• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 6 : Aspek-Aspek Tasyabuh

A. Tasyabuh pada Lafal Ayat

Tasyabuh bisa terjadi karena beberapa hal, antara lain :

1. Tidak Diketahui Maknya (Gharib)

Yang pertama terjadi disebabkan oleh karena kosa-kata (mufradat) yang digunakan oleh Al-Quran tidak umum dipakai oleh bangsa Arab (gharib) seperti penggunaan kata abba (ابأ) pada Surat 'Abasa ayat 31:

ًّبًَأَو ًةَهِكاَفَو

"Dan buah-buahan serta rumput-rumputan." (Q.S. 'Abasa 80: 31)

Dua orang sahabat utama Abu Bakar ash-Shiddiq dan 'Umar ibn al-Khathab tidak tahu makna kata abban tersebut. Tatkala Abu Bakar ditanya apa makna kata itu, beliau menjawab: "Langit mana yang akan menaungiku, bumi mana tempat aku berpijak, jika aku katakan sesuatu tentang Kitab Allah apa-apa yang aku tidak punya ilmu tentangnya". Senada

dengan itu 'Umar juga menyatakan: "Kata fakihah kita tahu, tetapi apa maknanya abba?"

Kemudian 'Umar melepaskan tongkat yang ada di tangannya sambil berkata kepada dirinya sendiri: "Ini bukan tugas 'Umar untuk menjelaskannya. Tidak ada salahmu wahai putera ibunya Umar jika tidak mengetahui arti kata abban ini."

Lalu beliau berkata: "Ikuti sajalah apa yang jelas bagimu dari Al-Quran. Mana yang tidak jelas maksudnya tinggalkan saja."19

Makna abba baru diketahui setelah dihubungkan dengan ayat berikutnya:

ُْكُِماَعْنَ ِل َو ْ ُكَُل اًعاَتَم

"Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu." (Q.S. 'Abasa 80: 32)

Dari ayat ini baru jelas bahwa fakihah (buah-buahan) adalah kesenangan untuk kamu, sedangkan abba kesenangan untuk binatang ternakmu. Berarti abba artinya adalah rumput-rumputan untuk binatang ternak.

2. Punya Banyak Makna (Musytarak)

Di samping kosa-kata yang gharib, tasyabuh juga disebabkan oleh karena kata yang digunakan bersifat

musytarak (mempunyai lebih dari satu pengertian), 19 Abu al-Qasim Jarullah Mahmud ibn ‘Umar Az-Zamakhsyari Khawarizmi, alKasysyaf ‘an Haqaiq at-Tanzîl wa ‘Uyun al-Aqawil fî Wujuh at-Ta’wîl, (Beirut: Dar al-Fikr, 1977), jilid IV, hlm: 704-705.

misalnya kata quru' (ءورق (yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 228: 228) ...ءوٍ ُُ)

منِه ِسُفْنَأِب َن ْصمبَ َتَُّي ُتاَقمل َطُمْلاَو

َلََث

َةَث

ٍءو ُرُق

"Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'…" (Q.S. Al-Baqarah 2: 228)

Kata quru' dalam bahasa Arab bisa berarti haidh dan bisa juga berarti suci. Jika berarti haidh, maka masa iddah wanita yang ditalaki oleh suaminya adalah tiga kali haidh. Tetapi jika diartikan suci, maka masa iddahnya tiga kali suci.20

3. Susunan Kalimat (Tarkib)

Tasyabuh juga bisa terjadi disebabkan oleh susunan kalimat (tarkib al-kalimat), baik kalimatnya ringkas, luas, atau karena susunan kalimatnya. Untuk kalimat yang ringkas contohnya adalah firman Allah dalam Surat An-Nisa' ayat 3:

ِسْقُت ملََأ ْ ُتْفِخ ْن

ِ

اَو

َف ىَماَتَيْلا ِفِ او ُط

ِءا َسِ نلا َنِم ْ ُكَُل َبا َط اَم اوُحِكْنا

ملََأ ْ ُتْفِخ ْناَف ۖ َع َبً ُرَو َث َلَُثَو َنَْثَمِ

ْعَت

ْتَكَلَم اَم ْوَأ ًةَدِحاَوَف اوُلِد

اوُلوُعَت ملََأ َنَْدَأ َ ِلََِٰذ ۚ ْ ُكُُناَمْيَأ

"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuanperempuan yang yatim, maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau 20 Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta:

budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (Q.S. An-Nisa' 4:3)

Sepintas lalu sukar memahami ayat ini, kenapa kalau takut tidak berlaku adil terhadap anak-anak yatim, justru disuruh untuk menikah dengan perempuan yang baik-baik maksimal sampai empat dengan syarat adil.

Kalau khawatir tidak berlaku adil, cukup satu saja. Kesukaran itu muncul karena susunan kalimat ayat tersebut ringkas dan sangat padat (ijaz).

Oleh sebab itu untuk memahaminya ayat tersebut perlu diberi penjelasan secukupnya dengan menambahkan keterangan sehingga kalimatnya menjadi:

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yang yatim

bilamana kamu mengawininyanya, maka

nikahilah selain mereka perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi…"

Dengan tambahan kalimat itu, akan lebih jelas dan mudah dipahami maksud ayat tersebut, yaitu apabila seseorang khawatir tidak berlaku adil terhadap anak yatim perempuan yang di bawah asuhannya jika mengawininya, maka nikahilah perempuan lain yang baik-baik…dst sampai akhir ayat.21

21 11 Lihat Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 246-247; Nashruddin Baidan, Wawasan Baru

4. Kalimat Yang Luas

Contoh tasyabuh terjadi disebabkan oleh kalimatnya yang luas adalah ayat berikut ini :

ء ْ َشَ ِ ِلَّْثَِكَ َسْيَل

"…tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia…," (Q.S. AsySyura 42:11)

Sepintas, tasybih dalam ayat ini terulang dua kali, karena setelah menggunakan alat tasybih yaitu huruf

kaf (ك) ditambah dengan mitsl (لثم). Karena fungsi

huruf kaf dan mitsl sama, yaitu mempersamakan sesuatu dengan yang lain, sehingga pengertian menjadi tidak ada yang seperti seperti-Nya.

Menurut para mufassir, pengulangan alat tasybih pada ayat itu bukanlah sesuatu yang berlebih atau tidak diperlukan, tapi berfungsi sebagai penguat (ta'kid) sehingga maksudnya menjadi: "Sungguh

tidak ada sama sekali sesuatu pun yang serupa dengan-Nya".

Dalam pengertian harfiah pun, yaitu tidak ada yang seperti seperti-Nya, bukanlah kelebihan kata, tetapi bermaksud menegaskan bahwa jika yang seperti seperti-Nya tidak ada, maka tentu lebih-lebih lagi yang seperti dengan-Nya.22

Ilmu Tafsir, hlm. 157; Muhammad ‘Abd al-Azhîm az-Zarqani, Manahil ‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an (Beirut: Dar ‘Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, t.t.), Jld II, hlm. 174-175.

22 12 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2001), volume 12, hlm. 469 13 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, II: 175: lihat juga Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, hlm. 158.

5. Susunan Kalimat Tidak Urut

Contoh tasyabuh terjadi disebabkan oleh susunan kalimatnya yang tidak urut adalah firman Allah SWT berikut ini:

ُدْمَحْلا

ِم ِللَّ

يِ ملَّا

َلَزْنَأ

َلََع

ِهِدْبَع

َباَتِكْلا

ْمَلَو

ْلَعْ َيَ

َُلَ

اًجَوِع

اًمِ يَق

َنوُلَمْعَي َنيِ ملَّا َيِْنِمْؤُمْلا َ ِ شَْبُيَو ُهْن َُلَ ْنِم اًديِد َش ا ًسْأَب َرِذْنُيِل

اًن َ سَح اًرْجَأ ْمُهَل منَأ ِتاَحِلا مصلا

"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Quran) dan dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya;

Sebagai bimbingan yang lurus, untuk

memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik." (Q. S. AlKahfi 18: 2)

Tasyabuh dalam ayat ini terjadi karena penempatan kata qayyiman tidak langsung setelah kata al-Kitab, padahal kata qayyiman merupakan keterangan sifat dari kata al-Kitab. Jika ditempatkan langsung sesudah al-Kitab akan lebih mudah dipahami dan makna cepat ditangkap langsung oleh pembaca dan pendengar.

Dokumen terkait