• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis Terhadap Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Yang Lahir Akibat Wanprestasi Hutang Piutang Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Yuridis Terhadap Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Yang Lahir Akibat Wanprestasi Hutang Piutang Chapter III V"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA PELEPASAN HAK DENGAN GANTI RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI HUTANG PIUTANG A. Tinjauan Umum Akta Otentik dan Akta dibawah tangan

Pengertian akta menurut Sudikno Mertokusumo adalah surat sebagai alat

bukti yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak

atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk

pembuktian.133Menurut R. Subekti, akta adalah suatu tulisan yang memang dengan

sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani.134

Menurut ketentuan Pasal 1867 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan

tulisan-tulisan di bawah tangan . Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat disimpulkan

bahwa akta terdiri atas 2 (dua) macam akta yaitu akta otentik dan akta di bawah

tangan.

Akta Otentik diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata adalah akta yang dibuat

oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh pemerintah menurut peraturan

perundang-undangan.Akta Otentik merupakan alat bukti yang sempurna bagi kedua

belah pihak, ahli warisnya atau atau orang-orang yang mendapatkan hak daripadanya.

Dengan kata lain, isi akta otentik dianggap benar, selama ketidakbenarannya tidak

133

Sudikno mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Lyberti,, 1981), hal 149.

134

R.Subekti,Hukum Pembuktian, (Jakarta :PT. Pradya Paramita, 1991), hal. 89.

135

(2)

dapat dibuktikan. Menurut R. Subekti bawa akta otentik merupakan suatu bukti yang

mengikat, dalam arti bahwa apa yang ditulis dalam akta tersebut harus dapat

dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap benar, selama ketidakbenarannya tidak

dapat dibuktikan.135Apabila ada akta yang batal sebagai akta otentik, maka akta

tersebut masih berfungsi sebagai akta di bawah tangan, apabila akta tersebut akta

tersebut ditandatangani oleh para pihak, sepanjang berubahnya status dari akta otentik

menjadi akta dibawah tangan tersebut tidak mendatangkan kerugian, maka Notaris

tersebut tidak bisa dituntut, sekalipun Notaris tersebut akan kehilangan nama baiknya.

Akta otentik yang dibuat oleh Notaris terbagi menjadi 2 bentuk yaitu pertama

akta yang dibuat oleh (door) notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta

pejabat (ambtelijke akten). Akta pejabat/akta relaas merupakan akta yang dibuat oleh

pejabat yang diberi wewenang untuk itu, dimana pejabat menerangkan apa yang

dilihat serta apa yang dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang/para pihak

yang namanya diterangkan didalam akta tersebut. Ciri khas dalam akta ini adalah

tidak adanya komparisi dan Notaris bertanggung jawabpenuh atas pembuatan akta.136

Kedua, akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris atau yang

dinamakan akta partij (partij akten).Partij akta adalah akta yang dibuat dihadapan

para pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan dari

pihak-pihak yang berkepentingan.Ciri khas pada akta ini adalah adanya komparisi

136

R. Subekti,Op.Cit, hal. 48.

137

(3)

yang menjelaskan kewenangan para pihak yang menghadap Notaris untuk membuat

akta.137

Perbedaan antara kedua jenis akta tersebut adalah dalam akta relaas

penandatanganan akta bukanlah suatu keharusan, akta tersebut masih dikatakan sah

apabila salah satu pihak atau lebih tidak menandatangani akta tersebut selama Notaris

menyebutkan alasan pihak tersebut tidak menandatangani akta.Sedangkan dalam akta

partij penandatangan oleh para pihak merupakan suatu keharusan yang menyatakan

bahwa memang benar yang bersangkutan memberi keterangan dihadapan Notaris.

Apabila salah satu pihak/penghadap tidak menandatanganiakta tersebut maka hal ini

berarti pihak tersebut tidak menyetujui isi perjanjian tersebut, kecuali tidak

menandatangani akta tersebut dikarenakan oleh keterbatasan fisik, misalnya

dikarenakan tidak bisa baca tulis, cacat, maupun sakit maka pihak tersebut akan

membubuhkan cap jempolnya dan Notaris menerangkan alasan pembubuhan cap

jempol tersebut dalam akhir akta.

Selain itu perbedaan kedua akta tersebut terletak pada pemberian pembuktian

sebaliknya (tegenbewijs) terhadap isi akta. Kebenaran isi akta pejabat (ambtelijk akte)

tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta itu adalah palsu, sedangkan

pada akta partij dapat digugat isinya, tanpa menuduh bahwa akta tersebut akta palsu

akan tetapi dengan jalan menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang

138

(4)

bersangkutan yang diuraikan dalam akta itu adalah tidak benar, artinya terhadap

keterangan yang diberikan itu diperkenalkan pembuktian sebaliknya.138

Menurut Irawan Soerodjo, mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) unsur

essensialia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta otentik, yaitu di dalam bentuk

yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh dan di hadapan pejabat umum dan

akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu dan di

tempat dimana akta itu dibuat.139Pendapat di atas sesuai dengan ketentuan dalam

Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk

yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapanpegawai-pegawai

umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.

Pengertian dari akta di bawah tangan ini dapat diketahui dari beberapa

perundang-undangan sebagai berikut :

1. Pasal 101 ayat b Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata

Usaha Negara, menyatakan bahwa akta di bawah tangan, yaitu surat yang

dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan

maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau

peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya

2. Pasal 1874 KUHPerdata, menyatakan bahwa yang dianggap sebagai tulisan di

bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar,

139

GHS Lumban Tobing,Op.Cit, hal. 53.

140

(5)

surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa

perantaraan seorang pejabat umum.

Ciri-ciri akta dibawah tangan yaitu bentuknya yang bebas, pembuatannya

tidak harus di hadapan pejabat umum, tetap mempunyai kekuatan pembuktian selama

tidak disangkal oleh pembuatnya dan dalam hal harus dibuktikan, maka pembuktian

tersebut harus dilengkapi juga dengan saksi-saksi dan bukti lainnya.Oleh karena itu,

biasanya dalam akta di bawah tangan, sebaiknya dimasukkan dua orang saksi yang

sudah dewasa untuk memperkuat pembuktian.

B. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik

Pembuatan akta otentik yang menjadi dasar dalam pembuatannya yaitu harus

adanya keinginan atau kehendak (wilsvorming) dan permintaan dari para pihak.Untuk

memenuhi keinginan dan permintaan para pihak Notaris dapat memberikan saran atau

nasehat dengan tetap berpijak pada aturan hukum.Ketikasaran atau nasehat Notaris

diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta otentik, maka tetap isi akta

merupakan perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan Notaris.

Pengertian seperti tersebut di atas merupakan salah satu karakter yuridis dari

akta otentik, dalam hal ini tidak berarti pejabat umum dalam hal ini Notaris sebagai

pelaku dari akta tersebut, Notaris tetap berada di luar para pihak atau bukan pihak

dalam akta tersebut. Dengan kedudukan Notaris seperti itu, sehingga jika suatu akta

(6)

yang turut serta melakukan atau membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum

Pidana atau sebagai tergugat atau turut tergugat dalam perkara perdata

Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris,

menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang. Akta Notaris

dibuat sesuai kehendak para pihak yang berkepentingan guna memastikan atau

menjamin hak dan kewajiban para pihak, kepastian, ketertiban dan perlindungan

hukum para pihak. Akta Notaris pada hakekatnya memuat kebenaran formal sesuai

dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Notaris berkewajiban

untuk memasukkan dalam akta tentang apa yang sungguh-sungguh telah dimengerti

sesuai dengan kehendak para pihak dan membacakan kepada para pihak tentang isi

dari akta tersebut. Pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh Notaris

dituangkan dalam akta Notaris.140Akta otentik terikat pada syarat-syarat dan

ketentuan dalam undang-undang, sehingga hal itu cukup merupakan jaminan dapat

dipercayanya pejabattersebut, maka isi dari akta otentik itu cukup dibuktikan oleh

akta itu sendiri. Dengan kata lain dapatlah dianggap bahwa akta otentik itu dibuat

sesuai dengan kenyataan seperti yang dilihat oleh pejabat itu, sampai dibuktikan

sebaliknya.

Pembuktian dalam hukum acara mempunyai arti yuridis berarti hanya berlaku

bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka dan tujuan

dari pembuktian ini adalah untuk memberi kepastian kepada hakim tentang adanya

suatu peristiwa-peristiwa tertentu. Maka pembuktian harus dilakukan oleh para pihak

140

(7)

dan siapa yang harus membuktikan atau yang disebut juga sebagai beban pembuktian

berdasarkan Pasal 163 HIR ditentukan bahwa barang siapa yang menyatakan ia

mempunyai hak atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu

atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya

hak itu atau adanya kejadian itu. Ini berarti dapat ditarik kesimpulan bahwa siapa

yang mendalilkan sesuatu maka ia yang harus membuktikan.141

Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat para pihak yang

membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi.

Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, ada syarat

subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat

perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu

perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian

itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para

pihak yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.

Notaris dalam membuat akta harus memenuhi syarat-syarat yang telah

ditentukan dalam perundang-undangan.Pasal 1869 KUHPerdata menyatakan bahwa

suatu akta yang dibuat di hadapan pejabat yang tidak berwenang itu, bukanlah suatu

akta otentik melainkan hanya berlaku sebagai akta di bawah tangan apabila para

pihak telah menandatangani.Akta di bawah tangan dibuat oleh para pihak yang

berkepentingan tanpa bantuan dari seorang pejabat umum.

141

(8)

Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna selama dibuat

menurut bentuk dan tata cara sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang

yaitu KUHPerdata, UUJN dan UU perubahan atas UUJN, jika ada prosedur yang

tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi dapat dibuktikan , maka akta

tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti

itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan sepenuhnya kepada hakim.

Akta Notaris sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian,

dalam hal ini ada 3 (tiga) nilai pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian lahiriah

(uitwendige bewijskracht), kekuatan pembuktian formal (formale bewijskracht),

kekuatan pembuktian materiil (materiele bewijskrcht).142

Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht) adalah kemampuan

lahiriah akta Notaris yang merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk

membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik (acta publica probant seseipsa).Jika

dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum

yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku

sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang

membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.Dalam hal ini

beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keotentikan akta Notaris.

Parameter untuk menentukan akta Notaris sebagai akta otentik, yaitu tandatangan dari

Notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada minuta akta dan salinan dan adanya

142

(9)

awal akta(mulai dari judul) sampai dengan akhir akta. Menurut R. Soegondo

kemampuan lahiriah akta ialah syarat-syarat yang diperlukan agar supaya sesuatu

akta Notaris dapat berlaku sebagai akta otentik.143

Kekuatan pembuktian formal (formale bewijskracht) adalah akta Notaris

harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta

betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang

menghadap.144Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus

dibuktikan dari formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran

hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran

mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan

dan didengar oleh Notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan

atau keterangan para pihak yang disampaikan di hadapan Notaris, dan ketidakbenaran

tandatangan para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang

dilakukan.Dengan kata lain pihakyang mempermasalahkan akta tersebut harus

melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris.

Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus

diterima oleh siapapun.145

Kekuatan pembuktian materiil (materiele bewijskracht) menurut R. Soegondo

adalah kepastian bahwa apa yang tersebut dalam akta itu merupakan pembuktian

yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak

143

R. Soegondo,Op. Cit, hal. 55.

144

R. Soegondo,Loc.Cit.

145

(10)

dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs).146Akta

otentik itu tidak hanya membuktikan bahwa para pihak sudah menerangkan bahwa

apa yang ditulis pada akta tersebut, tetapi juga menerangkan bahwa para pihak sudah

menerangkan apa yang ditulis adalah benar-benar terjadi.

Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai

akta otentik dan siapapun terikat oleh akta tersebut.Jika dapat dibuktikan dalam suatu

persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, maka akta

yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah

tangan atau akta tersebut didegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta yang

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

Akta otentik yang dibuat oleh Notaris dalam hal ini dapat dikatakan memiliki

kekuatan pembuktian yang sempurna selama dibuat menurut bentuk dan tata cara

sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang yaitu KUHPerdata dan UUJN, jika

ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi dapat dibuktikan,

maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Jika sudah

berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan sepenuhnya kepada

hakim.

Mengacu pada penjelasan diatas artinya bahwa syarat akta Notaris sebagai

akta otentik adalah harus dibuat dengan tata cara maupun prosedur sebagaimana yang

ditentukan oleh undang-undang dan dibuat oleh dan di hadapan pejabat

146

(11)

yangberwenang untuk di wilayah kedudukannya. Adapun Irawan Soerodjo

mengemukakan bahwa ada tiga unsur syarat formal suatu akta otentik :147

1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang 2. Dibuat oleh dan di hadapan pejabat umum

3. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu dan di tempat di mana akta itu dibuat.

Mengenai pembuatan akta Notaris oleh atau di hadapan Notaris diatur dalam

Pasal 1 angka 7 UU perubahan atas UUJN, hal tersebut tidak berarti bahwa Notaris

ikut ambil bagian dalam perbuatan hukum yang mana dibuatkan akta olehnya,

Notaris tidak boleh berpihak kepada salah satu pihak, Notaris tetap berada di luar

para pihak. Suatu saat apabila akta tersebut dipermasalahkan, maka Notaris dapat

menempatkan posisinya dengan tidak ikut sebagai pembantu tergugat dalam lingkup

Hukum Perdata maupun membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum Pidana.

Dari uraian-uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akta

Notaris adalah memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, dibuat oleh atau di

hadapan Notaris, mempunyai kekuatan pembuktian lahir, formil dan materil, dan

dibuat berdasarkan ketentuan dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia serta

memenuhi syarat otentisitas sebagaimana dipersyaratkan dalam UUJN sehingga akta

yang telah memenuhi semua persyaratan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian

yang sempurna dan harus dinilai benar, sebelum dapat dibuktikan ketidakbenarannya.

147

(12)

C. Akibat hukum terhadap Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang lahir akibat wanprestasi hutang piutang

Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan sebagian dari kekuasan

negara di bidang Hukum Perdata terutama untuk membuat alat bukti otentik (akta

Notaris). Dalam pembuatan akta Notaris baik dalam bentuk partijakta maupunrelaas

akta, Notaris bertanggungjawab supaya setiap akta yang dibuatnya mempunyai sifat

otentik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Kewajiban

Notaris untuk dapat mengetahui peraturan hukum yang berlaku di Negara Indonesia

juga serta untuk mengetahui hukum apa yang berlaku terhadap para pihak yang

datang kepada Notaris untuk membuat akta. Hal tersebut sangat penting agar supaya

akta yang dibuat oleh Notaris tersebut memiliki otentisitasnya sebagai akta otentik

karena sebagai alat bukti yang sempurna.

Adapun kedudukan akta Notaris dapat dibagi menjadi 5 macam yaitu dapat

dibatalkan, batal demi hukum, mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta

dibawah tangan, dibatalkan oleh para pihak sendiri dan dibatalkan oleh putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena penerapan asas

praduga sah.

Kelima kedudukan akta Notaris tersebut tidak dapat dilakukan secara

bersama-sama, tetapi hanya berlaku satu saja. Jika akta Notaris diajukan pembatalan

oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (Negeri) dan telah ada

putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau akta

(13)

Notaris batal demi hukum, atau akta Notaris dibatalkan oleh para pihak sendiri

dengan akta Notaris lagi, maka pembatalan akta Notaris yang lainnya tidak berlaku.

Hukum perjanjian memuat adanya akibat hukum tertentu jika syarat subjektif

dan syarat objektif tidak dipenuhi. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka

perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar) sepanjang ada permintaan oleh

orang-orang tertentu atau yang berkepentingan. Pembatalan karena ada permintaan dari

pihak yang berkepentingan, seperti orang tua, wali atau pengampu disebut

pembatalan yang relatif atau tidak mutlak. Pembatalan relatif ini dibagi 2 (dua) yaitu

pembatalan atas kekuatan sendiri, maka atas permintaan orang tertentu dengan

mengajukan gugatan atau perlawanan, agar hakim menyatakan batal (nietig

verklaard) suatu perjanjian. Contohnya jika tidak dipenuhi syarat subjektif (Pasal

1446 KUHPerdata) dan pembatalan oleh hakim, dengan putusan membatalkan suatu

perjanjian dengan mengajukan gugatan. Contohnya Pasal 1449 KUHPerdata.

Syarat subjektif ini senantiasa dibayangi ancaman untuk dibatalkan oleh para

pihak yang berkepentingan dari orang tua, wali atau pengampu. Agar ancaman seperti

itu tidak terjadi, maka dapat dimintakan penegasan dari mereka yang berkepentingan,

bahwa perjanjian tersebut akan tetap berlaku dan mengikat para pihak. Jika syarat

suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu

atau terlarang, maka persetujuan tersebut tidak mempunyai kekuatan (Pasal 1335

KUHPerdata). Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang halal (tidak

dilarang), ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, maka

(14)

perjanjian batal demi hukum (nietig), tanpa perlu ada permintaan dari para pihak,

dengan demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat siapapun.

Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian yang

dibuat tidak dipenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan untuk perbuatan

hukum tersebut harus dibuat dengan cara yang sudah ditentukan atau berlawanan

dengan kesusilaan atau ketertiban umum, karena perjanjian sudah dianggap tidak ada,

maka sudah tidak ada dasar lagi bagi para pihak untuk saling menuntut atau

menggugat dengan cara dan bentuk apapun.

Kausa yang halal merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

sahnya suatu perjanjian, artinya perjanjian tidak boleh bertentangan dengan

undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan baik.148 Akta pelepasan hak dengan ganti

rugi yang merupakan objek dalam penelitian ini lahir dari perjanjian hutang piutang

yang mengandung unsur kuasa mutlak, yaitu pada poin keenam perjanjian hutang

piutang tersebut yang menyatakan:

Apabila Pihak Pertama/Penerima Pinjaman tidak dapat melunasi hutangnya tersebut kepada Pihak Kedua/Pemberi Pinjaman sampai dengan jangka waktu yang telah disepakati bersama, maka kedua belah pihak sepakat jaminan yang berupa tanah kebun yang luasnya kurang lebih 200.000 M2 (dua ratus ribu meter persegi) diserahkan kepada Pihak Kedua/Pemberi Pinjaman. Dengan demikian, Pihak Pertama/Penerima Pinjaman tidak berhak lagi atas kebun tersebut beserta pengelolaannya.

Perjanjian yang terlarang dapat ditinjau dari 3 (tiga) aspek, yaitu:

1) Substansi perjanjian yang terlarang.

148

(15)

2) Pelaksanaan perjanjian yang terlarang.

3) Motivasi atau maksud dan tujuan perjanjian yang terlarang.149

Perjanjian hutang piutang yang menjadi objek penelitian tesis ini merupakan

perjanjian yang dilarang oleh undang-undang ditinjau dari substansi perjanjiannya.

Dalam kaitannya dengan aspek substansi, karena mengandung pembuatan kuasa

mutlak yang objeknya adalah hak atas sebidang tanah sebagai jaminan hutang.

Pengalihan barang jaminan kepada kreditur dalam hal debitur wanprestasi atau lalai,

dilarang oleh undang-undang yang diatur pada Pasal 1154 Kitab Undang Undang

Hukum Perdata. Apabila si berutang tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya, maka

tidak diperkenankan si berpiutang memiliki barang yang dijaminkan dalam perjanjian

hutang piutang tersebut. Segala perjanjian yang bertentangan dengan hal tersebut

adalah batal.150

Perjanjian yang dibuat mengandung pengalihan hak untuk menjamin hutang

piutang merupakan bentuk pelanggaran ketertiban umum. Perbuatan hukum ini tidak

dapat dianggap sebagai suatu pemberian kuasa secara sukarela dari pemberi jaminan

atau debitur, dan perjanjian tersebut menjadi tidak sah dan melanggar ketertiban

umum, karena merupakan penyelundupan hukum terhadap larangan yang bersifat

memaksa dimana jaminan harus dilakukan melalui pelelangan umum.151

Ketentuan mengenai eksekusi hak tanggungan diatur pada Pasal 20 ayat (1)

sampai dengan ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

149

Ibid,hal.171

150

Ibid,hal.172

151

(16)

Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pasal 20

ayat (1) menyebutkan :

Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan : (a). Hak pemegang hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau (b) titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya.

Pelelangan secara umum dapat dihindarkan dengan pelunasan hutang yang

dijamin dengan hak tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah

dikeluarkan sampai saat pengumuman untuk lelang belum dikeluarkan. Ketentuan

mengenai hal ini diatur dalam Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan

dengan tanah.

Selain melalui pelelangan umum, obyek hak tanggungan dapat dilaksankan

dibawah tangan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor

4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang

berkaitan dengan tanah yang menyebutkan:

Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan obyek hak tanggungan, penjualan obyek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

Pelaksanaan penjualan melalui penjualan di bawah tangan, dilakukan setelah

waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau

(17)

sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan

dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi hak tanggungan dengan cara yang

bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah pada ayat

(1), ayat (2) dan ayat (3) batal demi hukum.

Tan Thong Kie dalam bukunya Studi Notariat menyatakan mengenai

penjualan barang jaminan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) dengan memakai hak pemegang jaminan yang disebut pelaksanaannya

segera (Pasal 1155 KUH Perdata).

2) dengan meminta hakim agar penjualan barang yang dijaminkan dilakukan

dengan cara dan perantara hakim (Pasal 1156 ayat (2) KUH Perdata).

3) dengan izin hakim barang yang dijaminkan tetap berada dan menjadi milik

pemegang jaminan dengan jumlah yang ditetapkan olehnya, atau

4) dengan memperhitungkan bunga yang dihasilkan barang yang dijaminkan

dengan bunga yang terutang.152

Segala penyelesaian yang dilaksanakan dengan pelaksanaan segera atau

yang diputuskan oleh hakim, berlaku ketentuan bahwa jika harga yang ditentukan

oleh hakim lebih tinggi daripada hutang ditambah dengan bunga dan ongkos, maka

kelebihannya harus segera diserahkan kepada debitur; sedangkan apabila harga yang

152

(18)

ditetapkan hakim lebih rendah daripada hutang, bunga, dan ongkos, maka pemegang

jaminan tetap ada tagihan sampai sejumlah kekurangannya, tetapi sebagai kreditur

biasa ia tidak memiliki hak utama.

Pasal 1156 ayat (2) KUH Perdata menyatakan bahwa: setelah penjualan

barang yang digadaikan terjadi, kreditur berkewajiban memberitahukan hal penjualan

itu kepada debitur selambat-lambatnya esok harinya.

Lebih lanjut Pasal 1154 KUH Perdata menegaskan bahwa:

Walaupun kreditur memiliki hak untuk membayar diri sendiri dari hasil penjualan sebagaimana diuraikan di atas, kreditur sekali-kali tidak boleh mengalihkan barang yang menjadi jaminan sebagai barang miliknya sendiri, dengan ketentuan bahwa tiap ketentuan yang bertentangan dengan larangan ini adalah batal demi undang-undang

Kasus hutang piutang dengan jaminan sebidang tanah yang diteliti dalam tesis

ini tidak dilaporkan para pihak sehingga, penulis hanya dapat menganalisis perbuatan

yang dilakukan Notaris X ini berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan jabatan Notaris, undang-undang yang berkaitan dengan

permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini, serta menurut pandangan

pihak-pihak yang berkompeten dalam hal ini yaitu Pengurus Majelis Pengawas Daerah

Notaris Kota Medan.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan pengurus Majelis

Pengawas Daerah Kota Medan (MPD KM) menyatakan bahwa apabila ada akta

Notaris yang dipermasalahkan oleh para pihak atau yang berkepentingan, maka untuk

menyelesaikannya harus didasarkan pada kebatalan dan pembatalan akta Notaris

(19)

akta-akta yang dibuat oleh Notaris akan dikoreksi oleh hakim pada saat akta-akta Notaris

tersebut diajukan ke pengadilan sebagai alat bukti.153

Alat bukti sah atau yang diterima dalam suatu perkara (perdata), pada

dasarnya terdiri dari ucapan dalam bentuk keterangan saksi-saksi, pengakuan,

sumpah, dan tertulis dapat berupa tulisan-tulisan yang mempunyai nilai pembuktian.

Dalam perkembangan alat bukti sekarang ini (untuk perkara pidana dan perdata) telah

diterima juga alat bukti elektronik atau yang terekam atau yang disimpan secara

elektronis sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan pengadilan. Dalam kaitan

ini perlu diberi penekanan dan penjelasan terdap alat bukti tertulis dapat berupa

tulisan yang mempunyai nilai pembuktian. Secara tertulis tersebut dapat berupa surat

(secara umum) dan surat dalam bentuk tertentu serta tata cara pembuatan dengan

pejabat yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan.

Kewenangan dari hakim untuk menyatakan suatu akta Notaris tersebut batal

demi hukum, dapat dibatalkan atau akta Notaris tersebut dinyatakan tidak mempunyai

kekuatan hukum. Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap

ketentuan-ketentuan pasal-pasal dalam UU perubahan atas UUJN, yang menyebabkan

suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau

akta menjadi batal demi hukum, maka pihak yang merugikan dapat menuntut

penggantian biaya, ganti rugi dan bunga pada Notaris.154

153

Wawancara dengan Bapak Jonas Marolop Simarmata, Notaris/PPAT Kota Medan, pada tanggal 7 Juni 2016.

154

(20)

Dalam hal suatu akta Notaris dibatalkan oleh putusan hakim di pengadilan,

maka jika menimbulkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan, Notaris dapat

dituntut untuk memberikan ganti rugi, sepanjang hal tersebut terjadi disebabkan oleh

karena kesalahan Notaris. Namun dalam hal pembatalan akta Notaris oleh pengadilan

dengan alasan bukan merupakan kesalahan Notaris, maka para pihak yang

berkepentingan tidak dapat menuntut Notaris untuk memberikan ganti rugi.155

Seorang Notaris baru dapat dikatakan bebas dari pertanggungjawaban hukum

apabila akta otentik yang dibuatnya dan atau dibuat dihadapannya telah memenuhi

syarat formil. Akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan

oleh Notaris dalam pembuatan akta otentik pada dasarnya terjadinya suatu perkara

dimana pejabat umum telah mencari-cari keuntungan serta menyalahgunakan

kewenangan yang telah diatur dalam UUJN dan UU perubahan atas UUJN dan

seorang klien atau penghadap lainnya merasa dirugikan atas terbuatnya suatu akta

yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris,

sehingga berakibat akta otentik yang dibuat oleh Notaris dapat menjadi batal atau

dapat dibatalkan.156

Mengenai pembatalan akta adalah menjadi kewenangan hakim perdata, yakni

dengan mengajukan gugatan secara perdata kepengadilan. Apabila dalam persidangan

dimintakan pembatalan akta oleh pihak yang dirugikan (pihak korban) maka akta

Notaris tersebut dapat dibatalkan oleh hakim perdata jika ada bukti lawan.

155

Ibid,

156

(21)

Sebagaimana diketahui bahwa akta Notaris adalah akta otentik yang merupakan alat

bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna.

Ini berarti bahwa masih dimungkinkan dapat dilumpuhkan oleh bukti lawan yakni

diajukannya gugatan untuk menuntut pembatalan akta ke pengadilan agar akta

tersebut dibatalkan.

Pembatalan menimbulkan keadaan tidak pasti, oleh karena itu

undang-undang memberikan waktu terbatas dalam hal menuntut dimana oleh undang-undang-undang-undang

dapat dilakukan pembatalan apabila hendak melindungi seseorang terhadap dirinya

sendiri. Dengan demikian dalam suatu putusan oleh hakim perdata selama tidak

dimintakan pembatalan maka perbuatan hukum/perjanjian yang tercantum dalam akta

tersebut akan tetap berlaku atau sah. Setelah adanya putusan hakim yang berkekuatan

hukum tetap atas gugatan penuntutan pembatalan akta tersebut maka akta itu tidak

lagi mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti yang otentik karena mengandung

cacat secara yuridis/cacat hukum, maka dalam amar putusan hakim perdata akan

menyatakan bahwa akta tersebut batal demi hukum. Dan berlakunya pembatalan akta

tersebut adalah berlaku surut yakni sejak perbuatan hukum/perjanjian itu dibuat.157

Pembatalan terhadap suatu akta otentik dapat juga dilakukan oleh Notaris

apabila para pihak/penghadap menyadari adanya kekeliruan atau kesalahan yang telah

dituangkan dalam akta tersebut. Sehingga dapat membuat keraguan terhadap

kesepakatan/perjanjian dari para pihak/penghadap, maka akta tersebut dapat

157

(22)

dibatalkan oleh Notaris. Bilamana Notaris terseret dalam perkara pemalsuan akta

yang menjadi aktor intelektualnya atau Notaris turut serta ikut melakukan pemalsuan

surat yang bisa dikategorikan dalam perbuatan tindak pidana tersebut maka secara

yuridis tidak dapat ditolelir bukan hanya berdasarkan ketentuan pidana saja, tetapi

juga oleh peraturan dalam KUHPerdata serta UUJN dan undang-undang

perubahannya.158

Akibat hukum ini juga telah sejalan dengan konsep perlindungan hukum yang

dikemukan Satijipto Raharjo yang menjelaskan bahwa perlindungan hukum

memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang

lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua

hak-hak yang diberikan oleh hukum. Serta bahwa perlindungan hukum dibutuhkan

untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk

memperoleh keadilan sosial. Sesuai dengan pengertian konsep perlindungan hukum

yang dikemukan oleh para sarjana maka akibat hukum berupa pembatalan akta

otentik dapat melindungi para pihak yang merasa dirugikan oleh perbuatan melawan

hukum seorang Notaris dalam proses pembuatan akta otentik.

Akibat hukum terhadap akta otentik yang dibuat oleh Notaris secara melawan

hukum sehingga menyebabkan akta otentik menjadi akta dibawah tangan serta akta

tersebut dapat dibatalkan telah sejalan dengan teori kewenangan dan konsep

perlindungan hukum. Seperti dikemukakan dalam teori kewenangan, Notaris dalam

membuat akta otentik termasuk dalam kewenangan secara atribusi, berdasarkan

158

(23)

ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU perubahan atas UUJN. Terjadinya suatu akibat hukum

yaitu berupa akta otentik menjadi akta dibawah tangan dan akta tersebut dibatalkan

diakibatkan oleh penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Notaris, dimana

Notaris dalam menjalakan wewenangnya telah melanggar ketentuan

perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian bagi para pihak dan mengakibatkan

berubahnya kekuatan pembuktian akta dan adanya pembatalan akta otentik tersebut

oleh pengadilan.

Akibat hukum terhadap terhadap akta otentik yang dibuat oleh seorang

Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah hilangnya keotentikkan

akta tersebut dan menjadi akta dibawah tangan sesuai dengan ketentuan Pasal 41 UU

perubahan atas UUJN serta akta otentik tersebut dapat dibatalkan apabila pihak yang

mendalilkan dapat membuktikannya dalam persidangan di pengadilan, karena

pembuatan suatu akta otentik harus memuat ketiga unsur tersebut di atas (lahiriah,

formil dan materiil) atau salah satu unsur tersebut tidak benar dan menimbulkan

perkara pidana atau perdata yang kemudian dapat dibuktikan ketidakbenarannya.

Sehingga dalam menjalankan jabatannya seorang Notaris harus tunduk pada

ketentuan undang-undang dan akta tersebut dibuat oleh dan dihadapan Notaris sesuai

dengan prosedur dan tata cara pembuatan akta otentik agar keotentikannya tidak

(24)

BAB IV

TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA PELEPASAN HAK DENGAN GANTI RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI

HUTANG PIUTANG

A. Hubungan Hukum antara Para Penghadap dengan Notaris dalam Akta yang dibuatnya

Hubungan hukum antara para penghadap dengan Notaris terjadi ketika para

penghadap datang ke notaris agar tindakan atau perbuatannya diformulasikan ke

dalam akta otentik sesuai dengan kewenangan notaris, dan kemudian notaris

membuatkan akta atas permintaan atau keinginan para penghadap tersebut, maka

dalam hal ini memberikan landasan kepada notaris dan para penghadap telah terjadi

hubungan hukum. Notaris harus menjamin bahwa akta yang dibuat tersebut telah

sesuai menurut aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan yang

bersangkutan terlindungi dengan akta tersebut.159

Notaris dalam menjamin pembuatan akta otentik, yang harus sesuai dengan

aturan hukum yang sudah ditentukan, maka notaris mengklasifikasikan 3 (tiga)

subyek hukum, yaitu: para penghadap, para saksi, dan Notaris.

Subjek hukum ini juga harus memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam

Pasal 39 UUJN yaitu:

159

(25)

1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan

b. cakap melakukan perbuatan hukum.

2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2

(dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas)

tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau

diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.

3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas

dalam akta.

Kedudukan para penghadap atau para pihak dalam suatu akta notaris dapat

dibedakan dalam 3 (tiga) hal :

1. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk dirinya sendiri. Apabila pihak

yang berkepentingan hadir dan memberikan suatu keterangan dan atau

kehendaknya untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dituangkan oleh

notaris dalam suatu akta notaris dihadapan notaris dan saksi-saksi. Kemudian

dalam akta tersebut juga dinyatakan bahwa penghadap datang dan meminta

kepada notaris untuk dibuatkan akta tersebut guna kepentingan para

penghadap dan akta tersebut menjadi bukti telah terjadinya perbuatan hukum

dan diharapkan akta tersebut menjadi bukti telah terjadinya perbuatan hukum

dan diharapkan akta tersebut dapat memberikan kepastian dan perlindungan

hukum bagi para penghadap yang berkepentingan, ahli warisnya maupun

(26)

2. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk mewakili orang lain

berdasarkan surat kuasa maupun ketentuan undang-undang. Hal ini

dimungkinkan apabila pihak yang berkepentingan tidak dapat hadir sendiri

dihadapan notaris, namun demikian undang-undang memberikan syarat

bahwa penghadap harus membawa surat kuasa dan bukti-bukti otentik yang

menjadi dasar pelimpahan kewenangan pembuatan akta tersebut.

3. Para penghadap atau para pihak bertindak dalam jabatannya dan atau

kedudukannya berdasarkan ketentuan undang-undang. Pihak yang hadir dan

menandatangani akta dihadapan notaris dalam hal ini bertindak dalam

jabatannya atau kedudukannya berdasarkan undang-undang, bukan atas dasar

keinginannya ataupun kepentingannya sendiri tetapi untuk mewakili pihak

lain.

Mengenai ketentuan para saksi diatur dalam Pasal 40 UUJN, yaitu:

1) Setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang

saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain;

2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai

berikut:

a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;

b. cakap melakukan perbuatan hukum;

c. mengerti bahasa yang digunakan dalam akta;

(27)

e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis

lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke

samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.

3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau

diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan

kewenangannya kepada notaris oleh penghadap.

4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi

dinyatakan secara tegas dalam akta.

Kedudukan saksi dalam pembuatan akta adalah sebagai saksi yang

bertanggungjawab sebatas pada formalitas-formalitas peresmian akta/ proses suatu

akta, akan tetapi saksi akta tersebut tetap dimintakan kesaksiannya. Dengan kondisi

tersebut, saksi dalam akta notaris merasa tertekan harus memberikan keterangan

tentang isi/materi akta yang memang bukan tanggung jawabnya. Tanggung jawab

saksi yaitu melihat kehadiran penghadap, kebenaran penghadap membubuhkan tanda

tangan serta melihat dan mendengar akta tersebut dibacakan oleh notaris. Jika akta

tersebut tersandung dalam masalah hukum, maka saksi dapat memberikan kesaksian

dalam pengadilan yang berkaitan dengan tanggung jawabnya.

Saksi dihadirkan dalam persidangan untuk memberikan kesaksian sebatas

tanggung jawabnya dalam melaksanakan kewajibannya yakni dalam melaksanakan

perintah atau tugas yang diberikan oleh notaris. Dari sifat kedudukannya sebagai

saksi, maka para saksi turut mendengarkan pembacaan dari akta itu, juga turut

(28)

dalam akta itu. Dalam pada itu, para saksi tidak perlu harus mengerti apa yang

dibacakan itu, dan bagi mereka tidak ada kewajiban untuk menyimpan isi dari akta itu

dalam ingatannya. Saksi tidak bertanggungjawab terhadap isi akta itu.

Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa kedudukan saksi sangatlah penting

dalam proses penyelesaian sebuah akta. Selain itu juga, saksi dapat membantu

Notaris, apabila akta tersebut tersandung dalam permasalahan hukum. Saksi akan

diminta pertanggungjawabannya berkaitan dengan melihat bahwa para penghadap

hadir pada saat proses peresmian akta, melihat bahwa akta tersebut benar dibacakan

dihadapan penghadap oleh Notaris serta bahwa para pihak membubuhkan tanda

tangan disertai oleh saksi-saksi.160

B. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta yang dibuatnya

Kekuatan pembuktian dan tanggung jawab notaris hanya sebatas

formalitas-formalitas akta tersebut. Namun, untuk isi dari akta tersebut merupakan tanggung

jawab notaris. Notaris seharusnya mengerti isi atau klausul dalam akta tersebut dan

telah diketahui oleh para pihak, sehingga terjadi sengketa, saksi hanya menjelaskan

apa yang diketahuinya tentang formalitas tersebut. Isi akta tetap menjadi tanggung

jawab notaris.161

Ketentuan mengenai notaris diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UUJN, yaitu notaris

adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan

lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dan dijabarkan dalam Pasal

160

G.H.S. Lumban Tobing.,Op.,Cit.,hal.170

161

(29)

15 ayat 1 UUJN yaitu notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua

perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan

dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,

memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan

akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang

lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Setiap akta yang dibuat oleh notaris disamping harus dihadiri oleh penghadap,

juga harus dihadiri dan ditandatangani oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali

undang-undang menentukan lain. Sejak kehadiran penghadap dihadapan notaris untuk

menuangkan tindakan atau perbuatannya dalam bentuk akta otentik, kemudian notaris

membuat akta notaris tersebut sesuai keinginan para penghadap dengan

memperhatikan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh UUJN, maka sejak

penandatanganan akta tersebut oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris, disinilah telah

terjadi hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap.162

Kedudukan notaris dalam pembuatan akta adalah notaris harus menjamin

bahwa akta yang dibuat tersebut telah sesuai menurut aturan hukum yang sudah

ditentukan, sehingga kepentingan yang bersangkutan terlindungi dengan akta

tersebut. Dengan hubungan hukum seperti itu, maka perlu ditentukan kedudukan

hubungan hukum tersebut yang merupakan awal dari tanggung jawab Notaris.163

162

Agustining.,Op.,Cit.,hal 65

163

(30)

Landasan terhadap hubungan hukum seperti tersebut diatas, perlu ditentukan

tanggung gugat notaris apakah dapat berlandaskan kepada wanprestasi atau perbuatan

melawan hukum (onrechtmatigedaad) atau mewakili orang lain tanpa kuasa

(zaakwaarneming) atau pemberian kuasa (lastgeving), perjanjian untuk melakukan

pekerjaan ataupun persetujuan perburuhan. Hingga sampai saat ini di Indonesia,

khususnya di kalangan notaris masih dianut ajaran bahwa pertanggungjawaban

notaris dalam hubungannya dengan para pihak yang menghadap, disamping

berdasarkan UUJN, juga berdasarkan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.

1. Perbuatan Melawan Hukum Notaris

Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatig daad) sebelumnya diartikan

secara sempit, yakni tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang

timbul karena undang-undang atau tiap perbuatan yang bertentangan dengan

kewajiban hukumnya sendiri yang timbul karena undang-undang. Menurut ajaran

yang sempit sama sekali tidak dapat dijadikan alasan untuk menuntut ganti kerugian

karena suatu perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan yang tidak bertentangan

dengan undang-undang sekalipun perbuatan tersebut adalah bertentangan dengan

hal-hal yang diwajibkan oleh moral atau hal-hal-hal-hal yang diwajibkan dalam pergaulan

masyarakat.

Perbuatan melawan hukum telah diartikan secara luas yakni mencakup salah

satu dari perbuatan-perbuatan salah satu dari berikut:

1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain.

(31)

4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.164

Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain adalah melanggar

hak seseorang yang diakui oleh hukum, tetapi tidak terbatas pada hak yaitu

hak-hak pribadi (persoonlijkheidsrechten), hak kekayaan (vermosgensrecht), hak atas

kebebasan dan hak atas kehormatan dan nama baik.165

Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri adalah

suatu kewajiban hukum yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum

tertulis maupunhukum tidak tertulis. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan

adalah tindakan yang melanggar kesusilaan yang oleh masyarakat telah diakui

sebagai hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum,

manakala tindakan melanggar kesusilaan tersebut telah terjadi kerugian bagi pihak

lain maka pihak yang menderita kerugian tersebut dapat meminta ganti kerugian

berdasarkan atas perbutan melawan hukum seperti yang terkadung dalam Pasal 1365

Kitab Undang Undang Hukum Perdata.

Perbuatan yang bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan

dalam pergaulan masyarakat yang baik atau yang disebut dengan istilah

zorgvuldigheid juga dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum.Jadi, jika

seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, tidak secara melanggar

pasal-pasal dari hukum yang tertulis mungkin masih dapat dijerat dengan perbuatan

melawan hukum, karena tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip

kehati-164

Munir Fuady I,Op.Cit, Hal. 6.

165

(32)

hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat.Keharusan dalam pergaulan

masyarakat tersebut tentunya tidak tertulis, tetapi diakui oleh masyarakat yang

bersangkutan.166

Rosa Agustina menjelaskan bahwa perbuatan melawan hukum dapat dijumpai

baik dalam ranah Hukum Pidana (publik) maupun dalam ranah Hukum Perdata

(privat).Sehingga dapat ditemui istilah melawan Hukum Pidana begitupun melawan

Hukum Perdata.Dalam konteks itu jika dibandingkan maka kedua konsep melawan

hukum tersebut memperlihatkan adanya persamaan danperbedaan.167

Persamaan pokok kedua konsep melawan hukum itu adalah untuk dikatakan

melawan hukum keduanya mensyaratkan adanya ketentuan hukum yang

dilanggar.Persamaan berikutnya adalah kedua melawan hukum tersebut pada

prinsipnya sama-sama melindungi kepentingan (interest) hukum.Perbedaan pokok

antara kedua melawan hukum tersebut, apabila melawan Hukum Pidana lebih

memberikan perlindungan kepada kepentingan umum (public interest), hak obyektif

dan sanksinya adalah pemidanaan.Sementara melawan Hukum Perdata lebih

memberikan perlindungan kepada private interest, hak subyektif dan sanksi yang

diberikan adalah ganti kerugian (remedies).

Beberapa definisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan melawan

hukum adalah sebagai berikut :

166

Munir Fuady I, Loc.Cit.

167

(33)

1. Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya selain dari kewajiban kontraktual atau kewajiban quasi contractual yang menerbitkan hak untuk meminta ganti rugi.

2. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan hukum yang mana perbuatan atau tidak berbuat tersebut, baik merupakan suatu perbuatan biasa maupun bisa juga perbuatan yang merupakan suatu kecelakaan.

3. Tidak memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum, kewajiban mana ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya, dan dengan tidak memenuhi kewajibannya tersebut dapat dimintakan suatu ganti rugi.

4. Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi terhadap kontrak atau wanprestasi terhadap kewajiban trustataupun wanprestasi terhadap kewajiban equitylainnya.

5. Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak atau lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak orang lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dari hubungan kontraktual. 6. Sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan

hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum dan karenanya suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan.

7. Perbuatan melawan hukum bukan suatu kontrak seperti juga kimia bukan suatu fisika atau matematika.168

Perbuatan melawan hukum lebih diartikan sebagai sebuah perbuatan melukai

(injury) daripada pelanggaran terhadap kontrak (breach of contract).Apalagi

perbuatan melawan hukum umumnya tidak didasari dengan adanya hubungan hukum

kontraktual. Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan

perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan

oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ada 4 unsur Perbuatan

Melawan Hukum (PMH) yaitu :

168

(34)

1. Adanya Perbuatan Melawan Hukum

Dikatakan perbuatan melawan hukum, tidak hanya hal yang

bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga jika berbuat atau tidak

berbuat sesuatu yang memenuhi salah satu unsur berikut yaitu

berbertentangan dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban

hukumnya sendiri, bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan

keharusan (kehati-hatian, kepantasan, kepatutan) yang harus diindahkan

dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda.

2. Adanya unsur kesalahan

Unsur kesalahan dalam hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan dan

akibat-akibat yang dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku.

3. Adanya kerugian

Yaitu kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum tidak

hanya dapat mengakibatkan kerugian uang saja, tetapi juga dapat

menyebabkan kerugian moril atau idiil, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan

kehilangan kesenangan hidup.

4. Adanya hubungan sebab akibat

Unsur sebab-akibat dimaksudkan untuk meneliti adalah hubungan

kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan

sehingga si pelaku dapat dipertanggungjawabkan.

Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang Notaris dapat

(35)

bidang pidana. Adapun perbuatan melawan hukum dalam ranah bidang perdata diatur

dalam buku III Pasal 1352 KUHPerdata. Perbuatan melawan hukum berasal dari

undang-undang, bukan karena perjanjian yang berdasarkan persetujuan dan perbuatan

melawan hukum murni merupakan akibat pelanggaran perbuatan manusia yang sudah

ditentukan sendiri oleh undang-undang. Sedangkan ranah bidang pidana yaitu

seorang Notaris dapat dikenakan tindakan pidana atas perbuatan yang melanggar

ketentuan dari kaedah peraturan larangan yang diterbitkan oleh negara. Hukum

Pidana adalah suatu kumpulan uturan yang berkaitan langsung dengan ketertiban

umum. Setiap perbuatan pidana selalu dirumuskan secara seksama dalam

undang-undang sehingga sifatnya terbatas Ranah bidang administrasi dan kode etik yaitu

diberikan batasan seorang Notaris diketegorikan melanggar ketentuan UUJN, UU

perubahan atas UUJN dan kode etik Notaris secara formil atau perdata (law of tort)

atas apa yang mereka lakukan terkait dengan tindakan-tindakan Notaris. Seperti

penambahan, pengurangan, pencoretan, pengubahan akta tidak sesuai prosedur

dengan tidak dilakukan tidak dihadapan dua saksi, Notaris/saksi yang tidak cakap

melakukan perbuatan hukum, Notaris mempunyai hubungan darah dengan salah satu

atau para penghadap.

Notaris melakukan perbuatan melawan hukum juga dapat didasarkan pada

Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan tiap perbuatan melanggar hukum yang

membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

(36)

akta sehingga menyebabkan pihak lain mengalami kerugian dapat termasuk perbuatan

melawan hukum karena kelalaian.

Adapun syarat perbuatan dikatakan perbuatan melawan hukum yaitu adanya

perbuatan, yang melawan hukum, harus ada kesalahan dan harus ada hubungan sebab

akibat antara perbuatan dan kerugian.

Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan

oleh subjek hukum yang melanggar ketentuan atau peraturan yang telah ditetapkan.

Notaris sebagai subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban sekaligus sebagai

anggota dari perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia memiliki kewajiban yang harus

dipatuhi dan larangan yang harus dihindari dalam menjalankan tugas jabatannya.

Kewajiban dan larangan Notaris diatur dalam UU perubahan atas UUJN (Pasal 16

ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan Pasal 17) serta Kode Etik Notaris (Pasal 3 dan Pasal 4)

yaitu Pasal 16 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3).

Notaris sebagai anggota organisasi profesi Notaris memiliki kewajiban dan

larangan yang diatur dalam suatu kode etik jabatan Notaris, serta kode etik tersebut

memiliki sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan

dalam kode etik jabatan Notaris tersebut. Kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 3

Kode Etik Notaris. Selain kewajiban Notaris yang diatur dalam Kode Etik Notaris,

ada hal lain mengenai beberapa larangan bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya

yang disebutkan dalam Pasal 4 Kode Etik Notaris.

Apabila Notaris melanggar ketentuan dalam pasal-pasal tersebut diatas

(37)

Administrasi dan melanggar ketentuan kode etik jabatan Notaris yang berlaku.

Notaris dalam menjalankan jabatannya dapat juga terjerat dalam kasus atau perkara

yang diakibatkan dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan seorang Notaris

dalam proses pembuatan akta otentik, dalam ranah Hukum Pidana diantaranya dapat

berupa pemalsuan dokumen atau surat yang diatur dalam ketentuan Pasal 263 dan

Pasal 264 KUHP. Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP.

Notaris juga dapat dikatakan melakukan penggelapan apabila melanggar

ketentuan Pasal 372 dan Pasal 374 KUHP. Pasal 372 yang menyatakan bahwa :

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Sedangkan penjelasan dari Pasal 374 KUHP yang menyatakan bahwa

Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang

disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat

upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Selain itu

perbuatan Notaris dapat dikategorikan dalam ranah pidana apabila seorang Notaris

memberikan keterangan palsu di bawah sumpah yang diatur dalam ketentuan Pasal

242 KUHP .

Adapun contoh pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh Notaris misalnya

Notaris memalsukan surat setoran bea perolehan hak atas tanah dan

bangunan(BPHTB) dan surat setoran pajak (SSP). Sedangkan contoh penggelapan

(38)

2. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta yang melanggar Perbuatan Melawan Hukum

Hubungan hukum antara para penghadap dengan notaris dapat dimasukkan

atau dikualifikasikan dalam bentuk sebuah wanprestasi jika terjadi hubungan hukum

secara kontraktual, misalnya para penghadap memberi kuasa untuk melakukan suatu

pekerjaan tertentu untuk dan atas nama pemberi kuasa. Hubungan hukum dalam

bentuk perbuatan melawan hukum yaitu tidak adanya hubungan kontraktual antara

satu pihak dengan pihak lainnya. Perbuatan melawan hukum dapat terjadi satu pihak

merugikan pihak lain tanpa adanya suatu kesengajaan tetapi dapat menimbulkan

kerugian pada salah satu pihak.169

Notaris sepanjang melaksanakan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan

yang diatur dalam peraturan yang berlaku dan telah memenuhi semua tata cara dan

persyaratan dalam pembuatan akta dan isi akta telah sesuai dengan keinginan para

pihak yang menghadap, maka berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum

Perdata, yaitu: Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada

seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut tidak mungkin untuk dilakukan.

Perbuatan melanggar hukum merupakan perbuatan yang menimbulkan

kerugian, dan secara normatif perbuatan tersebut tunduk pada ketentuan Pasal 1365

Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Bentuk tanggung gugat yang dianut oleh

Pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata ini adalah tanggung gugat

169

(39)

berdasarkan kesalahan (liability based fault). Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan

pasal tersebut yang mensyaratkan adanya kesalahan pada pelaku untuk sampai pada

keputusan apakah perbuatan seseorang itu merupakan perbuatan melanggar hukum.

Selain itu perlu dipahami bahwa unsur kesalahan itu harus dibuktikan oleh pihak

yang menderita kerugian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1865 Kitab Undang

Undang Hukum Perdata dan 163 HIR.170

Perbuatan melanggar hukum, yang dimaksud dalam perbuatan melanggar

hukum oleh notaris, tidak hanya perbuatan yang langsung melanggar hukum,

melainkan juga perbuatan yang secara langsung melanggar peraturan lain, yang

dimaksud dengan peraturan lain adalah peraturan yang berada dalam lapangan

kesusilaan, keagamaan, dan sopan santun dalam masyarakat yang dilanggar,171Dalam

kasus ini, maka terhadap Notaris yang aktanya cacat hukum, maka Notaris yang

bersangkutan telah menyalahi ketentuan Pasal 15 UUJN, yang dikaitkan dengan Pasal

1865 Kitab Undang Undang Hukum Perdata Jo Pasal 1870 Kitab Undang Undang

Hukum Perdata. Selain pengertian tentang perbuatan melanggar hukum seperti

tersebut di atas, maka sejak dijatuhkannya putusan dalam perkara Max Lindenbaum

vs Samuel Cohen pada tahun 1919, terdapat empat kriteria perbuatan melanggar

hukum, dan keempat kriteria tersebut adalah:

1. bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;

170

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta,(Bandung: CV. Mandar Maju, 2011), hlm.179.

171

R. Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum dipandang dari sudut hukum perdata,(Bandung: Mandar Maju, 2000), hal 6-7.

167

(40)

2. melanggar hak subjektif orang lain; 3. melanggar kaidah tata susila; dan

4. bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.172

Untuk adanya suatu perbuatan melanggar hukum tidak disyaratkan adanya

keempat kriteria itu secara kumulatif, namun terpenuhinya salah satu kriteria secara

alternatif, sudah cukup terpenuhi pula syarat untuk suatu perbuatan melanggar

hukum.

Apabila hal tersebut terjadi, maka tuntutan terhadap notaris terjadi dalam

bentuk penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga berdasarkan adanya:

1) Hubungan hukum yang khas antara notaris dengan para penghadap dengan bentuk sebagai perbuatan melawan hukum.

2) Ketidakcermatan, ketidaktelitian dan ketidaktepatan dalam: a) Teknik administratif membuat akta berdasarkan UUJN

b) Penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam akta yang bersangkutan untuk para penghadap, yang tidak didasarkan pada kemampuan menguasai keilmuan bidang notaris secara khusus dan hukum pada umumnya.173

Notaris sebelum diminta pertanggungjawaban dalam bentuk penggantian

biaya, ganti rugi dan bunga, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa:

a. adanya diderita kerugian;

b. kerugian yang diderita dan pelanggaran atau kelalaian dari notaris terdapat hubungan kausal; dan

c. pelanggaran atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada notaris yang bersangkutan.174

173

Habib Adjie,Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm.103-104.

174

(41)

Hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap merupakan hubungan

hukum yang khas, karena dalam hubungan hukum tersebut terdapat ciri hubungan

dengan karakter:

1) tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam bentuk pemberian kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu;

2) mereka yang datang ke hadapan notaris, dengan anggapan bahwa Notaris mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para pihak secara tertulis dalam bentuk akta otentik;

3) hasil akhir dari tindakan notaris berdasarkan kewenangan notaris yang berasal dari permintaan atau keinginan para pihak sendiri; dan

4) Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan.175

C. Tanggung Jawab Notaris Dalam Membuat Akta PHGR yang Lahir Akibat Wanprestasi Hutang Piutang

Pada dasarnya hukum memberikan beban tanggung jawab atas perbuatan yang

dilakukannya, hukum sendiri memberikan batas-batas atau rambu-rambu tanggung

jawab notaris, sehingga tidak semua kerugian ditanggung oleh notaris akan tetapi

harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu pihak manakah yang melakukan

pelanggaran.

Atmadja berpendapat pertanggungjawaban adalah suatu kebebasan bertindak

untuk melaksanakan tugas yang dibebankan, tetapi pada akhirnya tidak dapat

melepaskan diri dari kebebasan bertindak, berupa penuntutan untuk melaksanakan

secara layak apa yang diwajibkan kepadanya. Pandangan tersebut bersesuaian dengan

batasan Ensiklopedia Administrasi yang mendefenisikan responsibility sebagai

175

(42)

keharusan seseorang untuk melaksanakan secara layak apa yang telah diwajibkan

kepadanya.176

Notaris yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam

menjalankan profesinya wajib mempertanggungjawabkan perbuatan yang

dilakukannya tersebut.Besarnya tanggung jawab Notaris dalam menjalankan

profesinya mengharuskan Notaris untuk selalu cermat dan hati-hati dalam setiap

tindakannya. Namun demikian sebagai manusia biasa, tentunya seorang Notaris

dalam menjalankan tugas dan jabatannya terkadang tidak luput dari kesalahan baik

karena kesengajaan maupun karena kelalaian yang kemudian dapat merugikan pihak

lain.

Tugas seorang Notaris adalah membuat suatu akta otentik yang diinginkan

oleh para pihak untuk suatu perbuatan hukum tertentu. Tanpa adanya suatu

permintaan dari para pihak maka Notaris tidak akan membuatkan suatu akta apapun.

Notaris dalam membuat suatu akta harus berdasarkan keterangan atau pernyataan dari

para pihak yang hadir dihadapan Notaris, kemudian Notaris menuangkan

keterangan-keterangan/penyataan-pernyataan tersebut kedalam suatu akta, dimana akta tersebut

telah memenuhi ketentuan secara ilmiah, formil dan materiil dalam pembuatan akta

otentik. Serta Notaris dalam membuat akta tersebut harus berpijak pada peraturan

hukum atau tata cara prosedur pembuatan akta. Selain itu Notaris juga berperan

dalam hal memberikan nasehat hukum yang sesuai dengan permasalahan yang

dihadapi oleh para pihak yang membutuhkan jasa seorang Notaris.Seandainya

176

Referensi

Dokumen terkait

Otonomi daerah merupakan isu penting sejak bergulirnya reformasi pada tahun 1998. Setelah berakhirnya pemerintahan Orde Baru, rakyat di beberapa daerah mulai menyuarakan

JUDUL : KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN HARUS DITINGKATKAN. MEDIA :

Kemampuan matematika siswa Indonesia berada pada tingkatan kognitif mengetahui (knowing) yang merupakan tingkatan terendah menurut kriteria tingkatan kognitif dari

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kepuasan petani terhadap kegiatan penyuluhan rendah (skor 50,7), petani menilai penyuluh belum mampu memenuhi kebutuhan informasi yang

Oleh karena itu peneliti mengambil judul pengaruh penggunaan model pembelajaran problem based learning terhadap motivasi belajar siswa pada kelas IV di SD Muhammadiyah

• Pengaruh asap rokok bisa menyebabkan bayi mengalami penyakit jantung bawaan hingga keguguran Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia, termasuk zat yang sering

ABSTRAK – Penelitian ini bertujuan untuk menghasillkan media preparat jaringan tumbuhan menggunakan pewarna alternatif wenter sebagai alternatif dalam pewarnaan

Tes kesamaptaan bagi pejabat fungsional Polisi Kehutanan yang akan menduduki jabatan fungsional setingkat lebih tinggi dan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain yang akan