• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pasal 51

(1) Tarif Angkutan yang ditetapkan sudah termasuk asuransi dan komponen biaya lainnya yang ditetapkan oleh Perusahaan.

(2) Tarif Angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diumumkan oleh Perusahaan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum diberlakukan.

(3) Besaran Tarif Angkutan Kereta Api Komersial bersifat dinamis, maka yang diumumkan adalah besaran Tarif Batas Bawah dan Tarif Batas Atas.

(4) Pengumuman Tarif Angkutan dapat dilakukan di stasiun, media cetak/elektronik atau cara lainnya yang memungkinkan.

(5) Tarif Batas Bawah dan Tarif Batas Atas sebagaimana dimaksud ayat (3) ditetapkan dalam suatu Keputusan Direksi.

Pasal 52

(1) Berdasarkan kewenangan penetapannya, Tarif Angkutan dibedakan atas :

a. Tarif Angkutan Kereta Api Non Komersial yaitu Tarif Angkutan Kereta Api yang merupakan penugasan dari Pemerintah untuk menyelenggarakan kewajiban pelayanan publik dan angkutan perintis kepada masyarakat, yang penetapan besaran Tarif Angkutannya dilakukan oleh Menteri Perhubungan; b. Tarif Angkutan Kereta Api Komersial yaitu Tarif Angkutan Kereta Api yang dioperasikan oleh Perusahaan untuk melayani masyarakat serta guna memberikan nilai tambah yang tinggi bagi kelangsungan bisnis Perusahaan dan penetapan besaran Tarif Angkutannya dilakukan oleh Direksi Perusahaan.

(2) Tarif Angkutan Kereta Api Non Komersial sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, bersifat tetap dan perubahan atas besaran Tarif Angkutannya dilakukan melalui Keputusan Menteri Perhubungan.

(3) Tarif Angkutan Kereta Api Komersial sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, dapat bersifat fluktuatif, dinamis seiring dengan tingkat permintaan pasar untuk mendapatkan pendapatan optimal dalam rentang Tarif Batas Bawah dan Tarif Batas Atas yang telah ditetapkan dalam Keputusan Direksi Perusahaan. (4) Tiket Kereta Api dapat dipersambungkan dengan Kereta Api atau moda

BAB XI

KERETA API LUAR BIASA Pasal 53

(1) Kereta Api Luar Biasa (KLB) dapat dijalankan atas permohonan tertulis dari pemohon yang ditujukan kepada:

a. Senior Manager/Manager Pemasaran Angkutan Daop/Divre/Sub Divre; atau b. Manager Group Customer and Support Service.

(2) Dalam hal KLB hanya berjalan di wilayah kerjanya, maka Senior Manager/Manager Pemasaran Angkutan Daop/Divre/Sub Divre setempat berkoordinasi dengan unit terkait di wilayah kerjanya perihal ketersediaan sarana dan Petugas Kru KLB serta pengaturan perjalanan KLB.

(3) Dalam hal sarana tidak tersedia di Daop/Divre/Sub Divre wilayah kerjanya atau dalam hal KLB tersebut berjalan lintas Daop/Sub Divre, maka Senior Manager/Manager Pemasaran Angkutan Daop/Divre/Sub Divre melaporkan permintaan tersebut kepada Manager Group Customer and Support Service dan tindak lanjut penyiapan KLB dilakukan oleh Manager Group Customer and Support Service.

Pasal 54

(1) Dalam hal permohonan perjalanan KLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 telah disetujui, maka dibuatkan Berita Acara Kesepakatan (BAK) antara pemohon dan Perusahaan yang diwakili oleh:

a. Senior Manager/Manager Pemasaran Angkutan Daop/Divre/Sub Divre; atau b. Manager Group Customer and Support Service.

(2) BAK sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat : a. tanggal keberangkatan KLB;

b. sarana yang dipergunakan; c. relasi Perjalanan KLB; dan d. biaya KLB.

(3) Tata cara pembayaran biaya KLB diatur sebagai berikut :

a. Senior Manager/Manager Pemasaran Angkutan Daop/Divre/Sub Divre atau Manager Group Customer and Support Service mengajukan penerbitan tagihan/invoice kepada Junior Manager Penagihan Daop/Divre/Sub Divre setempat atau Kantor Pusat atas biaya KLB dimaksud dengan melampirkan BAK sebagaimana dimaksud ayat (2);

b. Junior Manager Penagihan Daop/Divre/Sub Divre setempat atau Kantor Pusat mengeluarkan surat tagihan/Invoice;

c. pembayaran dilakukan segera setelah terbit tagihan/Invoice; d. pemohon KLB menerima bukti pembayaran dan faktur pajak.

Pasal 55

(1) Tarif KLB dihitung dengan mempertimbangkan jenis sarana yang dipergunakan dan jarak tempuh.

(2) Jumlah kapasitas penumpang yang diizinkan dalam KLB mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4.

Pasal 56

(1) Jumlah Kereta yang digunakan dalam satu perjalanan KLB sekurang-kurangnya terdiri dari 6 (enam) Kereta dengan jenis Kereta yang disesuaikan dengan permintaan pemohon dan/atau ketersediaan.

(2) Dalam hal jumlah Kereta yang digunakan kurang dari 6 (enam) Kereta, maka dihitung 6 (enam) Kereta dan apabila terdiri dari kelas pelayanan yang berbeda, maka perhitungan tarif mengacu pada kelas pelayanan tertinggi.

contoh :

KLB terdiri dari 1 K3 + 3K2 + 1K1 jumlah 5 Kereta

maka untuk perhitungan tarif KLB dihitung 6 Kereta dengan rincian sebagai berikut :

1 K3 → tetap dihitung 1 K3

3 K2 → tetap dihitung 3 K2

1 K1 → dihitung 2 K1

→ untuk perhitungan tarif, jumlah kereta dihitung 6

Pasal 57

(1) Jumlah tempat duduk dihitung berdasarkan realisasi tempat duduk yang tersedia, khusus KD1 jumlah tempat duduk dihitung minimal 60 setiap Kereta. (2) Dalam hal jumlah penumpang lebih sedikit dari jumlah tempat duduk tersedia,

maka perhitungan tarif tetap mengacu pada jumlah tempat duduk tersedia. (3) Dalam hal jumlah penumpang lebih banyak dari jumlah tempat duduk tersedia

maka perhitungan tarif mengacu pada jumlah realisasi penumpang. Pasal 58

(1) Penggunaan lokomotif, Kereta makan, Kereta pembangkit dan aling-aling pada KLB dikenakan tarif sebesar Rp 100.000,- per km.

(2) Kombinasi jenis sarana sebagaimana dimaksud ayat (1) disesuaikan dengan ketersediaan sarana.

(3) Dalam hal KLB berhenti disuatu stasiun atas permintaan penumpang maka dikenakan bea sebesar Rp 500.000,- untuk setiap kelipatan 1 (satu) jam.

(4) Bea per tempat duduk dihitung berdasarkan bea per km pada masing-masing jenis sarana yang dipergunakan sebagai berikut :

a. eksekutif Rp 400,- ; b. bisnis Rp 350,- ; c. ekonomi AC Rp 310,- ; d. ekonomi AC split Rp 285,- ; e. KRD Rp 400,- ; f. KD1 Rp 750,- ;  contoh 1

PT Bekri mengajukan permohonan perjalanan KLB untuk 380 penumpang dari Karawang ke Surabaya menggunakan 3 K1 dan 2K2 dan 1 K3AC Split. PT Bekri meminta KLB berhenti di Cirebon selama 3 jam.

A. Bea penggunaan lokomotif, kereta makan, kereta pembangkit dan aling-aling = 662 x 100.000 = Rp 66.200.000,- (1) B. Bea penggunaan K1 = 662 x 50 x 3 x 400 = Rp 39.720.000,- (2) C. Bea penggunaan K2 = 662 x 64 x 2 x 350 = Rp 29.657.600,- (3)

D. Bea penggunaan K3 AC split = 662 x 106 x 1 x 285 = Rp 19.999.020,- (4) E. Bea berhenti = 3 x 500.000 = Rp 1.500.000,- (5) F. Bea KLB = (1)+(2)+(3)+(4)+(5) = Rp 157.076.620,- (6) G. PPN = 10% x (6) = Rp 15.707.662,- (7) H. Bea Total KLB = (6)+(7) = Rp 172.784.282,- Contoh 2

DPRD Tanjungkarang mengajukan permohonan perjalanan KLB

menggunakan KD1 dari tanjungkarang ke baturaja PP. Menunggu di baturaja sebelum kembali ke tanjungkarang selama 6 jam.

Jarak Tanjungkarang-Baturaja 216 km, maka : A. Bea penggunaan KD1 = (216 x 60 x 1 x 750) x 2 = Rp 19.440.000,- B. PPN = 10% x 19.440.000 = Rp 1.944.000,- C. Bea KLB = Rp 21.384.000,-

Bea tunggu di Baturaja tidak dihitung karena stasiun tujuan.

Sarana bertenaga penggerak sendiri tidak dikenakan bea lokomotif dan jumlah sarana kereta dihitung berdasarkan realisasi.

Pasal 59

(1) Tarif hasil perhitungan adalah tarif minimum, untuk optimalisasi pendapatan dapat ditetapkan tarif lebih tinggi dari hasil perhitungan.

(2) Pemberian diskon atas KLB mengacu pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 86.

Pasal 60

(1) Tiket untuk penumpang KLB tetap dicetak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 11 dengan tarif Rp 0,-

(2) Dalam hal terjadi perubahan nama penumpang, maka Tiket atas nama penumpang yang tidak jadi berangkat dibatalkan, kemudian untuk penumpang pengganti dicetakkan Tiket baru dengan nama yang sesuai dengan identitas penumpang baru tersebut.

Pasal 61

Ketentuan pembayaran tarif KLB yang dilakukan menggunakan aplikasi RTS diatur lebih lanjut dalam Keputusan Direksi.

BAB XII

Dokumen terkait