HUTANG PIUTANG
C. Tanggung Jawab Notaris Dalam Membuat Akta PHGR yang Lahir Akibat Wanprestasi Hutang Piutang
Pada dasarnya hukum memberikan beban tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya, hukum sendiri memberikan batas-batas atau rambu-rambu tanggung jawab notaris, sehingga tidak semua kerugian ditanggung oleh notaris akan tetapi harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu pihak manakah yang melakukan pelanggaran.
Atmadja berpendapat pertanggungjawaban adalah suatu kebebasan bertindak untuk melaksanakan tugas yang dibebankan, tetapi pada akhirnya tidak dapat melepaskan diri dari kebebasan bertindak, berupa penuntutan untuk melaksanakan secara layak apa yang diwajibkan kepadanya. Pandangan tersebut bersesuaian dengan batasan Ensiklopedia Administrasi yang mendefenisikan responsibility sebagai
175
keharusan seseorang untuk melaksanakan secara layak apa yang telah diwajibkan kepadanya.176
Notaris yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam menjalankan profesinya wajib mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya tersebut.Besarnya tanggung jawab Notaris dalam menjalankan profesinya mengharuskan Notaris untuk selalu cermat dan hati-hati dalam setiap tindakannya. Namun demikian sebagai manusia biasa, tentunya seorang Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya terkadang tidak luput dari kesalahan baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian yang kemudian dapat merugikan pihak lain.
Tugas seorang Notaris adalah membuat suatu akta otentik yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu perbuatan hukum tertentu. Tanpa adanya suatu permintaan dari para pihak maka Notaris tidak akan membuatkan suatu akta apapun. Notaris dalam membuat suatu akta harus berdasarkan keterangan atau pernyataan dari para pihak yang hadir dihadapan Notaris, kemudian Notaris menuangkan keterangan- keterangan/penyataan-pernyataan tersebut kedalam suatu akta, dimana akta tersebut telah memenuhi ketentuan secara ilmiah, formil dan materiil dalam pembuatan akta otentik. Serta Notaris dalam membuat akta tersebut harus berpijak pada peraturan hukum atau tata cara prosedur pembuatan akta. Selain itu Notaris juga berperan dalam hal memberikan nasehat hukum yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para pihak yang membutuhkan jasa seorang Notaris.Seandainya
176
nasehat hukum yang diberikan oleh Notaris kepada para pihak kemudian dituangkan ke dalam bentuk akta maka hal tersebut tetap sebagai keinginan atau keterangan para pihak yang bersangkutan, tidak sebagai keterangan atau pernyataan Notaris.
Seorang Notaris dapat secara sadar, sengaja untuk secara bersama-sama dengan para pihak yang bersangkutan (penghadap) melakukan atau membantu atau menyuruh penghadap untuk melakukan suatu tindakan hukum yang diketahuinya sebagai tindakan yang melanggar hukum. Jika hal ini dilakukan, selain merugikan Notaris, para pihak, dan pada akhirnya orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, diberi sambutan sebagai orang yang senantiasa melanggar hukum.177
Aspek yang dijadikan batasan dalam hal pelanggaran oleh Notaris harus diukur berdasarkan UUJN, artinya apakah perbuatan yang dilakukan oleh Notaris melanggar pasal-pasal tertentu dalam UUJN, karena ada kemungkinan menurut UUJN bahwa akta yang bersangkutan telah sesuai dengan UUJN, tetapi menurut pihak penyidik perbuatan tersebut merupakan suatu tindak pidana. Dengan demikian sebelum melakukan penyidikan lebih lanjut, lebih baik memintapendapat mereka yang mengetahui dengan pasti mengenai hal tersebut, yaitu dari organisasi jabatan Notaris.Ancaman sanksi yang demikian itu dimaksudkan agar dalam menjalankan tugas dan jabatannya, seorang Notaris dituntut untuk dapat bertanggungjawab terhadap diri, klien, dan juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun tanggung jawab hukum seorang Notaris dalam menjalankan profesinya menurut Lanny Kusumawati digolongkan dalam 2 (dua) bentuk yaitu :
177
1. Tanggung jawab Hukum Perdata yaitu apabila Notaris melakukan kesalahan karena ingkar janji sebagaimana yang telah ditentukan dalam ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata atau perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Terhadap kesalahan tersebut telah menimbulkan kerugian pihak klien atau pihak lain.
2. Tanggung jawab Hukum Pidana bilamana Notaris telah melakukan perbuatan hukum yang dilarang oleh undang-undang atau melakukan kesalahan/perbuatan melawan hukum baik karena sengaja atau lalai yang menimbulkan kerugian pihak lain.178
Selain adanya tanggung jawab Hukum Perdata dan Hukum Pidana, Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam menjalankan tugas dan jabatannya, juga dikenakan tanggung jawab administrasi dan tanggungjawab terhadap kode etik jabatan Notaris.Tanggung jawab administrasi, perdata dan kode etik Notaris dengan dikenai sanksi yang mengarah pada perbuatan yang dilakukan oleh yang bersangkutan, sedangkan pertanggungjawaban pidana yang dikenai sanksi pidana menyasar pada pelaku (orang) yang melakukan tindakan hukum tersebut. Sanksi administratif dan sanksi perdata bersifat reparatoir atau korektif artinya untuk memperbaiki suatu keadaan agar tidak dilakukan lagi oleh yang bersangkutan ataupun oleh Notaris lain. Regresif berarti segala sesuatunyadikembalikan kepada suatu keadaan ketika sebelum terjadinya pelanggaran.Dalam aturan hukum tertentu, disamping dijatuhi sanksi adminstratif, juga dapat dijatuhi sanksi pidana (secara komulatif) yang bersifat comdemnatoir (punitif) atau menghukum, dalam kaitan ini UUJN tidak mengatur sanksi pidana untuk Notaris yang melanggar UUJN.Jika terjadi hal seperti itu maka terhadap Notaris tunduk kepada tindak pidana umum.179
178
Lanny Kusumawati,Tanggung jawab Jabatan Notaris, (Bandung,:Refika Aditama, 2006), hal .49.
179
Menurut Hermin Hediati Koeswadji, suatu delik atau pebuatan yang dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan pidana mempunyai unsur-unsur sebagai berikut mempunyai unsur objektif adalah unsur-unsur yang terdapat di luar manusia yang dapat berupa suatu tindakan atau tindak tanduk yang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana, seperti memalsukan surat, sumpah palsu, pencurian. Suatu akibat tertentu yang dilarang dan diancam sanksi pidana oleh undang-undang, seperti pembunuhan, penganiayaan.Keadaan atau hal-hal yang khusus dilarang dan diancam sanksi pidana oleh undang-undang, seperti menghasut, melanggar kesusilaan umum. Kedua mempunyai unsur subjektif, yaitu unsur-unsur yang terdapat di dalam diri manusia. Unsur subjektif dapat dipertanggungjawabkan (toerekeningsvatbaarheid) dan kesalahan (schuld).180
Batasan-batasan pemidanaan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh Notaris adalah berupa ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek formal akta yang sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan, bahwa akta yang dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-sama (sepakat) untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta di hadapan atau oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN.Tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang
180
Liliana Tedjosapatro, Mal Praktek Notaris dan Hukum Pidana, (Semarang: CV Agung, 1991) hal. 51.
berwenang untuk menilai tindakan suatu Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris.181
Penjatuhan sanksi pidana terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang batasan- batasan sebagaimana tersebut dilanggar, artinya di samping memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UUJN dan kode etik jabatan Notaris juga harus memenuhi rumusan yang tersebut dalam KUHP.Apabila tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris memenuhi rumusan suatu tindak pidana, tetapi jika ternyata berdasarkan UUJN dan menurut penilaian dari Majelis Pengawas Daerah bukan suatu pelanggaran.Maka Notaris yang bersangkutan tidak dapat dijatuhi hukuman pidana, karena ukuran untuk menilai sebuah akta harus didasarkan pada UUJN dan kode etik jabatan Notaris.
Bentuk pertanggungjawaban seorang Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta otentik harus dapat dipertanggungjawabkan dengan penuh tanggung jawab serta memuat rasa keadilan bagi pihak-pihak yang dirugikan akibat perbuatan Notaris serta keadilan bagi Notaris itu sendiri.Hal ini sejalan dengan konsep tujuan hukum menurut Gustav Radbruch yang mengarahkan pertanggungjwaban yang diberikan terhadap Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta otentik sesuai dengan tujuan hukum yaitu yang lebih diutamakan memberikan keadilan bagi pihak yang dirugikan selajutnya memberikan manfaat dan selanjutnya menjamin adanya kepastian hukum.
181
Sedangkan dalam teori keadilan menurut Hans Kelsen yang menyatakan bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan sehingga dapat menemukan kebahagian didalamnya. Dari teori tersebut dapat dijelaskan bahwa tujuan dari pertanggungjawaban seorang Notaris yaitu untuk memberikan rasa adil bagi para pihak maupun bagi Notaris sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum seorang Notaris dalam pembuatan akta otentik.
Demikian pula dengan bentuk pertanggungjawaban Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta otentik telah sesuai dengan teori pertanggujawaban yang dikemukan oleh Kranenburg dan Vegtig dalam teori fautes personalles yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian.Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi. Sehingga disini Notaris berdasarkan teori pertanggungjawaban tersebut Notaris bertanggungjawab secara pribadi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya dalam pembuatan akta otentik.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa bentuk pertangggungjawaban terhadap Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta otentik adalah seorang Notaris dapat dikenakan pertanggungjawaban secara perdata berupa sanksi untuk melakukan penggantian biaya atau ganti rugi kepada pihak yang dirugikan atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris., Pertanggungjawaban secara administrasi berupa pemberian sanksi teguran lisan,
teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat sebagai seorang Notaris.Pertanggungjawaban terhadap kode etik profesi Notaris berupa pemberian sanksi teguran, peringatan, pemecatan sementara (schorsing), pemecatan (Onzetting) dan pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.Sedangkan pertanggungjawaban secara pidana seorang dapat berupa pemberian sanksi pidana penjara atau kurungan atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya.Hal-hal tersebut berdasarkan temuan- temuan dalam yurisprudensi mengenai pertanggungjawaban terhadap Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum.
Terkait dengan perbuatan yang dilakukan Notaris X, sampai saat ini MPD KM belum mengetahuinya sehingga sangat sulit untuk menindaklanjuti lebih jauh mengenai kasus ini.182
Disamping itu, yang menjadi kendala dalam proses penyelesaian Notaris X adalah MPD KM belum mendapat pengaduan dari para pihak dalam perjanjian hutang piutang yang diikuti dengan Akta pelepasan hak dengan ganti rugi tersebut, sehingga MPD KM tidak dapat menindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan terhadap Notaris X tersebut. Dalam hal ini, MPD KM memiliki kewenangan yang terbatas untuk memberikan sanksi yang tegas kepada Notaris X yang apabila nantinya diperiksa terbukti melakukan perbuatan yang melanggar UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris. MPD KM mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi lisan
182
Wawancara dengan Bapak Cipto Sunaryo, Ketua Dewan Kehormatan Daerah Ikatan Notaris Indonesia Kota Medan, 23 Mei 2016.
dan tertulis. Sanksi lisan dan tertulis tidak dapat memberikan efek jera bagi notaris yang melakukan pelanggaran yang merugikan pihak secara materil dan immaterial. Bahkan banyak terjadi kasus yang serupa dengan kasus Notaris X, akan tetapi undang-undang belum mampu memberikan sanksi yang berat terhadap Notaris. Seharusnya UUJN dapat melakukan perubahan-perubahan dengan memberatkan sanksi terhadap notaris dan mengatur secara tegas mengenai sanksi pidana terhadap notaris. Dalam UUJN tidak memberikan kepada MPD untuk menjatuhkan sanksi apapun terhadap notaris, hanya MPW dan MPP yang berwenang memberikan sanksi teguran lisan dan tertulis serta putusan tersebut bersifat final.
MPD tidak mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi apapun. Meskipun MPD mempunyai wewenang untuk menerima laporan dari masyarakat dan dari notaris lainnya dan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik notaris atau pelanggaran pelaksanaan tugas jabatan notaris, tapi tidak diberikan kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi apapun. MPD dalam hal ini hanya berwenang untuk melaporkan hasil sidang dan pemeriksaannya kepada Majelis Pengawas Wilayah dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat dan Organisasi Notaris.
MPW dapat menjatuhkan sanksi berupa sanksi teguran lisan atau tertulis, dan sanksi seperti ini bersifat final. Disamping itu, mengusulkan pemberian sanksi terhadap notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa pemberhentian sementara dari jabatan notaris selama 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan atau pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatan notaris. Menurut Pasal 77 huruf c UUJN, Majelis
Pengawas Pusat berwenang menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara. Sanksi seperti ini merupakan masa menunggu dalam jangka waktu tertentu sebelum dijatuhkan sanksi lain, seperti sanksi pemberhentian tidak hormat dari jabatan notaris atau pemberhentian dengan hormat dari jabatan notaris.
MPP hanya berwenang untuk mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya dan pemberhentian tidak hormat dari jabatannya dengan alasan tertentu berdasarkan ketentuan Pasal 12 UUJN kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Sanksi teguran lisan sampai pemberhentian tidak hormat adalah kewenangan dari MPW dan MPP. Lemahnya pengaturan hukum dan terbatasnya pemberian kewenangan terhadap MPD menjadi salah satu yang menyulitkan proses penyelesaian terhadap kasus Notaris X dan kasus yang sama lainnya yang belum dilaporkan oleh masyarakat. MPD KM menyarankan:
1. Adanya pengaturan hukum yang kuat sebagai dasar hukum terhadap kewenangan terhadap MPD yang dapat memberikan sanksi yang tegas terhadap notaris yang melakukan pelanggaran.
2. Perlunya pemberlakuan BPN online secara efektif sehingga dapat membantu MPD maupun para pihak untuk memonitor pekerjaan dari seorang notaris. Tidak adanya laporan dari pihak yang merasa dirugikan dalam perjanjian hutang piutang yang diikuti Akta pelepasan hak dengan ganti rugi ini mengakibatkan lambatnya proses penyelesaian kasus Notaris X. Akan tetapi, MPD KM akan berupaya untuk menyelesaikan kasus ini dengan melakukan pemeriksaan lebih teliti
lagi terhadap para notaris di wilayah Kota Medan sehingga kewajiban-kewajiban notaris X selaku pejabat publik dapat dipenuhi dan siap mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh karena itu, penulis dalam hal ini hanya membahas pertanggungjawaban notaris X terkait pembuatan perjanjian hutang piutang yang diikuti dengan perjanjian pelepasan hak dengan ganti rugi dengan melakukan analisisterhadap UUJN, UU perubahan atas UUJN, dan dengan Kode Etik Notaris.
Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya tunduk dan patuh pada UUJN.Oleh karena itu apabila Notaris melakukan pelanggaran dalam melaksanakan tugas dan jabatannya, Notaris diancam sanksi sebagaimana tertuang dalam UUJN. Sanksi terhadap Notaris dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu sanksi perdata berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga merupakan akibat yang akan diterima Notaris atas tuntutan para penghadap jika akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau aktamenjadi batal demi hukum, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 41 UU perubahan atas UUJN. Selain sanksi perdata, juga ditentukan sanksi adminstrasi yaitu berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, sampai pemberhentian dengan tidak hormat, sebagaimana ditentukan dalam pasal-pasal dalam UU perubahan atas UUJN.183
Selain itu, Notaris juga masih harus menghadapi ancaman sanksi berupa sanksi etika jika Notaris melakukan pelanggaran terhadap kode etik jabatan Notaris, dan bahkan dapat dijatuhi sanksi pidana. Namun demikian, sanksi pidana terhadap
183
Notaris harus dilihat dalam rangka menjalankan tugas jabatannya, dan tunduk pada ketentuan pidana umum yaitu KUHP, UUJN dan UU perubahan atas UUJN tidak mengatur mengenai tindak pidana khusus untuk Notaris.
Dalam penjatuhan sanksi terhadap Notaris, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi yaitu perbuatan Notaris harus memenuhi rumusan perbuatan itu dilarang oleh undang-undang, adanya kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan Notaris tersebut serta perbuatan tersebut harus bersifat melawan hukum, baik formil maupun materiil. Secara formal disini sudah dipenuhi karena sudah memenuhi rumusan dalam undang-undang, tetapi secara materiil harus diuji kembali dengan kode etik, UUJN dan UU perubahan atas UUJN.
BAB V