ANALISIS DETERMINAN PENERIMAAN PAJAK DI INDONESIA
T E S I S
OLEH
NURUL HANIFA 157018001
MAGISTER ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
ANALISIS DETERMINAN PENERIMAAN PAJAK DI INDONESIA
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Ekonomi pada
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
OLEH NURUL HANIFA
157018001
MAGISTER ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
Telah diuji Pada Tanggal: 31 Juli 2017
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Bastari, MM, BKP
Anggota : 1. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec 2. Prof. Dr. HB Tarmizi, SU
3. Dr. Rujiman, MA 4. Dr. Rahmanta, M.Si
ANALISIS DETERMINAN PENERIMAAN PAJAK DI INDONESIA
ABSTRAK
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan penerimaan pajak di Indonesia. Kemudian tujuan khususnya yaitu untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel seperti Produk domestik Bruto (PDB), Inflasi, Suku Bunga, Nilai Ekspor, Nilai impor, dan Jumlah penduduk terhadap peenrimaan pajak di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah metode kuadrat linier terkecil (Ordinary Least Square) dengan persamaan regresi linier berganda dengan menggunakan aplikasi Eviews 7. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dari tahun 1986 sampai dengan tahun 2015, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB), Inflasi, Suku Bunga, Nilai Ekspor, Nilai Impor, dan Jumlah Penduduk.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB), Inflasi, Suku Bunga, Nilai Ekspor, Nilai Impor, dan Jumlah Penduduk secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Indonesia.
Secara parsial, Produk Domestik Bruto (PDB), Nilai Ekspor, Nilai Impor, Jumlah Penduduk berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak, sedangkan Inflasi, Suku Bunga berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak di Indonesia dan semua variabel bebas sesuai dengan hipotesis.
Kata kunci: Produk Domestik Bruto (PDB), Inflasi, Suku Bunga, Nilai Ekspor, Nilai Impor, Jumlah Penduduk, Penerimaan Pajak
ANALYSIS OF THE DETERMINANT OF TAX REVENUE IN INDONESIA
ABSTRACT
The general objective of the research was to analyze the determinant of tax revenue in Indonesia. The particular objective of the research was to analyze the influence of variables such as PDB (Gross Domestic Product), Inflation, interest rate, Export Value, import Value and Population on the tax revenue in Indonesia. Ordinary Least Square Method was employed for the analysis with mulliple linear regresion using application of Eviews 7. The research used time series data from i986 until 20I5consisting of PDB (Gross Domestic Product), inflation, interest rate, Export Value, Import Value and Population.
The results showed that PDB (Gross Domestic Product), Inflation, interest rate, Export Value, import Value and Population simultaneously influenced the tax revenue in indonesia. partial/y, PDB (Gross Domestic Product), Export Value, Import Value and Population had positive influence on the la~ revenue in Indonesia, whereas Inflation and interest Rate had negative influence on the tax revenue in Indonesia and all independent variables were found out to be in accordance with the hypothesis.
Keywords: PDB (Gross Domestic Product), inflalion, interest rale, Export Value, import Value, Population, Tax Revenue
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Irsad, SE, M. Soc.Sc, PhD selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Bastari, MM, BKP selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.
6. Bapak Prof. Dr. HB Tarmizi, SU selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.
7. Bapak Dr. Rujiman, MA selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.
8. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.
9. Orang Tua yang saya cintai dan saya sayangi yaitu Ayahanda Supriadi dan Ibunda Nursakdiah yang telah memberikan kasih sayang dan segala dukungan baik moril maupun materiil.
10. Bapak/Ibu dan Staf Pegawai Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis hingga tesis ini dapat selesai.
11. Kakak dan adik-adik penulis yaitu Kak Dipa, Faiz, Fahmi, dan Farhan yang telah banyak mendukung penulis baik secara moril dan materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
12. Teman-teman Jurusan Magister Ekonomi Pembangunan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini khususnya angkatan 2015 serta teman-teman S1 program Ekonomi Pembangunan USU. Semoga Allah SWT membalas jasa budi kalian dikemudian hari dan memberikan kemudahan dalam segala hal. Amin
Penulis menyadari Tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun harapan penulis semoga Tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.
Amin.
Medan, 31 Juli 2017 Penulis,
Nurul Hanifa
RIWAYAT HIDUP
1. Nama Lengkap : Nurul Hanifa
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 04 Februari 1991 Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Medan Area Selatan Gang Bilal No. 4A
Status : Belum Kawin
Agama : Islam
Kebangsaan/Suku : Indonesia/Jawa
Motto : “ Memilihlah dengan tanpa penyesalan”
2. Nama Orang Tua A. Ayah
Nama : Supriadi
Alamat : Jl. Medan Area Selatan Gang Bilal No. 4A
Pekerjaan : PNS
B. Ibu
Nama : Nursakdiah
Alamat : Jl. Medan Area Selatan Gg. Bilal No. 4A
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3. Jenjang Pendidikan
a. SD Al-Ulum : Tamat 2002 b. SMP An-Nizam : Tamat 2005 c. SMAN 2 Medan : Tamat 2008 d. S-1 Universitas Sumatera Utara: Tamat 2012
e. Sekolah Pascasarjana S-2 Universitas Sumatera Utara Studi Magister Ilmu Ekonomi Hingga Sekarang.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 11
2.1.1. Pengertian dan Teori pemungutan Pajak ... 11
2.1.2. Asas dan Syarat Pemungutan Pajak ... 14
2.1.3. Fungsi Pajak ... 16
2.1.4. Jenis-Jenis Pajak ... 18
2.1.5. Pajak Penghasilan (PPh) ... 20
2.1.5.1. Subjek PPh... 21
2.1.5.2. Objek PPh ... 22
2.1.5.3. Jenis-jenis PPh... 24
2.1.5.4. Tarif PPh ... 27
2.1.6. Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan PPnBM ... 28
2.1.6.1. Subjek PPn dan PPnBM... 29
2.1.6.2. Objek PPn dan PPnBM ... 30
2.1.6.3. Jenis-Jenis PPn dan PPnBM ... 33
2.1.6.4. Tarif PPn dan PPnBM ... 34
2.1.7. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ... 36
2.1.7.1. Subjek PBB ... 37
2.1.7.2. Objek PBB ... 37
2.1.7.3. Jenis-Jenis PBB ... 39
2.1.7.4. Tarif PBB ... 40
2.1.8. Bea Meterai ... 41
2.1.8.1. Subjek Bea Meterai ... 41
2.1.8.2. Objek Bea Meterai ... 42
2.1.8.2. Jenis-jenis Bea Meterai ... 43
2.1.8.4. Tarif Bea Meterai ... 43
2.2.1. Produk Domestik Bruto ... 45
2.2.2. Inflasi ... 48
2.2.3. Suku Bunga ... ... 51
2.2.4. Nilai Ekspor ... 53
2.2.5. Nilai Impor ... 58
2.2.6. Jumlah Penduduk ... 59
2.3. Penelitian Terdahulu ... 61
2.4. Kerangka Konseptual ... 69
2.5. Hipotesis Penelitian ... 72
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 73
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 73
3.3. Variabel Penelitian ... 73
3.4. Metode Analisis Data ... 74
3.4.1. Model Analisis ... 74
3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 76
3.4.3. Uji Goodness of Fit ... 78
3.5.Definisi Operasional ... 80
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 82
4.1.1. Letak dan Luas Daerah Geografis Indonesia ... 82
4.1.2. Keadaan Penduduk Indonesia ... 82
4.1.3. Kondisi Perekonomian Indonesia ... 83
4.1.4. Perkembangan Penerimaan Pajak di Indonesia ... 86
4.1.5. Pengujian Asumsi Klasik ... 92
4.1.5.1. Uji Normalitas ... 92
4.1.5.2. Uji Heterokedastisitas ... 94
4.1.5.3. Uji Multikolinieritas ... 94
4.1.5.4. Uji Autokorelasi ... 95
4.1.6. Hasil Regresi Linear Berganda ... 96
4.1.7. Koefisien Determinasi (R-Square) ... 100
4.1.7.1. Uji secara parsial (Uji T) ... 101
4.1.7.2. Uji secara serempak (Uji F) ... 103
4.2 Pembahasan ... 104
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 111
5.2. Saran ... 112
DAFTAR PUSTAKA ... 113
LAMPIRAN ... 116
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1.1. Perkembangan Penerimaan Pajak ... 2
1.2. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak ... 3
1.3. Perbandingan Tax ratio Indonesia ... 4
1.4.Perbandingan Tax ratio ASEAN ... 6
2.1. Tarif Bea Meterai ... 44
2.2. Matriks Penelitian Terdahulu ... 66
3.1. Definisi Operasional Variabel ... 81
4.1. Perkembangan Penerimaan Pajak Di Indonesia ... 91
4.2. Uji Heterokedastisitas ... 94
4.3. Uji Multikolinearitas ... 95
4.4. Uji Autokorelasi ... 96
4.5 Jumlah Produk Domestik Bruto (PDB), Inflasi, Suku Bunga ... 98
4.6 Hasil regresi ... 102
4.7 Koefisien F Prob ... 104
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Kerangka Konseptual ... 70 4.1 Uji Normalitas ... 93 4.2 Uji Normalitas Second Difference ... 93
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Data Penelitian ... 116 2. Data View Second Difference ... 118 3. Hasil Uji Data ... 119
DAFTAR SINGKATAN
APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BPHTB = Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPS = Badan Pusat Statistik
PBB = Pajak Bumi dan Bangunan PDB = Produk Domestik Bruto PPh = Pajak Penghasilan PPn = Pajak Pertambahan Nilai
PPnBM = Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
BAB I PENDAHULUAN
1.1.LatarBelakangMasalah
Pajakberperanpentingdalamkehidupanbernegara, khususnya di dalampelaksanaanpembangunankarena dari penerimaan dalam sektor pajak dapat membiayaipengeluaranpembangunan suatu negara. Dalam perekonomian Indonesia, pajak merupakan salah satu sektor yang diprioritaskan dalam membiayai pengeluaran pembangunan. Dengan adanya penerimaan pajak, kita dapat merealisasikan program-program pembangunan yang berkelanjutan, dimana pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memiliki kontribusi terbesar dalam membiayai proses pembangunan di suatu negara.
Olehkarenaitusektorperpajakanharusdioptimalkansedemikianrupasehinggadapame nopangpembangunannasional di Indonesia.
Di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sumber penerimaan perpajakan dalam negeri di Indonesia terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional yang masing-masing terbagi dalam berbagai jenis pajakyaitu pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB), pendapatan BPHTB, cukai, dan pajak lainnya.
Sementara itu, jenis pajak perdagangan internasional terbagi pada pendapatanbea masuk dan bea keluar. Perkembangan masing-masing jenis penerimaan pajak di Indonesia dalam periode 2012-2015 dijelaskan dalam tabel berikut ini :
Tabel 1.1
Perkembangan Penerimaan Perpajakan di Indonesia Tahun 2012-2015 (dalam milyar rupiah)
Uraian 2012 2013 2014 2015
Penerimaan perpajakan 980.518,10 1.077.306,70 1.146.865,80 1.240.418,90 a. Pendapatan Pajak dalam
Negeri 930.861,80 1.029.850,10 1.103.217,60 1.205.478,90 1) pendapatan pajak
penghasilan 4 65.069,6 5 06.442,8 5 46.180,9 6 02.308,1 a. Pendapatan PPh Migas 83.460,90 8 8.747,4 87.445,70 9.671,60 b. Pendapatan PPh Non
Migas 381.608,80 417.695,30 458.735,20 552.636,60 2) Pendapatan Pajak
Pertambahan Nilai 337.584,60 384.713,50 409.181,60 423.710,8 3) Pendapatan Pajak Bumi dan
Bangunan 28.968,90 25.304,60 23.476,20 29.250,00
4)pendapatan BPHTB - - - 0,30
5)Pendapatan Cukai 9 5.027,9 108.452,10 118.085,50 44.641,30 6)Pendapatan pajak Lainnya 4.210,90 4.937,10 6.293,40 5.568,30 b. Pajak Perdagangan
Internasional 49.656,30 47.456,60 43.648,10 34.940,00 1)Pendapatan Bea Masuk 28.418,40 3 1.621,3 3 2.319,1 31.212,80 2)Pendapatan Bea Keluar 21.237,90 15.835,40 11.329,00 3.727,10
Sumber: Nota Keuangan APBN 2016 (diolah)
Dalam periode 2012―2015 (dalam tabel di atas) realisasi penerimaan perpajakanmengalami peningkatan yang sangat signifikan, dari Rp980,5 triliun pada tahun 2012 menjadiRp1.240,4 triliun pada tahun 2015, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 9,2 persen per tahun.Sejalan dengan semakin meningkatnya realisasi penerimaan perpajakan, kontribusi penerimaanperpajakan terhadap pendapatan dalam negeri juga meningkat, dari 73,6 persen pada tahun 2012menjadi 82,9 persen pada tahun 2015. Pertumbuhan penerimaan perpajakan tertinggi terjadi ditahun 2012 sebesar 12,2 persen, tetapi setelah itu pertumbuhan penerimaan perpajakan terusmenurun hingga menjadi 8,2 persen pada tahun 2015.
Perlambatan pertumbuhan perpajakanselama kurun waktu 2012-2015 disebabkan oleh memburuknya perekonomian global yangberpengaruh kepada perekonomian domestik. Penerimaan perpajakan yang mengalamipenurunan pertumbuhan tersebut adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Masuk dan BeaKeluar (Kemenkeu, 2017).
Sedangkantabelyang menunjukkantargetdanrealisasipenerimaanpajakdi Indonesia pada periode 2014/2015 dapat kita lihat di bawah ini:
Tabel 1.2.
Target danRealisasiPenerimaanPajak di Indonesia Tahun 2014/2015 (dalam Milyar rupiah)
Target Realisasi
Jenis Penerimaan Perpajakan Tahun
2014 2015 2014 2015
Pajak Dalam Negeri 1.189.826,60 1.328.487 ,8 1.103.217,60 1.205.478,89 Pajak Penghasilan 569.866,70 644.396,10 546.180,90 602.308,13 Pajak Pertambahan Nilai 47 5.587 ,2 524.97 2,2 409.181,60 423.710,82 Pajak Bumi dan Bangunan 21.742,9 26.684,10 23.476,20 29.250,05 Bea Perolehan atas tanah
dan bangunan 0 0 0 0
Cukai 117 .450,2 126.7 46,3 118.085,50 144.641,30
Pajak lainnya 5.17 9,6 5.689,10 6.293,40 5.568,30
Pajak Perdagangan Internasional 56.280,40 51.503,80 43.648,10 34.939,97
Bea Masuk 35.67 6,0 40.23,9 32.319,10 31.212,82
Bea Keluar 20.604,40 14.299,90 11.329,00 3.727,15
Total Penerimaan Pajak 1.246.107 ,0 1.379.991,6 1.146.865,80 1.240.418,86 Sumber : Nota Keuangan APBN 2015 (diolah)
Dari tabel di atas dapat dilihat adanyapenurunan targetpenerimaanpajakbaikdaripajakdalamnegerimaupunpajakperdaganganinterna sional. Target pungutanpajaktahun 2014 sebesar Rp1,246milyardanrealisasinya
sebesar Rp1,146 milyar. Sedangkanpadatahun 2015, ditargetkanpenerimaan perpajakan sebesarRp1,379 milyarsertarealisasinyasebesarRp 1,240 milyar. Tidak tercapainya target penerimaan pajak dalam APBN selama ini antara lain disebabkan oleh memburuknya perekonomian global yang berpengaruh kepada perekonomian domestik. Oleh karena itu pemerintah harus menyusun target penerimaan negara dan strategi untuk pencapaian target sesuai dengan kondisi makro dimaksud.
Dalam ekonomi, terdapat indikator tax ratio yang merupakan pembanding penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB)dimana tax ratio menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan pajak.Adapun perkembangan tax ratio Indoenesia dalam tahun 2012-2015 digambarkan dalam gambar di bawah ini :
Tabel 1.3.
Perkembangan Tax Ratio Indonesia Tahun 2012-2016
Tahun Tax ratio (%)
2012 11,9
2013 11,9
2014 11,4
2015 10,7
2016 10,3
Sumber: Kementerian Keuangan (2016)
Dalam tabel di atas dapat dilihat bahwa rasio penerimaan perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto/PDB (tax ratio) Indonesia tahun 2012-2016 berkisar antara 11,24%. Kondisi kencenderungan turunnya angka tax ratio pada
masihrendahnyatingkatkesadaranmasyarakatuntukmembayarpajak.Oleh karena itu perlu dilakukan optimalisasi penerimaan pajak terutama dengan meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak serta meminimalisir kebocoran wajib pajak agar target pemerintah dalam meningkatkan tax ratio Indonesia pada tahun 2017 sebesar 10,9% dapat tercapai.
Di dalam prakteknya, pengertian tax ratio terbagi menjadi 2 (dua) yaitu tax ratio dalam arti sempit dan dalam arti luas. Tax ratio dalam arti sempit adalah jumlah pajak nasional (pemerintah pusat) dibagi PDB. Sedangkan dalam arti luas tax ratio adalah jumlah pajak nasional (pemerintah pusat) ditambah pajak daerah (pemerintah daerah) ditambah dengan penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) dibagi dengan PDB. Berbeda dengan Indonesia yang menghitung tax ratio dari semata pajak nasional saja (mempergunakan pengertian tax ratio dalam arti sempit), mayoritas dari beberapa negara menghitung tax ratio dengan dengan memperhitungkan pajak daerah dan penerimaan SDA. Perbedaan dalam pengakuan penerimaan pajak yang dijadikan dasar pembagian itulah yang menjadi salah satu alasan kenapa tax ratio di Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (matapajak.wordpress.com). Berikut ini data tax ratio Indonesia dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN pada tahun 2014 menurut World Bank yang dijelaskan dalam tabel berikut ini:
Tabel 1.4.
Perbandingan Tax Ratio Negara Kawasan ASEAN Tahun 2014
No. Negara Tax Ratio (%)
1 Indonesia 10,84%
2 Cambodia 14,6%
3 Laos PDR 16,06%
4 Malaysia 14,8%
5 Philiphines 13,6%
6 Singapore 13,9%
7 Thailand 16,0%
8 Myanmar 8%
Sumber :WorldBank, 2015 (diolah)
Tinggi rendahnya tax ratio
Salah satu faktor yang menentukan penerimaan pajakdapatdilihatpadapertumbuhanekonomi yang merupakanpersentasekenaikan PDB dalamnilairiiltahuntertentudisbandingtahunsebelumnya. Menurut Samuelson (2003), Produk Domestik Bruto (PDB) atau disebut juga dengan Gross Domestic
Product (GDP)adalahjumlah output total yang
mengimplikasikan kuat lemahnya sistem perpajakan di suatu negara. Dalam tabel diatas, rata-rata Tax Ratio di negara ASEAN pada tahun 2014 adalah sekitar 13,4%. Kondisi di atas menjelaskan bahwa peningkatan penerimaan perpajakan di Indonesia masih rendah dibandingkan beberapa negara di ASEAN dan hanya mampu mengungguli tax ratio Myanmar sebesar 8%. Rasio pajak tertinggi di kawasan ASEAN adalah Laos dan Thailand yaitu sebesar 16%.
dihasilkandalambataswilayahsuatuNegaradalamsatutahundanmengukurnilaibaran
gdanjasa yang diproduksi di wilayahsuatuNegaratanpamembedakankewarganegaraanpadasuatuperiodewaktute
rtentu.Hubunganpenerimaanpajakdenganpertumbuhanekonomi,yangdijelaskanole hteori yang dikemukakan Peacock dan Wiseman dalamMangkoesoebroto (1993),
yaitubahwaperkembanganekonomimenyebabkanpemungutanpajak yang semakinmeningkatwalaupuntarifpajaktidakberubahakanmemberikandampakpada
peningkatanpenerimaanpajaksehinggamenyebabkanpengeluaranpemerintahjugase makinmeningkat. Olehkarenaitu, dalamkeadaan normalmeningkatnya Gross Domestic Product (GDP) menyebabkanpenerimaanpemerintah yang semakinbesar pula.
Faktor lain yang juga memilikipengaruhcukuppentingterhadappenerimaan pajak adalah tingkat inflasi dan tingkat suku bunga. Begitu juga halnya dengan ekspor dan impor yang juga dapat mempengaruhi penerimaan pajak.Variabel ekonomi makro, seperti produk domestik bruto (pertumbuhan ekonomi), tingkat inflasi, dan nilai kurs, dinilai memiliki pengaruh terhadap penerimaan pajak.
Hubungan antar variabel ekonomi makro dan penerimaan pajak juga banyak diteliti di beberapa negara, salah satunya studi yang dilakukan oleh Yuksel, Orhan, dan Oztunc (2013) dengan studi kasus Turki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara penerimaan pajak dan variabel ekonomi makro berupa PDB, FDI, cadangan total, kredit domestik, ekspor, impor, nilai tukar, M2, dan jumlah penduduk.
Dengan melihat kondisi dari realisasi penerimaan pajak yang lebih rendah dari target yang disusun dalam APBN serta rendahnya tax ratio di Indonesia
dalam lima tahun terakhir mengindikasikan perlunya data dan model perencanaan penerimaan pajak yang lebih representatif. Maka dari itu,
penentuanpenerimaanpajakmemerlukansuatuperencanaan yang wajardanobjektifdalamartitidakhanyaberorientasipadapencapaianpenerimaansema
ta, tetapijugaharusmelihatfaktor-faktorekonomisecaramakro yang dapatmempengaruhi di dalampenentuansuatutarget penerimaanpajak agar target
penerimaan pajak dalam APBN dapat terealisasikan. Untuk ituperludikajifaktor- faktormanakah yang dapatmempengaruhipenerimaanpajaksehingga target yang dialokasikantersebutdapatterealisirsecarawajardanrealistissesuaidenganpotensi yang ada.
Dilatarbelakangi dari pemikiran-pemikiran tersebut diatas, peneliti tertarik untuk membuat penelitian denganjudul"AnalisisDeterminanPenerimaanPajak Di Indonesia", sehingga dapat diambil kesimpulan dan langkah-langkah apa yang diambil oleh Direktorat Jenderal Pajak di Indonesia untuk menentukan target penerimaan pajaknya secara wajar dan realistis khususnya untuk tahun-tahun berikutnya.
1.2.PerumusanMasalah
Denganmemperhatikanlatarbelakangdanuraian yang telahdiungkapkanmakapermasalahan yang akandianalisisdalampenelitianini
adalah :
1. Apakah Produk Domestik Bruto
(PDB)berpengaruhterhadappenerimaanpajakdi Indonesia?
2. Apakahinflasiberpengaruhterhadappenerimaanpajakdi Indonesia?
3. Apakah suku bunga berpengaruhterhadappenerimaanpajak di Indonesia?
4. Apakahnilai eksporberpengaruhterhadappenerimaanpajak di Indonesia?
5. Apakah nilai impor berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Indonesia?
6. Apakah jumlah penduduk berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Indonesia?
7. Apakah Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi, suku bunga, nilai ekspor, nilai impor, dan jumlah penduduk secara simultan berpengaruhterhadappenerimaan pajak di Indonesia?
1.3.TujuanPenelitian
Adapuntujuanpenelitianiniadalah :
1. Untukmenganalisispengaruh Produk Domestik Bruto (PDB)terhadappenerimaanpajak di Indonesia.
2. Untukmenganalisispengaruhinflasiterhadappenerimaanpajakdi Indonesia.
3. Untukmenganalisis pengaruhsuku bungaterhadappenerimaanpajak di Indonesia.
4. Untukmenganalisispengaruhnilai eksporterhadappenerimaanpajak di Indonesia.
5. Untuk menganalisis pengaruh nilai impor terhadap penerimaan pajak di Indonesia.
6. Untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak di Indonesia.
7. Untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi, suku bunga, nilai ekspor, nilai impor, dan jumlah penduduk secara simultan terhadap penerimaan pajak di Indonesia.
1.4.ManfaatPenelitian
Penelitianinidiharapkandapatmemberikanmanfaatantaralain :
1. Menjadimasukanbagipemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajakagar dapatmengetahuivariabel–variabel yang berpengaruh di dalampenentuanpenerimaanpajak di Indonesia sehingga target dapatditetapkansecarawajar, realistisdandapatterealiasir.
2. Bagipeneliti,
denganadanyapenelitianinidiharapkandapatmemperluaspengetahuandanwawa sanpenelititentangpenerimaanpajak, khususnyamengenaifaktor-faktor yang mempengaruhipenerimaanpajakdi Indonesia.
3. Bagiilmupengetahuan,
diharapkandapatdijadikansebagaidasaracuanbagipengembanganilmupengetah uandiwaktu yang akandatang.
4. SebagaireferensibagimahasiswaJurusan Magister Ilmu EkonomiFakultasEkonomidanBisnis, Universitas Sumatera Utara
dalammenambahwawasandanapresiasi yang berhubungandenganpenerimaanpajak di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teori
2.1.1.Pengertian dan Teori Pemungutan Pajak
Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah dimana pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang dan pemungutannya dapat dipaksakan kepada subyek pajak dimana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunaannya (Mangkoesoebroto, 2001).
Pengertian Pajak tersebut adalah salah satu dari berbagai asumsi yang dikemukakan oleh para ahli, walaupun definisi yang diutarakan berbeda-beda, namun masing-masing memiliki tujuan yang sama. Seperti yang dijabarkan oleh Andriani (2000) bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak, yang pembayarannya menurut peraturan-peraturan tidak dapat prestasi kembali yang langsung dapat di tunjuk, dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk meyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan definisi pajak menurut Rochmat Soemitro (dalam Mardiasmo, 2006:1)adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk yang digunakan untuk membiayai pengeluaranumum.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkanbahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah (Mardiasmo, 2003) sebagai berikut:
1. Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang) yang digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
2. Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. Pajak adalah iuran wajib yang harus dibayarkan oleh rakyat kepada negara, dalam hal ini pajak merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan hukum antara negara/pemerintah dengan warganya/rakyatnya dimana negara mengambil kekayaan dari masyarakat dan dikembalikan ke masyarakat. Undang-Undang Pajak dibuat dengan tujuan sebagai aturan dasar pemungutan pajak, sehingga pemungutan pajak berdasarkan atas kekuatan undang-undang beserta aturan pelaksanaannya. Hal ini untuk menghindari adanya tindakan sewenang-wenang dalam memungut pajak dan supaya masyarakat juga tidak semaunya untuk membayarpajak.
3. Dapatdipaksakan
Yang dimaksud dengan dapat dipaksakan adalah bila hutang pajak tidak dibayar, hutang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekuasaan, salah satunya dengan menggunakan media surat paksa, bila perlu ditindak atau dikenai sanksi apabila melakukan perlawanan.
4. Tiada mendapat kontra prestasi atau timbal balik yang langsung ditunjuk.
Tujuannya untuk membedakan antara pajak dan retribusi. Pembayar pajak tidak dapat menikmati secara langsung atas pajak yang di bayar.
4. Untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah
Dalam negara terdapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan pajak merupakan salah satu penyokong utama dalam penerimaan yang kemudian digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran dari pemerintah, jadi atas pendapatan dari pajak tidak hanya dinikmati oleh pembayar pajak saja akan tetapi juga oleh rakyat pada umumnya.
Sedangkan pada teori pemungutan pajak, terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah (Mardiasmo, 2006) : 1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya.
Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentinganseseorang terhadap negara, maka makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikulmasing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu :
a. Unsur objektif, yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
b. Unsur subjektif, yaitu dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya menungut pajak berarti menarik daya belidari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
2.1.2. Asas dan Syarat Pemungutan Pajak
Teori Klasik tentang sistem perpajakan yang baik dimulai sejakAdam Smith dalam bukunya ”The Wealth of Nations” (Waluyo, 2006) yang menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada :
a. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang diminta.
b. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,
wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
c. Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar sebaiknya sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat wajib pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn.
d. Economy
Biaya untuk pemungutan pajak harus seminim mungkin. Dengan biaya pemungutan yang minimal diharapkan dapat menghasilkan penerimaan pajak yang sebesar-besarnya.
Azas keadilan dalam sistem perpajakan telah banyak didiskusikan secara luas, dan hal ini merupakan bagian terpenting dalam mengevaluasi setiap pengajuan dalam pembuatan kebijakan perpajakan.
Musgrave (dalam Laksana, 2001) memberikan pandangan yang adil tentang distribusi beban pajak,beban administrasi dan pengaruh insentif pajak terhadap penerimaan pajak. Diantara keempat azas diatas, Musgrave juga menekankan pada tiga azas lainnya, yaitu: azas netralitas (neutrality), azas perbaikan (reformation), dan azas kestabilan dan pertumbuhan (growth and stability).
Sedangkan syarat pemungutan pajak agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut (Mardiasmo, 2006) :
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni pencapaian keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yaitu dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan keberatan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara bagi warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
2.1.3. FungsiPajak
Menurut Mardiasmo (2006), pajak mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi anggaran(budgetair)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur(regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Sedangkan menurut Musgrave dan Musgrave (dalam Simanjuntak, 2012) sektor publik atau pemerintah memiliki tiga fungsi utama pada perekonomian, yaitu :
1. Fungsi alokasi.
Pemerintah berfungsi membantu pasar untuk mengalokasikan barang dan jasa secara efisien. Hal tersebut karena pasar tidak mampu untuk mengalokasikan barang dan jasa secara efisien. Hal tersebut biasa disebut kegagalan pasar (market failure). Bentuk kegagalan pasar antara lain adanya eksternalitas, barang publik, informasi yang tidak sempurna (Assymetric Information), serta bentuk pasar yang tidak sempurna. Pemerintah perlu melakukan alokasi anggaran guna mengatasi permasalahan tersebut, baik sisi pengeluaran yang dibutuhkan untuk menyediakan berbagai barang publik tersebut maupun sisi pendapatan yang didapat dari pembebananpajak.
2. Fungsi Distribusi.
Pemerintah melakukan redistribusi pendapatan antara rumah tangga berpendapatan tinggi dan rumah tangga berpendapatan rendah. Redistribusi tersebut dapat dilakukan dengan skema transfer pajak yang mengombinasikan antara pembebanan pajak progresif bagi yang berpendapatan tinggi dengan pemberian subsidi bagi yang berpendapatanrendah. Selain itu dapat juga dengan pemberlakuan pajak progresif yang nantinya pendapatan pajak tersebut digunakan untuk mendanai jasa publik yang secara khusus dimanfaatkan bagi rumah tangga berpendapatan rendah.
3. Fungsi Stabilisasi.
Pemerintah memiliki fungsi untuk menjaga stabilitas
makroperekonomian, seperti kesempatan kerja yang tinggi, stabilitas derajat tingkat harga, kondisi neraca luar negeri yang sehat, dan tingkat pertumbuhan ekonomi dengan mengeluarkan kebijakanstabilisasi.
2.1.4. Jenis-Jenis Pajak
Jenis pajak menurut Supramono dan Damayanti (2005) dapat dibedakan menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya.
1. Jenis pajak menurut golongannya a. Pajak langsung
Pajak yang pemebebannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak langsung karena pengenaan pajaknya adalah langsung kepada wajib pajak yang menerima penghasilan, tidak dapat dilimpahkan kepada wajib pajak lain.
b. Pajak tak langsung
Pajak tak langsung adalah Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah contoh dari pajak yang tak langsung sebab yang menjadi wajib pajak PPN seharusnya adalah penjualnya, karena penjualnyalah yang mengakibatkan adanya pertambahan nilai, tetapi pengenaan PPN dpat dilimpahkan kepada pembeli (pihak lain).
2. Jenis pajak menurut sifatnya a. Pajak subyektif
Pajak yang didasarkan atas keadaan subjeknya, memperhatikan keadaan diri wajib pajak yang selanjutnya dicari syarat objektifnya
(memperhatikan keadaan wajib pajak).
Contoh : Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak subjektif karena pengenaan pajak penghasilan memperhatikan keadaan dari wajib pajak yang menerima penghasilan.
b. Pajak obyektif
Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatkan diri wajib pajak.
Contoh :
• Pajak pertambahan Nilai (PPN) karena pengenaan PPN adalah peningkatan nilai dari suatu barang, bukan pada penjual yang meningkatkan nilai barang.
• Pajak Bumi dan bangunan (PBB), karena PBB dikenaan terhadap keadaan dari tanah dan bangunan, bukan dari keadaan pemiliknya.
3. Jenis pajak menurut lembaga pemungutnya a. Pajak Pusat (Negara)
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
Contoh:
 Pajak Penghasilan (PPh)
 Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
 Bea Materai
 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
b. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. Pajak daerah diatur dalam PP no. 18 tahun 1997 sebagaimana diubah dengan PP no. 34 tahun 2000.Pajak daerah dibedakan menjadi 2 yaitu:
• Pajak Propinsi
Jenis-jenis pajak propinsi meliputi: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok.
• Pajak Kabupaten/Kota
Jenis-jenisPajak Kabupaten/Kota meliputi: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak Atas tanah dan/atau Bangunan.
2.1.5. Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Mansury (2002), PPh sesuai undang-undang tentang pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Sedangkan menurut Supramono dan Damayanti (2005) menambahkanbahwapajakpenghasilan adalah pungutan resmi oleh pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Dasar hukum Pajak penghasilan adalah UU no. 7 tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan undang-undang no. 7 tahun 1991, UU no 10.
1994, UU no. 17 Tahun 2000, UU No. 36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah, Keputusan presiden, Keputusan Menkeu, Keputusan Dirjen Pajak maupun surat edaran Dirjen Pajak.
2.1.5.1.Subjek PPh
Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak penghasilan, pengertian subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Dengan demikian subjek pajak akan tergantung pada jenis pajak yang dikenakan yang tertuju pada subjek dimaksud, yaitu:
a. Orang Pribadi
Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Dalam hal ini warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
c. Badan
Badan yang sebagai objek pajak meliputi badan usaha atau non usaha. badan sebagai subjek tidak semata – mata yang bergerak dalam usaha mencari keuntungan namun juga bergerak di bidang social,
kemasyarakatan dan sebagainya, sepanjang pendiriannya dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang. Badan sebagai subjek pajak yakni;Perseroan terbatas,Perseroan komanditer, BUMN atau BUMD dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perseroan atau perkumpulan, Firma, Kongsi, Perkumpulan koperasi, Yayasan, Lembaga, Dana pensiun, Bentuk usaha tetap, Bentukusaha lainnya.
d. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha Tetap adalah usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau juga badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk usaha tetap ini ditentukan sebagai subjek pajak tersendiri yang terpisah dari badan.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
2.1.5.2. Objek PPh
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh, objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat digunakan untuk investasi maupun konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Waluyo (2006) meninjau penghasilan dari sisi inflow dan outflow sebagai berikut:
a. Dilihat dari mengalirnya (inflow) tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, penghasilan dikelompkkan menjadi:
1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
3. laba usaha
4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta 5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya;
6. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
7. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. royalti;
9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. premi asuransi;
15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
b. Dilihat dari penggunaannya (outflow) penghasilan bisa dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan wajib pajak.
2.1.5.3. Jenis-Jenis PPh 1. Pajak Penghasilan Migas
PPh Migas adalah Pajak Penghasilan yang diperoleh Direktorat Jenderal Pajak dari perusahaan hulu migas (atau lebih dikenal dengan Kontraktor Migas) atas perolehan penghasilan dari bagian migas yang diperolehnya.
2. PPh Non Migas
PPh non migas adalah pajak penghasilan terhadap segala sesuatu yang merupakan hasil alam maupun industri tetapi bukan kategori minyak bumi dan gas alam. Adapun jenis-jenis PPh non migas adalah sebagai berikut:
a. PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 32/PJ/2015 adalahpajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
Dengan artian bahwa PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas segala penghasilan. Pengenaan PPh pasal 21 dilakukan dengan cara pemotongan pajak penghasilan melalui pemotongan pajak PPh pasal 21.
a. PPh Pasal 22
Pajak penghasilan pasal 22 menurut Undang-undang pajak penghasilan nomor 36 tahun 2008 adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Pajak penghasilan ini dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekpor, impor, dan re-impor.
b. PPh Pasal 23
Menurut Direktorat Jenderal Pajak, Pajak Penghasilan 23 (PPh 23) adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong oleh PPh pasal 21.
c. PPh Pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah pembayaran pajak penghasilan dengan sistem pembayaran angsuran. Tujuannya itu sebenarnya untuk meringankan beban wajib pajak dalam pembayaran pajak tahunannya. Adapun sanksi atas keterlambatan pembayaran PPh Pasal 25 yaitu wajib pajak akan dikenakan bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
d. PPh Pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).
e. PPh Pasal 29
Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan pasal 28 adalahPPh kurang bayar yang tercantum adalah SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam
tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh 21, 22, 23 dan seterusnya) dan PPh pasal 25.
f. PPh final
Pajak penghasilan final (Pph final) adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan.
2.1.5.4.Tarif PPh
Pada umumnya tarif pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
a. Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan selama setahun sebesar 0 sampai Rp 50.000.000 maka tarif pajak yang dikenakan sebesar 5%.
b. Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan selama setahun sebesar Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 maka tarif pajak yang dikenakan sebesar 15%.
c. Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan selama setahun sebesar Rp 250.000.000 sampai Rp 500.000.000 maka tarif pajak yang dikenakan sebesar 25%.
d. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang mempunyai penghasilan selama setahun di atas Rp 500.000.000 maka tarif pajak yang dikenakan sebesar 30%.
2.1.6. Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
Dasar hukum pengenaan pajak PPN dan PPnBM adalah Undang- Undang Dasar No. 42 tahun 2009. Berdasarkan penjelasan UU No. 42 Tahun 2009 Tentang perubahan Ketiga atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pada bagian umum, Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dandistribusi.
Menurut Supramono (2009: 125) pajak pertambahan nilai merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (daerah pabean), baik konsumsi BKP maupun JKP. Sedangkan menurut Waluyo (2011: 9) menyatakan bahwa pajak pertambahan nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsijasa.
Mardiasmo (2009: 269) menyatakan bahwa apabila dilihat dari sejarahnya, pajak pertambahan nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan pengertian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan Negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.
Sedangkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang
tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dipungut atas penyerahanBarang Kena Pajak (BKP) yang tergolong sebagai barang mewah yang dilakukan olehpengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, ataupun impor Barang Kena Pajak yangtergolong mewah (UU No. 42 Tahun 2009).
2.1.6.1 Subjek PPN dan PPnBM
Menurut Resmi (2011: 5) pajak pertambahan nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dialihkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pihak-pihak yang mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terdiri atas:
1. Pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak/jasakenapajakdidalamdaerahpabeandanmelakukanekspor barang kena pajak berwujud/barang kena pajak tidak berwujud/jasa kenapajak.
2. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusa kena pajak(PKP).
Sedangkan Subjek pajak PPnBM adalah pengusaha kena pajak yang menghasilkan barang kena pajak tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.
2.1.6.2. Objek PPN dan PPnBM
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pada pasal 4 disebutkan bahwa PPN dikenakan atas (objek pajak):
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan olehPengusaha;
2. ImporBKP;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan olehpengusaha;
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerahpabean;
6. Ekspor BKP olehPKP;
Selain objek pajak diatas, PPN juga dikenakan atas :
1. Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain (Pasal 16 C UUPPN);
2. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.(Pasal 16 D UUPPN)
Tidak semua barang atau jasa yang diserahkan atau dimanfaatkan dikategorikan sebagai BKP/JKP. Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah BKP/JKP,kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya. Jenis
barangyangtidak dikenakan PPN ditetapkan dengan peraturan pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batu bara belum diproses menjadi briket batu bara, biji besi, biji timah, biji tembaga, dan besi perak serta bijibauksit;
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang beryodium maupun yang tidakberyodium;
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi ditempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh jasa boga ataucatering;
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan lainnya).
Sementara jasa-jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan peraturanpemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagaiberikut:
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatanmedik;
2. Jasa di bidang pelayanansosial;
3. Jasa di bidang pengiriman surat denganperangko;
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hakopsi;
5. Jasa di bidangkeagamaan;
6. Jasa di bidangpendidikan;
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifatiklan;
9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan diair;
10. Jasa di bidang tenagakerja;
11. Jasa di bidangperhotelan;
12. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secaraumum.
Sedangkan barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai PPnBM ialah:
1. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok 2. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
3. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi 4. Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas
social.
Pengenaan PPnBM atas terhadap impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah tidak memperhatikan siapa yang impor Barang Kena Pajak tersebut serta tidak memperhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terus-menerus atau hanya sekali saja. Selain itu, pengenaan PPnBM terhadap Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan apakah suatu bagian dari barang kena pajak tersebut telah dikenakan atau tidak dikenakan PPnBm pada transaksi sebelumnya.
PPnBM pada prinsipnya hanya dipungut satu kali saja, yaitu pada waktu :
1. Penyerahan oleh pabrikan atau produsen Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
2. Impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenakan PPnBM. Pajak penjualan atas barang mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang diekspor dapat diminta kembali.
2.1.6.3. Jenis-jenis PPn dan PPnBM
Jenis-jenis Pajak Pertanbahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah:
1. Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah dalam Negeri
Yaitu pajak pajak konsumsi barang dan jasa di dalam negeri yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dandistribusi serta pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya di dalam negeri.
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Impor
Yaitu pajak pajak konsumsi barang dan jasa impor yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dandistribusi serta pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
produsen (pengusaha) untuk mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.1.6.4. Tarif PPN dan PPnBM
Untuk menghitung besarnya PPN yang terutang diperlukan adanya DasarPengenaan Pajak (DPP). Mardiasmo (2006) menyebutkan DPP adalah :
1. Harga Jual, adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam FakturPajak.
2. Penggantian, adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam FakturPajak.
3. Nilai Impor, adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN1984.
4. Nilai Ekspor, adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleheksportir.
5. Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan MenteriKeuangan.
Sedangkan tarif PPN yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut : 1. Tarif tunggal 10% (sepuluhpersen)
Tarif ini berlaku untuk semua jenis penyerahan BKP dan JKP di dalam daerah pabean.
2. Tarif ekspor 0% (nolpersen)
Tarif ini hanya berlaku untuk ekspor BKP keluar daerah pabean.
Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan pengenaan PPN, tetapi Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekspor produk dalam negeri.
Atas tarif PPN tersebut, pemerintah dapat mengubahnya menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen). Perubahan tarif ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut Waluyo(2011:21) Cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah dengan mengkalikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (10%
atau 0% untuk eksporBarang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Sedangkan tarif PPNBm menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, tarif pajak penjualan atas barang mewah ditetapkan paling rendah 10%
(sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 200% (dua ratus persen). Jika pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).
PPN yang terutang = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak
PPnBM yang terutang = tarif PPnBM x Dasar Pengenaan Pajak
Menurut Siti Resmi (2009:524) cara menghitung PPnBM dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak yang dimaksud dapat berupa harga jual, nilai impor, nilai pengganti, atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Apabila dalam suatu harga termasuk PPN dan PPnBM,
2.1.7. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994. Menurut Undang-Undang NomorNomor 12 tahun 1994, PBB adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan. Yang dimaksud bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya, sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan menurut Dirjen Pajak adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.Sedangkan menurut Supramono dan Damayanti (2005), PBB adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan tubuh bumi serta bangunan yang terletak di atas bumi tersebut.
PPnBM yang terutang = tarifPPnBM x Dasar Pengenaan Pajak (110 + tarif PPnBM)
2.1.7.1. Subjek PBB
Subjek pajak bumi dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
1. mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
2. memperoleh manfaat atas bumi dan atau 3. memiliki, menguasai atas bangunan dan atau 4. memperoleh manfaat atas bangunan
2.1.7.2. Objek PBB
Menurut Ditjen Pajak, secara keseluruhan objek PBB adalah Bumi dan atau Bangunan adalah:
1. Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
2. Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
Objek PBB sektor perkebunan adalah adalah objek pajak bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi
atau Badan, yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan yang diberikan hak guna usaha perkebunan. Hal ini di atur dalam PER-64/PJ/2010 tanggal 27 Desember 2010 dan penegasan dalam SE-149/PJ/2010 tanggal 27 Desember 2010.
Sedangkan objek PBB sektor perhutanan adalah bumi dan/atau bangunan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang diberikan hak pengusahaan hutan. Objek pajak bumi di dalam sektor perhutanan terdiri dari areal produktif, areal belum produktif, areal emplasemen, dan areal lain.Objek pajak sektor Perhutanan diatur dalam PER-36/PJ/2011 tanggal 18 Nopember 2011 dan penegasan dalam SE-89/PJ/2011 tanggal 18 Nopember 2011.
Objek PBB sektor pertambangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
Berdasarkan undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan bahan galian adalah unsur-unsur kimia mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam.
Bahan-bahan galian ini terbagi atas 3 (tiga) jenis yaitu:
• Bahan galian strategis dalam arti strategis bagi pertahanan dan keamanan serta perekonomian negara, antara lain seperti minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam, bitumen padat, aspal, batubara, uranium dan bahan radio aktif lainnya, nikel, timah.
• Bahan galian vital dalam arti dapat menjamin hajat hidup orang banyak, antara lain seperti besi, mangaan, wolfram, tembaga, emas, perak, platina, yodium, belerang.
• Bahan galian yang tidak termasuk jenis a atau b dalam arti karena sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional, antara lain seperti nitrat-nitrat, garam batu, asbes, batu permata, pasir kwarsa, batu apung, batu kapur, granit, andesit.
Sedangkan objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan yang meliputi areal usaha penambangan bahan-bahan galian dari semua jenis golongan yaitu bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya. Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan dapat diklasifikasikan ke dalam 3(tiga) jenis yaitu:
1. Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) 2. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Migas) 3. Pertambangan Energi Panas Bumi
2.1.7.3. Jenis-Jenis PBB
Jenis-jenis Pajak Bumi dan Bangunan pada umumnya adalah sebagai berikut:
a. PBB Pedesaan b. PBB Perkotaan c. PBB Perkebunan d. PBB Kehutanan e. PBB Pertambangan
Berdasarkan lembaga pemungutnya, mulai 1 januari 2014 PBB Perdesaan dan Perkotaaan merupakan pajak daerah. Untuk PBB perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih tetap merupakan pajak pusat.