BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.5. Pajak Penghasilan (PPh)
2.1.5.4. Tarif PPh
Pada umumnya tarif pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
a. Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan selama setahun sebesar 0 sampai Rp 50.000.000 maka tarif pajak yang dikenakan sebesar 5%.
b. Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan selama setahun sebesar Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 maka tarif pajak yang dikenakan sebesar 15%.
c. Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan selama setahun sebesar Rp 250.000.000 sampai Rp 500.000.000 maka tarif pajak yang dikenakan sebesar 25%.
d. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang mempunyai penghasilan selama setahun di atas Rp 500.000.000 maka tarif pajak yang dikenakan sebesar 30%.
2.1.6. Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
Dasar hukum pengenaan pajak PPN dan PPnBM adalah Undang-Undang Dasar No. 42 tahun 2009. Berdasarkan penjelasan UU No. 42 Tahun 2009 Tentang perubahan Ketiga atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pada bagian umum, Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dandistribusi.
Menurut Supramono (2009: 125) pajak pertambahan nilai merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (daerah pabean), baik konsumsi BKP maupun JKP. Sedangkan menurut Waluyo (2011: 9) menyatakan bahwa pajak pertambahan nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsijasa.
Mardiasmo (2009: 269) menyatakan bahwa apabila dilihat dari sejarahnya, pajak pertambahan nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan pengertian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan Negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.
Sedangkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang
tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dipungut atas penyerahanBarang Kena Pajak (BKP) yang tergolong sebagai barang mewah yang dilakukan olehpengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, ataupun impor Barang Kena Pajak yangtergolong mewah (UU No. 42 Tahun 2009).
2.1.6.1 Subjek PPN dan PPnBM
Menurut Resmi (2011: 5) pajak pertambahan nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dialihkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pihak-pihak yang mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terdiri atas:
1. Pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak/jasakenapajakdidalamdaerahpabeandanmelakukanekspor barang kena pajak berwujud/barang kena pajak tidak berwujud/jasa kenapajak.
2. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusa kena pajak(PKP).
Sedangkan Subjek pajak PPnBM adalah pengusaha kena pajak yang menghasilkan barang kena pajak tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.
2.1.6.2. Objek PPN dan PPnBM
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pada pasal 4 disebutkan bahwa PPN dikenakan atas (objek pajak):
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan olehPengusaha;
2. ImporBKP;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan olehpengusaha;
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerahpabean;
6. Ekspor BKP olehPKP;
Selain objek pajak diatas, PPN juga dikenakan atas :
1. Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain (Pasal 16 C UUPPN);
2. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.(Pasal 16 D UUPPN)
Tidak semua barang atau jasa yang diserahkan atau dimanfaatkan dikategorikan sebagai BKP/JKP. Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah BKP/JKP,kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya. Jenis
barangyangtidak dikenakan PPN ditetapkan dengan peraturan pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batu bara belum diproses menjadi briket batu bara, biji besi, biji timah, biji tembaga, dan besi perak serta bijibauksit;
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang beryodium maupun yang tidakberyodium;
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi ditempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh jasa boga ataucatering;
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan lainnya).
Sementara jasa-jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan peraturanpemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagaiberikut:
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatanmedik;
2. Jasa di bidang pelayanansosial;
3. Jasa di bidang pengiriman surat denganperangko;
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hakopsi;
5. Jasa di bidangkeagamaan;
6. Jasa di bidangpendidikan;
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifatiklan;
9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan diair;
10. Jasa di bidang tenagakerja;
11. Jasa di bidangperhotelan;
12. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secaraumum.
Sedangkan barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai PPnBM ialah:
1. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok 2. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
3. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi 4. Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas
social.
Pengenaan PPnBM atas terhadap impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah tidak memperhatikan siapa yang impor Barang Kena Pajak tersebut serta tidak memperhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terus-menerus atau hanya sekali saja. Selain itu, pengenaan PPnBM terhadap Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan apakah suatu bagian dari barang kena pajak tersebut telah dikenakan atau tidak dikenakan PPnBm pada transaksi sebelumnya.
PPnBM pada prinsipnya hanya dipungut satu kali saja, yaitu pada waktu :
1. Penyerahan oleh pabrikan atau produsen Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
2. Impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenakan PPnBM. Pajak penjualan atas barang mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang diekspor dapat diminta kembali.
2.1.6.3. Jenis-jenis PPn dan PPnBM
Jenis-jenis Pajak Pertanbahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah:
1. Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah dalam Negeri
Yaitu pajak pajak konsumsi barang dan jasa di dalam negeri yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dandistribusi serta pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya di dalam negeri.
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Impor
Yaitu pajak pajak konsumsi barang dan jasa impor yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dandistribusi serta pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
produsen (pengusaha) untuk mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.1.6.4. Tarif PPN dan PPnBM
Untuk menghitung besarnya PPN yang terutang diperlukan adanya DasarPengenaan Pajak (DPP). Mardiasmo (2006) menyebutkan DPP adalah :
1. Harga Jual, adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam FakturPajak.
2. Penggantian, adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam FakturPajak.
3. Nilai Impor, adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN1984.
4. Nilai Ekspor, adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleheksportir.
5. Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan MenteriKeuangan.
Sedangkan tarif PPN yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut : 1. Tarif tunggal 10% (sepuluhpersen)
Tarif ini berlaku untuk semua jenis penyerahan BKP dan JKP di dalam daerah pabean.
2. Tarif ekspor 0% (nolpersen)
Tarif ini hanya berlaku untuk ekspor BKP keluar daerah pabean.
Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan pengenaan PPN, tetapi Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekspor produk dalam negeri.
Atas tarif PPN tersebut, pemerintah dapat mengubahnya menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen). Perubahan tarif ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut Waluyo(2011:21) Cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah dengan mengkalikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (10%
atau 0% untuk eksporBarang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Sedangkan tarif PPNBm menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, tarif pajak penjualan atas barang mewah ditetapkan paling rendah 10%
(sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 200% (dua ratus persen). Jika pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).
PPN yang terutang = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak
PPnBM yang terutang = tarif PPnBM x Dasar Pengenaan Pajak
Menurut Siti Resmi (2009:524) cara menghitung PPnBM dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak yang dimaksud dapat berupa harga jual, nilai impor, nilai pengganti, atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Apabila dalam suatu harga termasuk PPN dan PPnBM,
2.1.7. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994. Menurut Undang-Undang NomorNomor 12 tahun 1994, PBB adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan. Yang dimaksud bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya, sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan menurut Dirjen Pajak adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.Sedangkan menurut Supramono dan Damayanti (2005), PBB adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan tubuh bumi serta bangunan yang terletak di atas bumi tersebut.
PPnBM yang terutang = tarifPPnBM x Dasar Pengenaan Pajak (110 + tarif PPnBM)
2.1.7.1. Subjek PBB
Subjek pajak bumi dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
1. mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
2. memperoleh manfaat atas bumi dan atau 3. memiliki, menguasai atas bangunan dan atau 4. memperoleh manfaat atas bangunan
2.1.7.2. Objek PBB
Menurut Ditjen Pajak, secara keseluruhan objek PBB adalah Bumi dan atau Bangunan adalah:
1. Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
2. Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
Objek PBB sektor perkebunan adalah adalah objek pajak bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi
atau Badan, yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan yang diberikan hak guna usaha perkebunan. Hal ini di atur dalam PER-64/PJ/2010 tanggal 27 Desember 2010 dan penegasan dalam SE-149/PJ/2010 tanggal 27 Desember 2010.
Sedangkan objek PBB sektor perhutanan adalah bumi dan/atau bangunan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang diberikan hak pengusahaan hutan. Objek pajak bumi di dalam sektor perhutanan terdiri dari areal produktif, areal belum produktif, areal emplasemen, dan areal lain.Objek pajak sektor Perhutanan diatur dalam PER-36/PJ/2011 tanggal 18 Nopember 2011 dan penegasan dalam SE-89/PJ/2011 tanggal 18 Nopember 2011.
Objek PBB sektor pertambangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
Berdasarkan undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan bahan galian adalah unsur-unsur kimia mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam.
Bahan-bahan galian ini terbagi atas 3 (tiga) jenis yaitu:
• Bahan galian strategis dalam arti strategis bagi pertahanan dan keamanan serta perekonomian negara, antara lain seperti minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam, bitumen padat, aspal, batubara, uranium dan bahan radio aktif lainnya, nikel, timah.
• Bahan galian vital dalam arti dapat menjamin hajat hidup orang banyak, antara lain seperti besi, mangaan, wolfram, tembaga, emas, perak, platina, yodium, belerang.
• Bahan galian yang tidak termasuk jenis a atau b dalam arti karena sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional, antara lain seperti nitrat-nitrat, garam batu, asbes, batu permata, pasir kwarsa, batu apung, batu kapur, granit, andesit.
Sedangkan objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan yang meliputi areal usaha penambangan bahan-bahan galian dari semua jenis golongan yaitu bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya. Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan dapat diklasifikasikan ke dalam 3(tiga) jenis yaitu:
1. Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) 2. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Migas) 3. Pertambangan Energi Panas Bumi
2.1.7.3. Jenis-Jenis PBB
Jenis-jenis Pajak Bumi dan Bangunan pada umumnya adalah sebagai berikut:
a. PBB Pedesaan b. PBB Perkotaan c. PBB Perkebunan d. PBB Kehutanan e. PBB Pertambangan
Berdasarkan lembaga pemungutnya, mulai 1 januari 2014 PBB Perdesaan dan Perkotaaan merupakan pajak daerah. Untuk PBB perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih tetap merupakan pajak pusat.
2.1.7.4 Tarif PBB
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :
1. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
2. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
3. nilai perolehan baru;
4. penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut :
1. Objek pajak perkebunan adalah 40%
2. Objek pajak kehutanan adalah 40%
3. Objek pajak pertambangan adalah 40%
4. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
• apabila NJOP-nya≥ Rp1.000.000.000,00adalah 40%
• apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%
Sedangkan besarnya tarif PBB adalah 0,5%. Adapun rumus perhitungan PBB adalah sebagai berikut:
PBB = Tarif x NJKP
2.1.8. Bea Meterai
Dasar hukum bea materai adalah sebagai berikut:
1. UU No 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai berlaku sejak 1 Januari 1986.
2. PP No 7 tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan PP 24 tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan besar Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai.
3. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 133b/KMK.04/2000 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2014
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014
Menurut Dirjen Pajak, Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk digunakan di pengadilan. Nilai bea meterai yang berlaku saat ini Rp. 3.000,00 dan Rp.
6.000,00 yang disesuaikan dengan nilai dokumen dan penggunaan dokumen.
• Bea meterai tidak diperlukan nomor identitas baik untuk wajib pajak maupun objek pajak
• Pembayaran bea meterai terjadi terlebih dahulu daripada saat terutang
• Waktu pembayaran dapat dilakukan secara isidentil dan tidak terikat waktu 2.1.8.1. Subjek Pajak Bea Meterai
Subjek Bea Materai adalah yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
Pengaturan masalah Bea Meterai diatur dalam UU No. 13 Tahun 1985.
Dokumen yang dikenakan Bea Meterai hanyalah dokumen yang disebutkan dalam UU tersebut. Pihak yang menggunakan dokumen-dokumen yang disebutkan dalam UU adalah subjek dari bea meterai
artinya merekalah yang wajib melunasi sejumlah bea meterai yang telah ditentukan.
2.1.8.2. Objek Pajak Bea Meterai
Objek Bea Materai adalah dokumen, yaitu kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan dan dokumen yang disebutkan dalam undang – undang yakni:
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b. akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya;
d. surat yang yang memuat jumlah uang lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) :
yang menyebutkan penerimaan uang;
yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
2.1.8.3. Jenis-jenis Bea Meterai
Menurut Dirjen pajak, jenis Bea Materai adalah sebagai berikut:
1. Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
2. Pemeteraian kemudian adalah pelunasan bea meterai yang dilakukan pejabat pos atas dokumen yang bea meterai belum dilunasi.
2.1.8.4. Tarif Bea Meterai
Adapun jenis dokumen dan tarif bea Materaisesuai ketentuan yang berlaku akan dijelaskan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1. Tarif Bea Materai
No. Jenis dokumen Nominal
Meterai
1
Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (surat kuasa, surat hibah, dan surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata
Rp. 6.000 2 Akta-akta Notaris termasuk salinannya Rp. 6.000 3 Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya Rp. 6.000
4
Dokumen yang dikenakan bea meterai adalah dokumen yang berbentuk:
surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
a. yang menyebutkan penerimaan uang;
b. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank;
c. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank;
atau
d. yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
dengan harga nominal :
Jika harga nominal menggunakan dalam mata uang asing, maka harus dikalikan dengan Kurs Menteri Keuangan yang berlaku saat dokumen tersebut dibuat.
5 Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep, dengan
harga nominal
Jika harga nominal menggunakan dalam mata uang asing, maka harus dikalikan dengan Kurs Menteri Keuangan yang berlaku saat dokumen tersebut dibuat.
6 Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di
muka pengadilan
- surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
- surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai, berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula
Rp. 6.000
Jika dokumen awalnya tidak terutang Bea Meterai, tetapi kemudian dokumen tersebut digunakan untuk alat
pembuktian di pengadilan, maka atas dokumen tersebut harus dilakukan pemeteraian kemudian.
7 Cek, Bilyet, Giro Rp.3.000
8 Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
mempunyai harga nominal:
- sampai dengan Rp. 1.000.000 Rp.3.000
- lebih dari Rp. 1.000.000 Rp.6.000
9
Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai harga nominal:
- sampai dengan Rp. 1.000.000 Rp.3.000
- lebih dari Rp. 1.000.000 Rp.6.000
Sumber: DirJen Pajak Kementerian Keuangan (2015)
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak 2.2.1 Produk Domestik Bruto (PDB)
Dalam perekonomian suatu negara terdapat suatu indikator yang digunakan untuk menilai apakah perekonomian berlangsung dengan baik atau buruk. Indikator dalam menilai perekonomian tersebut harus dapat digunakan untuk mengetahui total pendapatan yang diperoleh semua orang dalam perekonomian. Indikator yang pas dan sesuai dalam melakukan pengukuran tersebut adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, PDB juga mengukur dua hal pada saat bersamaan: total pendapatan semua orang dalam perekonomian dan total pembelanjaan negara untuk membeli barang dan jasa
hasil dari perekonomian. Alasan PDB dapat melakukan pengukuran total pendapatan dan pengeluaran dikarenakan untuk suatu perekonomian secara keseluruhan, pendapatan pasti sama dengan pengeluaran.Pengertian dari PDB adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam sebuah negara pada suatu periode. Oleh sebab itu, PDB per kapita yang merupakanbesarnya PDB apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk di
hasil dari perekonomian. Alasan PDB dapat melakukan pengukuran total pendapatan dan pengeluaran dikarenakan untuk suatu perekonomian secara keseluruhan, pendapatan pasti sama dengan pengeluaran.Pengertian dari PDB adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam sebuah negara pada suatu periode. Oleh sebab itu, PDB per kapita yang merupakanbesarnya PDB apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk di