ANAK PERUSAHAAN BUMN (STUDI PUTUSAN NOMOR 15/PDT.SUS-PKPU/2019/PN NIAGA MEDAN)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Univesitas Sumatera Utara
Oleh : KENNEDY NIM : 170200244
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Kennedy NIM : 170200244 Departemen : Hukum Ekonomi
Judul Skripsi : Kepastian Hukum Permohonan PKPU Terhadap Anak Perusahaan Bumn (Studi Putusan Nomor 15/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN Niaga Medan)
Dengan ini menyatakan:
1. Bahwa ini skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan ciptaan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak mana pun.
Medan , 21 Februari 2021
Kennedy
170200244
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala berkat, karunia, dan rahmat-Nya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Telah menjadi Kewajiban bagi setiap mahasiswa yang hendak menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi, dan untuk itu disusunlah suatu skripsi dengan judul “KEPASTIAN HUKUM PERMOHONAN PKPU TERHADAP ANAK PERUSAHAAN BUMN (STUDI PUTUSAN NOMOR 15/PDT.SUS- PKPU/2019/PN NIAGA MEDAN)”
Pada kesempatan ini, ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada para pihak yang telah memberikan dukungan, pengetahuan serta doanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Serta secara khusus, mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Prof. Dr. H. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
7. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan saran, bimbingan, dan ilmu untuk menyelesaikan skripsi ini;
8. Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan saran, bimbingan, dan ilmu untuk menyelesaikan skripsi ini;
9. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama berada di bangku perkuliahan;
10. Bapak Robert, S.H., M.H, yang telah meluangkan waktu dan perhatiannya untuk memberikan kritikan-kritikan maupun saran-saran serta memberikan motivasi dan nasihat dalam menyelesaikan skripsi ini;
11. Dan seluruh Dosen, Staf Pengajar, Staf Pegawai, Staf Pendidikan serta Staf Kepustakaan yang telah banyak memberikan bantuan, arahan, dan ilmu yang berguna selama proses penyelesaian skripsi ini;
12. Kedua orang tua, Bapak Lie Kong Seng dan Ibu Thio Ai Lie, yang telah memberikan dorongan, semangat, dan inspirasi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda
atas semua kebaikan yang telah diberikan. Skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran untuk skripsi ini di masa
Medan, 27 Februari 2021 Penulis,
Kennedy
Kennedy
*Sunarmi
**Tri Murti Lubis
***ABSTRAK
Kepastian hukum dalam pengajuan permohonan PKPU terhadap anak perusahaan BUMN di Indonesia masih tidak jelas. Ketidakpastian ini disebabkan oleh ketidakharmonisan antara Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara dengan Undang-Undang Keuangan Negara serta juga ketidakselarasan antara pendapat Mahkamah Agung dengan pendapat Mahkamah Konstitusi dalam putusan yang dikeluarkannya.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan data studi pustaka. Analisis data menggunakan metode analisis data kualitatif.
Kedudukan hukum (legal standing) dari anak perusahaan BUMN di Indonesia masih belum jelas. Pengaturan secara rinci mengenai anak perusahaan BUMN masih belum diatur di hampir seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia. Masih terdapat ketidakharmonisan antara Undang-Undang BUMN dengan Undang-Undang Keuangan Negara yang menyebabkan ketidakpastian hukum terhadap anak perusahaan BUMN. Dalam perkara Nomor 15/PDT.SUS- PKPU/2019/PN NIAGA MEDAN, Majelis Hakim menolak permohonan PKPU dari CV. Tunas Pelita Jaya terhadap PTPN 1 dengan alasan bahwa yang mengajukan permohonan PKPU seharusnya Menteri Keuangan karena PTPN 1 merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kedepannya Pemerintah diharapkan dapat merevisi Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan menambahkan pengaturan mengenai anak perusahaan BUMN di dalamnya sehingga tidak terdapat multitafsir dalam masyarakat dan juga melakukan harmonisasi antara Undang-Undang BUMN dengan Undang- Undang Keuangan Negara sehingga tercapai kepastian hukum. Majelis Hakim dalam perkara Nomor 15/PDT.SUS-PKPU/2019/PN NIAGA MEDAN juga diharapkan dapat melihat lebih luas terhadap aset dari PTPN 1 dan juga dapat mengabulkan permohonan PKPU terhadap PTPN 1.
Kata Kunci: Anak Perusahaan BUMN, Kepastian Hukum, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
*
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**
Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***
Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
ABSTRAKSI... iv
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8
D. Keaslian Penulisan ... 9
E. Tinjauan Pustaka ... 12
F. Metode Penelitian ... 20
G. Sistematika Penulisan ... 22
BAB II KEDUDUKAN HUKUM ANAK PERUSAHAAN BUMN ... 24
A. Pengertian Anak Perusahaan ... 24
1. BUMN ... 24
2. Anak Perusahaan ... 27
B. Kedudukan Hukum Anak Perusahaan BUMN ... 29
C. Permasalahan Status Hukum Anak Perusahaan BUMN dan Kaitannya dengan Hukum Kepailitan Indonesia ... 34
D. Kepastian Hukum Dalam Hal Pengajuan Permohonan PKPU Terhadap Anak Perusahaan BUMN ... 41
BAB III PENGATURAN PERMOHONAN PKPU TERHADAP ANAK PERUSAHAAN BUMN DI INDONESIA ... 48
A. Syarat Pengajuan Permohonan PKPU Secara Umum ... 48
C. Akibat Hukum Permohonan PKPU Terhadap Anak Perusahaan
BUMN ... 57
BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 15/PDT.SUS-PKPU/2019/PN NIAGA MEDAN ... 64
A. Putusan Nomor 15/PDT.SUS-PKPU/2019/ PN NIAGA MEDAN ... 1. Duduk Perkara ... 2. Pertimbangan Hakim ... 3. Putusan Hakim ... 64
B. Analisis Putusan ... 69
BAB V PENUTUP ... 81
A. Kesimpulan... 81
B. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 84
A. Latar Belakang
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
1Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.
2Tujuan dari dibentuk atau didirikannya BUMN menurut Pasal 2 Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 yakni:
1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya karena BUMN diharapkan dapat melayani masyarakat banyak dan juga dapat berkontribusi dalam rangka untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan dapat meningkatkan penerimaan uang negara.
2. Mengejar keuntungan.
3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang yang bermutu tinggi dan berguna untuk hajat hidup orang banyak.
4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.
1
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 Angka 1, LN Tahun 2003, No. 70, TLN 4297.
2
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara, Pasal 1 Angka 10, LN Tahun 2003, No. 70, TLN 4297.
5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
3Pembentukkan BUMN juga merupakan wujud nyata dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yakni menguasai kekayaan alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Maka dari itu dibentuklah BUMN untuk mengolah kekayaan alam demi kemakmuran rakyat Indonesia.
4Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, dikenal dua bentuk BUMN yaitu Perusahaan Persero (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum).
Persero adalah yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
5Sedangkan, Perusahaan Umum yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik.
6BUMN dalam menjalankan usahanya dapat membentuk „Anak Perusahaan‟ atau „Subsidiary‟ agar dapat lebih mengoptimalkan kinerjanya serta dapat bersaing dalam ekonomi yang sangat kompetitif.
7Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri BUMN 3/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota
3
Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia, Bogor, Ghalia Indonesia, 2010, hlm 162
4
Andriani Nurdin, Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum, Bandung, PT. Alumni, 2012, hlm 1
5
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 Angka 2, LN Tahun 2003, No. 70, TLN 4297.
6
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 Angka 4, LN Tahun 2003, No. 70, TLN 4297.
7
Julio Thimotius Kapitan Smaud Natun, ”Status Kepemilikan Anak Perusahaan BUMN“,
Mimbar Keadilan Volume 12 Nomor 1 (2019).
Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut Permeneg BUMN mengatakan bahwa, yang selanjutnya disebut Anak Perusahaan adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN.
8Anak Perusahaan BUMN dalam menjalankan kegiatan usahanya juga terkadang mengalami kerugian sehingga anak Perusahaan BUMN itu akan berhutang dengan pihak ketiga. Hal ini dapat dilihat pada putusan Pengadilan Niaga Medan perkara nomor 15/PDT.SUS-PKPU/2019/PN NIAGA MEDAN.
Dalam putusan ini terdapat satu anak Perusahaan BUMN yakni PTPN I yang dimohonkan PKPU oleh para kreditornya karena memiliki utang terhadap beberapa orang kreditor. Namun, permohonan PKPU tersebut ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili permohonan yang dimaksud.
Dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Nomor 37 Tahun 2004, tidak diatur secara rinci ketentuan mengenai permohonan PKPU terhadap Anak Perusahaan BUMN. Yang diatur di dalam UUKPKPU hanya ketentuan dan kekhususan syarat permohonan PKPU terhadap BUMN yang berbentuk Perusahaan Umum atau Perum.
Pasal 223 UUKPKPU menyatakan bahwa dalam hal Debitor adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik maka yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah lembaga sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) yakni Menteri Keuangan. Selanjutnya, di dalam penjelasan Pasal 2 Ayat (5) UUKPKPU lebih
8
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor 03
Tahun 2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi Dan Anggota Dewan Komisaris
Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 Angka 2.
rinci disebutkan bahwa BUMN yang dimaksud pada Pasal 2 Ayat (5) yaitu badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham. Jelas yang dimaksud oleh penjelasan Pasal 2 Ayat (5) adalah BUMN yang berbentuk Perusahaan Umum atau Perum.
9Sehingga jelas permohonan PKPU terhadap Perum hanya dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Pengaturan PKPU terhadap BUMN Perum telah diatur di UUKPKPU.
Namun, terhadap BUMN Persero belum diatur di dalam UUKPKPU. Jika melihat kembali ke UU BUMN yakni Pasal 11 maka tertulis bahwa terhadap BUMN Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana diubah menjadi Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
10Sama halnya dengan BUMN, anak perusahaan BUMN dalam menjalankan usahanya juga memiliki tujuan utama untuk mengejar keuntungan dan karena fokus utamanya adalah mencari keuntungan maka lebih banyak anak perusahaan BUMN berbentuk Persero.
11Permasalahan timbul ketika anak perusahaan BUMN dimohonkan PKPU oleh para kreditornya. Sebab belum ada pengaturan yang rinci mengenai PKPU terhadap anak perusahaan BUMN. Dalam UUKPKPU hanya diatur mengenai permohonan PKPU terhadap BUMN dan bukan anak perusahaan BUMN. Jika melihat kembali kepada Pasal 223 UUKPKPU, di sana hanya diatur permohonan PKPU kepada BUMN yang berbentuk Perum dan permohonan PKPU hanya boleh
9
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 Ayat (5), LN Tahun 2004, No. 131, TLN 4443.
10
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 11, LN Tahun 2003, No. 70, TLN 4297.
11
Rahayu Hartini, BUMN PERSERO Konsep Keuangan Negara dan Hukum Kepailitan
di Indonesia, Malang, Setara Press, 2017, hlm. 17
diajukan oleh Menteri Keuangan. Artinya, permohonan PKPU terhadap anak Perusahaan BUMN seharusnya dapat diajukan oleh semua kreditornya.
Permasalahan tersebut juga semakin kompleks dengan munculnya perdebatan yang mengatakan anak perusahaan BUMN itu merupakan BUMN dan pada sisi lain terdapat pihak yang mengatakan anak perusahaan BUMN itu bukan merupakan BUMN. Perdebatan ini juga dapat dilihat dari dua putusan peradilan tertinggi yang ada di Indonesia yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang masih berbeda dalam berpendapat mengenai status dari anak perusahaan BUMN.
Mahkamah Agung dalam Perkara Uji Materi terhadap PP No. 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN mengatakan bahwa anak perusahaan BUMN tetap menjadi BUMN. Pernyataan ini dapat dilihat dalam putusannya yang bernomor 21P/HUM/2017 pada halaman 41 yang menyatakan:
“… bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan dalam pertimbangan tersebut di atas, bahwa Penyertaan Modal Negara (PMN) saham Negara di BUMN kepada BUMN atau perseroan terbatas lain tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dan bentuk BUMN yang menjadi anak usaha BUMN tidak berubah menjadi Perseroan Terbatas Biasa, namun tetap menjadi BUMN maka ketentuan Pasal 2A ayat (6) dan ayat (7) objek HUM a quo tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, sehingga anak usaha BUMN dapat memperoleh penugasan khusus.”
12Sedangkan, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya yang bernomor 01/PHPU- PRES/XVII/2019 dalam perkara Sengketa Pemilihan Presiden tahun 2019 menyatakan bahwa anak perusahaan BUMN bukanlah BUMN dikarenakan tidak
12
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Nomor 21 P/HUM/2017.
ada modal atau saham negara yang bersifat langsung yang jumlahnya sebagian besar dimiliki oleh negara melainkan modalnya dimiliki oleh BUMN
13.
Hal ini jelas menyebabkan ketidakpastian hukum jika dilihat dari putusan nomor 15/PDT.SUS-PKPU/2019/PN NIAGA MEDAN. Dimana PTPN I yang merupakan anak perusahaan dari PTPN III yang bergerak di bidang industri perkebunan dimohonkan PKPU oleh para kreditornya. Permohonan PKPU ini ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Medan.
Pertimbangan hakim dalam penolakannya adalah jika permohonan PKPU dikabulkan dan ternyata tidak tercapai perdamaian di kemudian hari sehingga akan menyebabkan termohon PKPU yakni PTPN I pailit maka selanjutnya menurut Pasal 1 angka 1 UUKPKPU yang mengatakan Kepailitan adalah sita umum atas kekayaan debitor pailit, dan apabila kekayaan debitor tersebut adalah kekayaan negara maka tidak dapat dilakukan sita.
14Karena menurut Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan Pihak manapun dilarang untuk melakukan penyitaan terhadap uang atau surat berharga milik negara/daerah.
15Hal tersebut menyebabkan perdebatan di masyarakat karena jika dilihat dari struktur permodalan yang ada di PTPN I maka negara hanya memiliki 24%
saham dan PTPN 3 selaku Holding memiliki sebesar 76% saham. Maka dari itu seharusnya PTPN I tidak termasuk ke dalam BUMN karena berdasarkan pengertian BUMN pada Undang-undang 19 Tahun 2003 bahwa negara harus
13
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Nomor 01/PHPU- PRES/XVII/2019.
14
Putusan Pengadilan Niaga Medan, PTPN I v. CV.Tunas Pelita Jaya, Nomor 15/PDT.SUS-PKPU/2019/PN Niaga Medan.
15
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, Pasal 50 huruf a, LN Tahun 2004, No. 5, TLN 4355.
memiliki sekurang-kurangnya 51% saham pada perseroan dan melalui penyertaan secara langsung
16. Sedangkan, di dalam kasus PTPN I negara hanya memiliki sebanyak 24% saham saja. Maka, berdasarkan pertimbangan di atas seharusnya permohonan PKPU terhadap PTPN I bisa dikabulkan karena statusnya hanya anak perusahaan BUMN dan bukanlah BUMN.
Ketidakpastian hukum pun semakin terlihat jika melihat kembali kepada pertimbangan Hakim pada putusan 15/PDT.SUS-PKPU/2019/PN NIAGA MEDAN yang mengatakan bahwa menyita aset PTPN I itu dilarang karena berdasarkan UU Keuangan Negara Pasal 2 huruf g menyatakan aset PTPN I sebanyak 24% dimiliki oleh negara itu termasuk ke dalam milik Negara.
17Maka Pasal 2 huruf g ini jelas bertentangan dengan Pasal 1 Angka 1 BUMN yang menyatakan bahwa BUMN dibentuk dari kekayaan negara yang telah dipisahkan.
Makna “Kekayaan negara yang telah dipisahkan” ini seharusnya membuat aset PTPN I sebanyak 24% yang telah dimiliki oleh negara tidak lagi menjadi kekayaan negara namun telah menjadi kekayaan dari PTPN I itu sendiri. Hal ini didukung dengan teori badan hukum yang mengatakan bahwa karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya.
18Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas maka sangat jelas masih terdapat ketidakpastian hukum mengenai permohonan PKPU terhadap anak perusahaan BUMN. Maka dari itu perlu adanya harmonisasi antara Undang-undang Keuangan Negara dengan Undang-undang BUMN serta Undang-
16
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 Angka 2, LN Tahun 2003, No. 70, TLN 4297.
17
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 2 huruf g, LN Tahun 2003, No. 47, TLN 4286.
18
Susanto, “Harmonisasi Hukum Makna Keuangan Negara Dan Kekayaan Negara Yang
Dipisahkan Pada Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Persero” Volume 2, Nomor 1 (2017).
Undang PKPU agar tercapai kepastian hukum permohonan PKPU terhadap anak perusahaan BUMN.
Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, penting untuk diadakan suatu penelitian tentang kepastian hukum terkait permohonan PKPU terhadap anak perusahaan BUMN di Indonesia. Oleh karena itu, akan diadakan penelitian skripsi dengan judul “Kepastian Hukum Permohonan PKPU terhadap anak Perusahaan BUMN (STUDI PUTUSAN NOMOR 15/PDT.SUS-PKPU/2019/PN NIAGA MEDAN)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengaturan Permohonan PKPU Terhadap Anak Perusahaan BUMN Di Indonesia?
2. Bagaimana Pengaturan Permohonan PKPU Terhadap Anak Perusahaan BUMN Di Indonesia Yang Ideal Guna Memenuhi Kepastian Hukum ? 3. Bagaimana Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Nomor 15/Pdt.Sus-
PKPU/2019/PN Niaga Medan ? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan dalam skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan permohonan PKPU terhadap anak perusahaan BUMN di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaturan permohonan PKPU terhadap anak
perusahaan BUMN di Indonesia yang ideal guna memenuhi
kepastian hukum.
3. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 15/Pdt.Sus-Pkpu/2019/PN Niaga Medan.
2. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Secara Teoritis
Secara teoritis, pembahasan mengenai kepastian hukum dalam permohonan PKPU terhadap anak perusahaan BUMN diharapkan dapat memberikan pandangan yang benar dan jelas terhadap status anak perusahaan BUMN yang masih sering terjadi perdebatan di masyarakat serta memberikan pengetahuan, pemahaman mengenai pengaturan dalam permohonan PKPU terhadap anak perusahaan BUMN di Indonesia yang ideal guna memenuhi kepastian hukum.
b. Secara Praktis
Pembahasan ini diharapkan dapat memberi masukan atau menjadi tambahan informasi bagi para pembacanya, baik masyarakat pada umumnya maupun akademisi pada khususnya yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai kepastian hukum permohonan PKPU terhadap anak perusahaan BUMN.
D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka memenuhi Tugas Akhir dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, penulis mengajukan skripsi dengan judul
“Kepastian Hukum Permohonan PKPU Terhadap Anak Perusahaan BUMN (Studi
Putusan Nomor 15/Pdt.sus-PKPU/2019/PN Niaga Medan)” dan penulisan ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya, namun ada beberapa penelitian sebelumnya yang membahas tentang anak perusahaan BUMN yaitu:
M.Syarafie Widjaja, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (2018), dengan judul penelitian Sita Aset Anak Perusahaan BUMN Dalam Holding BUMN. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah dapat dilakukan sita umum terhadap aset anak perusahaan BUMN dalam Holding BUMN ?
2. Bagaimana konsekuensi hukum dari sita umum terhadap aset anak BUMN?
Persamaan dalam penelitian ini adalah sita aset terhadap anak perusahaan BUMN, sedangkan perbedaan dengan penelitian ini yaitu penelitian ini membahas tentang sita aset terhadap anak perusahaan dari permohonan PKPU.
Julio Thimotius Kapitan Smaud Natun, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (2018), dengan judul Status Kepemilikan Anak Perusahaan BUMN. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kedudukan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia berdasarkan teori separate legal entity ?
2. Bagaimana status kepemilikan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia berdasarkan Hukum perseroan terbatas?
Persamaan dalam penelitian ini adalah membahas tentang kedudukan anak
perusahaan BUMN, sedangkan perbedaan dengan penelitian ini yaitu penelitian
ini membahas tentang kepastian hukum dalam permohonan PKPU terhadap anak
perusahaan BUMN.
Agnest Elga Margareth, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (2017), dengan judul Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sebagai Termohon Pailit Dalam Kaitan Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana akibat hukum kepailitan BUMN terhadap keuangan negara ? 2. Bagaimana akibat hukum kepailitan BUMN dalam hal sita umum aset
BUMN berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ?
Persamaan dalam penelitian ini adalah membahas keterkaitan UU Keuangan Negara dengan UU keuangan Perbendaharaan Negara terhadap aset BUMN, sedangkan perbedaan dengan penelitian ini yaitu penelitian ini membahas harmonisasi UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara dengan UU BUMN agar tercapai kepastian hukum dalam permohonan PKPU terhadap Anak Perusahaan BUMN.
Berdasarkan hasil penelusuran perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, bahwa penulisan skripsi yang berjudul “Kepastian Hukum Permohonan PKPU Terhadap Anak Perusahaan BUMN ( Studi Putusan Nomor 15/Pdt.sus-PKPU/2019/PN Niaga Medan)” ini telah diperiksa dengan teliti oleh pihak perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan hasilnya menunjukkan bahwa judul tersebut belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama dengan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran
penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori dan aturan hukum
yang diperoleh dari referensi media cetak maupun media elektronik. Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka 1. Kepastian Hukum
Kepastian hukum dapat diartikan seseorang akan mendapatkan sesuatu yang mereka harapkan di dalam keadaan tertentu. Kepastian juga diartikan sebagai kejelasan norma yang dapat dijadikan sebagai pedoman oleh seluruh masyarakat. Pengertian kepastian juga dapat dimaknai bahwa terdapat kejelasan dan kepastian terhadap hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Hal tersebut juga bertujuan untuk tidak menimbulkan kesalahan tafsir.
19Menurut Utrecht, bahwa kepastian hukum mengandung dua arti yaitu pertama, adanya peraturan umum yang mengatur suatu individu tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Kedua, hukum juga merupakan perlindungan bagi individu karena dengan adanya peraturan umum itu dapat dilihat apa saja yang boleh dibebankan kepada individu.
20Kepastian hukum juga merupakan jaminan bahwa hukum itu dijalankan dan semua pihak yang berhak akan mendapatkan haknya.
Kepastian hukum juga merupakan perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang dari suatu pihak. Selain itu, hukum juga bertugas untuk
19
Tata Wijayanta, Asas Kepastian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan Dalam Kaitannya Dengan Putusan Kepailitan Pengadilan Niaga.Vol 14, Nomor 2 (2014).
20
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung, Penerbit Citra Aditya
Bakti, 1999, hlm. 23.
menciptakan ketertiban dan keadilan di masyarakat. Kepastian hukum itu sudah sangat jelas tidak dapat dipisahkan dari hukum, misalnya hukum yang tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian hukum akan menjadi sangat tidak berguna karena semua orang tidak akan mau lagi mengikuti dan menghormati hukum tersebut.
21Lebih lanjut mengenai kepastian hukum, Lord Lloyd mengatakan bahwa:”... law seems to require a certain minimum degree of regularity and certainty ,f or without that it would be impossible to assert that what was operating in a given territory amounted to a legal system”. Dari pandangan tersebut bahwa dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan tidak adanya kepastian hukum maka orang tidak tahu apa yang seharusnya diperbuat dan akhirnya timbul ketidakpastian hukum (uncertainty) yang pada akhirnya akan menimbulkan kekerasan (chaos) akibat ketidaktegasan sistem hukum. Sehingga dengan demikian kepastian hukum akan mengarah kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap dan konsisten dimana pelaksanaan hukumnya tidak bisa sewenang-wenang dipengaruhi oleh suatu keadaan yang sifatnya subjektif.
222. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang disingkat PKPU (atau Surseance van Betaling menurut istilah Faillissementverordening atau Suspension of Payment menurut istilah dalam bahasa Inggris) adalah
21
Fence M. Wantu, Antimoni Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim, Jurnal Berkala Mimbar Hukum, Vol.19 No.3 (2007), hlm 193.
22
Mario Julyano, Aditya Yuli Sulistyawan, Pemahaman Terhadap Asas Kepastian
Hukum Melalui Konstruksi Penalaran Positivisme Hukum. Jurnal Crepido, Vol.01 No 01 (2019).
salah satu cara yang dapat ditempuh oleh seorang debitor apabila ia sudah dalam keadaan insolvensi dan tidak dapat lagi membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo.
23Pengaturan mengenai PKPU telah diatur di dalam Pasal 222 UUK dan PKPU. Salah satu syarat untuk mengajukan permohonan PKPU adalah adanya utang. Pengertian utang yaitu merupakan kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.
24PKPU dapat diajukan oleh pihak manapun, baik debitor maupun kreditor yang memiliki itikad baik. Dalam hal pemohon adalah Debitor, maka permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor berserta surat bukti secukupnya. Selanjutnya, dalam hal pemohon adalah kreditor maka Pengadilan wajib untuk memanggil Debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang dan Debitor wajib mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah
23
Sutan Remy Sjahdeini, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan, Cet. Kedua, Ed.Kedua, Jakarta, PrenaMedia Group, 2018, hlm 411.
24
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 6, LN Tahun 2004, No. 131, TLN 4443.
piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya dan, bila ada, rencana perdamaian.
25Permohonan PKPU oleh debitor harus dilakukan sebelum permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak lain kepada debitor.
Namun, ada kalanya PKPU ini diajukan oleh debitor pada saat permohonan pernyataan pailit si debitor telah dimohonkan oleh pihak lain ke pengadilan. Namun, apabila hal di atas terjadi maka menurut UUKPKPU bahwa permohonan PKPU harus diputus terlebih dahulu.
26Akibat hukum dari dilaksanakannya PKPU juga berdampak terhadap segala harta kekayaan debitor, dimana debitor tidak dapat dipaksakan untuk membayar utang-utangnya, dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai atas harta kekayaan untuk memperoleh pelunasan utang harus ditangguhkan. Serta, selama PKPU berlangsung debitor tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya.
27PKPU memang merupakan penawaran rencana perdamaian oleh kreditor yang diberikan kepada debitor dalam rangka untuk melakukan restrukturisasi utang-utang dari si debitor, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utangnya kepada kreditor.
2825
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang , Pasal 224 Ayat (2) ,(3) dan (4), LN Tahun 2004, No.
131, TLN 4443.
26
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 229 Ayat (4), LN Tahun 2004, No. 131, TLN 4443.
27
Kheriah, Independensi Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Dalam Hukum Kepailitan, Vol 3 Nomor 2 (2013). Hlm 240.
28
Ibid.
Terkadang dalam beberapa kasus PKPU, banyak kreditor yang tidak memiliki itikad baik dan malah mengambil keuntungan dari proses PKPU yaitu dengan mengajukan banyak persyaratan kepada Debitor. Jika Debitor tidak menyetujuinya maka usaha Debitor akan berujung pailit dan jika menyetujui syarat tersebut akan menjerumuskan Debitor pada utang yang semakin besar. Dalam keadaan tersebut kadang Debitor lebih memilih untuk melakukan PKPU dengan tujuan untuk menghindari permohonan pailit yang telah diajukan oleh kreditornya. Sebab, Debitor masih merasa kondisi keuangan dan perusahaannya masih bisa beroperasi dengan baik apabila memperoleh restrukturisasi.
293. Anak perusahaan BUMN
BUMN sebagai salah satu pilar ekonomi di suatu negara dalam menjalankan usahanya dapat membentuk sebuah „anak perusahaan‟ atau
„subsidiary‟ agar dapat mengoptimalkan perannya dan mampu bersaing dengan kompetitif dalam perkembangan ekonomi yang semakin maju.
30Dalam Pasal 1 Angka 2 Peraturan Menteri BUMN Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut Permeneg BUMN 3/2012) menyebutkan bahwa Anak Perusahaan BUMN adalah perseroan terbatas yang sebagian besar
29
Putu Eka Trisna Dewi, “Implementasi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Dalam Kepailitan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”, Vol 01, No 2 (2019).
30
Julio Thimotius Kapitan Smaud Natun, Op.cit. hlm 1
sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN.
31Anak perusahaan BUMN pada umumnya sama seperti BUMN yakni badan usaha berbadan hukum yang bisa berbentuk Persero maupun Perum. Namun, lebih banyak anak perusahaan BUMN itu berbentuk Persero karena tujuan utamanya yakni mengejar keuntungan. Berdasarkan Undang-Undang BUMN Pasal 11 maka segala ketentuan dan prinsip- prinsp yang berlaku terhadap Persero akan tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas.
32Pengertian dari Perseroan Terbatas sudah secara tegas disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaanya”.
33Berdasarkan definisi Perseroan Terbatas di atas, maka terdapat unsur-unsur dari Perseroan Terbatas yaitu:
a. Perseroan Terbatas merupakan Badan Hukum b. Perseroan Terbatas merupakan persekutuan modal
31
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor 03 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi Dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 Angka 2.
32
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 11, LN Tahun 2003, No. 70, TLN 4297.
33
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Pasal 1 Angka, LN Tahun 2007, No. 106, TLN 4756.
c. Didirikan berdasarkan perjanjian
d. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang terbagi dalam saham-saham.
Pada Poin A disebutkan bahwa Perseroan Terbatas merupakan sebuah badan hukum. Oleh karena PT merupakan Badan Hukum, maka akan terdapat beberapa akibat hukum yaitu:
a. Memiliki pengurus dan organisasi teratur
b. Dapat melakukan perbuatan hukum (recht handeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechts betrekking), termasuk dalam hal ini dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan
c. Mempunyai hak kekayaan sendiri d. Mempunyai hak dan kewajiban e. Memiliki tujuan sendiri.
34Pendirian sebuah Perseroan Terbatas pun tidak bisa dilakukan secara sederhana seperti badan usaha lainnya. Perseroan Terbatas harus didirikan minimal oleh 2 orang pendiri serta harus dilakukan di depan notaris dan dibuat dengan bahasa Indonesia.
35Selanjutnya setelah dibuat akta di depan notaris maka selanjutnya akta yang dibuat di depan notaris itu harus disahkan oleh menteri Hukum dan Ham sebagaimana yang diatur oleh Pasal 7 Ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas.
36Ketentuan mengenai pengesahan akta oleh Menteri juga selain diatur di UU PT juga diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yakni pada pasal
34
Mulhadi, Op.cit Hlm 82-83
35
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 7Ayat (1), LN Tahun 2007, No. 106, TLN 4756.
36
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Pasal 7Ayat (4), LN Tahun 2007, No. 106, TLN 4756.
36 Ayat (2) KUHD yang menyatakan :” Sebelum suatu perseroan terbatas bisa berdiri dengan sah (sebagai badan hukum), maka akta pendiriannya atau naskah dari akta tersebut harus disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Kehakiman (yang sekarang Menteri Hukum dan Ham) untuk mendapatkan pengesahannya.
37Sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas tidak dapat bertindak sendiri dalam menjalankan usahanya. Perseroan membutuhkan organ- organ untuk menjalankan perseroan tersebut. Organ-organ itu akan menjalankan, mengelola, dan mengurus perseroan ini. Menurut Undang- Undang Perseroan Terbatas maka terdapat 3 (tiga) organ yakni:
38a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 dan/atau anggaran dasar.
39b. Direksi
Direksi merupakan Organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
37
Republik Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Dagang , Pasal 36 Ayat (2), Tahun 1938, LN 1938-276
38
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1Angka 2, LN Tahun 2007, No. 106, TLN 4756
39
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Pasal 1Angka 4, LN Tahun 2007, No. 106, TLN 4756
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
40c. Dewan Komisaris.
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
41F. Metode Penelitian
Diperlukan metode penelitian sebagai suatu tipe pemikiran yang secara sistematis dipergunakan dalam penelitian skripsi ini yang pada akhirnya bertujuan mencapai keilmiahan dari penulisan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan putusan. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.
422. Data Penelitian
Materi/ bahan penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini bersumber dari data sekunder. Data sekunder didapatkan melalui:
40
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1Angka 5, LN Tahun 2007, No. 106, TLN 4756
41
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1Angka 6, LN Tahun 2007, No. 106, TLN 4756
42
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, Cet.Ketujuh, Ed.Pertama, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003, hlm 13-14
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni Undang-undang, peraturan pemerintah, dan berbagai peraturan hukum nasional yang mengikat yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
5. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU).
6. Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 15/PDT.SUS- PKPU/2019/PN NIAGA MEDAN.
7. Putusan Mahkamah Agung Nomor 21 P/HUM/ 2017 8. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-XI/2013.
9. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 01/PHPU- PRES/XVII/2019.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai badan hukum primer, yakni:
a) Buku-buku teks yang membicarakan seputar permasalahan
hukum, termasuk skripsi, tesis dan disertasi hukum.
b) Rancangan undang-undang c) Hasil-hasil penelitian
d) Hasil karya dari kalangan hukum.
433. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi. Dalam hal ini digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini yang akan dipecahkan.
444. Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisis normatif kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis yang kemudian dianalisis secara kualitatif agar dapat mencapai kejelasan masalah yang dibahas dan hasil dari pembahasan tersebut akan dituangkan menjadi skripsi.
G. Sistematika Penulisan
Sebagai karya ilmiah penelitian ini memiliki sistematika yang teratur dan saling berkaitan dalam penulisannya agar dimengerti dan dipahami maksud dan tujuannya. Maka dari itu, penulis membagi skripsi ini dalam beberapa bab yang berkaitan antara satu dengan yang lain karena isi dari skripsi ini bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya.
43
Soerjono Soekanto, PENGANTAR PENELITIAN HUKUM, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia, 1986, Hlm 52.
44
M.Nazir, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2010, hlm 111.
Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
Pada BAB I yaitu Pendahuluan. Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan, yang semuanya berkaitan dengan kepastian hukum permohonan PKPU terhadap anak perusahaan BUMN.
Pada BAB II yaitu dengan judul Kedudukan Hukum Anak Perusahaan BUMN di Indonesia. Di dalam BAB II ini terdiri dari 4 bagian yaitu mengenai pengertian anak perusahaan secara umum maupun anak perusahaan BUMN, kedudukan hukum anak perusahaan BUMN, permasalahan seputar status hukum anak perusahaan BUMN dan kaitannya dengan hukum kepailitan Indonesia dam kepastian hukum dalam hal pengajuan permohonan PKPU terhadap anak perusahaan BUMN.
Pada BAB III dengan judul Pengaturan Permohonan PKPU terhadap Anak Perusahaan BUMN di Indonesia. Pada bab ini, yang menjadi pembahasan penulis adalah mengenai syarat pengajuan permohonan PKPU secara umum, syarat pengajuan permohonan PKPU terhadap anak perusahaan BUMN dan akibat hukum permohonan PKPU terhadap anak perusahaan BUMN.
Pada BAB IV dengan judul Pertimbangan Hukum Dalam Putusan Nomor
15/PDT.SUS-PKPU/2019/PN NIAGA MEDAN. Pada bab ini, yang menjadi
pembahasan penulis adalah duduk perkara, pertimbangan hakim dan putusan
hakim serta analisa putusan.
Pada BAB V adalah bagian penutup. Pada bab terakhir ini, akan
dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga akhir penulisan skripsi yang
merupakan ringkasan dari substansi penulisan skripsi ini, serta saran-saran penulis
dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas.
BAB II
KEDUDUKAN HUKUM ANAK PERUSAHAAN BUMN A. Pengertian Anak Perusahaan
1. BUMN
Badan Usaha Milik Negara atau BUMN adalah istilah yang digunakan di Indonesia untuk mendeskripsikan perusahaan berbentuk badan hukum (legal entity) yang didirikan oleh negara (pemerintah) untuk melakukan kegiatan di bidang ekonomi dan perdagangan. Dalam BUMN, negara dapat memiliki seluruh atau sebagian saham dari suatu perusahaan.
45Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki dua bentuk yakni BUMN Persero dan BUMN Perum. BUMN Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamnya mengejar keuntungan.
46Sedangkan BUMN Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
47Tujuan dari dibentuknya BUMN juga memang berdasarkan amanat dari pembukaan UUD 1945 yakni untuk memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia juga merupakan sarana bagi pemerintah untuk
45
Andriani Nurdin, Op.Cit hlm. 52
46
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 Angka 2, LN Tahun 2003, No. 70, TLN 4297.
47
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara, Pasal 1 Angka 4, LN Tahun 2003, No. 70, TLN 4297.
memajukan perekonomian Indonesia.
48Dalam perkembangan bisnis, BUMN dapat membentuk anak perusahaan untuk dapat mengoptimalkan perannya agar mampu bersaing dengan kompetitif.
49Menurut Pasal 1 Angka 2 Peraturan Menteri BUMN Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut Permeneg BUMN 3/2012) dikatakan bahwa Anak perusahaan BUMN adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN.
50Sebagian besar saham dari anak perusahaan BUMN biasanya dimiliki oleh perusahaan Induk atau Holding Company. Holding Company atau perusahaan Induk merupakan suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan induk dan anak perusahaan terdapat hubungan subordinasi yaitu perusahaan induk membawahi anak perusahaan.
51Dibentuknya anak perusahaan BUMN itu juga bertujuan untuk:
a. Agar dapat mengoptimalkan perannya dan mampu bertahan dalam perkembangan ekonomi yang semakin terbuka dan kompetitif;
5248
Ibid.
49
Julio Thimotius Kapitan Smaud Natun, Op.cit. hlm 1
50
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor 03 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi Dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 Angka 2.
51
Julio Thimotius Kapitan Smaud Natun, Loc.cit
52
Ibid.
b. Dapat mengurangi potensi kerugian karena perusahaan induk hanya bertanggung jawab sebatas saham yang dimilikinya di anak perusahaan tersebut;
53c. Dapat memiliki brand atau merek sendiri, misalnya di Indonesia PT.
Pertamina sebagai Holding memiliki anak perusahaan yaitu PT.
Pertamina Training & Consulting yang bergerak di bidang Konsutasi dan Jasa Manajemen;
d. Dapat menarik investor baru yang tidak tertarik dengan Induk perusahaan;
e. Anak perusahaan BUMN juga dapat menetapkan gaya manajemennya sendiri agar sesuai dengan sifat dan lokasi bisnisnya;
54Selain memberikan manfaat, juga terdapat tanggung jawab antara Perusahaan Induk terhadap anak perusahaan BUMN. Kedudukan Perusahaan Induk dalam anak perusahaan BUMN hanyalah sebatas pemegang saham sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang PT Pasal 3 ayat (1) yang menegaskan bahwa Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimilikinya.
55Berdasarkan uraian di atas maka ketika anak perusahaan BUMN mengalami kerugian maka itu hanya merupakan kerugian anak perusahaan BUMN dan bukan merupakan kerugian negara karena anak perusahaan BUMN
53
Siti Anisah, “Holding BUMN: Masalah & Implikasi Hukum Induk & Anak Perusahaan”, Ius Quia Iustum Law Journal, Vol 05, (2017).
54
Edward A Haman, “The Advantages of a Subsidiary Corporation”, https://info.legalzoom.com/article/advantages-subsidiary-corporation (diakses pada tanggal 18 Oktober 2020 pukul 12:46).
55
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Pasal 3 ayat (1), LN Tahun 2007, No. 106, TLN 4756.
telah berbentuk Perseroan Terbatas. Dimana akibat hukum dari Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang memiliki kekayaan sendiri terpisah dari harta pendiri maupun pengurusnya.
2. Anak Perusahaan
Anak perusahaan adalah perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan lain, yang biasa disebut dengan induk perusahaan atau Holding company. Perusahaan Induk memegang kepentingan pengendali di anak perusahaan, yang berarti perusahaan Induk memiliki sebagian besar saham dan dapat mengendalikan anak perusahaan tersebut.
56Perusahaan induk terkadang tidak melakukan usaha atau tugas aktif lainnya untuk diri sendiri. Dengan kata lain, perusahaan tidak terlibat dalam pembelian dan penjualan produk dan layanan apapun. Namun, keberadaannya hanya bertujuan untuk memiliki aset dan juga memperoleh kendali atas satu atau lebih anak perusahaan.
57Pembentukan Holding Company juga memiliki beberapa manfaat yaitu:
a. Memiliki kontrol yang besar atas anak perusahaan yang dipimpinnya;
b. Memperkuat posisi perusahaan di pasar;
c. Melindungi aset dari anak perusahaannya;
d. Meminimalisir pajak, misalnya dengan mendirikan perusahaan Induk pada negara lain yang tarif pajak perusahaannya lebih rendah.
5856
James Chen,” Subsidiary”, https://www.investopedia.com/terms/s/subsidiary.asp (diakses pada tanggal 18 Oktober 2020 pukul 14:22)
57
Holding Company ( A Company that exists for the purpose of owning assets), https://corporatefinanceinstitute.com/resources/knowledge/strategy/holding-company/ (diakses pada tanggal 18 Oktober 2020 pukul 14:55).
58
Jodie Thomson, “What are the advantages of a Holding Company?”,
https://legalvision.com.au/what-are-the-advantages-of-a-holding-company/ (diakses pada tanggal
18 Oktober 2020 pukul 15:30).
Selanjutnya, ada beberapa cara untuk mendirikan atau membangun Holding Company yaitu:
a. Dengan Mendirikannya sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007 yang mengatakan bahwa untuk mendirikan Perseroan diperlukan minimal dua orang atau lebih dan harus dibuat dalam akta notaris.
b. Dengan mengakuisisi atau pengambil alihan. Pengertian mengenai akuisisi telah dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (11) UU Nomor 40 Tahun 2007 yang mengatakan bahwa akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Akuisisi dapat dilakukan sebagian atau keseluruhan. Akuisisi keseluruhan apabila seluruh saham diambil sedangkan akuisisi sebagian bila lebih dari 50% saham yang diambil.
c. Dengan cara pemisahan (spin off). Dalam Pasal 1 Ayat 12 UU Nomor 40 Tahun 2007 dijelaskan bahwa pemisahan adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva dari Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perseroan atau lebih.
59Pembentukan Holding Company atau Perusahaan Induk juga melahirkan tanggung jawab antara Perusahaan Induk terhadap anak perusahaan. Tanggung jawab antara Perusahaan Induk terhadap anak perusahaan bersifat tanggung jawab
59
Sulistyawati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia,
Jakarta, Erlangga, 2010, hlm. 112.
terbatas atau limited liability. Perusahaan Induk hanya bertanggung jawab sebatas saham yang dimilikinya dalam anak perusahaan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun, prinsip tanggung jawab terbatas atau limited liability ini dapat dikecualikan dengan menggunakan doktrin piercing the corporate veil.
60Doktrin ini dapat mengecualikan prinsip tanggung jawab terbatas apabila dapat dibuktikan bahwa kerugian yang dialami oleh anak perusahaan disebabkan oleh perbuatan dari Perusahaan Induk. Misalnya, menggunakan kekayaan dari anak perusahaan sehingga mengakibatkan kekayaan anak perusahaan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang yang dapat menyebabkan anak perusahaan pailit. Apabila terjadi hal demikian, maka pertanggung jawaban dari Perusahaan Induk dapat ditarik hingga aset pribadi dari Perusahaan Induk tersebut.
B. Kedudukan Hukum Anak Perusahaan BUMN
Anak perusahaan BUMN pada umumnya berbentuk perseroan terbatas biasa dimana mayoritas sahamnya dimiliki oleh perusahaan Induk BUMN (Holding Company).
61Dari pengertian sebelumnya jelas bahwa anak perusahaan BUMN itu bukanlah merupakan BUMN karena tidak ada modal yang disertakan secara langsung oleh negara melainkan hanya modal dari perusahan BUMN tersebut.
62Karena anak perusahaan BUMN bukanlah merupakan BUMN dan hanya berbentuk perseroan terbatas biasa maka secara yuridis berlakulah segala ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
60
Miranda Chairunnisa, Alvi Syahrin, Tan Kamello, Mahmul Siregar,
“Pertanggungjawaban Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup”, Usu Law Journal No.2, Vol 2. Hlm 35.
61
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor 03 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi Dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 Angka 2.
62
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara, Pasal 1 Angka 1, LN Tahun 2003, No. 70, TLN 4297.
terhadap anak perusahaan BUMN tersebut. Walaupun di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak dijelaskan secara eksplisit tentang anak perusahaan BUMN.
63Anak perusahaan BUMN telah dikategorikan sebagai perseroan terbatas biasa yang sama seperti PT pada umumnya. PT pada umumnya merupakan badan hukum mandiri yang menyandang hak dan kewajiban sendiri layaknya manusia pada umumnya. Serta, ia juga dapat digugat dan menggugat di depan pengadilan sebagaimana yang dikatakan oleh Philip I Blumberg di bukunya yakni The law of Corporate Groups: Procedural Law yang dikutip oleh Indah Rahadiyan yakni dikatakan bahwa perseroan itu memperoleh pengakuan untuk “have the capacity in its own name to acquire and hold property, to enter into contracts, to sue and be sued, and to have existence with duration independent of the persons comprising its shareholders”.
64(Terjemahan: mempunyai hak untuk memiliki properti atas namanya sendiri, untuk ikut dalam suatu kontrak atau perjanjian, menggugat maupun digugat di depan hukum serta tetap ada dalam jangka waktu tertentu untuk seluruh pemegang sahamnya).
Selain karakteristik di atas, secara lebih terperinci anak perusahaan BUMN sebagai badan hukum yang mandiri juga memiliki karakteristik yang substantif yang melekat pada dirinya sebagai badan hukum yaitu:
1. Merupakan persekutuan modal
63
Indah Rahadiyan, “Kedudukan BUMN Persero sebagai Separate Legal Entity dalam Kaitannya dengan Pemisahan Keuangan Negara pada Permodalan BUMN”, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4, Vol.20, hlm 631.
64
Ibid.
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas bahwa anak perusahaan BUMN pada dasarnya adalah perseroan terbatas. Maka berarti anak perusahaan BUMN adalah persekutuan modal, hal ini merupakan penegasan bahwa Perseroan Terbatas tidak mementingkan sifat kepribadian para pemegang saham yang ada di dalamnya. Namun pada kenyataannya tidak semua PT bertujuan untuk menghimpun dana semata dan mengabaikan sifat kepribadian atau hubungan pribadi pemegang saham.
2. Terbatasnya tanggung jawab
Secara yuridis dimana telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas di dalam pasal 3 ayat (1) mengatakan dengan jelas bahwa para pendiri ataupun pemegang saham atau anggota suatu perseroan itu hanya bertanggung jawab sebatas kepemilikan saham di dalam perseroan tersebut dan tidak melebihi saham yang dimilikinya ataupun tidak bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian yang terjadi di dalam perseroan.
65Namun, perlu diingat untuk tanggungjawab terbatas ini dalam beberapa kondisi tertentu dapat dikesampingkan dan ditembus dengan doktrin piercing the corporate veil apabila terbukti bahwa kerugian di dalam perseroan tersebut diakibatkan karena kelalaian dari pengurus.
663. Didirikan berdasarkan perjanjian
Pendirian anak perusahaan BUMN sebagai badan hukum pasti akan mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum perjanjian.
Dengan kata lain dalam pendirian PT, selain tunduk kepada Undang-Undang PT maka tunduk pula pada hukum perjanjian misalnya tunduk pada syarat-syarat
65
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 3 Ayat (1), LN Tahun 2007, No. 106, TLN 4756.
66
Indah Rahadiyan, Op.Cit hlm 629.
sahnya suatu perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian.
674. Perpectual Succesion
68Anak perusahaan BUMN sebagai badan hukum yang mandiri menyandang berbagai hak dan kewajibannya sendiri layaknya manusia, maka perubahan kepemilikan saham anggota dalam perseroan tidak berimplikasi pada eksistensi perseroan itu. Misalnya dalam perseroan terbatas yang sudah listing maka pemegang saham berhak mengalihkan saham miliknya kepada pihak ketiga.
695. Memiliki harta kekayaan sendiri.
Seluruh modal yang telah dimasukkan seluruh pemegang saham kepada anak perusahaan BUMN itu bukan menjadi kekayaan dari pada pemegang saham namun telah berubah menjadi kekayaan dari anak perusahaan BUMN tersebut dan kekayaan dari pada perseroan dapat dijadikan jaminan kepada pihak ketiga untuk kepentingan bisnisnya.
706. Menjalankan kegiatan usaha.
Anak perusahaan BUMN sebagai perseroan terbatas memiliki tujuan utama yaitu mencari keuntungan lewat kegiatan usaha dengan pihak ketiga.
Menurut Undang-Undang Dokumen Perusahaan, perusahaan didefinisikan sebagai bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba baik yang diselenggarakan oleh orang perseorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau
67
Maulana Hasanudin Hidayat, Op.Cit. Hlm 70.
68
Ibid.
69
Ibid.
70
Rahayu Hartini, Op.Cit hlm 49.
bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
717. Modal terbagi dalam saham
Agar suatu perseroan dalam hal ini anak perusahaan BUMN dapat berinteraksi dalam kegiatan bisnis maka diperlukanlah modal. Modal awal anak perusahaan BUMN berasal dari kekayaan pendiri yang dipisahkan lalu modal tersebut menjadi kekayaan badan hukum dan bukan menjadi kekayaan dari pendiri. Maka dari itu salah satu ciri yang menonjol dari Perseroan Terbatas adalah kekayaan yang terpisah dari kekayaan pendiri PT tersebut.
728. Dapat menggugat dan digugat di depan pengadilan.
Anak perusahaan BUMN sebagai badan hukum yang mandiri (separate legal entity) telah menjadi subjek hukum (recht person) yang memiliki konsekuensi yuridis yaitu dapat menggugat dan digugat dihadapan pengadilan.
73Maka menurut uraian di atas, kedudukan hukum anak perusahaan BUMN sama seperti Perseroan Terbatas biasa. Ia dipandang seperti manusia pada umumnya, memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta pengurus dan pendirinya. Serta, ia juga dapat digugat dan menggugat di pengadilan.
71
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, Pasal 1 Angka 1, LN Tahun 1997, No. 18, TLN 3674.
72
Maulana Hasanudin Hidayat, Op.Cit. Hlm 71.
73