• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN HUKUM HOLDING PERKEBUNAN BUMN DENGAN ANAK PERUSAHAAN SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN HUKUM HOLDING PERKEBUNAN BUMN DENGAN ANAK PERUSAHAAN SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Dalam"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN HUKUM HOLDING PERKEBUNAN BUMN DENGAN ANAK PERUSAHAAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

MOHAMMAD ARFAN BIMANTORO 160200442

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

HUBUNGAN HUKUM HOLDING PERKEBUNAN BUMN DENGAN ANAK PERUSAHAAN

1

Mohammad Arfan Bimantoro*

Bismar Nasution**

Mahmul Siregar***

Holding perusahaan BUMN, termasuk holding BUMN Perkebunan merupakan suatu bentuk restrukturisasi organisasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui konsolidasi beberapa perusahaan BUMN. Holding Perkebunan terbentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 yang menetapkan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) sebagai PTPN Induk Holding dan PTPN I, II, IV sampai XIV sebagai Anak Perusahaan. Pembentukan perusahaan induk menimbulkan akibat hukum antara holding dengan anak perusahaan.

Untuk mengkaji hubungan hukum Holding BUMN dengan anak usahanya dilakukan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Menggunakan data berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dikumpulkan dengan studi pustaka (library research). Selanjutnya dianalisis dengan metode kualitatif.

Landasan hukum pembentukan Holding BUMN Perkebunan merujuk kepada UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, khususnya Pasal 88 dan 89, yang menyatakan bahwa Rapat Umum Pemagang Saham (RUPS) berwenang mengubah Anggaran Dasar untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan Perseroan. Sesuai Pasal 63 UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dinyatakan bahwa penggabungan atau peleburan suatu BUMN dapat dilakukan dengan BUMN lain yang telah ada. Sesuai Pasal 65 pengaturannya melalui Peraturan Pemerintah. Dengan terbentuknya Holding Perkebunan tidak menjadikan kewenangan Negara terhadap Anak Perusahaan berubah. Negara masih tetap bisa mengendalikan anak perusahaan holding karena masih memiliki Saham Seri A (Saham Dwi Warna). Kepemilikan saham mayoritas masih di tangan Negara melalui PTPN III (Persero) yang sahamnya 100

% dimiliki oleh Negara. Hal itu diperkuat dengan Putusan Uji Materiil Mahkamah Agung Nomor 21 P/HUM/2017 dan Putusan Uji Materi Mahkamah Konstitusi No 14/PUU-XVI/20.PTPN III (Persero) sebagai induk holding berwenang menentukan kebijakan strategis, pengadaan barang dan penjualan produk tertentu, pengelolaan keuangan dan pendanaan serta pengelolaan SDM. Adapun kewenangan Anak Perusahaan fokus kepada aktivitas operasional korporasi.

Kata Kunci : holding, BUMN, induk perusahaan, kewenangan.

* Mahasiswa

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya skripsi ini dengan judul “Hubungan holding Perkebunan BUMN dengan anak perusahaan”. Skripsi ini ditulis dalam rangka melengkapi tugas akhir dan bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan, motivasi, semangat, arahan, bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor USU;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum USU;

3. Bapak Prof. Dr. O.K Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum USU;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum USU;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum USU;

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., MH., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU; dan Dosen Pembimbing I yang banyak membantu penulis dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini;

(6)

7. Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU;

8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang banyak membantu penulis dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini

9. Bapak/Ibu Dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum USU;

10. Kedua orang tua penulis, ayahanda M Abdul Ghani dan ibunda Riskiyah serta keluarga besar yang senantiasa memberi doa, dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Seperti kata peribahasa,tiada gading yang tak retak, begitu pula penelitian ini. Skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat kekurangan. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu,penulis berharap kepada pembaca agar memberikan kritik dikemudian hari skripsi ini dapat diperbaiki dan disempurnakan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi karya ilmiah yang dapat digunakan bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang akan datang.

Medan, 2020 Penulis

Mohammad Arfan Bimantoro

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktrur Organisasi PTPN Sebelum Menjadi Holding ... 64 Gambar 2. Struktur Organisasi PTPN Setelah Menjadi Holding ... 68

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Susunan Pemegang Saham PTPN I s/d VIX Sebelum dan Sesudah

Terbentuknya Holding Perkebunan ... 69

(9)

Daftar Isi

Hal

Abstrak ... ii

Kata Pengantar……….iii

Daftar Gambar………..v

Daftar Tabel……….vi

Daftar isi………,,vii

BAB I:PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ………....9

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian……….9

D. Keaslian Penulisan………10

E. Tinjauan Kepustakaan ... 12

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II : RESTRUKTURISASI MELALUI HOLDING COMPANY BUMN DI INDONESIA ... A. Aspek Hukum Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ... 1 Pengertian dan Tujuan BUMN ... 23

2 Jenis-Jenis BUMN ... 25

3 Maksud dan Tujuan Restrukrukturisasi BUMN ... 31

4 Cara-cara Restrukturisasi BUMN………33

B. Pengaturan Holding Company ... 1 Pengertian Holding Company ... 45

2 Maksud dan Tujuan Pendirian Holding Company di Indonesia . 46 3 Syarat Pembentukan Holding Company ... 47

4 Jenis-jenis Holding Company ... 51

C. Restruktrurisasi BUMN Melalui Pembentukan Holding Company .... 1 Latar Belakang Pembentukan Holding Company BUMN ... 52 2 Dasar Hukum Pembentukan Holding

(10)

Company BUMN ... 54 3 Kedudukan Anak Perusahaan Berdasarkan PP No 72 Tahun 2016 ... 58

BAB III :HUBUNGAN HUKUM ANTARA HOLDING BUMN PERKEBUNAN BUMN DENGAN ANAK PERUSAHAAN

...

A. Dasar Pertimbangan Pembentukan Holding Perkebunan BUMN…. 63 B. Keterkaitan Holding Perkebunan dengan Anak Perusahaan yang Dimilinya.………....67 C. Pengendalian Holding Perkebunan Dengan Anak Perusahaan ynag Dimilkinya………...70 D. Akibat Hukum Terhadap Anak Perusahaan Terhadap Pembentukan Holding Company………73 BAB IV : TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN (HOLDING) BUMN PERKEBUNAN TERHADAP ANAK-ANAK

PERUSAHANNYA………

A. Prinsip Hukum Limited Liabilty Induk Perusahaan Holding

BUMN Sebagai Pemegang Saham Anak Perusahaan ... 77 B. Anak Perusahaan Sebagai Subjek Hukum Mandiri ... 81 C. Tanggung Jawab Induk Perusahaan Holding Perkebunan BUMN

Terhadap Anak-Anak Perusahannya………...85 D. Holding BUMN Dalam Kaitannya Dengan Piercing The Corpor Ate Veil ... 90 BAB V : PENUTUP ...

A. Kesimpulan ... 93 B. Saran ... 95 Daftar Pustaka ... 97

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konstruksi perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang terdiri dari perusahaan induk dan anak perusahaan. Undang-undang Perseroan Terbatas, baik Undang-undang No 1 Tahun 1995 maupun Undang-undang No.40 Tahun 2007, tidak memberikan pengakuan yuridis terhadap perusahaan grup sebagai badan hukum sendiri. Sebaliknya, Undang-undang No 1 Tahun 1995 ataupun Undang-undang No 40 Tahun 2007 telah memberikan legitimasi bagi munculnya realitas kelembagaan perusahaan grup melalui kewenangan kepada suatu perseroan melakukan perbuatan hukum untuk memiliki saham pada perseroan lain atau mengambil alih saham yang menyebabkan beralihnya pengendalian perseroan lain sehingga berimplikasi kepada lahirnya keterkaitan induk dan anak perusahaan2.

M Yahya Harahap, juga menjelaskan, bahwa Parent Company atau Holding Company merupakan penciptaan perseroan yang khusus disiapkan untuk memegang saham perseroan lain untuk tujuan investasi baik tanpa maupun dengan “control” yang nyata3. Section 736 dan 736 A 1989 Act Inggris maupun definisi di Amerika, hampir sama dengan pengertian yang

2 Emmy Pengaribuan, Perusahaan Kelompok (Yogyakarta: Seri Hukum Dagang Fak.Hukum Universitas Gajah Mada, 1994), hlm. 5.

3 Letizia Tobing, 2013, Holding Company fungsi dan pengaturannya (http://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl3562/holding-company--fungsi-dan-

pengaturannya/ diakses tanggal 4 maret 2020)

(12)

dikemukakan pada Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT 1995”). Penjelasan ini mengatakan, yang dimaksud dengan “Perusahaan Anak” (subsidiary) adalah Perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan Perseroan lainya yang dapat terjadi karena:

a. lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya;

b. lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaannya; dan atau

c. kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya.

Dengan demikian, apa yang dikemukakan pada penjelasan Pasal 29 UU PT 1995 masih dianggap relevan sebagai landasan memahami dan menerapkan perseroan induk (parent atau holding company) dan perseroan anak (subsidiary).

Pengertian perusahaaan grup masih menunjukkan adanya perbedaan antara aspek yuridis dan realitas bisnis dari induk dan anak perusahaan yang tergabung dalam perusahaan grup. Secara yuridis, tergabungnya anak perusahaan dalam suatu perusahaan grup tidak menghapuskan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Sebaliknya, realitas bisnis tergabungnya anak perusahaan dalam perusahaan grup adalah bagian dari kepentingan ekonomi untuk menciptakan

(13)

sinergi kegiatan usaha anak-anak perusahaan yang diorentiasikan untuk mendukung tujuan kolektif perusahaan grup dalam suatu kesatuan ekonomi4.

Perbedaan antara aspek yuridis dan realitas bisnis perusahaan grup ini disebabkan oleh kerangka peraturan terhadap induk dan anak perusahaan dalam suatu perusahaan grup di Indonesia masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal, sedangkan pada saat bersamaan hukum perseroan memberikan legitimasi bagi kepimilikan induk atas saham anak perusahaan sehingga induk perusahaan memiliki kewenangan untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan anak-anak perusahaan sebagai suatu kesatuan ekonomi. Pencampuran antara prinsip hukum mengenai kemandirian yuridis badan hukum induk dan anak perusahaan dalam perusahaan grup dengan fakta pengendalian induk dan anak perusahaan dari realitas bisnis perusahaaan grup ini berimplikasi kepada perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis dan kesatuan ekonomi. Oleh karena itu, perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis dan kesatuan ekonomi menjadi suatu keniscayaan ketika kerangka pengaturan terhadap perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal.5

Perkembangan terkini menunjukkan bahwa pengaruh perusahaan grup dalam kegiatan usaha di Indonesia semakin kuat. Data PDBI tahun 1997 menunjukkan bahwa sebanyak tiga ratus perusahaan grup di Indonesia memiliki 9.966 unit bisnis. Pasca krisis tahun 1998, jumlah perusahaan grup

4 Sulitstiowati,Aspek hukum dan Realitas Bisnis Perusahaaan Grup(Jakarta: Penerbit Erlangga,2010) hal V (untuk selanjutnya disebut sulistiowati 1)

5 Ibid

(14)

di Indonesia berkurang dari dua ratusan menjadi tinggal lima puluhan, tetapi pengaruh perusahaan grup menjadi makin kuat. Fenomena mengenai perusahaan grup ini tidak hanya terjadi Indonesia saja, tetapi juga melalui perusahaan multinasional yang menjalankan kegiatan bisnis pada wilayah yuridiksi yang berbeda6.

Saat ini, perusahaan-perusahaan besar tidak lagi dijalankan melalui bentuk perusahaan tunggal, tetapi menggunakan konstruksi perusahaan grup. Bahkan, perusahaan grup tidak lagi menjadi monopoli perusahaan besar saja, tetapi juga digunakan oleh perusahaan dengan skala yang lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran dan kompleksitas konstruksi perusahaan grup ini tidak dapat menjadi penanda keberadaan perusahaan grup. Perusahaan grup di Indonesia lebih dikenal dengan istilah grup.

Keberadaan perusahaan grup dalam kegiatan usaha di Indonesia ternyata belum menjadi justifikasi bagi perlunya pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup vis-à-vis badan hukum lainnya. Peraturan perundang- undangan hanya mengatur mengenai keterkaitan antara induk dan anak perusahaan dan tidak mengatur mengenai perusahaan grup. Oleh karena itu, perusahan grup mengacu kepada realitas bisnis tergabungnya sebagai suatu kesatuan ekonomi.

Setelah diketahui apa itu holding dan bagaimana pengaturan secara yuridis dan realitas bisnis, selanjutnya akan lebih fokus pada holding perkebunan

6 Ibid, hal 2-3

(15)

BUMN. Yaitu, diawali dari bagaimana sejarah holding BUMN7. Konsep holding untuk perampingan jumlah Badan usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia sudah dilontarkan sejak tahun 1998. Ide holding BUMN dengan jalan pengelompokan BUMN ke setiap rumpun industri dimunculkan pada era Menteri BUMN pertama yakni Tanri Abeng. Konsep holding BUMN dinilai Tanri akan menciptakan BUMN yang kuat. Perusahaan pelat merah pun dianggap akan semakin fokus mengembangkan bisnisnya dari hulu ke hilir.

Pada waktu itu, Tanri mengusulkan ada 5 holding BUMN, yaitu holding BUMN energi dan tambang, hodling BUMN infrastruktur seperti pelabuhan, bandara, transportasi, dan telekomunikasi. Lalu holding sektor finansial, isinya semua bank dan non-bank digabung. Keempat, holding BUMN semen dan konstruksi. Dan Kelima, holding BUMN pupuk dan perkebunan. Meski dengan konsep berbeda, beberapa holding BUMN ada yang sudah terbentuk.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada tanggal 27 Novembermber 2017 telah membentuk holding BUMN tambang.

Pembentukan holding BUMN tambang dilakukan dengan menunjuk PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (Inalum) sebagai induk holding.

Inalum akan menjadi induk dari tiga BUMN tambang, antara lain PT Timah (Persero) Tbk, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (Antam) dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA). Status Persero di ketiga BUMN tersebut akan hilang melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) 29 November 2017 mendatang. Dihilangkannya status Persero dilakukan dengan

(16)

mengalihkan saham milik pemerintah di ketiga BUMN tambang tersebut kepada PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (Inalum) sebagai induk holding BUMN tambang.

Pemerintah saat ini memegang saham mayoritas di ketiga BUMN tambang yang juga sudah go public tersebut, yaitu Antam 65%, Bukit Asam 65,02%, dan Timah 65%. Saham mayoritas milik Pemerintah di ketiga BUMN tersebut dialihkan ke Inalum yang 100% sahamnya masih dimiliki Negara.

Deputi Bidang Usaha Tambang, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan: … dengan pengalihan saham ketiga BUMN tambang ke Inalum, tidak serta merta kontrol pemerintah hilang. Pemerintah masih memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap ketiga BUMN tersebut meski sudah dibentuk holding di bawah Inalum dengan adanya saham seri A Dwiwarna.8

Dasar hukum pembentukan holding BUMN tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016, Antam, Timah dan PTBA nantinya akan diperlakukan setara dengan BUMN, sebab pemerintah masih memegang saham dwi warna. Mereka juga masih tetap mendapatkan penugasan pemerintah dan melakukan pelayanan umum

8 Ardan Adhi Chandra 2017, Asal Usul Pembentukan Holding BUMN (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3740436/asal-usul-pembentukan-holding- bumn) diakses tanggal 8 Maret 2020

(17)

selayaknya BUMN. Lalu juga masih mendapatkan kebijakan khusus negara atau pemerintah, termasuk dalam pengelolaan sumber daya dengan perlakuan tertentu sebagaimana diberlakukan bagi BUMN9.

Pembentukan holding juga dilakukan pada BUMN semen dengan induknya PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Pada 20 Desember 2012 perseroan berperan sebagai Strategic Holding Company dan mengubah namanya dari PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Semen Indonesia membawahi Semen Padang, Semen Gresik, dan Semen Tonasa. Lebih jauh, pembentukan holding dilakukan pada BUMN pupuk. PT Pupuk Indonesia (Persero) menjadi induk holding ditandai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tanggal 7 Agustus 1997 yang menunjuk PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) sebagai induk perusahaan (Holding Company). PT Pupuk Indonesia (Persero) membawahi sekitar 10 anak perusahaan, di antaranya PT Petrokimia Gresik (PKG), PT Pupuk Kujang (PKC), PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), PT Rekayasa Industri (Rekind), hingga PT Pupuk Indonesia Energi (PIE).

Pembentukan holding BUMN juga dilakukan terhadap PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di 2014. PTPN III (Persero) menjadi induk holding BUMN yang bergerak di bidang pengelolaan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Komoditi yang diusahakan adalah kelapa sawit, karet, tebu, teh, kopi, kakao, tembakau, aneka kayuan, buah-buahan dan aneka tanaman lainnya.

9 Ibid

(18)

Pembentukan holding PTPN seiring diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara III. Mengutip website resmi PTPN III, pada 1 Oktober 2014 diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan No.

468/KMK.06/2014 tentang Penetapan Nilai Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham PTPN III. Diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar PTPN III sebagai perusahaan holding atas PTPN I, PTPN II, PTPN IV s.d. PTPN XIV. Pemerintah juga menerbitkan PP No 72 Tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 2005, tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada badan usaha milik negara dan perseroan terbatas. Pengaturan mengenai Holding BUMN tercantum dalam pasal 2a ayat 2 yang memuat tentang penyertaan saham milik negara pada BUMN. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 2 huruf d yaitu saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas; dan/atau dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain sehingga sebagaian besar saham dimiliki oleh BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN. Negara wajib memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam Anggaran Dasar. Aturan tentang anak perusahaan tercantum pada pasal 2a ayat 6 dan 7 PP No 72 Tahun 2016.

Sehubungan dengan pembentukan holding pada sejumlah BUMN, khususnya BUMN Perkebunan, maka secara hukum akan terjadi hubungan hukum antara induk dan anak perusahaan. Hubungan hukum ini akan

(19)

menimbulkan konsekuensi berupa tanggungjawab hukum baik terhadap anak maupun induk perusahaan. Persoalan-persoalan tersebut perlu untuk dikaji secara hukum, karena tidak jelasnya pengaturan holding company dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara maupun perundang-undangan lainnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana restrukturisasi BUMN Perkebunan melalui pembentukan holding company BUMN Perkebunan berdasarkan hukum di Indonesia ? 2. Bagaimana hubungan hukum antara holding perkebunan BUMN dengan

anak perusahaan ?

3. Bagaimana tanggung jawab induk perusahaan (holding) perkebunan BUMN dengan anak perusahaannya ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan dalam skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui restrukturisasi melalui holding company BUMN di Indonesia

b. Untuk mengetahui hubungan hukum antara holding perkebunan BUMN dengan anak perusahaan

(20)

c. Untuk mengetahui tanggung jawab induk perusahaan (holding) BUMN dengan anak perusahaannya

2. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoritis

Secara teoritis, pembahasan tentang hubungan hukum antara holding BUMN perkebunan dengan anak perusahaannya ialah dapat memberikan pengetahuan ahwasannya holding perkebunan BUMN yakni PTPN III (Persero) mempunyai hubungan hukum dan tanggung jawab kepada anak perusahannya,

b. Secara Praktis

Pembahasan ini dapat menjadi referensi bagi masyarakat, akademisi maupun praktisi, terutama yang berkecimpung di dunia hukum perusahaan dikarenakan pembahasan ini relevan karena pengaturaran holding di Indonesia belum terlalu lengkap.

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahu keaslian penulisan, sebelum melakukan penulisan skripsi dengan judul: “Hubungan Hukum Antara Holding BUMN Perkebunan Dengan Anak Perusahaan”, penulis telah mendapatkan bukti dari adanya penegasan dari pihak administrasi Departemen Hukum Ekonomi dan dari bagian Perpustakaan USU Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(21)

Namun demikian berdasarkan penelusuran melalui internet ditemukan beberapa penelitian hukum yang juga berkenaan dengan holding company BUMN, antara lain

1. Alvin Rivaldi, Hak Istimewa Negara pada Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara di bidang Penyertaan Modal Negara, skripsi UNPAR 2019, yang dibahas pada pokok permasalahaan dalam PP No 72 Tahun 2016 harus dianalisis peran negara yaitu hak istimewa pada anak usaha BUMN karena PP ini membuat peran holding sendiri terbatas karana adanya hak istimewa negara.

2. Ratna Yuliana, Tanggung Jawab Induk Perusahaan Dalam Suatu Kelompok Perusahaan, skripsi UMS 2019, yang dibahas pada pokok permasalahannya ialah membahas mengenai bagaimana tanggung jawab induk perusahaan serta hubungan hukum antara induk perusahaan dengan anak perusahaan.

3. Novean Sereni, Tinjauan Hukum Holding Company terhadap PT.Pusri Dengan Anak Perusahaan (Studi Kasus Terhadap Usaha PT. Pupuk Sriwidjaya Dengan Anak Perusahaan), Skripsi Universitas Muhammadiyah Palembang 2018, yang membahas tentang PT. PUSRI yang setelah menjadi holding mengakibatkan adanya perubahan sifat dari Operating Holding Company menjadi Investment Holding Company, dalam UU PT atau UU BUMN belum ada ketentuan yang mengatur tentang hal ini.

(22)

Perbedaan penelitian skripsi ini dengan beberapa penelitian diatas ialah skripsi ini membahas tentang hubungan antara PT Perkebunan Nusantara III (Persero) sebagai holding perkebunan BUMN dengan PTPN I, 1I, IV sampai dengan XIV yang bertindak sebagai anak perusahaan. Hubungan hukum antara Holding dengan anak perusahaan sebagai dampak terbentuknya Holding Perkebunan sesuai PP No 72 Tahun 2014 tentang Penyertaan Modal Negara kepada PTPN III dan juga PP No. 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

E. Tinjauan Pustaka

1. Perusahaan Grup (Holding)

Pengertian Holding Company bisa kita lihat dari pendapat para ahli.

Menurut Bringham dan Houston (2001:413), holding company adalah korporasi yang memiliki saham biasa di perusahaan lain dalam jumlah yang cukup sehingga bisa mengendalikan perusahaan tersebut. Advokat dan ahli hukum, Munir Fuady juga memberikan tanggapannya bahwa Holding Company merupakan perusahaan yang bertujuan memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut10.

Untuk memberi batasan mengenai “holding company” maka terlebih dahulu akan dilihat rangkaian pembentukan kata “holding company” itu

10 Martina, 2019, Apa Itu Holding Company? Serta Tujuan,Manfaat,Contoh dan Prosesnya (https://ukirama.com/id/blogs/apa-itu-holding-company-serta-tujuan-manfaat-contoh- dan-prosesnya)

(23)

sendiri. Kata “holding company” merupakan penggabungan dari dua suku kata, yaitu “holding” dan “company”. Kata “holding” berarti pengaruh atau jumlah saham (andil) yang dipegang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan “holding” adalah adanya sejumlah saham atau modal yang dimiliki seseorang atau beberapa orang dalam menjalankan roda perusahaan. Pemegang saham merupakan mereka yang mempunyai andil terutama dalam hal penanaman modal dalam satu perusahaan, sehingga mempunyai pengaruh besar dalam perusahaan11. Oleh karena itu, holding sangat erat kaitannya dengan usaha produksi barang yang baik secara langsung maupun tidak langsung terkait pula dengan bidang ekonomi. Namun demikian, jika menyebut holding, maka biasanya dihubungkan dengan adanya suatu badan sentral (terpusat) berbentuk hukum tersendiri12.

Selanjutnya, jika dikaitkan dengan company, berarti bahwa suatu usaha dalam bentuk badan hukum dan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya mempunyai ikatan terutama dalam hal pengelolaan perusahaan.

Oleh karena itu, company juga disebut maskapai yakni perusahaan yang terkait dalam satu group. Dengan demikian, holding company merupakan lebih dari satu perusahaan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya, terutama dalam hal pengelolaan usahanya. Namun demikian, saham perusahaan-perusahaan tersebut dipegang atau dikuasai oleh satu atau

11 A.Tenripadang Chairan, “Tinjauan Holding Company Dalam Kaitannya Dengan Perseroan Terbatas”, Jurnal Hukum Diktum Volume 8, nomor 1,Januari 2010,hlm 87

12 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Cetakan Kedua,(Bandung ; Citra Setya Bhakti,1995),hlm 64

(24)

beberapa orang atau lembaga. Perusahaan- perusahaan yang dimaksudkan di sini adalah berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

2. Induk Perusahaan dan Anak Perusahaan

Perusahaan Induk sering juga disebut dengan Holding Company, Parent Company, atau Controlling Company13. Yang dimaksud dengan perusahaan induk adalah suatu perusahaan yang memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut.

Biasanya (walaupun tidak selamanya), suatu Perusahaan Induk memiliki banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang bisnis yang sangat berbeda-beda14. Kepemilikan suatu perseroan atas saham pada perseroan lain melahirkan keterkaitan antara induk dan anak perusahaan. Induk perusahaan dapat menggunakan hak suara dalam RUPS anak perusahaan untuk mengangkat anggota direksi dan/atau dewan komisaris anak perusahaan, ataupun mengalihkan pengendalian terhadap anak perusahaan kepada perseroan lain melalui kontrak pengendalian15.

Keterkaitan antara induk terhadap anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan kelompok disebabkan oleh adanya kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan 16. Kepemilikan induk atas saham anak perusahaan dalam jumlah signifikan memberikan kewenangan kepada induk

13 Ratna Yulian, Tanggung Jawab Induk Perusahaan Terhadap Anak Perusahaan Pada Perusahaan Grup, (Surakarta: UMS, 2013), hal 7-8

14 Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis (Bandung:

PT.Citra Aditya Bakti,1999), hal.95

15(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/51262/Chapter%20II.pdf?seque nce=3&isAllowed=y diakses pada 19 Maret 2020)

16 Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm.96-97.

(25)

perusahaan untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan anak-anak perusahaan sebagai kesatuan manajemen. Salah satu fungsi kepemilikan saham induk perusahaan pada anak perusahaan adalah zeggenschapsfunctie. Zeggenschapsfunctie dari kepemilikan saham pada anak perusahaan memberikan hak suara kepada induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan melalui berbagai mekanisme pengendalian yang ada, seperti Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS) untuk mendukung beleggingsfunctie dari konstruksi perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi.

Dengan menggunakan prinsip one share one vote, sebagaimana terdapat pada Pasal 84 ayat (1) UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. Kepemilikan lebih besar dari 50% (lima puluh persen) saham anak perusahaan memberikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang lebih besar kepada induk perusahaan dibandingkan pemegang saham lainnya, sehingga induk perusahaan dapat mengarahkan jalannya Rapat Umum Pemegang Saham.

Control threshold ini berlaku apabila tidak ada ketentuan lain dalam anggaran dasar perseroan yang digunakan untuk menentukan pihak yang menjadi pemegang saham pengendali. Induk perusahaan akan mengkonsolidasikan anak- anak perusahaan dalam laporan keuangan konsolidasi induk dan anak perusahaan, apabila kepemilikan saham induk perusahaan baik langsung atau tidak langsung pada anak-anak perusahaannya adalah di atas 50% (lima puluh

(26)

persen) jumlah saham anak perusahaan. Pengendalian induk terhadap anak perusahaan dapat ditimbulkan dari keterkaitan saham, atau kepemilikan saham dari anak perusahaan.

3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah perusahaan yang didirikan dan dikelola oleh negara untuk menjalankan kegiatan operasional di sektor industri dan bisnis strategis. Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama yang bersifat ekonomi dan yang bersifat sosial. Dalam tujuan yang bersifat ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor- sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti perusahaan listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945, seyogyanya dikuasai oleh BUMN. Tujuan BUMN yang bersifat sosial antara lain dapat dicapai melalui penciptaan lapangan kerja yang dicapai dengan perekruitan tenaga kerja serta upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal.17

Menurut Pasal 9 UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN (UU BUMN) membagi BUMN menjadi dua bentuk yaitu Persero dan Perum. Perusahaan perseroan atau yang disebut dengan persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara

17 Anggita Cinditya Mutiara Kusuma, “Pengaruh Privatisasi Terhadap Kinerja BUMN”

(Depok: Skripsi FE UI, 2009), hal 1

(27)

yang tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan18. Adapun Perusahaan Umum atau Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak berbagi atas saham19. Maksud dan tujuan pendirian Perum adalah menyelenggarakan usaha untuk kemafaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang berkualitas dengan harga terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.20

F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi penelitian

Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan yuridis. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.21 Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai bahan hukum sekunder,22 yaitu inventarisasi berbagai peraturan hukum nasional dan internasional dalam bidang hukum perusahaan, jurnal-jurnal dan karya tulis ilmiah lainnya, serta artikel- artikel berita terkait.

Sedangkan penelitian deskriptif ialah penelitian pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu

18 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 ayat(2)

19 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentnag Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 ayat (4)

20 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Badan Usaha Milik Negara, Pasal 36 ayat (1)

21 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm 13-14.

22 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hlm 14.

(28)

populasi atau daerah tertentu.23 Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin, tentang hubungan hukum holding perkebunan BUMN dengan anak perusahannya

2. Data Penelitian

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Sumbernya dari data primer dan data sekunder. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, .24

Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga bahan hukum, yaitu :25

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan berbagai peraturan hukum nasional yang mengikat, antara lain: Undang-Undang Perseroan Terbatas No 40 Tahun 2007, UU No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2014 tentang penyertaan modal negara ke dalam modal perusahaan PTPN III, Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2016 Tentang Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara kepada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas serta peraturan-peraturan lainnya.

23 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum : Suatu Pengantar (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 36.

24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm. 172.

25 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit, hlm 13.

(29)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan undang- undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier, ialah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder;

contohnya adalah kamus ensiklopedia, majalah, dan seterusnya. Selain itu, bahan tersier ini juga meliputi berbagai bahan primer, sekunder, dan tersier di luar bidang hukum yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, terutama dari bidang ekonomi.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research) yang berarti tidak melakukan studi langsung di lapangan tetapi mempelajari dan menganalisis data secara sistematis, secara pustaka melalui buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis data

Analisis data penelitian menggunakan analisis normatif kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis. Selanjutnya

(30)

dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk karya ilmiah yaitu skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh. Dalam menganalisis peraturan-peraturan yang digunakan ini yaitu dengan cara memilih pasal-pasal yang berisi kaedah-kaedah hukum yang terkait dengan masalah holding dan anak perusahaan, membuat interpretasi dari pasal-pasal tersebut, sehingga menghasilkan klasifikasi-klasifikasi tertentu, selanjutnya pasal-pasal dianalisis dengan mempergunakan azas- azas hukum yang ada.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis memberi rangkuman atau gambaran bagaimana isi skrispi dengan memberi rangkuman bab-bab yang berkaitan satu sama lain sehingga memudahkan dalam mengetahui isi skrispi ini. Adapun isi dari sistematika penulisan ini sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menjelasakan latar belakang dari penulisan skripsi ini, yaitu mengenai hubungan hukum holding BUMN perkebunan dengan anak perusahaan.

Dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan yang akan berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

(31)

BAB II: RESTRUKTURISASI MELALUI HOLDING COMPANY BUMN DI INDONESIA

Pada bab ini akan dijelaskan awal dari restrtukturisasi BUMN yaitu aspek hukum dari Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) lalu dilanjutkan dengan bagaimana pengaturan holding company di Indonesia lalu bagian terakhir dari Bab I yaiu restrukturisasi BUMN melalui pembentukan holding company.

BAB III : HUBUNGAN ANTARA HOLDING PERKEBUNAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN

Pada bab ini dijelaskan dasar pertimbangan pembentukan holding perkebunan BUMN, keterkaitan holding perkebuanan dengan anak perusahaan yang dimilikinya, pengendalian holding perkebunan dengan anak perusahannya, hubungan hukum antara holding perkebunan BUMN dengan anak perusahannya lalu diakhiri dengan akibat hukum terhadap anak perusahaan perkebuan terhadap pembentukan holding company.

BAB IV : TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN (HOLDING) BUMN PERKEBUNAN TERHADAP ANAK PERUSAHANNYA

Pada bab ini akan dijelaskan prinsip hukum Limited Liability induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan, anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri, tanggung jawab induk perusahaan holding perkebunan BUMN perkebunan terhadap anak-anak perusahnnya lalu diakhiri dengan penjelasan mengenai holding BUMN dalam kaitannya dengan prinsip Piercing The Corporate Veil.

(32)

BAB V : PENUTUP

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai kesimpulan dan saran, yaitu hasil dari analisa penulis dan merupakan jawaban atas permasalahan yang berkaitan dari skripsi ini, serta saran yang dapat dijadikan tambahan yang bermanfaat bagi pihak yang terkati dengan permasalahan skripsi ini.

(33)

BAB II

RESTRUKTURISASI MELALUI HOLDING COMPANY BUMN DI INDONESIA

A. Aspek Hukum Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 1. Pengertian dan Tujuan BUMN

Landasan konstitusi dalam pembentukan BUMN ialah Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945. Pada ayat 2 dinyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” dan ayat 3 menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”26.

BUMN adalah badan usaha yang diantaranya menjalankan cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Sebagian BUMN juga memiliki asset kekayaan alam. Untuk itu peran Negara harus hadir untuk memastikan kepentingan dan kemakmuran rakyat terwakili. Pengertian BUMN berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 200327 tentang Badan Usaha Milik Negara menyatakan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan yang berarti kekayaan APBN dan perolehan yang sah lainnya menjadi penyertaan

26 Pasal 33 ayat 3 UUD 1945

27 Pasal 1(1) Tahun 2003 UU BUMN

(34)

modal ke dalam BUMN untuk dikelola oleh korporasi yang hasilnya digunakan untuk kepentingan negara. Pada ayat 2 dinyatakan bahwa BUMN adalah perusahaan Persero yang berarti seluruhnya atau minimal 51% sahamnya dimiliki oleh Negara. Adapun maksud dan tujuan BUMN tersebut pada pasal 2 UU No.

19 Tahun 2003 Tentang BUMN yaitu:

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan Produk Domestik Bruto dan membantu penerimaan keuangan negara melalui pajak, penerimaan bukan pajak (PNBP) dan pembayaran deviden.

b. Mengejar keuntungan, yaitu dalam menjalankan aktivitasnya harus dikelola dengan efektif dan efisien sehingga bisa memperoleh laba.

Dengan demikian keberadaannya tidak embebani negara dann sebaliknya negara sebagai pemegang saham akan memperoleh deviden dari alokasi laba yang diperoleh.

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, maka ada BUMN yang khusus ditugaskan untuk bidang pelayanan umum (public service obligation). Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat. Dengan

(35)

demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial. Adapun Perum yang dibentuk sepenuhnya untuk menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanannya harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan korporasi karena secara komersial tidak menguntungkan, Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakt luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugaskan BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum..

e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat28. BUMN tertentu memperoleh tugas negara dalam memberikan bimbingan dan pemberian pinjaman kepada masyarakat tertentuyang tidak terjangkau oleh pelayanan perbankan. Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN juga ikut memberdayakan masyarakat dan pengusaha golongan ekonomi lemah.

2. Jenis-jenis BUMN

28 Mulhadi, Hukum Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor:

Penerbit Ghalia,2010), hal. 162-163

(36)

Perusahaan BUMN berasal dari korporasi yang telah ada sebelum Indonesia Merdeka. Klasifikasi jenis-jenis BUMN dapat dijelaskan berdasarkan periodesasi sebagai berikut:

a. Periode Sebelum Kemerdekaan RI – Tahun 1960.

BUMN sebelum kemerdekaan dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda. Terdapat dua jenis BUMN, yaitu yang tunduk kepada Indische Bedrijven Wet (IBW) dan yang tunduk kepada Indische Comptabiliteits Wet (ICW). BUMN kelompok IBW diawasi langsung pemerintah, BUMN ICW meruoakan aktivitas usaha yang merupakan cabang dinas dari pemerintah. Setelah kemerdekaan RI 1945 ketentuan IBW dan ICW tetap berlaku.

Pada tahun 1958 terbit UU No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda yang menyatakan bahwa perusahaan yang dimiliki Pemerintah Belanda, berbadan hukum Belanda serta perusahaan yang dimiliki warga negara Belanda disita oleh negara dan menjadi Perusahaan Negara (PN).

b. Periode 1960-2003.

Pada periode ini, Pemerintah mengeluarkan produk hukum yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 19 Tahun 1960 yang mengatur seluruh PN yang ada sebelumnya seperti perusahan Negara PN IBW, PN ICW dan PN hasil nasionalisasi harus diubah berdasarkan Perpu No.19 Tahun 1960. Selanjutnya pada tahun

(37)

1969 terbit UU No. 9 Tahun 196929 yang menetapkan tiga bentuk PN yang terdiri dari Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahan Perseroan (Persero). Perjan adalah BUMN yang bergerak dalam aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan umum seperti Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA, sekarang KAI).

Perum adalah BUMN yang menjalankan fungsi layanan umum dan juga fungsi perseroan yang bertujuan meraih laba. Adapun Perseroan adalah BUMN yang maksud dan tujuannya untuk memperoleh laba.

c. Periode 2003 sampai Sekarang

Pada periode ini kembali pemerintah memperbaharui regulasi yang berhubungan dengan Perusahaan Negara dalam bentuk Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam Undang-Undang ini jenis BUMN disederhanakan menjadi dua, yaitu Perusahaan Persero (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum), sehingga menghapuskan Perjan30.

1) Dengan dikeluarkannya UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN maka dicabut/diubah ketentuan yang berlaku sebelumnya, yakni:

Indonesiche Bedrijvenwet (Staatsblaad Tahun 1927 Nomor 419) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 1955;

29 UU Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara

30 Mulhadi, Op,Cit, 158-162

(38)

2) Undang-Undang Nomor 19 PRP Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara; dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara31. Sesuai UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN, ada dua jenis BUMN yaitu Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Berikut ini

disampaikan ruang lingkup kedua jenis BUMN sebagai berikut:

a. Perum atau Perusahaan Umum

Berdasarkan Pasal 1 ayat 4 UU No 19 Tahun 200332 dinyatakan bahwa Perum ialah adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan tidak terbagi atas saham. Tujuan pendiriannya untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Perum diatur juga berdasarkan PP Nomor 45 Tahun 200533 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN, yang pada Pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan

31 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang, (Yogyakarta : FHUII Press, Yogyakarta, 2013), hlm. 163

32 UU No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

33 PP 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara

(39)

berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Jadi selain berfungsi memenuhi kemanfaatan umum, juga ditekankan untuk mencari keuntungan. Kaitannya dengan fungsi BUMN sebagai agent of business dan agent of development, Perum menghasilkan keuntungan bagi negara dan diharapkan dapat mengembangkan ekonomi,Sumber Daya Manusia, pendidikan yang bermanfaat bagi kepentingan negara.

Perbedaan antara Perum dengan Persero ialah Perum tidak mengenal pembagian saham dan tidak murni mencari keuntungan walaupun dalam melayani masyarakat umum dan mencari keuntungan.

Persamaannya ialah kedua jenis BUMN ini dimiliki oleh negara.

b. Persero atau Perusahaan Perseroan

Menurut UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN, Persero sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 2, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Berdasarkan definisi tersebut, dapat ditarik unsur-unsur yang melekat di dalam Persero yakni sebagai berikut34 :

1) Persero adalah BUMN yang menghasilkan barang dana atau jasa yang dikelola dengan prinsip-prinsip korporasi yaitu untuk memperoleh laba dan meningkatkan nilai perusahaan.

34 Ridwan Khairandy, “Konsepsi Kekayaan Negara Yang Dipisahkan Dalam Perusahaan Perseroan”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26- No.1- Tahun 2007, hal. 34-35

(40)

2) Persero adalah Persero Terbatas. Mengingat Persero adalah PT, Pendiriannya dan pengelolaan Persero tunduk pada UU No.1 tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), dengan beberapa pengecualian. Pasal 3 UU BUMN dan penjelasannya menyebutkan bahwa BUMN, dalam hal ini Persero, tunduk pada UU No.1 Tahun 1995 termasuk perubahannya (jika ada) dan peraturan pelaksanaan. Salah satu pengecualian ketentuan UU No.1 Tahun 1995 mensyaratkan miniamal ada dua orang pemegang saham (Pasal 7 Ayat (1) UU PT). Ketentuan ini dikecualikan terhadap Persero, karena di dalam Persero adakalanya negara memegang atau menguasai 100% saham Persero.

3) Modalnya terbagi atas saham. Negara menguasai 100% atau paling sedikit 51% saham perusahaan yang bersangkutan.

4) Tujuan didirikan Persero adalah untuk mengejar keuntungan.

Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama menteri teknis dan Menteri Keuangan.

Persero dibedakan menjadi Persero (tertutup) dan Persero Terbuka. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 Ayat (10 dan ayat (2) UU BUMN, pendirian Persero diusulkan Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan menteri teknis dan Menteri Keuangan. Terhadap Persero, berlaku

(41)

segala ketentuan dan prinsip-prinisip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Udang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas yang saat ini telah diubah dengan UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Maksud dan tujuan pendirian Persero berdasarkan ketentuan Pasal 12 UU BUMN adalah menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan35.

3. Maksud dan Tujuan Restrukturisasi BUMN

Dalam sejarah perekonomian di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara sudah mengalami beberapa kali restrukturisasi. Pertama di awal Pemerintahan Order Baru Periode 1966-1968 kedua dan ketiga, masing-masing dibawah pemerintahan yang sama, yakni pada pertengahan, periode 1980-1990, dan menjelang akhir pemerintahan pada tahun 1998. Restrukturisasi BUMN bahkan berlangsung terus hingga pada Pemerintahan berikutnya dibawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie, Abdurahman Wahid, dst. Sekalipun berbeda dalam masa dimana restrukturisasi dilakukan, isu sentral yang menjadi fokusnya tetap sama, yakni disatu sisi kinerja BUMN yang buruk, dan pada sisi lain ada berbagai tekanan pada perekonomian negara yang menuntut perubahan ataupun penyusaian. Dengan perannya yang begitu besar dalam perekonomian Indonesia, kinerja BUMN akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Karena itu tidak mengherankan jika kemudain restrukturisasi BUMN ini sebetulnya

35 Rahayu Hartini, op.cit, hal. 16-17

(42)

merupakan paket yang tidak terpisahkan dari penataan perekonomian negara36. Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN sebagai salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan37.

Roadmap BUMN sebenarnya sudah sejak lama dicanangkan, paling tidak sejak 1999 kala itu Menteri BUMN 1998-1999 Tanri Abeng menyusun Roadmap BUMN. Dimulai dengan membentuk Kementrian BUMN pada 19 Maret 1998.

Tanri Abeng juga menawarkan konsep penciptann nilai (value creation) dengan tiga tahapan: restrukturisasi, profitisasi, dan privatisasi yang dilakukan melalui pembentukan 10 holding berdasarkan sektor. Bahkan, pada waktu itu blueprint sudah dibuat dengan bantuan konsultan top yaitu McKinsey Co dan Boston Consulting Group (BCG). Upaya itu kandas karena terjadinya dinamika politik dan menteri yang berganti ganti38.

Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan dan profesional.39 Pelaksanaan restrukturisasi sebagaimana dimaksud di atas tetap mempertahankan asas biaya dan manfaat yang diperoleh. Sedangkan tujuan restrukturisasi adalah untuk hal berikut.40

36 Sanerya Hendrawan, Restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara dalam Perspektif Ekonomi Politik di Indonesia, disampaikan pada Orasi Dies Natalis ke 41 pada tanggal 24 agustus 2002, Fisip Unpar Bandung

37 Pasal 1 ayat (11) UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN

38 Ilman A Sudarwan, 2020, Tanri Abeng Dan Resep Lama Merawat Perusahaan Negara (https://ekonomi.bisnis.com/read/20200226/9/1205988/tanri-abeng-dan-resep-lama-meruwat- perusahaan-negara) diakses pada 21 September 2020

39 Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN

40 Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN

(43)

a. Meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan.

b. Memberikan manfaat berupa pajak dan dividen kepada Negara.

c. Menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen.

d. Kemudahan pelaksanaan privatisasi.

Ruang lingkup restrukturisasi meliputi restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta restrukturisasi perusahaan.

Restrtukturisasi perusahaan atau korporasi meliputi hal-hal dibawah ini.41 a. Peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor yang

terdapat monopoli, baik yang disebabkan oleh adanya regulasi maupun monopoli alamiah.

b. Penataan hubungan fungsional antara Pemerintnah selaku regulator dan BUMN selaku badan usaha. Termasuk di dalamnya penerapan prinsip- prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik.

c. Restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi atau manajemen, operasional, sistem dan prosedur42.

4. Cara-cara Restruktrurisasi BUMN

Restrukturisasi BUMN diantaranya dilakukan melalui mekanisme sebagai berikut:

41 Pasal 73 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN

42 Mulhadi,, op,cit, hal187-188

(44)

a. Privatisasi

Privatisasi adalah penjualan saham Persero baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain, termasuk masyarakat umum dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat43. Privatisasi dilakukan dengan maksud untuk berikut ini:44

1) Memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero.

2) Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.

3) Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik atau kuat.

4) Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif.

5) Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global.

6) Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.

Dengan dilakukannya privatisasi diharapkan akan terjadi perubahan atas budaya perusahaan sebagai akibat dari masuknya pemegang saham baru, baik melalui penawaran umum ataupun melalui penyertaan langsung. Perusahaan akan dihadapkan pada kewajiban pemenuhan persayaratan utama dari suatu proses go public, atau adanya sasaran-sasaran perusahaan yang harus dicapai sebagai akibat masuknya pemegang saham baru. Budaya perusahaan yang berubah tersebut akan dapat mempertinggi daya saing perusahaan dalam

43 Pasal 1 ayat (12) UU NO 19 Thn 2003 tentang BUMN

44 Pasal 74 ayat (1) UU NO 19 Thn 2003 tentang BUMN

(45)

berkompetensi dengan pesaing-pesaing, baik nasional, regional, bahkan global45. Dengan privatiasasi maka struktur perusahaan BUMN sendiri berubah. Dengan adanya privatisasi maka struktur pemegang saham berubah, yang awalnya dimiliki negara 100%, setelah di privatisasi maka Negara hanya memiliki saham minimal 51%.

b. Divestasi Saham

Istilah divestasi berasal dari terjemahan Bahasa inggris, yaitu divestment. Sedangkan dalam perundang-undangan belum ada aturan baku mengenai divestasi saham. Istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan meliputi46.

1) Partisipasi bagi modal nasional47

2) Pengalihan saham atau menjual saham48 3) Divestasi49

Pengertian divestasi saham dijumpai dalam pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Divestasi saham adalah:

45 Mulhadi,Op.Cit,hal 188-189

46 H. Salim HS, Hukum Divestasi di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), hlm.

102.

47 Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing.

48 Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

49 S Pasal 1 angka 13 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 183/PMK.05/2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah.

(46)

“jumlah saham yang ditawarkan untuk dijual kepada peserta Indonesia".

Divestasi saham adalah pelepasan, pembebasan dan pengurangan modal. Disebut juga divestment yaitu kebijakan terhadap perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang seluruh sahamnya dimiliki oleh investor asing untuk secara bertahap tapi pasti mengalihkan saham- sahamnya itu keapda mitra bisnis lokal atau proses yang mengakibatkan pengalihan saham dari peserta asing kepada peserta nasional.

Dengan adanya divestasi maka seperti yang dikatakan beberapa ahli yaitu mengIndonesiasi PMA, yang berarti negara melalui BUMN dapat mendapat dividen dari perusahan asing dan pengalihan kontrol terhadap jalannya perusahaan. Apabila sahamnya mayoritas dimiliki oleh Negara maka dalam jajaran direksi dapat ditempatkan orang Indonesia50.

c. Pembentukan Holding Company

Dengan dibentuknya Holding Company di dalam BUMN, tujuannya adalah untuk memperkuat struktur permodalan, meningkatkan daya saing BUMN, menciptakan sinergi BUMN untuk setiap sektor, dan peningkatan efisiensi operasi. Dasar hukum pembentukan holding BUMN tertuang dalam Peraturan Pemerintah

50 Erni Yoesry, “Divestasi PT.Freeport Indonesia”, Jurnal Hukum dan Pembangunan,Vol 49 Nomor 1, Tahun 2019, hal. 160-161

(47)

(PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, Saat ini sudah ada beberapa holding yang terbentuk, yaitu holding BUMN perkebunan di bawah PT Perkebunan Nusantara III (Persero), holding kehutanan di bawah Perum Perhutani, holding pupuk di bawah PT Pupuk Indonesia (Persero), holding semen di bawah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, holding pertambangan di bawah PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), holding migas di bawah PT Pertamina (Persero) dan holding farmasi di bawah PT Bio Farma (Persero). Tidak berhenti sampai di sini, pemerintah terus membentuk holding-holding baru dan bahkan super holding. Pembentukan super holding BUMN merupakan terobosan Pemerintah Indonesia yang terinspirasi dari Negara-Negara tetangga seperti Singapura dengan Temasek dan Malaysia dengan Khazanah Nasional Berhad yang berhasil menjadikan perusahaan-perusahaan plat merah bersinergi. Tujuan dibentuknya super holding adalah menggalakkan pertumbuhan ekonomi dan membuat investasi strategis yang dapat berkontribusi kepada APBN yang dalam jangka panjang untuk mendorong pembangunan Negara.

Selain dapat meningkatkan keuntungan perusahaan, holding juga dapat mempermudah perusahaan untuk mendapatkan pendanaan, sehingga nilai leverage perusahaan yang tergabung dalam holding

(48)

akan lebih baik. Dengan membentuk holding, hal tersebut akan meningkatkan permodalan perusahaan sehingga BUMN bisa meningkatkan sumber daya keuangan untuk mendanai kegiatan operasional dan pengembangan usaha serta berpartisipasi menjalankan perannya dalam pembangunan51.

d. Stand Alone

Stand Alone ialah tetap mempertahankan keadaan perusahaan seperti di awal perusahaan tanpa dibentuk tanpa merubah apa-apa dalam perusahaan itu. Alasan ada BUMN tetap Stand Alone yaitu:

1) Keberadaan Perusahan diatur Undang-undang

Seperti dalam UUD pasal 33 ayat 3 yaitu bumi air dan kekayaaan dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat52. Ada perusahaan atau BUMN tertentu yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat seperti PLN dan PDAM sulit diubah strukturnya.

2) Pemain utama dalam bidang usaha tertentu

Pemain utama ini bisa dikatakan seperti contoh PT Pertamina yang juga ditugaskan oleh undang-undang dasar pasal 33 ayat 3 yakni untuk kebutuhan hajat orang banyak. Dalam draft Pedoman Pasal 51 UU No. 5/1999 disebutkan, monopoli negara dapat

51 Nabila Nurul Utami, ”Strategi Holding BUMN dalam meningkatkan performa BUMN”

(https://www.researchgate.net/publication/338111479_Strategi_Holding_BUMN_dalam_Meningk atkan_Performa_Badan_Usaha_Milik_Negara_BUMN)

52 UUD 1945 Pasal 33 ayat 3

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 19 Tahun 2003, berbunyi : perseroan terbatas yang selanjutnya disebut persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas

penambahan penyertaan modal Negara Republik Indonesia ke dalam modal saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Boma Bisma Indra yang berasal dari pengalihan Barang Milik

Hubungan diplomatik antar negara setelah perubahan dari kekebalan mutlak (absolute immunity) menjadi kekebalan terbatas (restrictive immunity) pada umumnya immunity and

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan. Perseroan Terbatas (Lembaran

PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO).. PT

Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah pertama, mengenai alasan yang melatarbelakangi dilaksanakannya pembelian kembali (buyback) saham yang beredar di pasar

Dalam skripsi ini mengemukakan permasalahan mengenai bagaimana kewajiban dan tanggung jawab direksi dalam penyampaian laporan keuangan Perseroan Terbatas Terbuka (PT.tbk),

Penulis membahas bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa dagang dalam World Trade Organization selaku Organisasi Perdagangan Dunia serta dampaknya terhadap negara