• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI AKTA PERIKATAN DALAM

A. Hak Tanggungan dalam Jaminan Kredit

Meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria sampai dengan saat ini, ketentuan-ketentuan yang lengkap mengenai Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah, belum terbentuk. Ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, yang berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Hak Tanggungan, dipandang tidak sesuai lagi dengan

kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia sedangkan perkembangan yang telah dan akan terjadi di bidang pengaturan dan administrasi hak-hak atas tanah serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, selain Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan yang telah ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Hak Pakai atas tanah tertentu yang wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, perlu juga dimungkinkan untuk dibebani Hak Tanggungan.

Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka dibentuklah Undang-Undang yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sekaligus mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional.

Hak tanggungan lahir dengan sebuah perjanjian. Dalam kenyataan, banyak pihak pemberi hak tanggungan yang ternyata lalai atau sengaja melalaikan kewajiban dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya melakukan penjualan terhadap barang jaminan. Sehingga perlu kiranya dikaji lebih jauh kedudukan kreditor penerima tanggungan dalam hal terjadinya wanprestasi dari pemberi tanggungan.

Dalam kamus Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang diserahkan sebagai jaminan. Jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima. Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 disebutkan pengertian hak tanggungan. Bahwa yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagai

mana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.31

1. Hak jaminan yang dibebankan atas tanah, yang dimaksud dengan hak jaminan atas tanah adalah hak penguasaan yang secara khusus dapat diberikan kepada kreditur, yang memberi wewenang kepadanya, jika debitur cedera janji, menjual lelang tanah yang secara khusus pula ditujukan sebagai agunan piutangnya dan mengambil seluruh atau sebahagian hasilnya untuk pelunasan tersebut, dengan hak mendahului dari pada kreditur-kreditur lainnya (droit de preference). Selain berkedudukan mendahului, kreditur pemegang hak jaminan dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasi penjualan tersebut, sungguhpun Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Adapun beberapa unsur-unsur pokok yang tercantum dalam pengertian hak tanggungan disajikan sebagai berikut:

31

tanah bersangkutan sudah dipindahkan kepada pihak lain, hak kebendaan mengikut bendanya (droit de suite).

2. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Pada dasarnya, hak tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah semata-mata, tetapi dapat juga hak atas tanah tersebut berikut dengan benda-benda yang ada di atasnya.

3. Untuk pelunasan utang tertentu, maksud untuk pelunasan utang tertentu adalah hak tanggungan itu dapat membereskan dan selesai dibayar utang-utang debitur yang ada pada kreditur.

4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.32

Adapun ciri-ciri hak tanggungan adalah :

1. Droit de prefenrence (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat (1) UUHT). 2. Droit de suite (Pasal 7 UUHT).

3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas.

4. Asas spesialitas yaitu asas yang mewajibkan dalam muatan akta pemberian hak tanggungan harus mencantumkan ketentuan-ketentuan seperti ditegaskan dalam Pasal 11 UUHT. Sedangkan asas publisitas yaitu asas yang mewajibkan didaftarkannya hak tanggungan pada kantor pertanahan setempat (Pasal 13 UUHT).

5. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

32

6. Objek hak tanggungan tidak masuk dalam boedel kepailitan pemberi hak tanggungan sebelum kreditor pemegang hak tanggungan mengambil pelunasan dari hasil penjualan objek hak tanggungan (Pasal 21 UUHT). Sedangkan sifat-sifat hak tanggungan antara lain:

1. Tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 UUHT)

Meskipun sifat hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, artinya hak tanggungan membenani objek secara utuh, namun sifat ini tidak berlaku mutlak dengan pengecualian dimungkinkan roya parsial, sepanjang diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

2. Bersifat accesoir atau perjanjian buntutan/ikutan, maksudnya perjanjian jaminan utang atas hak tanggungan tidak berdiri sendiri karena ikut pada perjanjian pokok yaitu perjanjian utang-piutang, apabila perjanjian pokok hapus atau batal, maka otomatis perjanjian accesoir menjadi hapus pula. Selain unsur pokok, ciri-ciri dan sifat hak tanggungan perlu juga dipahami mengenai asas-asas hak tanggungan. Dimana asas-asas hak tanggungan tersebut merupakan dasar atau tumpuan dilaksanakannya hak tanggungan. Adapun asas-asas hak tanggungan tersebut ialah:

1. Hak tanggungan memberikan kedudukan hak yang diutamakan.

Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu dengan kreditor-kreditor lainnya ( Pasal 1 UU No. 4 Tahun 1996). Karena bisa dibebankan lebih dari satu orang, penentuan peringkat hak tanggungan hanya dapat ditentukan berdasarkan pada saat pendaftarannya. Dan apabila pendaftarannya dilakukan pada saat yang bersamaan, barulah peringkat

hak tanggungan ditentukan berdasarkan pada saat pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan. Hal ini termuat dalam Pasal 5 UU No. 4 Tahun 1996.

2. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi.

Berdasarkan Pasal 2 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan penjelasannya menyatakan bahwa hak tanggungan membebani secara utuh objek hak tanggungan. Ini berarti bahwa, dengan dilunasinya sebagian hutang tidak berarti bahwa benda dapat dikembalikan sebagian.

3. Hak tanggungan hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada.

Asas ini diatur dalam Pasal 8 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1996. Asas ini sebelumnya juga sudah ada dalam hipotek. Menurut Pasal 1175 KUH Perdata, hipotek hanya dapat dibebankan pada benda-benda yang sudah ada. Hipotek atas benda-benda yang baru akan ada dikemudian hari adalah batal, begitupun juga dengan hak tanggungan.

4. Hak tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (4) UU No. 4 Tahun 1996, “Hak tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan”. Sehingga dapat pula disimpulkan, yang bisa

dijadikan jaminan bukan hanya yang berkaitan dengan tanah saja melainkan juga benda-benda yang merupakan milik pemegang hak atas tanah tersebut. 5. Hak tanggungan dapat dibebankan juga atas benda-benda yang berkaitan

dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari.

Meskipun hak tanggungan hanya dapat dibebankan tanah yang sudah ada, hak tanggungan juga dapat dibebankan pula benda-benda yang berkaitan dengan tanah sekalipun benda-benda tersebut belum ada dan baru akan ada dikemudian hari.

6. Perjanjian hak tanggungan adalah perjanjian accesoir.

Hak tanggungan lahir dari sebuah perjanjian yang bersifat accesoir, yang mengikuti perjanjian pokoknya yakni hutang piutang.

7. Hak tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang akan ada.

Hak tanggungan memperbolehkan menjaminkan hutang yang akan ada, sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) UU No. 4 tahun 1996. Utang yang dijamin dengan hak tanggungan dapat berupa utang yang sudah ada maupun yang belum ada tetapi sudah diperjanjikan, misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk kepentingan debitor dalam rangka pelaksanaan bank garansi. Jumlahnya pun dapat ditentukan secara tetap di dalam perjanjian yang bersangkutan dan dapat pula ditentukan kemudian berdasarkan cara perhitungan yang ditentukan dalam perjanjian yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan, misalnya utang bunga atas pinjaman pokok dan ongkos-ongkos lain yang jumlahnya baru dapat ditentukan kemudian. Perjanjian yang dapat menimbulkan hubungan utang-piutang dapat berupa

perjanjian pinjam meminjam maupun perjanjian lain, misalnya perjanjian pengelolaan harta kekayaan orang yang belum dewasa atau yang berada di bawah pengampunan, yang diikuti dengan pemberian hak tanggungan oleh pihak pengelola (Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 4 tahun 1996).

8. Hak tanggungan dapat menjamin lebih dari satu hutang.

Hak tanggungan dapat menjamin lebih dari satu hutang, hal ini didasarkan pada ketentuan yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (2), “Hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu hutang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu hutang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum”. 9. Hak tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek hak

tanggungan itu berada.

Hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek hak tanggungan itu beralih kepada pihak lain. Asas ini termuat dalam Pasal 7 UU No. 4 Tahun 1996 yang berisi, “Hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada”. Asas ini disebut juga sebagai DROIT DE SUITE.

10. Diatas hak tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan.

Tujuan dari hak tanggungan adalah untuk memberikan jaminan yang kuat bagi kreditor yang menjadi pemegang hak tanggungan untuk didahulukan dari kreditor-kreditor lain. Bila dimungkinkan sita, berarti pengadilan mengabaikan bahkan meniadakan kedudukan yang diutamakan dari kreditor pemegang hak tanggungan.

11. Hak tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu.

Asas ini merupakan asas spesialiteit dari hak tanggungan, baik subjek, objek maupun utang yang dijamin. Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf e,”uraian yang jelas mengenai objek hak tanggungan”. Maksudnya meliputi rincian mengenai sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai kepemilikan, letak, batas-batas, dan luas tanahnya. Hal ini juga menghindari salah eksekusi karena tanah yang dijadikan objek hak tanggungan sudah jelas disebutkan. 12. Hak tanggungan wajib didaftarkan.

Dari ketentuan yang ada dalam Pasal 13 UU No. 4 Tahun 1996 secara tegas telah dijelaskan bahwa saat pendaftaran pembebanan hak tanggungan adalah saat lahirnya hak tanggungan tersebut. Sebelum pendaftaran dilakukan, maka hak tanggungan dianggap tidak pernah ada. Selain itu hanya dengan pencatatan pendaftaran yang terbuka bagi umum memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui tentang adanya pembebanan hak tanggungan atas suatu tanah.

13. Hak tanggungan dapat diberikan dengan disertai dengan disertai janji-janji tertentu.

Asas hak tanggungan ini termuat dalam Pasal 11 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1996. Janji-janji yang disebutkan dalam pasal ini bersifat fakultatif (boleh dicantumkan atau tidak, baik seuruhnya maupun sebagian) dan tidak limitatif (dapat diperjanjikan lain selain yang disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1996).

14. Hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh pemegang hak tanggungan apabila cedera janji.

Pengaturan mengenai asas ini termuat dalam Pasal 12 UU No. 4 Tahun 1996, “janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki objek hak tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum”. Ketentuan ini diadakan dalam rangka melindungi kepentingan debitor dan pemberi hak tanggungan lainnya, terutama jika nilai objek hak tanggungan melebihi besar-nya utang yang dijamin. Pemegang hak tanggungan dilarang untuk secara serta merta menjadi pemilik objek hak tanggungan karena debitor cidera janji. Walaupun demikian tidaklah dilarang bagi pemegang hak tanggungan untuk menjadi pembeli objek hak tanggungan asalkan melalui prosedur yang diatur dalam Pasal 20 UU No. 4 Tahun 1996. 15. Pelaksaan eksekusi hak tanggungan mudah dan pasti.

Prioritas pertama pemegang hak tanggungan adalah untuk menjual objek hak tanggungan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1996 apabila terjadi cidera janji. Title eksekutorial yang terdapat dalam Sertifikat hak tanggungan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1996, obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahului dari pada kreditor-kreditor lainnya. Dengan disebutkannya 2 dasar eksekusi di atas

dalam Pasal 20 UU No. 4 Tahun 1996, terpenuhi maksud Pembentukan Undang-Undang akan cara pelaksanaan eksekusi yang mudah dan pasti.33

1. dapat dinilai dengan uang;

Objek hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Benda-benda (tanah) akan dijadikan jaminan atas suatu utang dengan dibebani hak tanggungan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

2. harus memenuhi syarat publisitas;

3. mempunyai sifat droit de suite apabila debitor cidera janji; 4. memerlukan penunjukkan menurut UU.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas yang dapat dijadikan objek hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dan dapat juga dibebani hak tanggungan.

Dijadikannya hak pakai sebagai objek hak tanggungan merupakan langkah maju dalam hukum pertanahan kita juga bagi warga Negara asing menjadi pemegang hak pakai atas tanah Negara yang bila hak tersebut akan dijadikan jaminan disertai persyaratan bahwa modal yang diperoleh harus dipergunakan untuk kegiatan pembangunan di Indonesia. Pengawasan pemerintah terhadap WNA dalam pencapaian tujuan tersebut masih susah untuk dilaksanakan karena memang tidak ada penjabaran lebih lanjut dari maksud ketentuan persyaratan tersebut.

33

Leonita Verea Pratiwi,

Menurut UU Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, pada Pasal 12 ayat (1) ditegaskan bahwa rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan atau kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hipotik, jika tanahnya tanah milik atau hak guna bangunan. Dibebani fidusia, jika tanahnya hak pakai atau tanah Negara, namun dengan keluarnya UUHT maka hak pakai tidak lagi dibebankan dengan fidusia tetapi dengan hak tanggungan (pasal 27 UUHT). Selain objek hak tanggungan seperti tersebut di atas, UUHT juga membuka kemungkinan pembebanan hak tanggungan atas tanah berikut bangunan dan tanaman yang ada di atasnya (Pasal 4 ayat 4), sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Bangunan dan tanah yang bersangkutan merupakan satu kesatuan dengan tanahnya dan bangunan tersebut melekat pada tanah yang bersangkutan. 2. Pembebanannya dinyatakan dengan tegas oleh pihak-pihak yang

bersangkutan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

3. Ketentuan Pasal 4 ayat 4 UUHT tersebut di atas sebagai konsekuensi dari penerapan asas pemilikan secara horizontal yang diambil dari hukum adat.

Dokumen terkait