BAB II TINJAUAN UMUM PENDIDIKAN ISLAM
C. Tasawuf dalam Persfektif Pemikiran Hamka
Secara etimologi pengertian tasawuf dapat dilihat dari beberapa pengertian, pertama, tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan
ahlu suffah, yang berarti sekelompok orang dimasa Rasulullah yang hidupnya
9
banyak berdiam diserambi –serambi masjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah.
Kedua, ada yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata shafa, kata
shafa ini berbentuk fi’il mabni majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan
huruf ya nisbah , yang berarti sebagai nama bagi orang-orang yang bersih atau suci. Maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan dirinya dihadapan Tuhanya.
Ketiga, ada yang mengatakan bahwa istilah tasawuf berasal dari kata
shaf yang bermakna harfiah barisan. Makna shaf ini dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika salat selalu berada di shaf (barisan) yang paling depan.
Keempat, ada yang mengatakan istilah tasawuf dinisbahkan kepada
orang-orang bani shufah.10
Kelima , tasawuf ada yang menisbahkannya dengan kata dari bahasa
Grik atau Yunani, yakni saufi. Istilah ini disamakan maknanya dengan kata hikmah.
Keenam, ada juga yang mengatakan tasawuf berasal dari kata “shuf”
yang berarti bulu domba atau wol.11
Pengertian tasawuf secara terminologi telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Al-Junaid mengungkapkan pengertian tasawuf adalah membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (insthink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan dari hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua umat manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syari’at.12
Tasawuf menurut Hamka adalah seperti apa yang dikatakan oleh Al Junaid yaitu keluar dari budi perangai yang tercela dan masuk pada budi
10
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, ( Bandung: Pustaka Setia, 2006 )
h. 9.
11Anwar dan Solihin, Ilmu…, h. 10.
perangai yang terpuji.13 Lebih lanjut Hamka mendefinisikan tasawuf dengan istilah membersihkan, yaitu membersihkan hati dari sifat khizit, khianat, loba.
tamak, takabbur dan sifat tercela lainnya dan mengisi jiwa dengan sifat-sifat
mulia.14
Sebagaimana diketahui bahwa Hamka bukanlah orang yang pertama kali memperkenalkan tasawuf di Indonesia, tatapi beliau memperkenalkan kembali tasawuf dalam bentuk yang berbeda, pemikiran tentang tasawuf Hamka bisa dilihat dalam buku-bukunya yaitu Tasawuf Modern, Renungan
Tasawuf, Tasawuf Perkembangan dan Permunianya, dan Pandangan Hidup
Muslim.
Dalam majalah “Pedoman Masayarakat” yang dipimpinya dalam judul
rubric “Tasawuf Modern” ia menulis tulisanya hampir dua tahun dan mendapat respon dari pembaca, karena dalam tulisanya itu dijumpai pembahasan-pembahasan tentang soal-soal kesucian batin yang tadinya hanya dapat dijumpai dalam teosofi. Di sinilah letak keistimewaan Hamka dibanding ulama-ulama lain, ia lebih menggunakan pendekatan tasawuf dalam menyerukan Islam dari pada pendekatan fiqih atau hukum.
Dalam perjalannya tasawuf sering dihadapkan atau dibenturkan dengan pendekatan fiqih yang legalistik. Dalam pendekatan fiqih, Islam digambarkan sebagai agama peraturan. Keterangan mengenai iman dan ibadah pun disajikan dalam logika dan argumen hukum, sehingga terkesan bahwa Islam adalah agama yang kering dan kaku yang mementingkan formalitas dan yang lahir , demikian M Dawam Rahardjo menjelaskan dalam bukunya Intelektual
Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa.15
Sebagai seorang tokoh Muhammadiyah tentu Hamka mengambil resiko dalam memperkenalkan tasawuf. Ia sudah tentu sadar tentang tujuan dan kehadiran Muhammadiyah. Yaitu untuk memurnikan ajaran Islam dari unsur tradisi yang sering mengandung bid’ah dan khurafat. Sasaranya adalah apa
13
HAMKA, Tasawuf…,h. 13.
14
Hamka, Renungan Tasawuf (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985) h. 21.
15
M. Dawam Raharjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, (Bandung:
yang kemudian dikenal sebagai ajaran kebatinan. Terutama kebatinan jawa. Selain adat istiadat dan nilai-nilai budaya setempat di daerah-daerah lain yang sering tercampur dengan kepercayaan dinamisme dan animisme.
Islam seperti dikatakan Dawam Rahardjo yang mengutip dari berbagai ahli sejarah seperti prof. Dr Priyono, bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui India dengan membawa unsur-unsur tasawuf. Dengan pendekatan tasawuf ini, Islam jadi lebih mudah diterima, dengan konsekuensinya, Islam membiarkan dirinya tecampur dengan budaya lokal. Muhammadiyah datang untuk membersihkan dari unsur-unsur tersebut. Dengan keyakinan bahwa Islam yang demikian itu akan membawa umat ke arah kemajuan. Memperkenalkan tasawuf berarti melawan arus reformasi yang dibawa oleh Muhammadiyah.16
Hamka tidak seperti pembaharu-pembaharu Islam lain, karena beliau tidak menentang tasawuf sebagai ajaran yang menyimpang, sebab kebanyakan pembaharu beranggapan bahwa tasauf merupakan sumber kemunduran Islam, sehingga hampir kebanyakan dari pembaharu-pembaharu tersebut tidak banyak merespon ajaran-ajaran tasawuf.
Terhadap tasawuf yang menyimpang, yang mengajarkan sikap-sikap yang mengharamkan pada diri sendiri barang yang dihalalkan Tuhan, Hamka mengatakan bahwa tasawuf yang demikian bukanlah berasal dari ajaran islam. Selanjutnya Hamka mengatakan bahwa zuhud yang melemahkan bukanlah bawaan Islam. Semangat Islam adalah semangat berjuang, semangat berkurban, bekerja, bukan semangat malas, lemah rapuh dan melempem.
Timbulnya tasawuf yang keliru tersebut menurut Hamka adalah karena perbuatan yang hendak menipu. Perbuatan ini disebut korupsi rohaniah. Kalau dalam perkara yang terang banyak penipuan, apalagi dalam soal batin yang tidak dapat di tangkap oleh panca indera.17
Dalam hal ini Hamka mengkritik agar tidak terjerumus kedalam ajaran tasawuf yang keliru dengan jalan menghimbau untuk kembali kepada pokok pangkal tasawuf yang sebenarnya, yaitu kembali kepada tauhid yakni
16Raharjo, Intelektual…, h. 204.
17
kepercayaan bahwa Tuhan hanya satu. Kita tundukan jiwa hanya kepada Allah tidak kepada guru atau syekh, tidak kepada benda dan berhala dan tidak kepada makam-makan keramat. Hendaklah kita isi pribadi kita dengan sifat-sifatNya yang dapat kita jadikan sifat kita menurut kesanggupan kita.18
Maka maksud Hamka menulis tentang Tasawuf Modern adalah meletakan tasawuf kepada rel-nya, dengan menegakan kembali maksud semula tasawuf, yakni guna membersihkan jiwa, mendidik, dan memperhalus perasaan, menghidupkan hati dalam menyembah Tuhan dan mempertinggi derajat budi pekerti.19
Dengan bukunya Tasawuf Modern para pembaca bisa meletakan di mana posisi Hamka di antara berbagai aliran tasawuf. Dia memang berusaha untuk mengembalikan tasawuf kepada Al-Qur’an dan sunnah. Tidak hanya itu
dia berusaha membangun konsep baru tasawuf dalam kehidupan modern sekarang ini. Maka di sini kita bisa mendudukan Hamka sebagai salah satu tokoh Muhammadiyah terpenting yang mermberikan sumbangan yang unik dalam pemikiran keagamaan.
“Buya Hamka„s Revitalisation and Sufism and Relevance in Modern Indonesia” demikian pengakuan seorang pengagum Hamka, Yulia Day Howell, seorang sarjana Barat. Ia menyatakan bahwa pemahaman tasawuf Hamka relevan dengan perkembangan kehidupan modern saat ini. 20
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa Hamka berpendapat bertasawuf dengan tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan tidaklah salah akan tetapi jalan yang ditempuh untuk mendekatkan diri tersebut tidak lain adalah ibadah sebagaimana yang diajarkan oleh agama kita, jalan inilah yang ditempuh oleh Nabi dan para sahabat beliau.21 Para sufi menurut Hamka dalam bermujahadah mempunyai kode-kode, istilah-istilah sendiri yang hampir mustahil dapat dimengerti oleh orang lain. Analisa Hamka terhadap huruf ja, ha, kha, adalah
18
HAMKA, Tasawuf Perkembangan dan Pemurnianya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1993
h. 235 19
HAMKA, Pandangan…, h. 205.
20
Disampaikan di forum Seminar Internasional tentang Hamka, bertempat di Hotel Atlet Century Park, Jakarta Pusat, 8 April 2008.
21
bermakna : Takhalli=takhalli minal akhlak al madzmumah (lepaskan dirimu dari perangai yang tercela). Tahalli = Tahalli nafsaka bil akhlak al mahmudah (isilah akhlakmu dari jiwa yang terpuji). Tajalli = jelaslah Tuhan dihadapanmu.22
Takhalli diartikan secara umum sebagai upaya untuk membuang segala
sifat tercela dalam diri manusia, dari maksiat lahir maupun bathin. Hal ini bisa dicapai dengan cara menjauhkan diri dari kemaksiatan dan melenyapkan dorongan hawa nafsu kotor dan sifat tercela. Sifat-sifat tercela itu antara lain,
Hasad, Hiqd, Takabbur, Nifaq, Kikir, su’ul Dzann, Riya, Ghadab, Ghibah.
Tahalli artinya berhias. Maka berhiaslah diri dengan sifat-sifat yang
terpuji, sehingga bertambah naiklah roh dan jiwa kita mencapai martabat yang lebih tinggi. Bersihlah batin dari seluruh pengaruh yang buruk.
Maka menurut Hamka setelah huruf kha kemudian ha dan lama-lama
titiknya turun kebawah menjadi huruf “jim” (ج). Maka jadilah Tajalli artinya jelas dan nyatalah jalan kepada Tuhan. Karena Tajalli Tuhan dalm pandangan seorang hamba tidaklah mungkin kalau jiwa hamba itu masih belum kuat, dan kekuatan jiwa hanya di capai setelah dia dibersihkan.23
Hamka menyatakan bahwa nur ilahi dimasukan Allah ke dalam hati seseorang sehingga ia memperoleh ketentraman batin. Untuk mendapatkan nur kaum sufi mengadakan latihan jiwa yaitu berusaha mengosongkan dirinya dari sifat-sifat tercela, melepaskan segala sangkut paut dengan dunia, lalu mengisi diri mereka dengan sifat terpuji, dan segala tindakanya selalu dalam rangka ibadah dengan cara memperbanyak dzikir, menghindarkan diri dari segala yang dapat mengurangi kesucian diri baik secara lahir maupun batin.24
Demikianlah pemikiran Hamka tentang bagaimana seorang sufi mendekatkan diri kepada Allah melalui mujahadah, yang pasti untuk mendekatkan diri kepada Allah ini harus melalui perilaku yang baik dan benar, atau akhlak al karimah. Inilah yang merupakan titik tekan dari ajaran
22
Ridjalaludin F.N, Mengungkap Rahasia; Tasawuf versi Hamka (Jakarta: Pusat Kajian
Islam FAI UHAMKA, 2008), h.137. 23
HAMKA, Pandangan…, h. 53-54.
tasawufnya, atau dengan kata lain bahwa corak pemikiran tasawuf Hamka adalah tasawuf akhlaki.
Tentang posisi tasawuf dia berkata di akhir bukunya bahwa filsafat adalah penjelasan hidup, kesusastraan adalah nyanyian hidup, kesenian adalah perhiasan hidup, dan tasawuf adalah intisari hidup dengan ibadat sebagai pegangan hidup.25