• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGELOLA MAL TERHADAP

B. Tanggung Jawab Pengelola Mal Terhadap Pelanggaran Hak Cipta yang

Lahirnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta ternyata belum mampu menekan angka pembajakan di Indonesia, oleh karenanya pemerintah berusaha untuk memaksimalkan kinerjanya dalam meminimalisir angka pembajakan di Indonesia dengan mengeluarkan Undang-Undang Hak Cipta terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta untuk menggantikan undang-undang yang terdahulu. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 16 Oktober 2014.

Munculnya aturan-aturan hukum yang ada dibidang hak cipta pada dasarnya dimunculkan dalam rangka upaya preventif untuk mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran di bidang hak cipta dan juga munculnya atauran hukum tersebut dapat digunakan sebagai upaya represif ketika memang terjadi

permasalahan dibidang hak cipta.122 Terdapat beberapa hal yang baru dibahas di dalam UUHC ini, secara garis besar dapat dirumuskan antara lain:123

1. Perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang sejalan dengan penerapan aturan di berbagai negara, sehingga jangka waktu perlindungan hak cipta di bidang tertentu diberlakukan selama hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia.

2. Pelindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta dan/atau pemilik hak terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat).

3. Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase atau pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana.

4. Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan dan/atau pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di pusat tempat perbelanjaaan yang dikelolanya.

5. Hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan fidusia.

6. Menteri diberi kewanangan untuk menghapus ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keagamaan negara, serta ketentuan peraturan perundang-undangan.

7. Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota lembaga manajemen kolektif agar dapat menarik imbalan atau royalti.

122

Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folkor di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010) hlm. 83.

123

8. Pencipta dan/atau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti untuk ciptaan atau produk hak terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial.

9. Lembaga manajemen kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada menteri.

10.Penggunaan hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia untuk merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Namun penelitian ini hanya fokus membahas Pasal 10 dan Pasal 114 UUHC. Pelaksanaan hak cipta dalam implementasinya merupakan suatu bentuk proses interaksi beberapa pihak. Interaksi itu dapat terjadi antara pihak pemegang hak cipta, penikmat ciptaan, atau antara pemegang hak cipta dengan pihak di bidang industri yang memanfaatkan ciptaan tersebut, dan sebagainya. Terkadang dalam proses interaksi tersebut tidak selamanya berjalan mulus yang pada akhirnya menimbulkan gesekan-gesekan masalah antara pihak-pihak yang berkepentingan.124

Sangatlah penting bagi semua pihak di Indonesia untuk memberikan perhatian yang serius terhadap hak kekayaan intelektual terutama hak cipta karena pertama, hak cipta mengandung budaya berfikir rasional, budaya berfikir kreatif, budaya bekerja atau berkarya, dan budaya menghormati karya atau jerih payah orang lain. Macam-macam budaya tersebut sangat diperlukan jika ingin membangun masyarakat atau negara yang maju. Kedua, perkembangan dunia telah memasuki babak baru bahwa barang-barang yang dilindungi oleh hak cipta

124

sudah menjadi komoditi yang bernilai tinggi secara ekonomi. Semakin banyak negara menghasilkan karya hak cipta semakin besar peluang meningkatkan devisa negara. Ketiga, kecerdasan, kreativitas, dan kecepatan bertindak manusia adalah kunci memenangkan persaingan kemajuan antar negara. Jika negara tetap tidak fokus untuk menjaga budaya hak cipta, budaya mencipta (yang membutuhkan kecerdasan, kreativitas, dan kecepatan bertindak) tidak akan berkembang. Jika budaya mencipta tidak berkembang, seterusnya masyarakat hanya akan menjadi pembeli atau konsumen produk-produk asing.125

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju telah memungkinkan para pelaku tindak pidana di bidang hak cipta untuk melakukan tindak pidana yang nyaris sempurna khususnya dibidang perekaman. Perbuatan si pembajak biasanya baru dapat diketahui setelah berjalan cukup lama. Dengan kata lain si pembajak telah sempat menikmati keuntungannya yang besar dari hasil pembajakannya. Hal ini memungkinkan si pembajak dapat berpindah tempat, keadaan seperti ini dapat menyulitkan proses penyelesaian permasalahan hak cipta sampai tuntas. 126

Suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan pelanggaran hak cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak eksklusif dari pencipta atau pemegang hak cipta. Pada dasarnya pelanggaran hak cipta terjadi jika materi hak cipta digunakan tanpa izin oleh pencipta dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada. Terdapat beberapa jenis pelanggaran hak cipta yang sering terjadi di mal, antara lain:127

125

Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia (Bandung : PT.Alumni, 2008) hlm. 261.

126

Widyopramono, Op.Cit., hlm 16.

1. Pelanggaran langsung

Pelanggaran langsung adalah perbuatan yang melanggar hak cipta secara langsung atau perbuatan yang melanggar hak eksklusif pencipta atas ciptaannya untuk memperbanyak atau memproduksi, mengumumkan, dan menyewakan, suatu ciptaan tanpa izin pemegang hak cipta.

Bentuk pelanggaran memperbanyak atau mengumumkan suatu ciptaan yang dilarang dalam UUHC dapat dibagi menjadi dua jenis perbuatan berikut ini :

a. Memperbanyak dengan cara reproduksi. Undang-Undang Hak Cipta telah merumuskan secara luas perbuatan mengumumkan dan memperbanyak suatu ciptaan secara tanpa hak. Sebagai contoh tindakan yang dilakukan oleh pengelola mal untuk menggandakan kaset DVD bajakan tanpa ada izin dari pencipta.

b. Memperbanyak suatu ciptaan secara materil. Selain memperbanyak suatu ciptaan dengan cara reproduksi suatu ekspresi ide dari suatu ciptaan menjadi ciptaan lainnya dalam bentuk materiil, perbuatan menggandakan atau memperbanyak suatu ciptaan juga dapat dilakukan dalam bentuk perbuatan materiil. Perbuatan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya, menyalin kembali, memuat gambar yang sama, memfotokopi, merekam ulang, atau mengcopy suatu ciptaan.

Cara untuk menilai ada tidaknya pelanggaran hak cipta dikenal pendekatan yang disebut substantial similarity approach. Berdasarkan pendekatan ini ada beberapa elemen yang dipergunakan untuk menguji

Pembajakan Software,” (Skripsi, Ilmu Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar, 2013),

apakah suatu ciptaan merupakan reproduksi dari ciptaan yang sudah ada sebelumnya. Elemen-elemen tersebut adalah:

1) Adanya suatu koneksi atau hubungan antara satu ciptaan dengan ciptaan yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,

2) memiliki kesamaan substansi antara kedua ciptaan, dan

3) telah berwujud dalam suatu bentuk materil yang dapat dilihat, diraba, didengar, atau digunakan.

2. Pelanggaran tidak langsung

Pelanggaran tidak langusung dibidang hak cipta pada umumnya berkaitan dengan ciptaan yang merupakan hasil dari pelanggaran hak cipta atas ciptaan lain. Secara konvensional, pelanggaran secara tidak langsung terhadap hak cipta dilakukan dengan cara memperdagangkan atau mengimpor barang hasil pelanggaran hak cipta. Sebagai contoh penyewa mal mengimpor patung bajakan dari luar negeri dengan harga yang jauh lebih murah dari barang asli tanpa merasa curiga dengan selisih harga yang relatif jauh.

3. Turut serta membantu melakukan pelanggaran

Praktek penegakan hukum hak cipta oleh pihak lain yang tidak secara langsung melakukan pelanggaran juga dapat dimintai pertanggungjawaban hukumnya sebagai pelaku, yaitu dalam hal pemberian bantuan atau turut serta melakukan tindak pidana. Dalam KUHPerdata diatur tentang dua jenis perbuatan yang juga dianggap sebagai pelaku tindak pidana, yaitu penyertaan serta membantu terjadinya atau terwujudnya suatu tindak pidana. Delik penyertaan diatur dalam Pasal 55 KUHPerdata yang menyaratkan pelaku baru dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya sebagai pelaku peserta tindak

pidana jika pelaku memiliki kesamaan niat atau tujuan dengan pelaku lainnya. Sedangkan delik pembantuan diatur dalam Pasal 56 KUHPerdata yang membagi dua bentuk perbuatan yang digolongkan sebagai perbuatan membantu terjadinya tindak pidana (medeplichtige), yaitu memberi bantuan pada saat terjadinya kejahatan atau pada saat mempersiapkan tindak pidana dilakukan dengan cara memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan tindak pidana. Baik tindak pidana penyertaan maupun pembantuan dalam melakukan suatu pelanggaran hak cipta digolongkan sebagai pelanggaran secara tidak langsung.

Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia perdagangan baik yang berupa eceran, dalam skala kecil ataupun menengah, dan perdagangan eceran modern dalam sekala besar mendorong meningkatnya kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia terutama di tempat perbelanjaan seperti mal.

Tidak hanya konsumen dan penjual produk yang perlu waspada terhadap transaksi produk bajakan, para pengelola gedung pertokoan atau pusat perbelanjaan juga bertanggung jawab untuk memastikan tidak adanya transaksi produk bajakan di tempat tersebut. Hadirnya Undang-Undang Hak Cipta yang baru merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan perlindungan bagi para konsumen di Indonesia terhadap berbagai ancaman keamanan dan kerugian akibat penggunaan produk bajakan.

Pasal 10 menjelaskan bahwa pengelola tempat perdagangan dilarang untuk membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya. Hal ini dapat diartikan bahwa ketika pengelola mal lalai dalam menjaga dan memperhatikan

tempat perdagangannya dimana ada penyewa yang dengan sengaja menjual barang bajakan ataupun yang melakukan pelanggaran hak cipta maka bukan hanya penyewa tersebut yang dikenai sanksi melainkan pengelola mal juga akan dikenakan sanksi sesuai dengan UUHC.

Kenyataanya selama ini pengelola mal tidak merasa bertangung jawab atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh penyewannya sehingga pengelola mal tidak peduli terhadap barang-barang yang diperjualbelikan di tempat perdagangan yang dikelolanya. Pengelola mal hanya fokus untuk memikirkan uang sewa. Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pengelola mal harus memperhatikan barang-barang apa saja yang diperjualbelikan oleh penyewa.

Pengelola mal yang terbukti melanggar ketentuan Pasal 10 UUHC maka pengelola tersebut akan dikenakan Pasal 114 yang menjelaskan bahwa setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 114 tersebut hanya memberikan sanksi berupa denda tanpa ada sanksi penjara.

Berdasarkan ketentuan Pasal 10 dan Pasal 114 tersebut dapat dilihat bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tersebut memaksa pengelola mal untuk ikut bertanggung jawab dalam terjadinya pelanggaran hak cipta. Dalam arti pengelola mal harus benar-benar memperhatikan barang-barang apa saja yang diperjualbelikan di malnya. Apabila pengelola mal tidak mengetahui terjadi

pelanggaran hak cipta di tempat perdagangan yang dikelolanya, tidak melepaskan dirinya dari tanggung jawab dikarnakan Pasal 10 UUHC telah merumuskan pengertian bahwa pengelola mal harus memperhatikan malnya dan tidak dibenarkan membiarkan transaksi penjualan ataupun penggandaan barang bajakan dan melepaskan diri dari tanggung jawab.

Dokumen terkait