BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 1 ayat (3)
secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara
hukum tentunya mengandung beberapa prinsip antara lain, yaitu: pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam
bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan; peradilan yang bebas dan
tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan apapun;
dan legalitas dalam arti hukum.1
Subekti dalam bukunya Dasar-dasar hukum dan Pengadilan , menyatakan
tujuan hukum adalah bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan negara yaitu
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan para rakyatnya. Hukum melayani
tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban. Keadilan
lazim dilambangkan dengan neraca keadilan, dimana dalam keadaan yang sama,
setiap orang harus mendapatkan bagian yang sama pula. Lebih lanjut Geny dalam
Science et technique en droit prive positif , menyatakan hukum bertujuan
semata-1
mata untuk mencapai keadilan, dan sebagai unsur daripada keadilan adalah
kepentingan daya guna dan kemanfaatan.2
Prinsip negara hukum akan mewujudkan tujuan hukum, yaitu: keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum. Salah satu tujuan hukum yaitu keadilan dapat
diperoleh melalui pengaturan secara formal dalam peraturan perundang-undangan
maupun dengan rasa keadilan yang diciptakan oleh pelaksana hukum itu
sendiri.Hukum seharusnya memberikan keadilan, karena keadilan adalah tujuan dari
hukum itu sendiri. Oleh karena itu, sudah seharusnya apabila hukum yang mengatur
mengenai perjanjian memberikan keadilan kepada para pihak.
M. Yahya Harahap memberikan defenisi perjanjian adalah suatu hubungan
hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada
suatu pihak yang memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan kepada pihak lain
untuk melaksanakan prestasi3Lebih lanjut Abdul Kadir Muhammad mendefenisikan
perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.4
Perjanjian di dalam hukum perdatamenganut sistem terbuka yang
mengandung asas kebebasan membuat perjanjian, dalam Kitab Undang Undang
Hukum Perdata, lazimnya disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab
Undang-2
Tanpa nama, Tujuan Hukum Menurut Pendapat Beberapa Ahli,
http://donxsaturniev.blogspot.co.id/2010/04/tujuan-hukum-menurut-pendapat-beberapa.html?m=1,diakses tanggal 20 Pebruari 2016.
3
Syahmin,Hukum Perjanjian,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.92. 4
Undang Hukum Perdata yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya .5
Hukum perjanjian juga berlaku suatu asas konsensualitas, yaitu suatu
perjanjian itu lahir pada detik tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak
mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Sepakat adalah
suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak tersebut.6
Perjanjian itu sendiri mengandung 3 (tiga) asas yaitu pertama, asas
konsensualisme yang artinya perjanjian itu terjadi karena persetujuan kehendak para
pihak.Kedua, asas pacta sunt servanda bahwa perjanjian mempunyai kekuatan
pengikat antara para pihak yaitu perjanjian yang dibuat secara sah antara para pihak
merupakan undang-undang bagi para pihak sendiri.Ketiga, asas kebebasan berkontrak
yang mengandung unsur: seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian dengan
siapapun juga dan mengenai isi dan luasnya perjanjian orang berhak menentukan
sendiri sejauh tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan maupun
undang-undang.7
Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam Pasal 1321-1328 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi
orang-perorangan diatur dalam Pasal 1329-1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Syarat-syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau orangnya,
5
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,hukum perutangan Bag A,(Yogyakarta: FH UGM,1980). 6
Subekti,Hukum Perjanjian,(Jakarta: PT.Intermasa, 1978), hal.26. 7
H. Mashudi dan Chaidir Ali.Pengertian-Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata,
sedangkan syarat obyektif diatur dalam Pasal 1332-1334 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yaitu mengenai keharusan adanya suatu causa yang halal dalam
setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. 8Suatu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak akan menimbulkan suatu perikatan yang merupakan isi dari suatu perjanjian,
jadi perikatan yang telah dilaksanakan para pihak dalam suatu perjanjian memberikan
tuntutan pemenuhan hak dan kewajiban terhadap isi dari perjanjian.
Perjanjian pada dasarnya dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak.
Prinsip-prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian, dalam hukum
perdata pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik
dari segi bentuk maupun muatannya. Kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari
ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang berbunyi :
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. 9
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk: (1) membuat atau tidak membuat perjanjian; (2)
mengadakan perjanjian dengan siapa pun; (3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan,
dan persyaratannya; (4) menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.10
Kebebasan berkontrak adalah kebebasan para pihak yang terlibat dalam
suatuperjanjian untuk dapat menyusun dan menyetujui klausul-klausul dari
8
Pasal 1332-1334Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
9
Pasal 1338Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
10
perjanjiantersebut, tanpa campur tangan pihak lain. Campur tangan tersebut dapat
datang dari negara melalui peraturan perundang-undangan yang menetapkan
ketentuan-ketentuan yang diperkenankan atau dilarang. Campur tangan tersebut dapat
pula datangnya dari pihak pengadilan, berupa putusan pengadilan yang membatalkan
sesuatu klausul dari suatu perjanjian atau seluruh perjanjian itu, atau berupa putusan
yang berisi pernyataan bahwa suatu perjanjian batal demi hukum.11
Pengertian kebebasan berkontrak dalam perkembangannya dapat
menimbulkan ketidakadilan. Kebebasan berkontrak didasarkan pada asumsi bahwa
para pihak dalam kontrak memiliki posisi tawar (bargaining position) yang
seimbang, tetapi dalam kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi tawar
yang seimbang. Persyaratan standar selalu diterima oleh pihak lawan tanpa membaca
persyaratan atau mengetahui isi secara utuh terhadap penentuan kontrak standar
tersebut yang pada penggunaannya menimbulkan kerugian yang sangat serius.
Kontrak yang demikian ini sama dengan berhadapan dengan dua kekuatan yang tidak
seimbang, antara pihak yang mempunyai bargaining position kuat (baik karena
penguasaan modal/dana,teknologi maupun skill) dengan pihak yang lemah
bargaining positionnya. Dengan demikian pihak yang lemah bargaining positionnya
hanya sekedar menerima segala isi kontrak dengan terpaksa (taken for granted) sebab
apabila mencoba menawar dengan alternatif lain kemungkinan besar akan menerima
konsekuensi kehilangan apa yang dibutuhkan. Jadi hanya ada dua alternatif pilihan
11
bagi pihak yang lemahbargaining positionnyauntuk menerima atau menolak (take it
or leave it).
Selain itu, perjanjian juga harus didasarkan pada itikad baik
sebagaimanaditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang Undang Hukum
Perdata yang menegaskan bahwa : Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad
baik. Berlakunya asas itikad baikbukan saja mempunyai daya kerja pada waktu
perjanjian dilaksanakan, tetapi juga sudah mulai bekerja pada waktu perjanjian itu
dibuat. Misalnya perjanjian tersebut dibuat atas dasar penipuan, maka perjanjian itu
tidak sah. Dengan demikian, asas itikadbaik mengandung pengertian bahwa
kebebasan suatu pihak dalam membuatperjanjian tidak dapat diwujudkan
sekehendaknya tetapi dibatasi oleh itikad baiknya.
Ketidakseimbangan dalam suatu perjanjian dapat timbul sebagaiakibat
perilaku para pihak itu sendiri ataupun sebagai konsekuensi dari substansi(muatan isi)
perjanjian atau pelaksanaan perjanjian. Berkaitan dengan isi atau maksuddan tujuan
perjanjian, suatu perjanjian harus segera ditolak ketika tampak kedudukan salah satu
pihak terhadap pihak lainnya adalah lebih kuat dan kedudukanyang tidak seimbang
ini dapat mempengaruhi cakupan muatan isi maupun maksud dantujuan perjanjian.
Hal ini sudah menjadi suatu keharusan bahwa suatu perjanjian harus dilandasi dengan
itikad baik dan diberikan muatan yang menjelaskan kondisi, keadaan serta secara
jelas mengakomodir kehendak para pihak agar tidak terjadi bentuk
ketidakseimbangan yang mengakibatkan kerugian pada salah satu pihak yang ada di
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak terdapat pembatasan-pembatasan,
yaitu: tidak bertentangan dengan undang-undang, tidak bertentangan dengan
kesusilaan dantidak bertentangan dengan ketertiban umum. Pembatasan-pembatasan
ini diatur dalam ketentuan Pasal 1337 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, bahwa:
Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila
sebab itu bertentangan dengankesusilaan atau dengan ketertiban umum.
Pada hakikatnya orang bebas mengadakan perjanjian apapun bentuknya,
apapun isinya, asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
kesusilaan atau tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Demikian dapat
dikatakan adanya kebebasan berkontrak seperti tersirat dalam Pasal 1338 Kitab
Undang Undang Hukum Perdata. Namun bagaimanapun juga perjanjian itu mengikat,
dan masing-masing pihak harus bertanggung jawab terhadap apa yang telah
diperjanjikan dalam perjanjian itu.
Keperluan akan dana di dalam kehidupan sehari-hari guna mengerakkan roda
perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang
kelebihan dana, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengusahakannya, dan di
sisi lain ada kelompok masyarakat lain yang memiliki kemampuan untuk berusaha
namun terhambat pada kendala oleh karena hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak
intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang akan menyediakan dana bagi
debitur. Dari sinilah timbul perjanjian utang piutang atau pemberian kredit.12
Perjanjian hutang piutang bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi bagi
masyarakat. Bukan hanya di kota-kota besar saja istilah ini dikenal masyarakat, akan
tetapi sampai di pelosok-pelosok desa, kata-kata hutang piutang telah demikian
dikenal. Pendanaan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh setiap
orang ataupun badan usaha dalam memenuhi kebutuhan untuk membiayai keperluan
dan kegiatan usahanya. Dapat diketahui bahwa hampir semua masyarakat telah
menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan
untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomiannya dan untuk
meningkatkan taraf kehidupannya. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai
kelebihan uang bersedia memberikan pinjaman uang kepada yang memerlukannya.
Sebaliknya, pihak peminjam berdasarkan keperluan atau tujuan tertentu melakukan
peminjaman uang kepada pihak pemberi pinjaman untuk membiayai kebutuhan yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari atau untuk memenuhi keperluan dana guna
pembiayaan kegiatan usahanya. Dengan demikian, kegiatan pinjam-meminjam uang
sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat saat ini.13
Pemberian kredit pada dasarnya dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki
kemampuan untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara pemberi utang
12
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), hal.1.
13
(kreditur) di satu pihak dan penerima pinjaman (debitur) di lain pihak. Setelah
perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditur, yaitu untuk
menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debiturdengan hak untuk menerima
kembali uang itu dari debitur pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati
oleh para pihak pada saat perjanjian pemberian kredit tersebut disetujui oleh para
pihak.14
Saat ini lembaga-lembaga finansial informal berkembang dengan pesat sejalan
dengan proses pembangunan ekonomi masyarakat atau bahkan tidak tertutup
kemungkinan lembaga-lembaga seperti ini dimanfaatkan sebagai sarana untuk
kelangsungan hidup(survival strategy)dalam situasi krisis.15
Menurut beberapa ilmuwan sosial, lembaga finansial informal berkembang
tidak hanya sebagai akibat dari perkembangan pasar tetapi juga merupakanrespon
terhadap rigiditas aturan yang dibuat oleh lembaga-lembaga kredit formal.
Fasilitas-fasilitas yang ditawarkan oleh lembaga kredit informal sebagian besar dimanfaatkan
oleh mereka yang tergolong miskin yang secara umum mereka kurang memiliki
pengetahuan kredit resmi dan terutama sekali kurang berpendidikan.16
Sebagian masyarakat menghindari proses kredit dengan lembaga formal,
seperti bank. Hal ini dikarenakan prosesnya dianggap menyulitkan dan jangka waktu
pembayaran yang terlalu cepat serta bunga bank yang relatif lebih tinggi. Oleh karena
14
Ibid,hal.1 15
Heru Nugroho,Uang, Rentenir dan Hutang Piutang di Jawa,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hal.7.
16
itu, sebagian masyarakat lebih memilih untuk memperoleh dana melalui orang pribadi
atau yang lebih dikenal dengan istilah utang piutang.
Pengertian hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari orang
lain, dan kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima.17Yang dimaksud
hutang ialah kewajiban yang harus diserahkan kepada pihak lain sebagai akibat
perjanjian meminjam, sedangkan piutang adalah uang yang dipinjamkan (yang dapat
ditagih orang).18
Pengertian utang pada dasarnya dapat diartikan secara luas maupun secara
sempit. Pengertian utang dalam arti sempit adalah suatu kewajiban yang timbul hanya
dari adanya perjanjian hutang piutang sedangkan pengertian utang dalam arti luas
adalah seluruh kewajiban yang ada dalam suatu perikatan baik yang timbul karena
undang-undang maupun yang timbul karena adanya perjanjian umpamanya antara
lain kewajiban menyerahkan sesuatu, kewajiban untuk berbuat sesuatu dan tidak
berbuat sesuatu.19
Secara umum, utang piutang adalah suatu keadaan dimana salah satu pihak
membutuhkan sejumlah uang dan pihak yang lain bersedia meminjamkan uangnya.
Salah seorang pakar hukum Indonesia, R.Subekti memakai istilah pinjam meminjam
dan memberikan defenisinya yaitu :
17
Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia,hal.125. 18
Ibid,hal. 125. 19
Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula 20
Sedangkan yang dimaksud dengan hutang piutang menurut hukum perdata
terdapat dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu: persetujuan
dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah
tertentu, barang-barang yang menghabis karena pemakaian. Dengansyarat bahwa
pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam
keadaan yang sama pula.21
Berdasarkan pengertian diatas dapat kita lihat bahwa perjanjian pinjam
meminjam dapat diidentikan dengan perjanjian hutang piutang dimana yang menjadi
objek perjanjian adalah uang, walaupun tidak menutup kemungkinan objek perjanjian
tersebut bukan berupa uang akan tetapi barang-barang yang habis karena
pemakaiannya.
Berbicara mengenai perjanjian utang piutang maka akan sangat berkaitan
dengan jaminan karena setiap kreditur membutuhkan rasa aman atas dana yang
dipinjamkannya. Kepastian akan pengembalian dana tersebut ditandai dengan adanya
jaminan.Jaminan merupakan tindakan preventif untuk mengamankan hutang debitur
yang telah diberikan oleh kreditur, yaitu dengan cara menjaminkan kekayaan debitur
20
Subekti,Aneka Perjanjian,(Bandung: Intermasa, 1995), hal.125. 21
agar debitur memenuhi kewajiban untuk membayar kembali atau dengan adanya
kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi prestasi debitur.22
Jaminan yang ideal memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Jaminan yang dapat secara mudah membantu perolehan pinjaman oleh pihak yang memerlukannya.
2. Jaminan yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) pencari pinjaman untuk melakukan (menerus) kegiatan usahanya.
3. Jaminan yang memberikan kepastian kepada pemberi pinjaman dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dengan mudah dapat diuangkan untuk melunasi utangnya.23
Nilai benda jaminan biasanya pada saat dilakukan taksiran, bernilai lebih
tinggi jika dibandingkan pokok dan bunga.Jaminan atas utang piutang antara debitur
dan kreditur wajib diikuti dengan kuasa atas jaminan tersebut.Kuasa yang dimaksud
adalah kuasa menjual objek jaminan yang dijaminkan tersebut apabila suatu saat
debitur mengalami wanprestasi.
Pinjaman yang relatif besar maka tanah menjadi jaminan yang umum dalam
perjanjian utang piutang.Hal itu dilakukan karena nilai tanah selalu baik dan tanah
dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang penting. Tanah dapat dinilai sebagai
suatu harta yang mempunyai sifat permanen karena memberikan suatu kemantapan
untuk dicadangkan sebagai investasi bagi kehidupan manusia di masa yang akan
datang. Hal ini dengan menyadari fungsi tanah sebagai sarana untuk memenuhi
kebutuhan dasarmanusia.
22
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, (Citra Aditya Bakti, Jakarta,1996),hal.201 (selanjutnya disingkat dengan Djuhaendah Hasan I).
23
Mantayborbir, Hukum Perbankan dan Sistem hukum Piutang dan Lelang Negara,
Tanah merupakan suatu benda tak bergerak yang harus dipertahankan
kelompok masyarakat secara turun menurun, selain itu tanah sebagai aset ekonomi
merupakan bagian kehidupan yang tidak dipisahkan dari tatanannya perekonomian
pada zaman ini yang mana pada posisi seperti ini nilai tanah bukan lagi dihitung
sebagai aset tetapi bergeser menjadi obyek yang dapat diperjualbelikan dan menjadi
modal yang kuat untuk bergerak memutar roda perekonomian bangsa.24
Dilihat dari bentuknya, perjanjian hutang piutang antara orang perseorangan
pada umumnya bisa mempergunakan bentuk perjanjian baku (standard contract)
maupun non baku, hal ini tergantung dari kesepakatan antara pihak. Kelemahan dari
perjanjian hutang piutang antara orang perseorangan ini ialah mengenai sifat
(karakternya), karena biasanya lebih ditentukan secara sepihak dan di dalamnya
ditentukan sejumlah klausul yang membebaskan kreditur dari kewajibannya
(eksonerasi klausul).25
Sehubungan dengan keadaan ini, maka secara tidak langsung hal
tersebutdapat pula menimbulkan peluang terjadinya penyalahgunaan keadaan
(misbruik van omstandigheden). Dengan menggunakan model perjanjian yang
bersifat sepihakseperti itu maka akan memberi peluang bagi pihak kreditur dalam
melakukanpenyalahgunaan keadaan. Seharusnya keseimbangan antara para pihak di
dalamperjanjian hutang piutang memberikan kewenangan dan kedudukan yang
samadi dalam hukum. Pertemuan kehendak antara pihak dapat terwujud dalam
24
Putu mia rahmawati, Pelaksanaan Pengadaan Tanah Guna Pembangunan Waduk Jati Barang di Kota Semarang,www.pps.unud.ac.id/.../unud-829-..., diakses tanggal 24 Maret 2015
25
bentukpenawaran dan penerimaan, dua perbuatan tersebut memberikan konsekuensi
sama yang perlu mendapatkan perlindungan hukum jika salah satu diantara
pihakmengingkari kesepakatan.
Penyalahgunaan keadaan berhubungan dengan terjadinya kontrak yaitu
menyangkut keadaan-keadaan yang berperan pada terjadinya kontrak, misalnya
seseorang yang menawarkan prestasi menikmati keadaan pihak yang menerima
tawaran prestasi dimana pihak tersebut mempunyai posisi tawar lebih lemah
dibanding pihak pertama. Setiawan mengungkapkan, seperti yang dikutip dari
ceramah Azikin Kusumah Atmadja dalam ceramahnya di Jakarta, bahwa
penyalahgunaan keadaan sebagai faktor yang membatasi atau mengganggu adanya
kehendak yang bebas untuk menentukan persetujuan antara kedua pihak.26
Peranan seorang notaris senantiasa diperlukan oleh masyarakat, terlebih
masyarakat yang berkecimpung dalam bidang usaha dan kegiatan perekonomian
lainnya, bahkan setiap individu memerlukan jasa notaris. Pasal 1 Undang Undang
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris menyatakan notaris adalah pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang ini atau berdasarkan
undang-undang lainnya.
Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum
dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat
26
Varia Peradilan, 14 Nopember 1986, hlm.87 (dikutip dari Henri P Panggabean, 1992),
bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan
hukum. Dengan dasar yang demikian mereka yang diangkat sebagai notaris harus
mempunyai semangat untuk melayani masyarakat dan atas pelayanan tersebut,
masyarakat yang telah merasa dilayani oleh notaris sesuai dengan tugas jabatannya,
dapat memberikan honorarium kepada notaris.27
Peran seorang notaris dalam membuat suatu akta dituntut untuk mandiri dan
tidak memihak di dalam menjalankan jabatannya. Notaris menjelaskan mengenai hak
dan kewajiban bagi para pihak sehubungan dengan perjanjian yang dibuat, sehingga
para pihak dapat mencermati dan menimbang klausula-klausula yang disepakati.
Klausula-klausula tersebut haruslah seimbang bagi para pihak serta tidak
mengandung klausula-klausula yang tidak wajar, hal-hal yang dilarang oleh
undang-undang ataupun bertentangan dengan kesusilaan dan kepentingan umum. Akta otentik
pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan
para pihak kepada notaris. Notaris sebagai pejabat umum tetap juga sebagai seorang
manusia biasa sehingga di dalam membuat akta perjanjian hutang piutang oleh atau
dihadapan notaris, tetap dituntut berperan aktif guna memeriksa segala aspek hukum
dan kelengkapan yang diperlukan.
Keberadaan jabatan sebagai notaris sangat penting dan dibutuhkan masyarakat
luas, mengingat fungsi notaris adalah sebagai pejabat umum yang berwenang untuk
27
membuat akta otentik. Akta otentik yang dibuat oleh notaris ada 2 (dua) macam,
yaitu:
1. Akta Relaas atau Ambelijke Acten atau Akta Berita Acara yang berupa
uraianyang dilihat dan disaksikan oleh notaris atas permintaan para pihak,
agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan tersebut dituangkan
kedalam bentuk akta notaris. Akta jenis ini diantaranya akta berita acara rapat
umum pemegang saham perseroan terbatas, akta pendaftaran atau
inventarisasi harta peninggalan dan akta berita acara penarikan undian.28
2. Akta Para Pihak atauPartij Actendimaksudkan sebagai akta yang dibuat oleh
dan dihadapan notarisyang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para
pihak yang diberikan atau diceritakan dihadapan notaris. Para pihak
berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan kedalam bentuk Akta
Notaris. Akta jenis ini diantaranya akta jual beli, akta sewa menyewa, akta
perjanjian kredit dan sebagainya.29
Uraian diatas menjelaskan ruang lingkup kewenangan notaris adalah dalam
rangka menciptakan kepastian hukum melalui akta otentik. Akta otentik sebagai alat
bukti terkuat, sempurna, dan penuh mempunyai peranan yang penting dalam setiap
hubungan dalam kehidupan masyarakat.
Undang-undang telah memberikan bentuk yang ideal dalam pembuatan
aktapara pihak, akan tetapi dalam praktiknya ada juga notaris yang membiarkan
28
G.H.S Lumban Tobing,Peraturan Jabatan Notaris,Cetakan ke-5(Jakarta: Erlangga),hal.51-52.
29
terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Bentuk penyimpangan tersebut misalnya
dalamperjanjian hutang piutang oleh notaris yang memuat klausula tentang sanksi
bagisalah satu pihak yang bentuk maupun jumlahnya sangat memberatkan pihak
tersebut,akan tetapi posisi tawar pihak lainnya lebih kuat maka pihak yang diberi
sanksitersebut tetap menandatanganinya dihadapan notaris. Dalam hal ini notaris
berkewajiban bukan hanya memberikan penyuluhan kepada para pihak
bahwasanyahal tersebut adalah bertentangan dengan undang-undang dan hanya
melandasi padaasas kebebasan berkontrak yang membebaskan para pihak untuk
menentukan serta menetapkan isi dari perjanjian hutang piutang sepanjang tidak
bertentangan denganundang-undang, tetapi tetap saja notaris membuatkan akta
tersebut.
Dalam praktek pelaksanaan pembuatan perjanjian tidak membuat efek jera
bagi para pengemban profesi notaris, sebab masih ada ditemukan notaris yang
melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam melaksanakan kewenangan dan
tanggungjawabnya sebagai seorang notaris. Adapun contoh kasus yang akan diangkat
peneliti sebagai data sekunder dalam penulisan tesis ini, yakni kasus yang bermula
dari tindakan Tuan Y (Pihak Pertama/Penerima Pinjaman), seorang pengusaha yang
bertempat tinggal di Kota A yang meminjam dana untuk tambahan modal usaha
kepada Nyonya Z (Pihak Kedua/Pemberi Pinjaman) yang bertempat tinggal di Kota
A. Hal ini dituangkan dalam Perjanjian Hutang Piutang yang disahkan
penandatanganannya dihadapan Notaris X, Sarjana Hukum (bukan nama sebenarnya)
utang piutang dilakukan untuk jangka waktu 4 (empat) bulan sejak ditandatanganinya
perjanjian hutang piutang tersebut.
Untuk menjamin pembayaran sebagaimana mestinya, maka Tuan Y dengan
persetujuan isterinya, yaitu Nyonya W memberikan jaminan berupa sebidang tanah
kebun yang luasnya kurang lebih 200.000 M2(dua ratus ribu) meter persegi, terletak
di Kelurahan A, Kecamatan B, Kabupaten C berdasarkan Surat Pelepasan Hak
dengan Ganti Rugi (tanah belum bersertifikat). Apabila Pihak Pertama/Penerima
Pinjaman tidak dapat melunasi hutangnya kepada Pihak Kedua/Pemberi Pinjaman
dalam jangka waktu 4 (empat) bulan terhitung sejak penandatanganan perjanjian
hutang piutang tersebut, maka kedua belah pihak sepakat jaminan yang berupa tanah
kebun tersebut diserahkan kepada Pihak Kedua/Pemberi Pinjaman dan Pihak
Pertama/Penerima Pinjaman tidak berhak lagi atas kebun tersebut beserta
pengelolaannya. Hal ini diatur dalam poin keenam Perjanjian Hutang Piutang yang
telah disahkan penandatanganannya dihadapan Notaris X.
Notaris X tidak hanya melegalisasi perjanjian hutang piutang tersebut, ia juga
membuat Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi atas sebidang tanah kebun yang
berukuran kurang lebih 200.000 M2 (dua ratus ribu) meter persegi tersebut. Atas
kerelaan Tuan Y dengan persetujuan isterinya Nyonya W (Pihak Pertama)
melepaskan haknya atas tanah tersebut guna kepentingan Nyonya Z (Pihak Kedua),
maka Pihak Kedua memberi uang ganti kerugian kepada Pihak Pertama sebesar Rp.
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Akta Pelepasan Hak dengan ganti rugi ini
Setelah lewat dari jangka waktu yang disepakati, debitur tidak dapat melunasi
utang sebagaimana yang disepakati pada perjanjian utang piutang dan debitur
meminta perpanjangan waktu untuk pelunasan pinjaman modal usaha tersebut.Kedua
belah pihak menyetujui adanya perpanjangan waktu selama 3 (tiga) bulan untuk
pelunasan, namun kemudian debitur tidak juga melakukan pelunasan
hutangnya.Menurut pengakuan debitur, kreditur kemudian melakukan perbuatan tidak
menyenangkan dengan selalu datang ke rumah debitur. Hal ini diikuti dengan
meminta berkas asli Surat Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi Nomor: PP/QQ/RR/SS
atas nama debitur, yang mana Surat Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi tersebut
merupakan objek jaminan yang dititipkan kepadaNotaris X, Sarjana Hukum. Akan
tetapi,Notaris X, Sarjana Hukum tidak memberikan Surat Pelepasan Hak Dengan
Ganti Rugi yang merupakan objek yang dijaminkan dalam perjanjian hutang piutang
tersebut. Apabila Nyonya Z (Pihak Kedua/Pemberi Pinjaman) datang ke kantor
Notaris X, yang bersangkutan selalu menghindar seolah-olah tidak bertanggungjawab
atas Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi yang telah dibuat olehnya dan
ditandatangani kedua belah pihak dihadapannya.
Notaris dalam melaksanakan tugasnya haruslah bersikap profesional
terutamamemahami dalam hal peran notaris dalam pembuatan akta di hadapannya
danberpegang teguh kepada Undang-undang Jabatan Notaris, Kitab Undang
UndangHukum Perdata dan peraturan lain yang ada kaitannya dengan pelaksanaan
tugas danjabatannya sebagai notaris.Undang Undang Jabatan Notaris menyebutkan
pelanggaran, maka notaris dapat dikenai atau dijatuhi sanksi, berupa: sanksi perdata,
administrasi, dan Kode Etik Jabatan Notaris , dan sanksi-sanksi tersebut telah diatur
sedemikian rupa, baik sebelumnya dalam Peraturan Jabatan Notaris, dan sekarang
dalam Undang Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Jabatan Notaris.
Tindakan notaris dari kasus diatas, dapat digolongkan sebagai perbuatan
melawan hukum sedangkan perbuatan yang dilakukan debitur digolongkan sebagai
wanprestasi. Perjanjian yang disepakati dilarang oleh undang-undang dan perjanjian
yang telah disepakati tetapi tidak dilaksanakan maka berdampak terhadap cacat
yuridis dari pembuatan akta yang telah disepakati tersebut. Hal ini berdampak sangat
merugikan pihak-pihak yang berkepentingan. Apabila perjanjian yang disepakati
terjadi pelanggaran maka dapat diajukan gugatan wanprestasi, karena adanya
hubungan kontraktual antara pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang
menderita kerugian. Apabila tidak ada hubungan kontraktual antara pihak yang
menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita kerugian, maka dapat diajukan
gugatan perbuatan melawan hukum.30Pemeriksaan atas pelanggaran yang dilakukan
oleh notaris harus dilakukan pemeriksaan dengan melihat aspek lahiriah, formal, dan
material akta notaris, dan pelaksanaan tugas dan jabatan notaris sesuai dengan
wewenang notaris, disamping berpijak pada aturan hukum yang mengatur tindakan
pelanggaran yang dilakukan notaris, juga perlu dipadukan dengan realitas praktik
notaris.
30
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat
permasalahan yang masih belum terjawab menyangkut akta pelepasan hak dengan
ganti rugi yang lahir dari perjanjian hutang piutang dengan judul: Kajian Yuridis Terhadap Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang Lahir Akibat Wanprestasi Hutang Piutang
B. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana legalitas Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang lahir akibat
wanprestasi hutang piutang?
2. Apa akibat hukum terhadap Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang lahir
akibat wanprestasi hutang piutang?
3. Bagaimanatanggung jawab Notarisdalam membuat Akta Pelepasan Hak Dengan
Ganti Rugi yang lahir akibat wanprestasi hutang piutang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis legalitas Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti
Rugi yang lahir akibat wanprestasi hutang piutang.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum terhadap Akta Pelepasan Hak
3. Untuk mengetahui dan menganalisistanggung jawab Notarisdalam membuat
Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang lahir akibat wanprestasi hutang
piutang.
D. Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian merupakan suatu rangkaian yang hendak
dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur
dalam bidang ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya hukum perjanjian.
2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait yaitu pihak-pihak yang akan
mengadakan perjanjian hutang piutang dan perjanjian pelepasan hak dengan
ganti rugi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku sehingga melindungi hak dan kewajiban para
pihak.
Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan masukan
kepada profesi Notaris dalam keterkaitannya mengenai pelaksanaan wewenangan
dan tanggung jawabnya sebagai seorang Notaris.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada sepanjang penulusuran kepustakaan yang ada
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya
yang berjudul: Kajian Yuridis Terhadap Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang Lahir Akibat Wanprestasi Hutang Piutang .Akan tetapi ada beberapa penelitian yang menyangkut mengenai hutang piutang, antara lain penelitian yang
dilakukan oleh:
1. Aziarni, NIM: 087005044, mahasiswa Magister Kenotariatan Program
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul: Analisis Hukum Penyelesaian Hutang Piutang Perseroan Terbatas dalam Likuidasi , permasalahan yang diteliti yaitu:
1) Bagaimana pengaturan penyelesaian utang piutang pada perseroran terbatas
yang dilikuidasi?
2) Bagaimana penentuan likuidator terhadap likuidasi perseroan terbatas
menurut Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas?
3) Apa saja hambatan-hambatan dalam penyelesaian hutang piutang pada
perusahaan yang dilikuidasi?
2. Helena, NIM: 067011002, mahasiswa Magister Kenotariatan Program
1) Bagaimana eksistensi Notaris dalam pembuatan akta pelepasan hak dengan
ganti rugi terhadap tanah yang belum bersertifikat di Kabupaten Deli
Serdang?
2) Bagaimana kekuatan hukum alat bukti alas hak berupa akta pelepasan hak
dengan ganti rugi yang dibuat dihadapan Notaris?
3) Bagaimana kewenangan Camat dalam pembuatan akta melepaskan hak atas
tanah yang belum bersertifikat di Kabupaten Deli Serdang?
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori adalah serangkaian asumsi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan
suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar
konsep.31Menurut Soerjono Soekanto, kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain
bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat
ditentukan oleh teori.32
Kerangka teori adalah menyajikan cara-cara bagaimana mengorganisasi dan
menginterpretasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil
penelitian terdahulu.33 Penelitian bertujuan untuk mencari jawaban atas
permasalahan-permasalahan dan menjelaskan gejala spesifik atau proses yang terjadi,
31
Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal.19. 32
Soerjono Soekanto ,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 1986), hal.6. 33
namun harus diuji dengan menghadapkan pada fakta-fakta yang mampu
menunjukkan kebenaran melalui teori-teori.
Teori merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan melalui
proses penelitian yang dimaksud untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu
masalah. Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variable
bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori variable
bersangkutan memang dapat mempengaruhi variabletak bebas atau merupakan salah
satu penyebab.34
Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan
arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.35Dikarenakanpenelitian ini
merupakan penelitian hukum, maka kerangka teori diarahkan secara ilmu hukum dan
mengarahkan diri kepada unsur hukum.
Teori yang digunakan sebagai pisau analisis pada penelitian ini adalah teori
kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari
hukum terutama untuk hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan
makna karena tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku.36Hukum
bertugas menciptakan kepastian hukum untuk menciptakan ketertiban dalam
masyarakat.
34
J. Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik,(Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal.192-193.
35
Snelberck dalam Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif.(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal.35.
36
Gustav Radbruch mengemukakan empat hal mendasar yang berhubungan
dengan kepastian hukum, yaitu:37
1. Hukum itu positif, artinya hukum itu adalah peraturan perundang-undangan;
2. Hukum itu didasarkan kepada fakta;
3. Fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari
kekeliruan dalam pemaknaan dan mudah dilaksanakan; dan
4. Hukum positif tidakmudah diubah.
Pendapat tentang kepastian hukum juga disampaikan oleh Jan M. Otto yang
berpendapat bahwa kepastian hukum mensyaratkan sebagai berikut:38
1. Tersedia aturan-aturan yang jelas yang diterbitkan oleh kekuasaan Negara;
2. Lembaga-lembaga penguasa menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara
konsisen dan juga taat dan tunduk kepadanya;
3. Mayoritas masyarakat menyetujui muatan isi dari peraturan tersebut dan
karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut;
4. Hakim-hakim mandiri dan tidak berpihak dalam menerapkan aturan-aturan
hukum tersebut; dan
5. Putusan pengadilan secara konkrit dilaksanakan.
Syarat-syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan bahwa
kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukum sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Kepastian hukum yang seperti inilah yang disebut dengan kepastian
37
Ibid
38
hukum yang sebenarnya yang mensyaratkan adanya keharmonisan antara negara
dengan rakyat.39
Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah jaminan hukum
yang harus dijalankan, yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan
putusan harus dapat dilaksanakan.40 Hans Kelsen melalui teori hukum murninya juga
menekankan kepastian hukum. Kepastian ini penting karena hukum menjadi
satu-satunya alat untuk menilai dan mengontrol secara tegas perilaku setiap anggota
masyarakat. Tanpa ketegasan hak dan kepentingan warga negara dipertaruhkan.41
Profesi seorang Notaris harus berpedoman dan tunduk kepada Undang
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Undang-Undang2 Tahun
2014 Tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris. Landasan filosofis dibentuknya Undang Undang Jabatan Notaris dan
Undang-Undangperubahan atas Undang Undang Jabatan Notaris adalah untuk
terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang
berintikan kebenaran dan keadilan. Melalui akta yang dibuatnya, maka Notaris harus
dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada masyarakat yang
menggunakan jasa Notaris.
Pentingnya peranan Notaris dalam membantu menciptakan kepastian hukum
serta perlindungan hukum bagi masyarakat lebih bersifat preventif yaitu bersifat
39
Ibid
40
Ibid,hal.53 41
pencegahan terjadinya masalah hukum, dengan cara menerbitkan akta otentik yang
dibuat dihadapannya terkait dengan status hukum, hak, dan kewajiban seseorang
dalam hukum yang berfungsi sebagai alat bukti yang paling sempurna di pengadilan
apabila terjadi sengketa atas hak dan kewajiban terkait.42Akta yang dibuat oleh atau
dihadapan Notaris dapat menjadi bukti otentik dalam memberikan perlindungan
hukum kepada para pihak manapun yang berkepentingan terhadap akta tersebut
mengenai kepastian peristiwa atau kepastian perbuatan hukum itu dilakukan.
Selanjutnya penelitian ini juga menggunakan teori tanggung jawab hukum.
Teori tanggung jawab hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang mengatakan
bahwa seseorang bertanggung jawab atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia
memikul tanggung jawab hukum atas sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.
Hans Kelsen juga mengatakan bahwa hukum telah menentukan pola perilaku
tertentu, maka tiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang ditentukan itu atau
setiap orang harus menyesuaikan diri dengan apa yang telah ditentukan.43
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya
menundukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis
yang relevan, sebagaimana yang dirumuskan oleh Hans Kelsen yaitu yang
berhubungan dengan konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang
bertanggungjawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau ia memikul
tanggung jawab hukum berarti ia bertanggungjawab atas suatu sanksi dalam hal
42
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, (Bandung: Mandar Maju,, 2011), hal.7.
43
perbuatan hukum yang bertentangan.44Biasanya dalam sanksi ditujukan kepada
pelaku langsung. Seseorang bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri.
Tanggungjawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban
hukum.Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak disini
adalah hak hukum (legal right).Secara tegas dinyatakan bahwa suatu jual beli tidak
dapat dirubah, diganti, atau bahkan diakhiri dengan hanya berdasarkan pada kemauan
atau kehendak salah satu pihak, baik penjual maupun pembeli.
Untuk dapat menerapkan keadilan, membutuhkan suatu keadaan finalitas atau
kemanfaatan dan untuk dapat memastikan keadilan dan keadaan kemanfaatan tersebut
dapat tercapai, maka dibutuhkan suatu kepastian, maka pada prinsipnya hukum
memang terdiri dari 3 (tiga) aspek, yakni:
a. Keadilan, yaitu menunjukkan kesamaan hak dan kewajiban di depan hukum.
b. Kemanfaatan, yaitu menunjuk kepada tujuan keadilan yakni memajukan
kebaikan dalam kehidupan manusia.
c. Kepastian, yaitu menunjuk pada jaminan bahwa hukum yang didalamnya
berisi keadilan dan norma kemanfaatanbenar-benar berfungsi sebagai hukum
yang ditaati.45
Sehingga di dalam pelayanan hukum harus memenuhi rasa keadilan di dalam
masyarakat, walaupun rasa keadilan itu sulit untuk dipastikan, namun setidaknya
44
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli General Theory of Law and State ,alih bahasa Somardi, (Jakarta: Rumidi Pers, 2001), hal.65.
45
harus memenuhi suatu ukuran normatif yang hidup di dalam masyarakat yang akan
melahirkan suatu kepastian hukum.46
Notaris dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat umum
memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya (posisinya) yang tidak memihak dan
mandiri (independen), bahkan dengan tegas dikatakan bukan sebagai salah satu
pihak. Notaris selaku pejabat umum di dalam menjalankan fungsinya memberikan
pelayanan kepada masyarakat menyangkut antara lain di dalam pembuatan akta
otentik sama sekali bukan pihak dari yang berkepentingan. Notaris sekalipun ia
adalah aparat hukum bukanlah sebagai penegak hukum , notaris sungguh netral
tidak memihak kepada salah satu dari mereka yang berkepentingan.47
Pada hakekatnya Notaris selaku pejabat umum, hanyalah mengkonstatir atau
merelateer atau merekam secara tertulis dan otentik dari perbuatan hukum
pihak-pihak yang berkepentingan, Notaris tidak berada di dalamnya, ia adalah orang luar,
yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang membuat serta yang
terikat dalam dan oleh isi perjanjian, adalah mereka pihak-pihak yang
berkepentingan, inisiatif terjadinya pembuatan akta Notaris atau akta otentik itu
berada pada pihak-pihak. Oleh karena itu akta notaris atau akta otentik itu berada
pada pihak-pihak. Oleh karena itu, akta notaris atau akta otentik tidak menjamin
46
Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum,(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2006), hal.146. 47
bahwa pihak-pihak berkata benar tetapi yang dijamin oleh akta otentik adalah
pihak-pihak benar berkata seperti yang termuat dalam akta perjanjian mereka.48
Wewenang dan tugas notaris yang menjalankan sebagian tugas publik
khususnya untuk pembuatan akta otentik, maka semua peraturan yang berhubungan
dengan baik mengenai pejabatnya maupun produknya seharusnya mengacu pada
tujuan yang dilandasi untuk kepentingan umum. Penjabaran dan pelaksanaan tersebut
harus ditunjang pula dengan fungsi Notaris yang menjaga adanya kebebasan
berkontrak dan menjamin akan kepastian hukum.49
Teori kepastian hukum dan teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk
dapat menjelaskan antara tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan kewenangan
notaris berdasarkan Undang Undang Jabatan Notaris yang berada dalam bidang
hukum perdata. Kewenangan ini salah satunya adalah menciptakan alat bukti yang
dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak, kemudian menjadi suatu sanksi
atau perbuatan yang harus dipertanggungjawabkan secara perdata, pidana atau
administratif sesuai dengan akibat hukum yang ditimbulkannya.
Kewenangan notaris yang diberikan oleh Undang Undang Jabatan Notaris,
berkaitan dengan kebenaran materiil atas akta otentiknya, jika dilakukan tanpa
kehati-hatian dapat membahayakan masyarakat dan atau menimbulkan kerugian baik yang
dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja, maka notaris harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
48
Ibid,.
49
2. Kerangka Konsepsi
Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep
adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru
ada dalam pikiran atau ide.Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk
menghubungkan dunia teori dan observasi antara abstraksi dan realitas.50 Selanjutnya
Samadi Suryabrata memberikan arti khusus apa yang dimaksud dengan konsep , yang
mana sebuah berkaitan dengan defenisi operasional. Konsep diartikan sebagai kata
yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasi dari hal-hal yang khusus yang disebut
dengan defenisi operasional.51
Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
a. Hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari orang lain, dan
kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima.52Yang dimaksud hutang
ialah kewajiban yang harus diserahkan kepada pihak lain sebagai akibat
perjanjian meminjam, sedangkan piutang adalah uang yang dipinjamkan (yang
dapat ditagih orang).53
b. Piutang adalah tagihan (klaim) kreditur kepada debitur atas uang, barang atau
jasa yang ditentukan dan bila debitur tidak mampu memenuhi maka kreditur
berhak untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur. Dalam kasus
hukum, piutang diartikan sebagai uang yang dipinjamkan atau utang yang dapat
50
Samadi Suryabrata,Metodologi Penelitian,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998) hal.38. 51
Ibid,hal.3. 52
Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia,hal.1256. 53
ditagih dari orang atau lainnya. Piutang timbul karena adanya perjanjian utang
piutang atau dapat timbul sebagai akibat dari adanya suatu tuntutan perbuatan
melawan hukum. Pihak yang mempunyai piutang ini dapat saja pribadi atau
badan (swasta atau negara) yang bergerak dalam suatu bidang usaha tertentu.54
c. Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau karena
undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.55
d. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau karena
undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.56
e. Perjanjian hutang piutang atau perjanjian pinjam meminjam adalah Suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain
suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan
syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama
dari jenis dan mutu yang sama pula.57
f. Perjanjian pelepasan hak dengan ganti rugi merupakan salah satu akta otentik
yang pembuatannya dilakukan oleh Notaris dan mempunyai kekuatan
pembuktian formil, artinya para pihak benar-benar menerangkan bahwa apa yang
telah ditulis dalam akta itu mempunyai kekuatan pembuktian materiil,
37
Miftakhul Jannah, Aspek Hukum dalam Hutang Piutang, http://blog-materi.blogspot.co.id/2014/04/aspek-hukum-dalam-hutang-piutang.html?m=1, diakses tanggal 20 Pebruari 2016.
55
Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. 56
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. 57
maksudnya semua keterangan yang diberikan dan tertulis di dalam akta tersebut
adalah benar dan berlaku terhadap pihak ketiga.58
g. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini
atau berdasarkan undang-undang lainnya.59
G. Metode Penelitian
Bobot keilmuan dalam karya tulis termasuk penelitian ini dipengaruhi oleh
keakuratan data yang diperoleh untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam
melengkapi bahan-bahan dalam penelitian.Metode yang diterapkan dalam suatu
penelitian adalah kunci utama untuk menilai baik buruknya suatu penelitian.Metode
ilmiah inilah yang akan menetapkan alur kegiatan dalam penelitian ini, mulai dari
pemburuan data sampai kepada penyimpulan suatu kebenaran yang diperoleh dalam
penelitian ini.60
1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif
analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci
dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisisdimaksudkan
58
Pasal 1868 dan 1870 Kitab Undang Undang Hukum Perdata 59
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014Tentang Jabatan Notaris.
60
berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat
untuk menjawab permasalahan.61
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif(yuridis
normatif), yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder yang dimulai
dengan analisis terhadap permasalahan hukum yang baik berasal dari literatur
maupun peraturan perundang-undangan.62
Penelitian ini termasuk ruang lingkup penelitian yang
menggambarkan,menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang
bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai tanggung jawab notaris
terhadap pembuatan akta pelepasan hak dengan ganti rugi yang lahir akibat
wanprestasi hutang piutang.
Oleh karena itu, penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan
sekunder, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun teori-teori hukum,
disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga
ditemukan asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat
teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang
dibahas,63 serta menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam
penulisan tesis ini
61
Sunaryati Hartono,Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20,(Bandung: Alumni , 1994), hal.105.
62
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010), hal.37-38.
63
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
2. Sumber Data/Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari
bahan kepustakaan, diantaranya adalah:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini.64 Dalam
tulisan ini diantaranya: Kitab Undang Hukum Perdata, Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan
Notaris,dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan tanggung
jawab notaris.
b. Bahan Hukum Sekunder,65 yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan
hukum primer, yaitu: buku-buku, hasil-hasil penelitian, majalah-majalah, hasil
seminar,surat kabar, bulletin maupun hasil karya dari kalangan hukum dan
literatur-literatur yang ada kaitannya dengan pokok permasalahan dalam
penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier,66 yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamusbahasa Indonesia, kamus
64
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm.53.
65
Ibid,
66
yang memuat peristilahan hukum,ensiklopedia hukum, situs di internet yang
berkaitan dengan objek penelitian.
Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga
digunakan data primer sebagai data pendukung yang diperoleh dari wawancara
dengan pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber.
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan
melalui studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk
mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil
pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini dan didukung
wawancara dengan informan yang mengetahui permasalahan mengenai akta
pelepasan hak dengan ganti rugi yang diangkat dalam penelitian ini.
Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan:
1) Studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur
yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
2) Pedoman Wawancara, hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai
data penunjang dalam penelitian. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang
telah ditentukan sebagai informan atau narasumber dari pihak yang terkait
sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam
penelitian tesis ini, yaitu: Notaris X, Notaris Jonas Marolop Simarmata, para
pihak dalam perjanjian, dan Pengurus Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota
disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data
pendukung dalam penelitian tesis ini.
4. Analisis Data
Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini berguna untuk
memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan metode kualitatif.Penelitian dengan menggunakan
metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang
bersifat unik dan kompleks.Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun
penuh dengan variasi (keragaman).67
Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustkaan (library
research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research)
kemudian disusun secara berurutan dan sistematis.Kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh
tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah kajian yuridis akta pelepasan
hak dengan ganti rugi yang lahir akibat wanprestasi hutang piutang. Selanjutnya
ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara
berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik hal-hal yang
khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti
teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk
menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus,68guna menjawab
permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.
67
Burhan Bungin,Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003), hal.53.
68
Mukti Fajar, dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,