status suatu PT sudah ditetapkan sebagai badan hukum oleh Menteri Hukum dan HAM, maka sejak saat itu hukum memberlakukan pemilik atau pemegang saham terpisah dari perseroan terbatas itu sendiri yang dikenal dengan istilah ”separate legal personality” yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri. Pemegang Saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas. Pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas setoran sahamnya, apabila perseroan mengalami kerugian.

Ketentuan pertanggung jawaban terbatas pemegang saham diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu:

82 Sovia Hasanah,2018, Saat Hapusnya Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham (https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5a45a58b968c8/saat-hapusnya-tanggung-jawab-terbatas-pemegang-saham/)

1. Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi (personal liability) atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan maupun atas kerugian yang dialami Perseroan;

2. risiko yang ditanggung pemegang saham, hanya sebesar investasinya atau tidak melebihi saham yang dimilikinya pada Perseroan;

3. Dengan demikian, pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atau secara individual atau utang perseroan.

Pengecualian prinsip tanggung jawab terbatas tersebut dimungkinkan dalam hal-hal sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu sebagai berikut:

1. Persyaratan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.

2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi.

3. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti terjadi hal-hal yang disebutkan di atas, yakni antara lain terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan Perseroan sehingga Perseroan didirikan

semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya yaitu, pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi dan pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.83

Terkait dengan pengecualian tanggung jawab terbatas (limited liability) jika dihubungkan piercing the corporate veil ialah prinsip piercing the corporate veil ialah membatasi pemegang saham,direksi maupun komisaris yang memanfaatkan fasilitas perseroan untuk kepentingan pribadi atau penyalahgunaan perseroan dan juga dengan adanya prinsip piercing the corporate veil jika dilanggar akan menjadikan tanggung jawab perseroan yang awalnya terbatas menjadi tidak terbatas hingga sampai harta pribadi pemegang saham. Dalam perkembangannya, tanggung jawab hukum tidak terbatas ini dapat dibebankan kepada organ perseroan lainnya, seperti komisaris atau direksi apabila terlibat dalam pelanggaran prinsip piercing the corporate veil. Dengan penerapan tanggung jawab pribadi berdasarkan prinsip piercing the corporate veil maka menjadi kewajiban hukum dari organ perseroan meliputi direksi, pemegang saham, dan komisaris yang menyalahgunakan wewenang untuk bertanggung jawab sampai pada harta kekayaan pribadi serta memberikan kepastian dan

83 Dewi,S, “Prinsip Piercing The Corporate veil dalam perseroan terbatas dihubungkan dengan Good Corporate Governance”, Jurnal Hukum Respublica,16(2).(2018), hal 252

perlindungan hukum bagi stakeholders (para pemangku kepentingan) yang dirugikan atas kegiatan usaha yang dijalankan para organ.84

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU) dalam putusannya No. 07/KPPU-L/2007 tanggal 19 November 2007 dalam amar putusannya menyatakan: “Bahwa Temasek Holdings, Pte.Ltd bersama-sama dengan Singapore Technologies Telemedia Pte.Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte.Ltd, Asia Mobile Holdings Pte.Ltd, Indonesia Communications Limited, Indonesia Communications Ltd., Singapore Telecpmunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte.Ltd terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 huruf a UU No. 5 Tahun 1999.”

Pertimbangan hukum dari KPPU, bahwa Temasek Holding (Private) Limited melalui anak perusahaan tidak langsung yaitu Indonesia Communicatios Limited menguasai saham Indosat sebesar 41,9% (empat puluh satu koma sembilan persen) dan melalui Singapore Telecom Mobile Pte Ltd menguasai saham Telkomsel sebesar 35% (tiga puluh lima persen), sehingga Kelompok Usaha Temasek melanggar Pasal 27 huruf a UU No. 5 Tahun 1999. KPPU mengelompokan Kelompok Usaha Temasek dalam bentuk satu entitas ekonomi tunggal (single economic entity).

Mahkamah Agung dalam perkara peninjauan kembali antara Temasek Holding (private) Limited melawan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU), dalam register perkara No. 496 K/Pdt.Sus/2008 tanggal 10 September 2008 dalam pertimbangan hukumnya menyatakan:

84 Ibid

“Bahwa di Indonesia konsep single economic entity yang digunakan oleh Termohon Kasasi (KPPU) tidak dikenal dan tidak berlaku dalam hukum Indonesia. Sebab, dalam hukum Indonesia setiap perusahaan harus dipandang sebagai entitas atau subjek hukum yang terpisah dan mandiri sesuai hak dan kewajibannya sehingga tidak dapat begitu saja dijadikan sebagai satu kesatuan sebagaimana yang secara keliru dinyatakan Termohon Kasasi”.

PTPN III (Persero) sebagai Holding perkebunan, apabila ditinjau dari harta kekayaannya, mengingat adanya kekayaan Negara yang terintegrasi dalam bentuk saham kedalam BUMN merupakan badan usaha yang pembentukannya tunduk pada undang-undang (Badan hukum publik). Namun demikian aturannya atau seluruh aktifitas kegiatan pengelolaannya tunduk dan diatur dalam hukum privat. Hal itu bermakna bahwa jika BUMN berperkara maka perlakuan yang didapatkan seperti perusahaan biasa. Karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya.

BUMN merupakan badan hukum yang memiliki kekayaan sendiri.

Kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN secara fisik adalah berbentuk saham yang dipegang oleh Negara, bukan harta kekayaan BUMN itu. Kekayaan BUMN terpisah dari kekayaan Negara karena kekayaan Negara di dalam BUMN hanya pada sebatas saham. Sehingga pada saat ada kerugian yang dialami BUMN, hal tersebut bukan menjadi kerugian Negara. Dengan demikian, suatu badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan Direksi (sebagai pengurus), Komisaris (sebagai pengawas) dan Pemegang saham (sebagai pemilik). Hal ini mengisyaratkan bahwa BUMN sebagai badan hukum bukanlah kekayaan Negara. BUMN sebagai Badan Hukum

memiliki kekayaan sendiri. Berdasarkan konstruksi hukum tersebut dapat diartikan bahwa BUMN sebagai Badan Hukum apabila membentuk anak perusahaan serta memiliki saham didalam anak perusahaan tersebut maka kepemilikan sahamnya berasal dari kekayaan BUMN (bukan dari kekayaan Negara langsung). Dengan konstruksi tersebut dapat dikatakan bahwa anak perusahaan BUMN bukanlah BUMN, sehingga tidak tunduk pada Undang undang BUMN, melainkan tunduk Kepada UUPT. Pengertian anak perusahaan BUMN dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-03/MBU/2012 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (Permeneg BUMN 3/2012).85

D. Holding BUMN Perkebunan dalam kaitannya dengan Piercing the

Dokumen terkait