• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT) Muhkam dan Mutasyabih Penulis, Ahmad Sarwat 69 hlm

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT) Muhkam dan Mutasyabih Penulis, Ahmad Sarwat 69 hlm"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT) Muhkam dan Mutasyabih

Penulis, Ahmad Sarwat 69 hlm

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Judul Buku

Muhkam dan Mutasyabih

Penulis

Ahmad Sarwat Lc, MA

Editor

Al-Fatih

Setting & Lay out

Al-Fayyad

Desain Cover

Al-Fawwaz

Penerbit

Rumah Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan

(4)

Daftar Isi

Daftar Isi ... 4

Bab 1 : Pengertian Secara Bahasa ... 7

A. Makna Muhkam ... 7 1. Mana’a ... 7 2. Hakamah ... 7 3. Hikmah ... 7 4. Al-Hukm... 8 5. Ihkam al-Kalam ... 8 B. Makna Mutasyabih ... 9 1. Makna Bahasa ... 9

2. Makna Secara Istilah ... 11

Bab 2 : Tidak Logis ... 15

A. Enam Hari Penciptaan ... 15

B. Matahari Bergerak Mengelilingi Bumi? ... 20

C. Bentuk Bumi Bulat atau Rata? ... 22

D. Bumi dan Langit Ada Tujuh Buah ... 23

E. Langit Diangkat ke Atas Tanpa Tiang ... 27

F. Matahari Terbenam di Laut ? ... 30

G. Gunung Diletakkan dan Jadi Pasak ... 30

H. Gunung Mencegah Gempa Bumi? ... 31

I. Gunung Bergerak Seperti Awan ... 33

J. Besi Diturunkan? ... 34

(5)

Bab 3 : Wujud Fisik Allah ... 36

A. Wajah Allah ... 37

B. Dimana Allah? ... 37

1. Allah di Langit ... 38

2. Allah di ‘Arsy ... 38

3. Allah Bersama Kita ... 38

4. Allah di dalam Tubuh Kita ... 39

Bab 4 : Masalah Khilafiyah Fiqhiyah ... 40

A. Sentuhan Kulit Suami Istri dan Batalnya Wudhu 40 1. Mazhab Hanafi ... 41

2. Mazhab Al-Malikiyah ... 41

3. Mazhab Syafi’i ... 42

4. Mazhab Hambali ... 43

B. Tayammum Sebagai Pengganti Wudhu' dan Mandi ... 44

1. Pengganti Darurat ... 46

2. Pengganti Mutlak ... 46

C. Perbedaan Masa Iddah Istri Ditalak Suami ... 47

1. Quru Adalah Masa Suci ... 48

2. Quru Adalah Masa Haidh ... 49

Bab 5 : Huruf Muqaththaah ... 51

A. Satu Huruf ... 53

B. Dua Huruf ... 53

C. Tiga Huruf ... 54

D. Empat Huruf ... 54

E. Lima Huruf ... 54

Bab 6 : Aspek-Aspek Tasyabuh ... 55

A. Tasyabuh pada Lafal Ayat ... 55

1. Tidak Diketahui Maknya (Gharib) ... 55

2. Punya Banyak Makna (Musytarak) ... 56

3. Susunan Kalimat (Tarkib)... 57

(6)

5. Susunan Kalimat Tidak Urut ... 60

B. Tasyabuh pada Makna Ayat ... 60

C. Tasyabuh pada Lafal dan Makna ... 61

Bab 7 : Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat ... 63

A. Hikmah Bagi Kelompok Pertama ... 63

1. Rahmat ... 63

2. Ujian ... 64

3. Hal Ghaib ... 64

4. Bukti Kelemahan Manusia... 65

5. Peluang Ikhtilaf ... 65

B. Hikmah Bagi Kelompok Kedua dan Ketiga ... 65

1. Muikjizat Al-Quran ... 66

2. Memudahkan Menghafal ... 66

3. Menambah Pahala ... 66

(7)

Bab 1 : Pengertian Secara Bahasa

A. Makna Muhkam

Secara bahasa (etimologis), kata muhkam (مَك ْحُم) berasal dari kata hakama (مكح). Ada beberapa makna

dari kata hakama ini. 1. Mana’a

Salah satunya berati mana'a (عنم) yaitu melarang dalam rangka untuk kebaikan.

2. Hakamah

Ar-Raghib al-Ashfahani di dalam Mu'jam

Mufradat Alfazh Al-Quran menjelaskan bahwa dari

kata ini bisa juga berubah menjadi hakamah (ةمكح),

yang maknanya kekang atau kendali yang dipasang di leher binatang.

Orang Arab mengatakan hakamtu ad-dabbah (ةبادلا تمكح) artinya aku melarang binatang itu dengan hikmah.

Jika dikatakan ahkamtuha (اهتمكحأ) artinya ja'altu

laha hakamah (ةمكح اهل تلعج) yaitu aku pasang kendali pada binatang itu agar tidak bergerak secara liar.1

3. Hikmah

1 Ar-Raghib al-Ashfahani, Mu'jam Mufradat Alfazh Al-Qur'an

(8)

Dari pengertian ini muncul kata al-hikmah (kebijaksanaan), karena ia dapat mencegah pemiliknya dari hal-hal yang tidak pantas.

4. Al-Hukm

Dan juga kata al-hukm (مكحلا) yang berarti memisahkan antara dua hal. Isim failnya adalah

al-hakim (مكاحلا) yaitu orang yang mencegah terjadinya

kezaliman, memisahkan antara antara dua pihak yang berperkara, serta memisahkan antara yang hak dan yang batil, dan antara yang jujur dan bohong.2

5. Ihkam al-Kalam

Juga bisa terjadi pecahan lainnya yaitu Ihkam

al-Kalam (ملاكلا ماكحإ) yang bermakna itqanuhu (هناقتإ) atau

mengokohkannya dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan memisahkan yang lurus dari yang sesat.

Jadi secara keseluruhan kata al-muhkam adalah perkataan yang kokoh, rapi, indah dan benar.3

Dengan pengertian seperti itulah Allah SWT mensifati Al-Quran bahwa keseluruhan ayat-ayatnya adalah muhkamah seperti diterangkan dalam firman-Nya berikut ini:

ۚ رلا

باَتِك

ْتَ ِكِْحُأ

ُهُت َيَ أ

مُث

ِكَح ْن َُلَ ْنِم ْتَل ِ صُف

ٍيِبَخ ٍيم

"Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang

ayat-ayatnya disusun dengan kokoh (uhkimat) serta

2 Manna’al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an (Riyadh: Muassasah

ar-Risalah, 176) hlm. 215

(9)

dijelaskan secara terperinci (fushshilat), yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Hud 11:1)

Secara keseluruhnya Al-Quran bersifat muhkam, dalam arti seluruh ayat-ayat AlQuran itu kokoh, fasih, indah dan jelas, membedakan antara hak dan batik dan antara yang benar dan dusta. Inilah yang dimaksud dengan al-ihkam al-'am atau muhkam dalam arti umum.4

B. Makna Mutasyabih

1. Makna Bahasa

Makna mutasyabih secara bahasa (etimologis) berasal dari kata syabaha (هبش) yang maknanya

kemipiran atau keserupaan. a. Mirip

Dari akar kata itu bisa berubah bentuknya menjadi mutasyabih (هباشتم) yang maknya masih serupa juga. Misalnya ketika Allah SWT menceritakan tentang buah-buahan di surga yang karakternya saling menyerupai dalam ayat berikut ini :

اً ِبِا َشَتُم ِهِب اوُتُأَو

mereka diberi buah-buahan yang serupa (Q.S. Al-Baqarah 2: 25).

Dijelaskan bahwa buah-buhan di surga itu satu sama lain serupa warnanya, namun rasa dan hakikatnya tetap berbeda.5

4 Manna’al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 215. 5 Al-Ashfahani, Mu'jam Mufradat Alfazh Al-Qur'an, hlm. 260.

(10)

b. Sama

Dikatakan pula mutasyabih adalah mutamatsil (sama) dalam perkataan dan keindahan. Jadi, tasyabuh al-kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagiannya membetulkan sebagian yang lain.

Dengan pengertian seperti itulah Allah SWT mensifati Al-Quran bahwa keseluruhan ayat-ayatnya adalah mutasyabihah seperti diterangkan dalam firman-Nya berikut ini:

َ ِناَثَم اً ِبِا َشَتُم ًبًاَتِك ِثيِدَحْلا َن َسْحَأ َلمزَن ُ مللَّا

"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang…" (Q.S. AzZumar 39: 23)

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa Kitab Suci Al-Quran seluruhnya mutasyabih, dalam pengertian ayat-ayatnya satu sama lain saling serupa dalam kesempurnaan dan keindahannya, dan kandungan isinya satu sama lain saling membenarkan. Inilah yang dimaksud dengan at-tasyabuh al-'am atau tasyabuh dalam arti umum.6

Dari uraian secara bahasa atau etimologis ini, bisa dikatakan bahwa Al-Quran punya dua sifat yaitu muhkam dan juga mutasyabih. Selama masih dalam pengertian bahasa, muhkam dan mutasyabih itu adalah dua sifat yang tidak saling bertentangan,

(11)

sebaliknya justru saling melengkapi. 2. Makna Secara Istilah

Namun ketika kita mulai membedah makna muhkam dan mutasyabih secara istilah atau terminologis, maka keduanya menjadi berlawanan satu dengan lainnya. Dan saling bertolak-belakangnya kedua istilah ini juga muncul di dalam ayat Al-Quran.

َوُه

يِ ملَّا

َلَزْنَأ

َكْيَلَع

َباَتِكْلا

ُهْنِم

ت َيَ أ

تاَ َكِْحُم

منُه

مُأ

ِباَتِكْلا

ُرَخُأَو

تاَ ِبِا َشَتُم

"Dia-lah yang menurunkan Al Quran kepada kamu.

Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat,

yaitu pokok-pokok isi Al-Quran. Dan yang lain

(ayat-ayat) mutasyabihat. (Q.S. Ali 'Imran 3: 7)

Jelas sekali Al-Quran mempertentangkan makna muhkam dan mutasyabih di dalam ayat ini. Keduanya dua hal yang saling berbeda di dalam ayat ini.

Namun apa makna muhkam dan mutasyabih yang dimaksud dalam ayat ini, ternyata para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya. Bebeberapa di antaranya adalah sebagai berikut: a. Bisa Diketahui vs Tidak Bisa Diketahui

Sebagian ulama mengatakan bahwa ayat-ayat

muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat

diketahui dengan gamblang, baik melalui takwil ataupun tidak.

Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti ayat yang tidak logis alias bertentangan dengan akal

(12)

dan sains, wujud fisik Allah SWT dan juga termsuk di dalamnya terkait dengan huruf-huruf muqatha’ah. b. Satu Pengertian vs Beberapa Pengertian

Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang memiliki satu pengertian saja dan tidak mengandung banyak pengertian. Sedangkan ayat-ayat mutasyabihat menurut mereka adalah ayat-ayat yang mengadung beberapa pengertian sekaligus.

Pendapat ini umumnya seusai dengan

pemahaman para ahli fiqih, yang berasal dari pendapat Ibnu Abbas radhiyallahuanhu. Lafadz muhkam adalah lafadz yang tak bisa ditakwilkan melainkan hanya satu arah/segi saja. Sedangkan lafadz yang mutasyabbih adalah lafadz yang bisa ditakwilkan dalam beberapa arah/segi, karena masih sama.7

c. Diketahui Langsung vs Dikaitkan Ayat Lain

Ada juga sebagian ulama yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, tidak memerlukan lagi keterangan lain.

Sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang tidak dipahami kecuali setelah dikaitkan dengan ayat lain.8

Ayat yang muhkamat ialah ayat-ayat yang terang

7 Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008, hal.

239

(13)

dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah. Sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.9

Definisi yang komprehensif yaitu ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah, memiliki satu pengertian saja, dapat diketahui secara langsung, tidak memerlukan lagi keterangan lain.

Sedangkan pengertian ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam, tidak dipahami kecuali setelah dikaitkan dengan ayat lain; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.

Kalau secara etimologis, muhkam dan

mutasyabih disebut sebagai al-ihkam al-'am dan at-tasyabuh al-'am, maka muhkam dan mutasyabih secara terminologis ini disebut sebagai ihkam

al-9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta:

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, 1983), hlm. 76.

(14)

khash dan at-tasyabuh al-khash.

Apalagi bila ayat itu diteruskan, yaitu kemudian setelah selesai menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, lalu Allah SWT ‘istirahat’ dengan menyebut bersemayam di atas 'Arasy.

Kita hanya wajib mengimaninya bahwa Allah SWT itu menciptakan langit dan bumi dalam enam hari kemudian setelah itu Dia bersemayam di atas 'Arasy.

Namun bagaimana kita menjelaskan semua itu, apalagi dikaitkan dengan ilmu pengetahuan modern, jelas kita hanya bisa duduk terdiam dan terpaku tanpa keluar satu pun kata.

Maka inilah contoh nyata sosok ayat yang mutasyabihat, yaitu ayat yang tidak bisa kita pahami secara mudah, logika kita tidak bisa menerimanya. Bahkan meski bisa ditafsirkan enam hari itu menjadi enam masa, lalu bagaimana kita menafsirkan kalimat bahwa Allah bersemayam di Arsy?

Sampai disitu kita pun kembali berhenti dan terdiam.

(15)

Bab 2 : Hal-hal Yang Tidak Logis

Pada bab sebelumnya sudah dijelaskan apa itu ayat mutasyabihat. Ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti ayat yang tidak logis alias bertentangan dengan akal dan sains, wujud fisik Allah SWT dan juga termsuk di dalamnya terkait dengan huruf-huruf

muqatha’ah.

Pada bagian ini kita akan berikan contohnya secara lebih dalam dan luas.

Jujur saja bahwa di dalam Al-Quran begitu banyak bertebaran ayat yang secara logika sebenarnya banyak tidak masuk akal, tidak logis dan nyaris seperti dongeng. Apalagi kalau dilihat dengan kaca mata sains modern, jelas terkesan bahwa Al-Quran itu sangat bertentangan dengan ilmu pengetahuan.

A. Enam Hari Penciptaan

Di dalam Al-Quran berkali-kali Allah SWT mengulang-ulang tentang penciptaan langit dan bumi yang enam hari (مايأ ةتس). Meski banyak

terjemahan modern menyebutkan hal itu, namun dalam teks aslinya, Allah SWT sama sekali tidak pernah menggunakan isitlah masa, periode atau pun tahapan. Yang digunakan berulang-ulang adalah enam hari. Perhatikan ayat berikut :

(16)

َلَخ يِ ملَّا ُ مللَّا ُ ُكُمبَر من

ا

ِ

َْلاَو ِتاَواَم مسلا َق

َضْر

ٍم ميََأ ِةمت ِ س ِفِ

م ُث

ىَوَت ْ سا

ِشْرَعْلا َلََع

"Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, lalu dia bersemayam di atas 'Arsy. (Q. S. Al-'Araf 7: 54)

ُمللَّا ُ ُكُمبَر من

ا

ِ

مسلا َقَلَخ يِ ملَّا

َضْرَ ْلاَو ِتاَواَم

ٍم ميََأ ِةمت ِ س ِفِ

م ُث

َرْمَ ْلا ُرِ بَدُي ۖ ِشْرَعْلا َلََع ىَوَت ْ سا

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ´Arsy untuk mengatur segala urusan. (QS. Yunus : 3)

َضْرَ ْلاَو ِتاَواَم مسلا َقَلَخ يِ ملَّا َوُهَو

ٍم ميََأ ِةمت ِ س ِفِ

َلََع ُه ُشْرَع َن َكََو

ِءاَمْلا

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air (QS. Hud : 7)

َقَلَخ يِ ملَّا

َو ِتاَواَم مسلا

اَمُ َنَْيَب اَمَو َضْرَ ْلا

ٍم ميََأ ِةمت ِ س ِفِ

ىَوَت ْ سا م ُث

اًيِبَخ ِهِب ْلَأ ْساَف ُنََٰ ْحمرلا ۚ ِشْرَعْلا َلََع

Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas ´Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang

Allah) kepada yang lebih mengetahui

(17)

مسلا َقَلَخ يِ ملَّا ُ مللَّا

اَمُ َنَْيَب اَمَو َضْرَ ْلاَو ِتاَواَم

ٍم ميََأ ِةمت ِ س ِفِ

م ُث

ْ سا

َع ىَوَت

ِشْرَعْلا َلَ

ۖ

ُْكَُل اَم

َلََفَأ ۚ ٍعيِف َش َلَ َو ٍ ِلَو ْنِم ِهِنوُد ْنِم

َنو ُرمكَذَتَت

Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ´Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi

syafa´at. Maka apakah kamu tidak

memperhatikan? (QS. As-sajdah : 4)

َضْرَ ْلاَو ِتاَواَم مسلا اَنْقَلَخ ْدَقَلَو

اَمُ َنَْيَب اَمَو

ٍم ميََأ ِةمت ِ س ِفِ

اَن م سَم اَمَو

ٍبوُغُل ْنِم

Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan. (QS. Qaf : 38)

Sampai hari ini kita tidak bisa memahami apa maksudnya Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari? Bukankah sebelum adanya langit dan bumi, juga berarti belum ada siang dan malam?

Sebab kita tahu bahwa siang dan malam itu tercipta ketika sudah ada bumi yang berputar pada porosnya. Sebagian belahan bumi terkena sinar matahari langsung, dan bagian itu dinamakan siang. Sebagian belahan bumi yang membelakangi matahari itulah yang disebut malam. Maka tidak mungkin ada siang dan malam, kecuali sudah ada bumi yang berputar pada porosnya.

(18)

Oleh sebagian kalangan ulama modern, ayat tentang penciptaan langit dan bumi dalam enam hari kemudian coba dikait-kaitkan dengan tafsir yang maknya jauh keluar dari makna aslinya. Enam hari itu kemudian dicari-carilah makna lain, sehingga ketemu dengan makna majazi yaitu masa atau periode.

Tentu saja ini hanya penafsiran khususnya di masa modern ini saja. Kalau penafsiran di masa klasik, kita masih menemukan para ulama justru meyakini bahwa enam hari itu adalah 6 x 24 jam.

Bahkan dalam Tafsir Ibnu Katsir kita menemukan upaya penjelasan nama-nama hari yang enam itu. Disebutkan bahwa hari pertama adalah hari Ahad, lalu Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan hari keenam itu adalah hari Jumat. Dan di masing-masing hari itu kemudian dijelas benda-benda apa saja yang Allah SWT ciptakan.

Dan pernyataan ini bukan tanpa dasar, tapi berdasarkan hadits riwayat Imam Ahmad berikut :10

َقْلَخَو ،ِدَحَ ْلا َمْوَي اَيهِف َلاَبِجْلا َقْلَخَو ، ِتْب مسلا َمْوَي َةَبْ تُّلا ُ مللَّا َقَلَخ

َرَج مشلا

َرو نلا َقَلَخَو ،ِء َثَ َلَ ثلا َمْوَي َهو ُرْكَمْلا َقَلَخَو ، ِ ْيَْنْث ِلَا َمْوَي اَيهِف

َمْوَي

مثَبَو ،ِءاَعِبْرَ ْلا

مباَوملَا اَيهِف

َدْعَب َمَد أ َقَلَخَو ، ِسيِمَخْلا َمْوَي

َي ِ ْصَْعْلا

اَعا َس ْنِم ٍةَعا َس ِرِخ أ ِفِ ، ِقْلَخْلا َرِخ أ ِةَعُمُجْلا َمْو

ِةَعُمُجْلا ِت

ِلْيمللا َلَ

ا ِ ْصَْعْلا َ ْيَْب اَيمِف

ِ

Allah SWT menciptakan tanah pada hari Sabtu.

Menciptakan gunung pada hari Ahad.

(19)

Menciptakan pepohonan pada hari Senin. Dan

menciptakan almakruh di hari Selasa.

Menciptakan cahaya di hari Rabu. Dan menebar di bumi makhuk melata di hari Kamis. Menciptakan makhluk terakhir yaitu Nabi Adam alaihissalam bakda Ashar di hari Jumat. Pada saat-saat terakhir pada hari Jumat yaitu antara Ashar dan malam. (HR. Ahmad)

Kalau selama ini kita baca terjemahan 6 hari tiba-tiba sudah berubah jadi enam masa, ketahuilah bahwa terjemahannya sudah bernuansa tafsiriyah yang disesuaikan dengan logika orang modern sekarang ini.

Padahal kitab-kitab tafsir yang sangat muktamad pun masih memuat tafsir yang asli dan original, dimana kita akan sakit perut kalau membacanya.

Lalu ada sebagian ahli tafsir seperti Mujahid dan riwayat Adh-Dhahhak yang konon bersumber dari Ibnu Abbas, mengusulkan bahwa 6 hari yang dimaksud itu dikaitkan dengan enam hari di sisi Allah, sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut :

َنو دُعَت اممِم ٍةَن َ س ِفْلَ َكَ َكِ بَر َدْنِع اًمْوَي من

ِ

اَو

Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu. (QS. Al-Hajj : 47)

Upaya ini bisa diacungi jempol dan sebenarnya boleh juga. Tetapi apa benar bahwa proses penciptaan bumi dan langit itu berarti 6.000 tahun atau 60 abad saja? Padahal kalau kita bandingkan dengan teori terbentuknya alam semesta menurut

(20)

sains modern, 60 abad itu terlalu singkat. Usia alam semesta ini diperkirakan diperkirakan 13,7 miliar tahun.

Pengukurannya berdasarkan radiasi kosmik memberi waktu pendinginan alam semesta setelah kejadian ledakan dahsyat, dan pengukuran pergeseran merah alam semesta dapat digunakan untuk menghitung mundur umur alam semesta.

B. Matahari Bergerak Mengelilingi Bumi?

Ini tema pertanyaan yang amat panas, di Eropa abad pertengahan telah menelan banyak korban karena meributkan masalah ini. Pihak gereja memandang bahwa kebenaran itu terletak pada teori Geosentris, dimana bumi ini menjadi pusat edar alam semesta, termasuk matahari, bulan dan bintang-bintang semuanya. Sedangkan kalangan ahli astronomi seperti Copernicus, Galileo dan Bruno berpandangan sebaliknya, yaitu bumi bukan pusat edar alam semesta melainkan matahari yang jadi pusat edar. Bumi dan planet-planet lain justru bergerak mengelilingi matahari.

Lalu bagaimana dengan penjelasan Al-Quran? Manakah yang benar dari kedua pendapat itu menurut Al-Quran?

Kalau kita perhatikan beberapa ayat yang bercerita tentang matahari dan perilakunya, memang disebut-sebut bahwa matahari itu aktif bergerak, terbit, terbenam, beredar sesuai garis edarnya. Tidak ada ayat Al-Quran yang menyebutkan bahwa matahari diam di tempatnya sambil dikelilingi

(21)

oleh bumi dan planet lainnya. Perhatikan ayat-ayat berikut ini.

َلَخ يِ ملَّا َوُهَو

ٍ َلََف ِفِ ٌّ ُكُ ۖ َرَمَقْلاَو َسْم مشلاَو َراَ منَلاَو َلْيمللا َق

َنوُحَب ْ سَي

Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (QS. Al-Anbiya : 33)

ِهِرْمَأِب ٍتاَرمخ َسُم َموُج نلاَو َرَمَقْلاَو َسْم مشلاَو

Matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. (QS. Al-Araf : 54)

ىًّم َسُم ٍلَجَ ِل يِرْ َيَ ٌّ ُكُ ۖ َرَمَقْلاَو َسْم مشلا َرم َسََو

Dan Allah menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. (QS. Az-Zumar : 5)

ىًّم َسُم ٍلَجَ ِل يِرْ َيَ ٌّ ُكُ

Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. (QS. Ar-Rad : 2)

َل ٍ رَقَت ْ سُمِل يِرْ َتَ ُسْم مشلاَو

اَه

Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. (QS. Yasin : 38-40)

Maka wajar kalau para ulama di Saudi Arabia seperi Syeikh Bin Baz dan Syeikh Al-Utsaimin dalam fatwa mereka menegaskan bahwa Al-Quran menetapkan bumi sebagai pusat edar matahari dan

(22)

bulan serta bintang-bintang.

C. Bentuk Bumi Bulat atau Rata?

Di zaman sekarang yang merupakan zaman pencerahan, Para ahli sains telah sepakat menyatakan bahwa bumi yang kita huni ini berbentuk bulat seperti bola. Tidak seperti yang disangkakan orang di masa lalu bahwa bumi kita ini rata seperti meja.

Namun di abad ketujuh masehi, sains masih amat sederhana. Meski sudah ada yang menyatakan bahwa bumi itu bulat, namun sains yang dicapai manusia di masa itu belum masuk ke era pembuktian secara empiris tentang bulatnya bumi.

Maklum karena di masa itu manusia belum mampu membuat pesawat ruang angkasa dan juga satelit yang mengorbit bumi. Bahwa bumi itu bulat, masih merupakan teori yang membutuhkan pembuktian empiris.

Dan Al-Quran di masa itu pun juga tidak secara tegas menyebutkan bahwa bumi itu bulat. Justru redaksi Al-Quran seolah-olah membenarkan teori awal bahwa bumi itu rata seperti meja. Setidaknya itulah yang kemudian diyakini oleh banyak mufassir di masa itu berdasarkan ayat-ayat berikut.

َلَعَج يِ ملَّا

ُُكَُل

مسلاَو ا ًشاَرِف َضْرَ ْلا

ًءاَنِب َءاَم

Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. (QS. Al-Baqarah : 22)

(23)

اَه َنَْد َدَم َضْرَ ْلاَو

Dan Kami telah menghamparkan bumi (QS. Al-Hijr : 19)

ًدْهَم َضْرَ ْلا ُ ُكَُل َلَعَج يِ ملَّا

ا

Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan. (QS. Thaha : 53)

اَه َنَْد َدَم َضْرَ ْلاَو

Dan Kami hamparkan bumi itu (QS. Qaf : 7)

ْتَح ِط ُس َفْيَك ِضْرَ ْلا َلَ

ِ

اَو

Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiah : 20)

Bila kita hidup di masa kenabian dan membaca ayat-ayat di atas, bisa dipastikan kita tidak akan percaya kalau dikatakan bumi itu bulat seperti bola. Sebab ayat-ayat di atas justru secara zhahir lebih mengesankan bahwa bumi itu rata seperti meja.

Yang menarik malah hari ini masih ada sebagian kalangan yang tetap meyakini bahwa bumi itu rata dan bukan bulat. Di antaranya adalah apa yang difatwakan oleh Syeikh Bin Baz, Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan secara umum Komisi Fatwa Saudi Arabia.

D. Bumi dan Langit Ada Tujuh Buah

Kalau kita hidup di abad ketujuh saat Al-Quran diturunkan dan membaca ayat tentang penciptaan tujuh langit dan tujuh bumi, pastilah kesimpulan kita akan bertabrakan dengan sains yang kita kenal

(24)

sekarang ini.

َعْب َ س َقَلَخ يِ ملَّا ُ مللَّا

منُهَلْثِم ِضْرَ ْلا َنِمَو ٍتاَواَ َسَ

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (QS. Ath-Thalaq : 12)

Padahal di masa sekarang ini yang kita tahu bumi ini hanya ada satu saja. Kalau ada benda lain mirip bumi, maka itu kita sebut planet yang mengelilingin matahari. Dan jumlahnya bukan tujuh tapi delapan. Merkurius, Venus, Mars, Bumi, Jupiter, Saturnus, dan Uranus. Sedangkan Pluto kemudian dikeluarkan dari keluarga tata surya kita, karena karakternya yang amat berbeda dengan syarat sebuah planet.

Sebagian dari para ulama kemudian ada yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh bumi lainnya itu sebagai lapisan-lapisan di bawah permukaan bumi. Namun para ahli geologi sepakat bahwa kalau pun ada sekian banyak lapisan bumi, jumlahnya bukan tujuh.

Lagi pula ternyata isi bumi itu bukan tanah yang padat, melainkan cairan yang amat panas. Bumi kita ini sering diibaratkan seperti balon yang diisi dengan air. Kulit luar balon itu teramat tipisnya sehingga seringkali bocor dan isi buminya yang cair itu keluar sebagai magma. Maka sekilas ayat di atas justru bertentangan dengan sains yang kita kenal saat ini. Terkecuali bila kita tafsir-tafsirkan lebih jauh. Sedangkan apa yang dipahami secara seklias, apalagi oleh generasi muslim di masa turunnya Al-Quran, tentu saja amat jauh bertentangan.

(25)

Lapisan bumi

Penyebutan langit ada tujuh selalu terulang-ulang di dalam Al-Quran hingga berkali-kali. Mulai dari surat Al-Baqarah hingga juz ke-30 atau Juz Amma.

ُهَو ۚ ٍتاَواَ َسَ َعْب َ س منُهامو َسَف

يمِلَع ٍء ْ َشَ ِ ُكِب َو

Lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah : 29)

منِيهِف ْنَمَو ُضْرَ ْلاَو ُعْب م سلا ُتاَواَم مسلا ُ َلَ ُحِ ب َ سُت

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. (QS. Al-Isra : 44)

Tentu saja kita di masa sekarang ini kelabakan bagaimana kita menjelakan langit yang katanya ada tujuh itu. Langit yang manakah maksudnya?

Apakah lapisan-lapisan atmosfir itu kah? Tapi jumlah lapisannya bukan tujuh tapi hanya enam saja, yaitu lapisan Troposfer, Stratosfer, Mesosfer, Termosfer, Ionosfer, dan terakhir lapisan Eksosfer. Kalau kita pakai pembagian ini, maka angkasa luar

(26)

sama sekali justru tidak termasuk langit.

Lapisan-lapisan atmosfer

Kalau bukan langit, lalu apa jadinya? Padahal banyak sekali ayat yang menyebutkan bahwa luar angkasa itu juga disebut dengan langit. Misalnya ketika Allah SWT menghias langit dengan bintang.

ْلا ٍةَنيِزِب اَيْن لَا َءاَم مسلا امنميَز منَ

ا

ِ

ِبِكاَوَك

Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, (QS. Ash-Shaffat : 6)

Tempat dimana ada bintang-bintang itu jelas bukan di salah satu atmosfir yang ada enam itu. Tapi letaknya jauh sekali di luar angkasa lepas.

Kawakib itu bentuk jama’ dari kaukab (بكوك) yang

dalam bahasa Arab sebenarnya beda dengan bintang. Kaukab itu planet sedangkan bintang itu nujum.

Jarak planet terdekat dari bumi adalah Venus yang diperkirakan jaraknya sekitar 0,28 AU ketika berada di titik terdekatnya. Sedangkan jarak terjauh

(27)

yang bisa dihasilkan keduanya adalah 1,72 AU, hampir dua kali jarak Bumi dengan Matahari. Memang nanti ada juga ilmuwan yang menyebutkan bahwa planet terdekat dengan bumi bukan Venus melainkan Merkurius. Namun lepas dari perbedaan itu, tetap saja baik Venus atau pun Merkurius posisinya bukan di salah satu atmosfir kita.

Lalu kalau tujuh langit itu bukan lapisan-lapisan yang merupakan atmosfir kita, apa makna tujuh langit itu? Apakah kita mau sebut planet-planet yang ada di sekitaran keluarga tata surya atau solar system?

Tentu tidak cocok juga. Pertama, jumlah planet anggota tata surya bukan tujuh tapi delapan. Kedua, kalau planet-planet itu kita paksa sebagai penjelasan tentang tujuh langit, lalu bagaimana dengan awan hujan yang mengandung air itu? Apakah jadi bukan termasuk salah satu dari langit? Padahal tegas sekali Al-Quran menyebut bahwa hujan diturunkan dari langit.

ْ ُكَُل اًق ْزِر ِتاَرَممثلا َنِم ِهِب َجَرْخَأَف ًءاَم ِءاَم مسلا َنِم َلَزْنَأَو

Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. (QS. Al-Baqarah : 22)

E. Langit Diangkat ke Atas Tanpa Tiang

Kalau kita membaca ayat-ayat terkait dengan langit di dalam Al-Quran, maka kita akan mendapat

(28)

beberapanya menyebukat bahwa langit itu ditinggikan.

Istilah ditinggikan itu sebenarnya terjemahan saja. Namun kalau kita lihat istilah aslinya dalam bahasa Arab, Allah SWT menggunakan kata rafa’’a (عفر) yang makna aslinya adalah mengangkat ke atas. Dan dalam ayat lain juga sering diterjemahkan sebagai mengangkat.

اَ َنَ ْو َرَت ٍدَ َعَ ِ ْيَغِب ِتاَواَم مسلا َعَفَر يِ ملَّا ُ مللَّا

Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat. (QS. Ar-Rad : 2)

Kementerian Agama RI ketika menerjemahkan ayat ini menggunakan istilah meninggikan. Tidak keliru memang, namun kata rafa’a itu makna aslinya

adalah mengangkat atau menaikkan. Dan

mengangkat atau menaikkan itu adalah

memindahkan sesuatu yang asalnya berada di bawah lalu diangkat dan dinaikkan ke atas. Sebagaimana penjelasan Al-Quran tentang Nabi Isa ‘alaihissalam ketika diselamatkan dari kejaran musuh. Beliau pun diangkat ke langit.

َع ُ مللَّا َن َكََو ۚ ِهْيَل

ا ُ مللَّا ُهَعَفَر ْلَب

ِ

اًيمِكَح اًزيِز

Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa : 158)

Di ayat lain kita menemukan kata rafa’a yang bermakna menaikkan.

(29)

ۚ اًعيِ َجَ ُةمزِعْلا ِ ملَِّلَف َةمزِعْلا ُديِرُي َن َكَ ْنَم

ُبِ يمطلا ُمِ َكَْلا ُدَع ْصَي ِهْيَل

ا

ِ

ُهُعَفْرَي ُحِلا مصلا ُلَمَعْلاَو

Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. (QS. Fathir : 10)

Padahal dalam sains dan sains modern, yang kita tahu langit itu tidak berasal dari bumi yang diangkat atau dinaikkan ke atas. Seolah-olah langit itu semacam atap rumah yang disangga dengan tiang-tiang. Karena langit itu sebenarnya bukan seperti atap suatu bangunan yang harus disangga. Langit di dalam Al-Quran bisa saja bermakna atmosfir tempat dimana ada awan hujan, namun juga bisa bermakna luar angkasa yang pada dasarnya adalah ruang hampa. Namun yang mana saja dari penyebutan langit, tidak ada satu pun langit yang berupa atap atau kanopi sehingga harus disangga dengan tiang.

Sedangkan Al-Quran malah secara tegas menyebut bahwa langit itu adalah atap sebagaimana atap rumah yang kita kenal.

ا ًظوُفْحَم اًفْق َس َءاَم مسلا اَنْلَعَجَو

Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara. (QS. Al-Anbiya : 32)

Memang para ilmuwan muslim hari ini kemudian menerjemahkan istilah atap itu secara majaz. Langit yang dimaksud dibatasi menjadi atmosfir saja, sedangkan luar angkasa dalam hal ini tidak diikutkan. Lalu atmosfir inilah yang dijelaskan punya fungsi

(30)

mirip seperti atap suatu rumah, yaitu melindungi. Sebab atmosfer kita ini memang banyak berfungsi untuk melindungi bumi dari terpaan dari luar angkasa, seperti menyerap sinar sinar ultra violt dari matahari sehingga kadarnya menjadi sangat rendah, atau meluruhkan meteor yang tersedot gravitasi sehingga habis terbakar sebelum menyentuh permukaan bumi.

F. Matahari Terbenam di Laut ?

ِ

ا متََّح

ٍ ْيَْع ِفِ ُبُرْغَت اَهَدَجَو ِسْم مشلا َبِرْغَم َغَلَب اَذ

َدَج َوَو ٍةَئِ َح

ْمِيهِف َذِخمتَت ْنَأ امم

ِ

اَو َبِ ذَعُت ْنَأ امم

ا ِ ْيَْنْرَقْلا اَذ َيَ اَنْلُق ۗ اًمْوَق اَهَدْنِع

ِ

اًن ْ سُح

Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: "Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka. (QS. Al-Kahfi : 86)

Zhahir ayat ini membingungkan sekali.

Bagaimana mungkin ayat ini menyubutkan bahwa matahari terbenam ke dalam laut yang berlupur dan berwarna hitam? Matahari kok bisa terbenam ke dalam laut? Memangnya berapa ukuran besarnya matahari sampai bisa terbenam masuk ke dalam luat?

G. Gunung Diletakkan dan Jadi Pasak

(31)

gunung yang diletakkan atau dilemparkan.

َ ِساَوَر اَيهِف اَنْيَقْلَأَو

Dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh. (QS. Qaf : 7)

Padahal dalam ilmu sains, khususnya geologi atau vulkanologi, keberadaan gunung itu bukan sesuatu yang diletakkan, apalagi ditancapkan seperti pasak.

اًد َتَ ْوَأ َلاَبِجْلاَو

Dan gunung-gunung sebagai pasak?, (QS. An-Naba : 7)

Dalam ilmu geologi dan vulkanologi modern yang kita kenal saat ini, terbentuknya gunung-gunung dari daya dorong inti dan cairan di dalam bumi yang amat kuat ke atas, sehingga membuat permukaan bumi jadi berbenjol-benjol yaitu membuntuk gunung. Kadang dorongan magma di dalam bumi membentuk gunung yang mana di puncaknya terdapat kawah magma.

Namun kalau kita hidup di abad ketujuh saat belum ada ilmu penetahuan dan sains seperti sekarang ini, kalau kita membaca ayat di atas, maka wajarlah kalau kita membayangkan diciptakannya gunung itu mirip kue onde-onde yang ditempeli wijen yang punya pasak menancap ke dalam bumi. Kesannya gunung itu bukan lah bagian dari bumi, namun sesuatu yang didatangkan dari luar.

H. Gunung Mencegah Gempa Bumi?

(32)

yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng Bumi). Beberapa ayat Al-Quran mengatakan Allah menciptakan gunung untuk mencegah gempa bumi.

ْنَأ َ ِساَوَر ِضْرَ ْلا ِفِ اَنْلَعَجَو

ًلَُب ُ س اًجاَجِف اَيهِف اَنْلَعَجَو ْمِ ِبِ َديِمَت

َنو ُدَتْ َيَ ْمُهملَعَل

Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh agar bumi itu tidak goncang bersama mereka” (QS. Al-Anbiya’ : 31).

َأَو

ِفِ ىَقْل

ْرَ ْلا

َنو ُدَتْ َتَ ْ ُكُملَعَل ًلَُب ُ سَو اًراَ ْنََأَو ْ ُكُِب َديِمَت ْنَأ َ ِسا َوَر ِض

Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, (QS. An-Nahl : 15)

ْنَأ َ ِساَوَر ِضْرَ ْلا ِفِ ىَقْلَأَو ۖ اَ َنَْوَرَت ٍدَ َعَ ِ ْيَغِب ِتاَواَم مسلا َقَلَخ

اَيهِف اَنْتَبْنَأَف ًءاَم ِءاَم مسلا َنِم اَنْلَزْنَأَو ۚ ٍةمباَد ِ ُكُ ْنِم اَيهِف مثَبَو ْ ُكُِب َديِمَت

ٍيِرَك ٍج ْوَز ِ ُكُ ْنِم

Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam

(33)

tumbuh-tumbuhan yang baik. (QS. Luqman : 10)

Bila benar gunung-gunung dapat menahan terjadinya gempa bumi, mengapa ada banyak gempa bumi di Indonesia, negara di mana terdapat banyak gunung?

I. Gunung Bergerak Seperti Awan

Beberapa kalangan menafsirkan ayat tentang gunung yang terlihat diam, padahal bergerak seperti bergeraknya awan, lalu mengaitkannya dengan pergeseran lempeng-lempeng bumi atau disebut plate dalam bahasa Inggirs.

Ilustrasi Beberapa Lempemg Bumi

Padahal meski pergeseran lempeng-lempeng bumi memang itu nyata ada, namun kalau diukur jarak pergeserannya yang amat sangat sedikit, hanya sekian milimeter dalam hitungan tahun, maka pergeseran itu menjadi tidak ada artinya alias terabaikan.

Yang pasti pergeseran lempeng-lempeng itu sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan pergerakan awan. Awan bergerak dengan sangat cepat, secepat angin bertiup. Kita tidak bisa

(34)

bayangkan seandainya gunung bergerak secepat awan bergerak, maka yang terjadi adalah kiamat kubra.

Dan setelah dicek lebih dalam lagi, ternyata ayat itu memang sedang bercerita tentang hari kiamat. Bisa kita ketahui dari ayat sebelumnya. Ini disebut dengan munasabah dalam ilmu tafsir.

J. Besi Diturunkan?

Al-Quran juga berbicara tentang besi, dimana ayatnya menyebutkan bahwa besi itu diturunkan. Seolah-olah besi itu unsur asing di luar bumi, mungkin bagian dari benda-benda langit yang dijatuhkan.

ِسامنلِل ُعِفاَنَمَو ديِد َش سْأَب ِهيِف َديِدَحْلا اَنْلَزْنَأَو

Dan Kami turunkan besi, padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia. (QS. Al-Hadid : 25)

Padahal dalam ilmu metalurgi modern saat ini, kita kenal bahwa besi (Ferum) itu terbuat dari bijih besi yang terdapat di dalam kandungan tanah. Bukan sesuatu yang turun dari atas.

K. Air Mani Dari Tulang Sulbi?

Di dalam Al-Quran kita membaca ayat yang menyebutkan bahwa air mani itu asalnya dari tulang shulbi laki-laki dan tulang dada wanita. Ayatnya sebagai berikut :

َقِلُخ ممِم ُنا َسْن

ِ

ْلَا ِر ُظْنَيْلَف

ْنِم َقِلُخ

ٍقِفاَد ٍءاَم

ِبْل صلا ِ ْيَْب ْنِم ُجُرْ َيَ

(35)

ِبِئاَ متُّلاَو

Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. (QS. Ath-Thariq : 5-7)

Padahal dalam ilmu biologi modern, yang kita tahu bahwa air mani atau sperma laki-laki itu diproduksi di dalam buah zakar, sedangkan sel telur atau ovum wanita terbentuk di dalam rahim.

Namun Al-Quran menyebutkan bahwa air mani itu keluar dari tulang. Air mani laki-laki keluar dari tulang shulbi dan air mani perempuan dari tulang dada wanita. Yang kita tahu bahwa isi tulang itu sumsum, bukan air mani.

Sementara di masa Rasulullah SAW sendiri saat itu sudah dikenal pengkebirian baik manusia atau hewan, yaitu dengan cara memotong buah zakar. Secara tidak langsung, sains manusia saat itu sudah mengakui bahwa sperma laki-laki sumbernya adalah buah zakarnya. Dan bukan isi dari tulang manusia.

(36)

Bab 3 : Wujud Fisik Allah

Al-Quran Al-Karim ketika bicara tentang sifat dan wujud fisik Allah SWT seringkali menggunakan bahsa-bahasa yang terkesan ‘vulgar’.

Mengapa Penulis menyebut istilah ‘vulgar’? Sebab ungkapan-ungkapannya terasa amat aneh dan membingungkan logika kita. Allah SWT menyebutkan bahwa dirinya itu melakukan hal-hal yang sekiranya hanya layak dilakukan oleh mansia sebagai makhluk-Nya saja. Sedangkan Allah SWT tentunya Maha Suci dari segala penggambaran yang serendah itu.

Kalau saja yang menceritakan sifat dan wujud fisik Allah SWT itu seorang manusia, tentu sudah kita perangi habis-habisan. Kita akan tuduhkan padanya pasal penghinaan dan penistaan kepada Tuhan.

Tapi masalahnya, bahasa-bahasa yang vulgar itu justru bahasa yang Allah SWT sendiri gunakan di dalam kalam suci yaitu kitab suci Al-Quran Al-Karim. Jadi tidak bisa kita tolak dan tidak bisa kita ingkari. Namun kita pun juga merasa risih dengan ungkapan yang Allah SWT sendiri ungkapkan. Maka sebagian ulama menamakan ayat-ayat macam ini sebagai ayat yang mutasyabihat.

(37)

Berikut ini adalah berapa contoh ayat yang terkait dengan sifat-sifat Allah dan wujud fisiknya :

A. Wajah Allah

ملَ

ِ

ا ِ

لِاَه ٍء ْ َشَ ُكُ

ُهَ ْجَْو

Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah.

(QS. Al-Qashash : 88)

ِم ِللَّ َو

ُقِ ْشَْمْلا

ُبِرْغَمْلاَو

ۚ

اَمَنْيَأَف

او لَوُت

مَثَف

ُهْجَو

ِمللَّا

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka

kemanapun kamu menghadap di situlah wajah

Allah. (QS. Al-Baqarah : 115)

اَمَو

َنوُقِفْنُت

ملَ

ِ

ا

َءاَغِتْبا

ِهْجَو

ِمللَّا

Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu

melainkan karena mencari wajah Allah (QS.

Al-Baqarah : 272)

Ayat-ayat di atas ketika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia ternyata langsung ditakwil menjadi makna yang lain.

B. Dimana Allah?

Ketika kita masih kecil dulu, seringkali kita bertanya kepada orang tua kita, dimanakah Allah SWT itu berada. Jawabanny bisa macam-macam. Dan di dalam Al-Quran, tentang keberadaan Allah SWT, ternyata ada jawabannya.

Meski pun akhirnya kita jadi bingung sendiri, apa benar Allah SWT berada di suatu tempat? Lalu bagaimana dengan sifat Allah SWT yang mana Dia adalah Tuhan Sang Pencipta? Dimanakah Allah SWT ketika belum menciptakan makhluk-makhluknya?

(38)

Ayat-ayat yang menceritakan dimana keberadaan Allah SWT inilah yang juga termasuk ke dalam golongan ayat-ayat mutasyabihat. Contohnya ayat-ayat berikut : 1. Allah di Langit

ْمَأ

ُْتْنِمَأ

ْنَم

ِفِ

ِءاَم مسلا

ْنَأ

َل ِسْرُي

ُْكُْيَلَع

اًب ِصاَح

Atau apakah merasa aman terhadap Allah yang di

langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang

berbatu. (QS Al-Mulk: 16-17).

Juga ada sabda utusan resmi dari tuhan, nabi Muhammad SAW tentang keberadaan Allah SWT.

اوحرا

نم

فِ

ضرالا

كُحري

نم

فِ

ءماسلا

Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Kasihanilah yang bumi maka kamu

akan dikasihani oleh Yang di langit”. (HR. Tirmiziy).

2. Allah di ‘Arsy

ُنََٰ ْحمرلا

َلََع

ِشْرَعْلا

ىَوَت ْ سا

Yang Maha Pemurah itu berada di atas ‘arys

bersemayam.(QS Thaha: 5)

3. Allah Bersama Kita

َوُهَو

ُْكَُعَم

َنْيَأ

اَم

ُْتْنُك

ۚ

ُمللَّاَو

اَمِب

َنوُلَمْعَت

ي ِصَب

Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada.

Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hadid: 4)

(39)

Abu Bakar ra di dalam gua,"Jangan kamu sedih, Allah beserta kita." Ini tidak berarti Allah SWT ikut masuk gua.

ْنَزْ َتَ َلَ

اَنَعَم َ مللَّا من

ِ

ا

Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah

beserta kita. (QS At-Taubah: 40)

م َكَل َلاَق

ۖ

ِعَم من

ا

ِ

ِ ب َر َي

ِنيِدْ َيه َ س

Musa menjawab, "Sekali-kali tidak akan tersusul;

sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan

memberi petunjuk kepadaku." (QS As-Syu'ara: 62).

Kata ma'a inilah yang kemudian dianggap menunjukkan tempat seseorang berada. Seolah-olah tuhan itu ada dimana-mana. Walaupun ada sebagian kalangan yang kurang menerima hal itu dengan dengan mengatakan bahwa aku menyertaimu, meski

pada kenyataannya tidak berduaan. Sebab

kebersamaan Allah SWT dalam ayat ini adalah berbentuk muraqabah atau pengawasan.

4. Allah di dalam Tubuh Kita

Masih ada lagi ungkapan yang lebih parah, yaitu ketika Allah SWT menyebutkan bahwa diri-nya lebih dekat dari urat leher kita sendiri.

ُنْ َنََو

ِهْيَل

ا ُبَرْقَأ

ِ

ِديِرَوْلا ِلْبَح ْنِم

Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat

(40)

Bab 4 : Masalah Khilafiyah Fiqhiyah

Sebagian ulama juga ada yang memaknai ayat mutasyabihat sebagai ayat yang didalamnya terkandung potensi khilafiyah dalam hukum-hukum syariah. Atau dengan kata lain, ayat-ayat yang menyebabkan terjadinya khilafiyah di dalam para ahli fiqih.

Diposisikan demikian karena mereka memahami bahwa ayat muhkamat adalah ayat yang sudah tidak menimbulkan perbedaan pendapat alias ayat yang sudah qath’i.

Sebenarnya hampir semua ayat yang

mengandung hukum itu berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat. Namun disini Penulis hanya memberikan beberapa contoh kecilnya saja, yaitu ayat-ayat berikut :

A. Sentuhan Kulit Suami Istri dan Batalnya Wudhu

َف ءا َسِ نلا ُ ُت سَمَلَ وَأ

ءاَم او ُدِ َتَ َلَ

اًبِ ي َط اًديِع َص اوُمممَيَتَف

atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak dapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik. (QS. An-Nisa : 43)

(41)

yang berbeda di tiap mazhab. 1. Mazhab Hanafi

Ibnul Humam (w. 681 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Fathul Qadir menuliskan sebagai berikut :

لَو

يعفاشلل افلَخ ،اجْرف ولو ةوهشب ولو اهسم درمج نم بيَ

لمو ،اقلطم

سم اذ ا لِا

ليلد مدع لَوألا فِ انل .ةوهشب

ضقنلا

بو ةوهشب

وأأ{ لَاعت لَوقو ،مدعلا لَع ضاقتنالا ىقبيف ةوهش يغ

ةباحصلا نم ةعماج بهذم وهو عالجما هب دارم }ءاسنلا ت سملَ

.

Dan tidak wajib berwudhu dari menyentuh

wanita sekalipun dengan adanya syahwat, sekalipun pada kemaluannya, berbeda dengan imam syafii yang mengatakn bahwa menyentuh wanita mewajibkan wudhu secara mutlaq, dan imam malik yang berpendapat bahwa menyentuh wanita mewajibkan wudhu jika disertai syahwat. Bagi kami tidak ada dalil yang menegaskan bahwa menyentuh wanita membatalkan wudhu, baik dengan syahwat ataupun tidak, adapun firman

allah: {ءاسنلا متسملا وأ} yang dimaksud adalah Jima’,

dan ini adlah pendapat sebagian sahabat”. 11

2. Mazhab Al-Malikiyah

Mazhab Al-Malikiyah mengatakan bahwa sentuhan kulit laki-laki dan wanita itu membatalkan wudhu apabila disertai dengan ladzdzah (ةّذل) yang mengiringinya, yaitu kenikmatan atau nafsu, baik yang tersentuh itu bagain kulit, rambut, atau kuku

(42)

dari wanita.

Ibnu Abdil Barr (w. 463 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah dalam kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil

Madinah menuliskan sebagai berikut :

نمو

ا دصق

سلم لَ

ذتلا اذ ا هؤوضو ضقتنا هديب اهسملف ةأأرما

سم ءاوسو هتتَ نم وأأ فيفلخا قيقرلا بوثلا قوف نم اهسملب

انَم لِذ سملب ذتلا اذ ا اهدسج رئاس وأأ اهرعش لِام دنع انَم

.

Seorang bermaksud menyentuh perempuan, kemudian ia menyentuhnya dengan tangannya maka wudhunya batal jika sentuhan itu disertai taladzdzudz, baik dari atas pakaian yang tipis (adanya penghalang) atau dari bawahnya (secara langsung), baik yang ia sentuh itu -menurut imam malik- rambutnya atau apapun dari anggota

tubuh wanita tersebut jika disertai taladzdzudz”.12

3. Mazhab Syafi’i

An-Nawawi (w. 676 H) salah satu muhaqqiq besar dalam mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitabnya

Raudlatu At-Thalibin wa ‘Umdatu Al-Muftiyyin

menuliskan sebagai berikut :

ضقانلا

ان س وأأ ارعش سلم ن اف ةاته شم ةأأرما ةشْب سلم :ثلاثلا

لَع هءوضو ضقتني لم ةوهشلا دح غلبت لم ةيغص ةشْب وأأ ارفظ وأأ

.صحألا

Pembatal yang ketiga : menyentuh kulit wanita 12 Ibnu Abdil Barr, Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, jilid 1 hal.

(43)

musytahah. Namun bila menyentuh pada rambut, gigi, kuku, atau wanita kecil yang belum sampai batas syahwat maka wudhunya tidak batal menurut pendapat yang paling shahih.

رهظألا لَع ضقتني لم ةرهاصم وأأ عاضر وأأ بسنب امرمح سلم ن او

Begitu juga menyentuh mahram baik mahram senasab, sesusu atau sebab hubungan pernikahan menurut pendapat yang azhar.

وأأ ادئاز وأأ لشأأ اوضع وأأ ىىته شت لَ ازوعج وأأ ةتيم سلم ن او

عيجَ فِ حيحصلا لَع ضقتنا دصق يغ نع وأأ ةوهش يغب سلم

لِذ

Jika menyentuh jenazah wanita atau wanita tua yang sudah tidak mengundang syahwat, atau anggota tubuh wanita yang cacat atau yang berlebih, atau ia menyentuhnya tanpa syahwat dan tidak disengaja maka wudhunya batal menurut pendapat yang shahih dalam mazhab.

رهظألا لَع سومللما ءوضو ضقتنيو

.

Wudhu orang yang disentuh juga batal menurut

pendapat yang azhar. 13

4. Mazhab Hambali

Di dalam mazhab Al-Hanabilah, ketentuan sentuhan kulit antara laki-laki dan wanita yang membatalkan wudhu adalah bila sentuhan yang mengakibatkan syahwat dan terjadi antara kulit

laki-13 An-Nawawi, Raudhatu At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin,

(44)

laki dan kulit perempuan tanpa hail (لئاح) atau pelapis. Ibnu Qudamah (w. 620) ulama dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Mughni menuliskan sebagai berikut :

،انل

ةوهشلاو ،ابِايث سلم ول ام هب شأأف ؛ةأأرلما مسج سملي لم هنأأ

ةوهشلا تدجو وأأ ،ةوهشب لَجر سم ول ماك ،يفكت لَ اهدرجبم

سلم يغ نم

.

Bagi kami ia tidak menyentuh tubuh wanita,

maka sama seperti menyentuh pakaiannya, dan munculnya syahwat saja tidak cukup, sama seperti ia menyentuh laki-laki disertai syahwat atau munculnya syahwat ketika melihat wanita tanpa

adanya sentuhan”. 14

B. Tayammum Sebagai Pengganti Wudhu' dan Mandi

Ada dua ayat di dalam Al-Quran yang menyebutkan hal itu, di dua surat yang berbeda, namun dengan redaksi yang mirip sama.

Ayat pertama adalah ayat ke-43 dari Surat An-Nisa’, yaitu :

ن

ِ

اَو

َلََع وَأ َ

ضَرمم ُتنُك

وَأ ِطِئ أَغلا نِ م ُكُنِ م دَحَأ ءاَج وَأ ٍرَف َس

اًبِ ي َط اًديِع َص اوُمممَيَتَف ءاَم اوُدَِتَ َلََف ءا َسِ نلا ُ ُت سَمَلَ

اوُح َسماَف

اًّوُفَع َن َكَ َ للَّا من

ا ُكُيِديَأَو ُكُِهوُجُوِب

ِ

اًروُفَغ

Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir 14 Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 1 hal. 141

(45)

atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan kemudian kamu tidak mendapat air maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik ; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.(QS. An-Nisa : 43)

Ayat kedua sangat mirip dengan ayat di atas, namun terdapat di dalam surat yang lain, yaitu Surat Al-Maidah ayat ke-6 :

َنِ م ُكُنمم دَحَأ ءاَج وَأ ٍرَف َس َلََع وَأ َضَرمم ُتنُك ن

ِ

اَو

وَأ ِطِئاَغلا

ءاَم او ُدِ َتَ َلََف ءا َسِ نلا ُ ُت سَمَلَ

ًبِ ي َط اًديِع َص اوُمممَيَتَف

اوُح َسماَف ا

ُكُيِديَأَو ُكُِهوُجُوِب

نِكـَلَو ٍجَرَح نِ م ُكُيَلَع َلَعجَيِل ُ للَّا ُديِرُي اَم ُهنِ م

ُكُملَعَل ُكُيَلَع ُهَتَمعِن م ِتُيِلَو ُكَُرمه َطُيِل ُديِرُي

َنو ُرُكشَت

Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau

menyentuh perempuan, lalu kamu tidak

memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak

menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak

membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.(QS. Al-Maidah : 6)

Seluruh ulama sepakat bahwa pada saat tidak ditemukan air untuk berwudhu' atau mandi janabah, maka tayammum dibolehkan untuk dijadikan sebagai pengganti atau badal (لدب).

Namun para ulama berbeda pendapat tentang jenis penggantian tayammum terhadap wudhu' atau

(46)

mandi, apakah pengganti yang bersifat darurat dan sementara? Ataukah pengganti yang bersifat mutlak atau permanen.

1. Pengganti Darurat

Jumhur ulama di antaranya Mazhab Malikiyah, mazhab Asy-Syafi'iyah dan mazhab Al-Hanabilah sepakat bahwa tayammum adalah pengganti bersuci, baik wudhu atau mandi janabah, yang sifatnya hanya darurat saja.

Dalam pandangan jumhur ulama, tayammum pada hakikatnya tidak mengangkat hadats, tetapi hanya sekedar membolehkan shalat saja untuk sementara waktu karena darurat.

Konsekuensi dari sifat tayammum adalah cara bersuci yang hanya bersifat darurat ini adalah :

▪ Bila Ditemukan Air Maka Tayammum Tidak Berlaku

▪ Harus Selalu Mengulang Tayammum

▪ Belum Sah Tayammum Bila Belum Masuk Waktu

▪ Bila Bertayammum Lebih Utama

Mengakhirkan Shalat 2. Pengganti Mutlak

Sedangkan pandangan Mazhab Al-Hanafiyah berbeda 180 derajat dengan pandangan jumhur ulama. Mazhab ini memandang bahwa tayammum itu 100% adalah pengganti wudhu dan tayammum. Hadats besar dan hadats kecil, dua-duanya bisa

(47)

diangkat secara permanen, cukup dengan tayammum, asalkan syarat-syarat tayammum terpenuhi.

Maka konsekuensi dari pendapat ini menurut mazhab Al-Hanafiyah antara lain :

▪ Bila Ditemukan Air Tidak Perlu Berwudhu Lagi ▪ Tidak Perlu Selalu Mengulang Tayammum ▪ Tayammum Sah Meski Belum Masuk Waktu

C. Perbedaan Masa Iddah Istri Ditalak Suami

ٍءو ُرُق َةَث َلََث منِه ِسُفْنَأِب َن ْصمبَ َتَُّي ُتاَقمل َطُمْلاَو

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru´(QS. Al-Baqarah : 228)

Di dalam ayat ini Allah SWT memang tidak menyebut secara tegas istilah haidh, tetapi menyebut dengan istilah quru’ (ءورق), bentuk jamak

qur’u (ءرق). Dalam hal ini terdapat ikhtilaf di kalangan

ahli bahasa dan juga berpengaruh kepada pendapat para ulama dengan makna istilah al-qur’u ini.

Para ahli bahasa, di antaranya Al-Fayoumi dalam Al-Misbah Al-Munir menyebutkan kata bahwa

al-qur’u termasuk jenis kata yang punya makna ganda

dan sekaligus bertentangan artinya. Menurut mereka al-qur’u bermakna suci dari haidh, dan juga bermakna haidh itu sendiri. 15

Perbedaan makna secara bahasa ini kemudian berpengaruh kepada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam menetapkan masa iddah wanita

(48)

yang dicerai suaminya. 1. Quru Adalah Masa Suci

Dalam pandangan mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, al-qur’u berarti

ath-thuhru (رْهُّطلا). Maksudnya adalah masa suci dari

haidh. Jadi tiga kali quru’ artinya adalah tiga kali suci dari haidh.

Kebanyakan para shahabat ridhwanullahi

alaihim, juga para fuqaha Madinah, berpendapat

bahwa quru' adalah masa suci dari haidh.

Al-Malikiyah : Ad-Dasuqi, salah seorang ulama mazhab Al-Malikiyah, dalam kitab Hasyiyatu

Ad-Dasuqi 'ala Asy-Syarhu Al-Kabir menyebutkan :16

ِةممِئَلا ُبَه ْذَم ُراَه ْطَلا َ ِهِ ُةَأْرَمْلا اَ ِبِ دَتْعَت ِتِملا ِءاَرْقَلا َن ْوَك ْنَأ َْلَْعا

منَأ ْنِم ِهيِقِفاَوُمَو َةَفيِنَح ِبَل اًفلَِخ ِةَثلَمثلا

ُضْيَحْلا َ ِهِ َءاَرْقَلا

Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan aqra' sebagai ukuran masa iddah seorang wanita adalah masa suci merupakah pendapat dari tiga mazhab. Dan itu berbeda dengan pandangan Al-Hanafiyah serta para pendukungnya yang mengatakan bahwa aqra itu adalah masa haidh.

Asy-Syafi'iyah : Dan hal yang sama dikemukakan oleh An-Nawawi dalam kitab Raudhatu Ath-Thalibin.

17

16 Ad-Dasuqi, Hasyiyah Ad-Dasuqi 'ala Asy-Syarhi Al-Kabir, jilid

2 hal. 469

(49)

ُراَه ْطَلا : ِةمدِعْلا ِفِ ِءاَرْقَل ِبً ُداَرُمْلاَو

Yang dimaksud dengan aqra' dalam urusan iddah adalah : masa suci.

2. Quru Adalah Masa Haidh

Sedangkan dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah, al-qur’u justru bermakna haidh, atau hari-hari dimana seorang wanita menjalani masa haidhnya.

Al-Hanabilah : Ada dua riwayat yang berbeda tentang pendapat Al-Imam Ahmad dalam hal ini. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa beliau berpandangan bahwa quru' itu adalah suci dari haidh. Sebagian riwayat yang lain sebaliknya, bahwa Al-Imam Ahmad dianggap telah mengoreksi pendapat sebelumnya dan cenderung berpendapat bahwa quru' adalah haidh itu sendiri.

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni memberikan penjelasan akan hal ini :

َءاَرْقَلا منَأ َدَ ْحَأ ْنَع ُحيِح مصلا : ِضِاَقْلا َلاَق

َبَهَذ ِهْيَل

ِ

اَو ُضْيَحْلا

ِراَه ْطَل ِبً ِ ِلَ ْوَق ْنَع َعَج َرَو اَنُباَ ْصَْأ

Al-Qadhi berkata bahwa yang benar tentang Imam Ahmad bahwa aqra itu adalah haidh, dan seperti itulah pendapat ulama kami. Beliau telah mengoreksi pendapat sebelumnya bahwa aqra itu suci.

Menurut Ibnul Qayyim dalam I'lamul

Muwaqqi'in, Imam Ahmad itu awalnya berpendapat bahwa quru itu suci dari haidh, namun kemudian

(50)

beliau mengoreksi pendapatnya dan berpendapat bahwa quru itu adalah haidh.18

(51)

Bab 5 : Huruf Muqaththaah

Huruf Muqaththa’ah itu maksudnya adalah huruf-huruf hijiyah yang ada dalam fawatih as-suwar atau pembukaan-pembukaan surah karena posisinya di awal surah-surah AlQuran. Huruf-huruf pada pembuka-pembuka surat dalam terminologi sarjana Barat sering juga disebut sebagai huruf-huruf misterius (the mystical letters of the Quran).

Keberadaan huruf-huruf ini umumnya disepakati tidak punya makna yang memberikan pemahaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga atas dasar inilah kemudian para sarjana muslim sejak masa awal memasukkannya ke dalam golongan ayat-ayat mutasyabihat. Maksudnya dapat diketahui ta’wilnya oleh Allah semata.

Secara keseluruhan, jumlah huruf ini ada 14 huruf yang terdapat pada 29 surah yang berbeda di dalam Al-Quran. 1. Alif (ا) 2. Ha’ ( ح) 3. Ra’ (ر) 4. Siin (س) 5. Shad (ص) 6. Tha’ (ط) 7. ’Ain (ع)

(52)

8. Qaf (ق) 9. Kaf (ك) 10. Lam (ل) 11. Mim (م) 12. Nun (ن) 13. Ha’ (ـه) 14. Ya’ (ي)

Untu lebih detailnya bisa dibaca pada tabel berikut ini :

NAMA SURAT JML HURUF

2. Al-Baqarah 3

لمأأ

3. Ali Imran 3

لمأأ

7. Al-Araf 4

ر

لمأأ

10. Yunus 3

رلأأ

11. Hud 3

رلأأ

12. Yusuf 3

رلأأ

13. Ar-Rad 4

رلمأأ

14. Ibrahim 3

رلأأ

15. Al-Hijr 3

رلأأ

19. Maryam 5

صعيهك

20. Thaha 2

هط

26. Asy-Syuara 3

مسط

27. An-Naml 2

سط

28. Al-Qashash 3

مسط

29. Al-Ankabut 3

لمأأ

30. Ar-Rum 3

لمأأ

(53)

31. Luqman 3

لمأأ

32. As-sajdah 3

لمأأ

36. Yasin 2

سي

38. Shad 1

ص

40. Al-Mukmin 2

حم

41. Fushshilat 2

حم

42. Asy-Syura 2

حم

43. Az-Zukhruf 2

حم

44. Ad-Dukhan 2

حم

45. Al-Jatsiyah 2

حم

46. Al-Ahqaf 2

حم

50. Qaf 1

ق

68. Al-Qalam 1

ن

Sedangkan kalau kita pilah berdasarkan jumlah huruf, maka pembagiannya seperti berikut ini :

A. Satu Huruf

Untuk jenis pertama ini dapat dijumpai di tiga tempat, yaitu QS. Shad/38:1 yang diawali dengan huruf Shad;

▪ QS. Qaf 50 : 1 yang diawali dengan huruf Qaf. ▪ QS. Al-Qalam/68:1 yang diawali dengan Nun.

B. Dua Huruf

Jenis yang kedua ini dapat dijumpai pada sepuluh tempat. Tujuh diantaranya diawali dengan dua huruf haa mim (مح), sehingga ketujuh surat itu

Gambar

Ilustrasi Beberapa Lempemg Bumi

Referensi

Dokumen terkait

Jika fungsi distribusi itu adalah diskrit maka prosedur yang diperlukan untuk membangkitkan random variate dari f(x) sbb:.. Tempatkan RN yang diperoleh pada f(x) axis

Peserta didik didorong untuk mengumpulkan berbagai sumber informasi yang kemudian dari berbagai informasi yang diperolehnya tersebut peserta didik dapat menentukan

Kualitas air baku (TDS) RO tahap 1 (desalinasi) bervariasi sesuai dengan musim, jika musim hujan TDS air baku menjadi rendah sampai 500 mg/l karena resapan air hujan ke sumur air

Aplikasi pengeditan data geografi ini terdiri dari dua modul utama yaitu modul yang menangani data multiformat (disebut nodemap), dan modul yang menangani interaksi transaksi

− Nilai resiko yang diperkirakan harus dapat diperhitungkan dalam menetapkan kelayakan usaha baik secara ekonomi maupun secara finansial. − Upaya pengelolaan resiko harus

Untuk mengetahui lebih jelas, maka penulis melakukan penelitian mengenai ”Pengaruh Biaya Tenaga Kerja Langsung Terhadap Laba Kotor PT Dirgantara Indonesia

Menurut Harahap (2006:297), rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan

Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja diantaranya yakni penelitian yang dilakukan oleh (Masydzulhak et al.,