BAB III ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN
C. Tanggung Jawab Pihak Pengangkut Bagi Pengguna Jasa
Pengusaha pengangkutan (transport ordernemer) ialah pengusaha yang bersedia untuk mengangkut barang/orang mulai dari tempat pengangkutan sampai di tempat tujuan yang ditetapkan serta biaya telah diperhitungkan sekaligus.90
89
Ibid, hal. 154 90
Zainal Abidin, Tanggung Jawab Pengusaha Pengangkutan, Makalah, (Tasikmalaya: Sekolah Tinggi Hukum Galunggung, 2014) hal. 5
Kemungkinan perusahaan itu menyelenggarakan pelayanannya sendiri mungkin juga bekerja sama dengan pihak lain, perusahaan pengangkutan demikian tidak diatur dengan tegas dalam KUHD tetapi dalam peraturan khusus misalnya dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1951, tetapi ketentuan pasal 93-94 KUHD dan pasal 493 berlaku juga bagi perusahaan angkutan dan dikuatkan oleh Arrest H.R tanggal 17 Juni 1921 dan Pasal 95 KUHD berlaku bagi pengusaha transportasi dalam daluarsa hak penuntutan dalam masa 2 tahun.
Pengusaha pengangkutan atas keselamatan penumpang angkutan memiliki tanggung jawab pengangkut yang ditentukan dalam Pasal 1236 dan 1246 KUHPerdata.
Pasal 1236 KUHPerdata, pengangkut wajib memberi ganti rugi atas biaya dan ganti rugi bunga yang layak harus diterima, bila ia tidak dapat menyerahkan atau tidak merawat sepantasnya untuk menyelamatkan barang-barang angkutan.
Pasal 1246 KUHPerdata, biaya kerugian bunga itu sendiri dari kerugian yang telah dideritanya dan laba yang sedianya akan diperoleh, kerugian harus diganti ialah misalnya91
a. Harga pembelian :
b. Biaya pengiriman dan laba yang layak diharapkan
Batas tanggung jawab pengangkut dibatasi dengan ketentuan Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUHPerdata. Kerugian penerimaan dan pengiriman barang menjadi beban pengangkut yang dibatasi dengan syarat sebagai berikut:
a. Kerugian dapat di perkirakan secara layak, pada saat timbulnya perikatan b. Kerugian itu harus merupakan akibat langsung dari tidak terlaksananya
perjanjian pengangkutan.
Meskipun pengangkut debitur menjalankan penipuan yang merugikan penerima pengirim beban tanggung jawab pengganti kerugian dari pengangkut atau debitur tetap terbatas pada ketentuan yang dimaksud tersebut diatas92
91
Ibid, hal. 6 92
Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, (Jakarta : Rineka Cipta,2000), hal. 76
.
Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu tanggung jawab karena kesalahan (fault liability), tanggung jawab karena praduga (presumption liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute liability).Hukum pengangkutan Indonesia umumnya menganut prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga.
1. Tanggung jawab karena kesalahan
Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu.Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut.Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut.Prinsip ini dianut dalam Pasal 1365. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) Indonesia tentang pembuatan melawan hukum sebagai aturan umum. Aturan khusus ditentukan dalam Undang- Undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan.93
93
Abdul Halim Baraktullah, Op. cit. hal 43
Penyedia jasa angkutan umum dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 139 Undang- Undang No. 22 tahun 2009 tentag Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Perusahaan pengangkutan wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati perjanjian pengangkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya pengangkutan oleh penumpang dan/atau pengirim barang. Tanggung jawab perusahaan pengangkutan umum terhadap penumpang dimulai sejak diangkutnya penumpang sampai ditempat tujuan pengangkutan yang telah di sepakati. Tanggung jawab terhadap pemilik barang dimulai sejak diterimanya barang yang akan diangkut sampai diserahkannya barang kepada pengirim dan/atau penerima barang (Pasal 186 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).
Perusahaan pengangkutan umum wajib mengembalikan biaya pengangkutan yang telah dibayar oleh penumpang dan/atau pengirim barang jika terjadi pembatalan pemberangkatan (Pasal 187 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Litas dan Angkutan Jalan) Perusahaan pengangkutan wajib mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pengangkutan (Pasal 188 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Litas dan Angkutan Jalan).
Perusahaan pengangkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan pengangkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kerjadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atu karena kesalahan penumpang.Kerugian sebagaimana dimaksud dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami atau bagian biaya pelayanan.Tanggung jawab tersebut dimulai sejak penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati (Pasal 192, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).94
2. Tanggung jawab karena praduga
Menurut prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Akan tetapi, jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia dibebaskan dari tanggung jawab ganti kerugian itu. Tidak bersalah artinya tidak melakukan kelalian, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari.Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang
94
dirugikan.Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan pengangkut.
3. Tanggung jawab mutlak
Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut.Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu di persoalkan.Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu.Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat “pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini”.95
Dalam Undang-Undang pengangkutan, ternyata prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur.Hal ini tidak diatur mungkin karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha di bidang jasa pengangkutan tidak perlu di bebani dengan resiko yang terlalu berat.Namun, tidak berati bahwa pihak-pihak boleh saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk berkepentingan praktis penyelesaian tangung jawab berdasarkan asas kebebasan berkontrak.Jika prinsip ini digunakan, dalam perjanjian pengangkutan harus dinyatakan dengan tegas, misalnya, dimuat pada dokumen pengangkutan.
95