• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Tinjauan umum tentang tata cara penyelesaian perkara di

1. Tata cara pemeriksaan Cerai Talak

Seorang suami yang akan mengajukan permohonan, baik lisan, maupun tertulis, kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri, dan dengan alasannya, serta Seorang suami yang akan mengajukan talak kepada isterinya harus meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu, permohonan dalam perkara cerai talak, berpedoman pada ketentuan pasal 67 dan pasal 66 ayat 5 diperbolehkannya menggabung dua gugatan dalam satu proses pemeriksaan namun jika gugatan permohonan murni sebagai gugat cerai talak maka cukup berisi identitas pemohon (suami) dan termohon istri berupa nama, umur dan tempat kediaman pada posita gugat yakni alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak sebagai mana yang dirinci secara liminatif dalam pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 jo. Penjelasan pasal 39 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 sebagai berikut:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 Tahun atau hukuman yang berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap yang lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.(Hamami, 2003: 203)

Pada rumusan pasal 116 Kompilasi Hukum Islam dalam pasal tersebut memuat alasan–alasan cerai yang disebut dalam pasal 19 PP No.9 Tahun 1975 ada dua poin yang ditambahkan pada huruf “g” berupa alasan suami melanggar taklik taklak dan pada huruf “h” dicantumkan alasan peralihan agama atau murtat yang menjadikan ketidakrukunan dalam rumah tangga. Adapun mengenai asas asas pemeriksaan perkara percaraian yang telah diatur didalam ketentuan Undang-Undang adalah:

a. Pemeriksaan oleh Majelis Hakim

Asas pertama Pemeriksaan permohonan cerai talak yang dilakukan oleh majelis hakim dalam memeriksa dan memutus perkara

sekurang-kurangnya tiga orang hakim kecuali apabila Undang-Undang menentukan lain, yang diatur didalam pasal 68 ayat 1 yang merupakan pelaksanaan pasal 15 Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 1970.

b. Pemeriksaan dalam sidang tertutup

Pemeriksaan perkara cerai talak yang dilakukan dalam sidang “tertutup” yang diatur dalam pasal 68 ayat 2 dan pasal 80 ayat 2 yang sama dengan ketentuan pasal 33 PP No.9 Tahun 1975 dimana ditegaskan bahwa apabila tidak tercapai perdamaian, pemeriksaan gugatan maka perceraian dilakukan dalam sidang tertutup, yang meliputi segala pemeriksaan termasuk pemeriksaan saksi-saksi, dalam ketentuan pasal 18 Undang-Undang No.14 Tahun 1970 jo. Pasal 81 Undang-Undang No.7 Tahun 1989 yang menegaskan sekalipun pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup untuk umum namun putusan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

c. Pemeriksaan 30 hari dari tanggal pendaftaran

Dalam pemeriksaan yang berasaskan pada Peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan dalam ketentuan pasal 68 ayat 1 memerintahkan agar pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan selambat-lambatnya 30 hari semenjak didaftarkan di kepanitraan Pengadilan.

d. Pemeriksaan in person atau kuasa

Pada pemeriksaan perkara perceraian tidak mutlak mesti penggugat atau tergugat in person yang menghadiri pemeriksaan di sidang pengadilan namun dapat diwakilkan oleh kuasanya, yang didukung oleh surat kuasa khusus, kecuali dalam sidang perdamaian pemohon dan termohon harus datang menghadiri “secara pribadi” e. Usaha mendamaikan selama pemeriksaan berlangsung

Hakim selalu berupaya dengan sungguh-sungguh mendamaikan suami istri dalam perkara perceraian. Berdasarkan perintah hakim, juru sita pengganti melaksanakan pemangilan kepada para pihak supaya hadir di persidangan seperti pada hari dan tanggal yang sudah di tentukan yaitu adanya Panggilan yang patut dan resmi.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan perkara perceraian pelaksanaan tata tertib pemeriksaan berpedoman pada hukum acara perdata karena menyangkut tata tertib replik duplik, pemeriksaan saksi dan alat bukti lain yang diatur dalam HIR dan RBg begitu juga pemanggilan para pihak tunduk pada tata cara pemanggilan yang diatur dalam pasal 26, 27 dan pasal 28 PP No. 9 Tahun 1975 jo, pasal 390 HIR atau pasal 718 RBg dimana suatu pemanggilan yang sah secara formil menurut Undang – undang ialah pemanggilan yang didalamnya terpadu unsur “patut” dan “resmi” kedua komponen ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dalam hal tergugat atau termohon yang tidak diketahui alamat kediamannaya diseluruh Indonesia, patokan patut

dan resminya adalah dalam hal cara pemanggilan telah memenuhi ketentuan pasal 27 ayat 1,2,3 PP No. 9 Tahun 1975 yakni:

1) Pemanggilan dilakukan sebanyak 2 kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pemanggilan pertama dengan pemnanggilan kedua dan pemanggilan kedua dengan hari pelaksanaan dan tanggal persidangan sekurang-kurangnya tiga bulan.

2) Panggilan dilakukan dengan cara menempelkan salinan surat gugatan atau permohonan pada papan pengumuman Pengadilan Agama dan pengumumannya melalui media masa. (Hamami, S.H: 2003:149)

2. Tata cara pemeriksaan carai gugat (Penggugat istri, Tergugat suami) Pada dasarnya proses pemeriksaan perkara cerai gugat tidak banyak berbeda dengan pemeriksaan carai talak dalam pemeriksaan perkara cerai gugat membolehkan penggabungan cerai gugat dengan penguasaan anak, nafkah dan pembagian harta bersama dalam proses percaraian yang berbentuk khuluk proses penyelesain hukumnya akan diakhiri dengan tata cara cerai talak, dengan proses awalnya mengikuti proses cerai gugat namun diakhiri dengan cerai talak menurut hukum Islam khuluk adalah hak istri untuk mengajukan tuntutan perceraian kepada suami dengan cara suami bersedia menalak istri dengan suatu imbalan “penggantian” atau “iwadl”.

Sebagaimana yang diatur pada pasal 118 HIR atau pasal 142 RBG dan pasal 66 Undang – Undang No.7 Tahun 1989 gugatan diajukan kepada

Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman “penggugat” yang bertujuan memberi kemudahan bagi istri menuntut percaraian dari suami dalam hal suatu keadaan menentukan sesuatu diluar ketentuan maka Pengadilan Agama mengikuti keadaan tersebut seperti:

a. Gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama tempat kediaman tergugat (suami) apabila istri (penggugat) pergi meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin, apabila terjadi keadaan ini maka pengadilan agama berwenang mengadili perkara cerai gugat yang diajukan istri adalah pengadilan yang berkedudukan ditempat kediaman suami.

b. Gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumya meliputi tempat kediaman “tergugat” dalam hal istri bertempat kediaman di “luar negeri” apabila terjadi keadaan demikian maka istri dapat mengajukan gugatan cerai kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan terdahulu dilangsungkan atau istri dapat mengajukan kepada Pengadilan Agama.

3. Asas pemeriksaan perkara cerai cugat

Tata cara pemeriksaan perkara cerai gugat yang diatur didalam Undang- undang No.7 Tahun 1989 adapun pemeriksaan perkara carai gugat meliputi:

a. Pemeriksaan yang dilakukan oleh majelis hakim

Yang diatur dalam ketentuan pasal 15 UU No.14 Tahun 1970 memerintahkan bahwa pemeriksaan perkara dilakukan oleh majelis hakim.

b. Pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup

Yang diatur dalam ketentuan pasal 80 ayat 2 dan ketentuan pasal 17 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 yang memerintahkan pemeriksaan terbuka untuk umum pada pasal 81 ayat 1 yang menentukan putusan perkara perceraian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum c. Pemeriksaan 30 hari dari tanggal pendaftaraan gugatan

Yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 UU No. 14 tahun 1970 yakni pengadilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

d. Pemeriksaan di Sidang pengadilan yang dihadiri oleh suami istri atau wakil yang mendapt kuasa khusus dari mereka.

e. Upaya perdamaian dilakukan selama proses pemeriksaan berlangsung yang ditegaskan dalam pasal 82 ayat 4 Undang-undang No.7 Tahun 1989 yang juga diatur dalam ketentuan pasal 31 PP No. 9 Tahun 1975 yang menyatakan Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan dan usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap pemeriksaan sidang.

C. Tata cara perceraian yang diatur secara khusus di Pengadilan Agama yaitu:

1. Tata cara khuluk

Khuluk adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau iwadl atas persetujuan suaminya (pasal 1 huruf I KHI). Perceraian dengan jalan khuluk merupakan tatacara khusus yang diatur dalam pasal 1 huruf i,8,124,131,148,155,161,dan 163 perceraian dengan khuluk karena pelanggaran taklik talak maka penyelesaiannya dilakukan dengan tata cara cerai gugat.

Seorang istri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khuluk yang menyampaikan permohonan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi yang disertai alasan-alasannya dan khuluk harus didasarkan pada alasan percerain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu yang diatur dalam pasal 19 PP No. 9/1975, pasal 116 KHI (pasal 124 KHI) Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil istri dan suaminya umtuk didengar keterangan masing-masing dan memeriksa alasan-alasan cerai tersebut.

Dalam persidagan Pengadilan Agama memberikan penjelasan akibat

khuluk dan memberikan nasehat serta membuktikan kebenaran alasan-alasan menurut hukum pembuktian dalam perkara perceraian, setelah alasan-alasan cerai telah terbukti dan kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwadl atau tebusan maka pengadilan Agama memberikan putusan sela tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya didepan sidang

Pangadilan Agama dalam hal tidak tercapainya kesepakatan tentang besarnya tebusan Pengadilan Agama memeriksa dan memutus sebagai perkara percerain biasa, pada sidang ini suami mengucapkan ikrar talak dengan dihadiri oleh istrinya dan pada perceraian ini hakim membuat penetapan yang yang isinya menetapkan perkawinan antara A dan B putus karena perceraian dengan talak khul’i. (Arto,SH. 2004: 234)

2. Tata cara Li’an

Li’an merupakan acara khusus di pengadilan Agama yang diatur didalam pasal-pasal 43,70,101 dan pada KHI pasal 87 dan 88 UU-PA li’an merupakan cara penyelesaian lain dalam perkara cerai talak dengan alasan istri berbuat zina yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur ikrar talak biasa (pasal 88 ayat (1) UU-PA. lebih lanjut Drs.H.A.Mukti Arto,SH mengatakan bahwa li’an dapat terjadi apabila seorang suami yang ingin menceraikan istrinya dengan alasan istri berbuat zina tetapi tidak dapat menghadirkan 4 orang saksi yang mengetahui perbuatan tersebut sedangkan istrinya menyangkal tuduhan tersebut atau seorang suami mengingkari anak yang berada di dalam kandungan atau dilahirkan oleh istrinya sedang istri menolak pengingkaran tersebut.

maka tata cara li’an diatur sebagai berikut:

a. Apabila suami menuduh bahwa isterinya telah berbuat zina, baik sebagai alasan cerai ataupun pengingkaran anak tetapi tidak dapat menghadirkan 4 orang saksi.

b. Suami bersumpah 4 kali dengan kata tuduhan zina atau pengingkaran anak tersebut diikuti sumpah kelima dengan kata-kata “laknat Allah” atas diri saya apabila tuduhan dan atau pengingkaran apabila saya dusta.

c. Isteri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dengan sumpah 4 kali dengan kata-kata “murka Allah” atas diri saya apabila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut benar”(Arto,SH:2004:232).

D. Pembuktian yang disertai alasan dalam perkara perceraian yang harus menghadirkan saksi-saksi adalah

1. Tata cara penyelesaian atas alasan syiqoq

Syiqoq adalah alasan perceraian karena antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam rumah tangga yang diatur dalam pasal 22 PP No. 9/1975, pasal 76 UU No.7/1989 tata cara pemeriksaan dengan alasan syiqoq

tunduk pada ketentuan hukum acara perdata pada umumnya, cara penyelesainnya diatur secara khusus yaitu dengan memeriksa keluarga atau orang – orang terdekat dengan suami istri yang terdapat pada pasal 76 ayat 1 :

“apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqoq, maka untuk memdapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri”

Perkara yang didasarkan atas perselisihan dan pertengkaran terus menerus maka ketentuan yang diatur didalamnya dengan sendirinya mengikuti ketentuan yang berlaku apabila terjadi kelalaian mangakibatkan pemeriksaan belum memenuhi syarat pemeriksaan yang ditentukan Undang-Undang, maka pemeriksaan dan putusan tersebut batal demi hukum.

Adapun tata cara pemeriksaan yang telah ditentukan dalam pasal 76 ayat 1 Undang-Undang No.7 Tahun 1989 jo pasal 22 ayat 2 PP No. 9 Tahun 1975 sebagai berikut:

a. Hakim harus meneliti tentang sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran.

b. Hakim harus meneliti pula tentang ada tidaknya perselisihan dan pertengkaran, serta bagaimana bentuk perselisihan dan pertengkaran itu.

c. Hakim harus meneliti tentang sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran.

d. Hakim harus mempertimbangkan sebab perselisihan dan pertengkaran apakah benar-benar berpengaruh prinsipil terhadap keutuhan kehidupan suami istri.

e. Hakim harus mendengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang terdekat dengan suami-istri, sebagai saksi mereka harus disumpah.

f. Hakim setelah mendengar keterangan saksi-saksi tentang sifat pertengkaran antara suami istri dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing – masing ataupun orang lain untuk menjadi hakam pengangkatan hakam terserah pada kebijakan hakim.

g. Hakim mengangkat hakam dibawah sumpah yang kemudian hakim memberikan petunjuk tentang tugas hakam yaitu meneliti sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran para pihak dan berusaha untuk mendamaikan.

h. Perceraian dapat dikabulkan apabila telah cukup bukti mengenai perlisihan dan pertengkaran apakah berpengaruh terhadap kehidupan suami istri tersebut.

2. Alasan cerai talak karena istri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat manjalankan kewajibannya sebagai isteri untuk membuktikan alasan tersebut adalah:

a. Pengakuan istri kepada hakim dengan menunjukkan adanya cacat atau penyakit secara nyata kepada hakim.

b. Keterangan saksi-saksi yang dapat membarikan keterangan kepada hakim atau bila perlu menggunakan saksi ahli dan Memerintahkan kepada termohon untuk memeriksakan diri ke dokter .

3. Alasan cerai karena suami meninggalkan isteri selama 6 bulan berturut-turut tanpa izin isteri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya perceraian dengan alasan tersebut penyelesainnya diatur dalam pasal 21 PP.No. 9/1975 sebagai berikut:

a. Permohonan cerai talak diajukan ke Pengadilan Agama di tempat tinggal istri (pasal 66 ayat (2) UU - PA.

b. Perkara tersebut dapat diajukan setelah lampau 2 tahun terhitung sejak suami meninggalkan rumah.

c. Permohonan dapat dikabulkan jika suami menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.

4. Alasan cerai karena isteri murtad

Dalam hal ini dibuktikan dengan pengakuan isteri, saksi-saksi dan alat bukti tertulis, murtat mengakibatkan terjadinya perbedaan agama yang nantinya mengakibatkan adanya perselisihan dan pertengkaran yang bersifat prinsipil.

E. Peran saksi dalam pembuktian perkara perceraian dengan alasan

perselisihan dan pertengkaran terus menerus

Perceraian dengan alasan siyqoq yang diatur didalam pasal 76 Undang-Undang No.7 Tahun 1989, siyqoq adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus antara suami istri dalam surat An Nisaa ayat 35:

÷b Î)ur óOçFøÿÅz s- $s)Ï© $uKÍkÈ]÷



t/ (#qèWyèö/$$sù $VJ s3 ym ô` ÏiB ¾Ï&Î#÷d r& $VJ s3 ymur ô` ÏiB !$ygÎ=÷d r& b Î) !#y‰ƒÌ



ム$[s »n=ô¹ Î) È , Ïjùuqムª! $# !$yJ åks]øŠt/ 3 ¨b Î) © ! $# tb %x. $¸J ŠÎ=tã #ZŽ



Î7yz ÇÌÎÈ

Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam

dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Dari surat An Nisaa ayat 35 pengertian siyqoq yang dimaksud sama makna dan hakekatnya dengan apa yang dirumuskan pada penjelasan Undang- Undang Pasal 76 No.7 Tahun 1989, maka apabila terjadi perkara perceraian atas dasar alasan tersebut diatas maka tata cara pemeriksaan perkara tunduk pada ketentuan hukum acara perdata pada umumnya seperti pada ketentuan pasal 76 ayat 1 yang berbunyi:

“Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan siyqoq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi – saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri”

Mayoritas fuqoha berpendapat bahwa menyaksikan talak merupakan hal yang disunahkan sementara jatuhnya talak, hal itu tergantung pada kesaksian seperti pada surat Ath-Thalaq ayat 2 yaitu:

#sŒÎ*sù z` øón=t/ £` ßgn=y_ r& £` èd qä3 Å¡ øBr'sù >$ r ã



÷èyJ Î/ ÷rr& £` èd qè%Í‘$sù 7$ r ã



÷èyJ Î/ (#r ߉Íkô

­

r&ur ô“ ursŒ 5A ô‰tã óOä3 ZÏiB (#qßJ ŠÏ%r&ur noy‰»yg¤± 9$# ¬! 4

Artinya: “Apabila mereka telah mendekat akhir iddahnya maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu, dan hendaklah kamu tegakkan itu karena Allah

Dalam sidang perkara perdata Hakim secara “exofficio” dapat memerintahkan saksi untuk datang sesuai dengan pasal 135 HIR atau pasal

165 RBg pada ketentuan pasal 76 bahwasannya saksi bersifat "imperatif” karena pada pasal tersebut terdapat kata “harus“ yakni yang dekat dengan suami istri tersebut. Ini bearti pemeriksaan keluarga dan orang-orang terdekat dengan suami istri “wajib” atau “mesti” diperiksa lebih dahulu sebelum hakim menjatuhkan putusan, Oleh karena pemeriksaannya bersifat imperatif, maka apabila dilalaikan tata cara memeriksa dan mengadili perkara menurut tata cara yang ditentukan Undang-Undang mengakibatkan pemeriksaan dan putusan batal demi hukum. (Harahap, S.H:1993:266)

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran umum Pengadilan Agama Salatiga dan hasil putusan khul’i yang dalam acara pembuktiannya tanpa dihadiri saksi-saksi

1. Sejarah pengadilan Agama Salatiga a. Masa sebelum penjajahan

Pengadilan Agama Salatiga sudah ada sejak agama Islam masuk ke Indaonesia. Pengadilan Agama Salatiga lahir bersama dengan perkembangan kelompok masyarakat yang beragama Islam di Salatiga dan Kabupaten Semarang diselesaikan oleh Kadi/Hakim yang diangkat oleh Sultan adalah alim ulama yang ahli di bidang agama Islam. Kantor pengadilan Agama Salatiga yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Al-Atiq Kauman Salatiga.

b. Masa Penjajahan Belanda sampai dengan Jepang

Ketika penjajah Belanda masuk ke pulau Jawa, masyarakat Salatiga telah menjalankan syari’at Islam sementara Pemerintahan Kolonial Belanda menerbitkan pasal 134 ayat 2 IS-Indisce Staatsregeling sebagai landasan formil untuk mengawasi kehidupan masyarakat Islam dibidang Peradilan dan Pemerintah Kolonial Belanda mengintruksikan kepada para bupati yang termuat dalam Staatlaad tahun 1820 nomor 22 yang menyatakan bahwa perselisihan mengenai pembagian waris dikalangan rakyat hendaknya diserahkan kepada alim ulama Islam sedangkan Pengadilan Agama Salatiga terus

berjalan sampai tahun 1940, kantor yang ditempati masih menggunakan serambi masjid Kauman Salatiga dengan ketua dan hakim anggotanya diambil dari alumnus pondok Pesantren yang waktu itu ada empat orang yaitu K.Salim sebagai ketua dan K. Abdul Mukti sebagai hakim anggota dan Sidhiq sebagai sekretaris merangkap bandahara dan pesuruh. Wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga meliputi Dati II Salatiga dan Dati II Semarang terdiri dari 14 kecamatan. Adapun perkara yang ditangani dan diselesaikan yaitu perkara waris, gono-gini, gugat nafkah, dan cerai gugat, kondisi ini tidak berubah pada masa penjajahan Jepang.

c. Masa Kemerdekaan

Pengadilan Agama Salatiga berjalan sebagaimana biasa setelah Indonesia merdeka pada tahun 1949 ketua Pengadilan Agama Salatiga dijabat oleh K.Irsyam dibantu tujuh pegawai Kantor yang masih menempati Masjid Al-Atiq Kauman Salatiga, dan bersebelahan dengan KUA Salatiga yang sama-sama menggunakan serambi Masjid sebagai kantor dan pada tahun 1951 Pengadilan Agama Salatiga menempati kantor di Jalan Dipenogoro Nomor. 72 Salatiga sampai Tahun 1952 ketua Pengadilan Agama Salatiga adalah K. Muh Muslih yang diganti K.H. Musafak pada tahun 1963 dan diteruskan oleh K. Sa’dullah, semuanya adalah alumnus ponpes. Jabatan ketua Ponpes berpindah dari K. Irsyam kepada K. Muslih pada tahun 1952

dikarenakan K. Irsyam bersama Ulama-ulama yang lain oleh tentara 426 Batalyon Kudus yang waktu itu mengadakan pemberontakan.

Pada waktu Pengadilan Agama dijabat oleh Drs. Imron dan dibantu oleh staf dan sebagai Panitera yaitu N.Bilal sertifikasi kantor Pengadilan Agama Salatiga diurus ke Jakarta dan akhirnya berhasil, maka terbitlah sertifikat kantor Pengadilan Agama Salatiga RI, Pengadilan Agama Salatiga tanggal 1 Januarai 1950 dengan status hukum sebagai hak pakai dengan sertifikasi No. 4485507 Tanggal 13 Maret 1979 dengan ganti rugi sebesar Rp. 775.665,00.

d. Masa berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 pada tanggal 17 Desember 1970 berlaku, sejak saat itu kedudukan dan posisi Peradilan Agama semakin jelas dan mandiri termasuk Pengadilan Agama Salatiga. Umat Islam Indonesia masih terus berjuang kerena belum mempunyai Undang-Undang yang mengatur tentang keluarga muslim. Para ulama dan umat Islam di Salatiga ikut berpartisipasi dalam mewujudkan Undang-Undang perkawinan, yakni Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974 sebagai ketentuan hasil kompromi yang luas seluruh rakyat Indonesia.

Meskipun Undang-Undang perkawinan sudah berlaku secara aktif, yaitu dengan terbitnya PP No.9 Tahun 1975 Salatiga dilihat dari fisiknya masih tetap seperti dalam keadaan sebelumnya namun fungsi dan peranya semakin mantap karena banyak perkara yang masuk di

Pengadilan Agama Salatiga yang wilayahnya sangat luas yaitu meliputi Dati II Salatiga dan Dati II Kabupaten Semarang maka melalui SK Menteri Agama No.95 Tahun 1982 Jo. KMA No 76 Tahun 1983 Tanggal 10 November 1983 berdirilah Pengadilan Agama Ambarawa di Ungaran.

Penyerahan wilayah dilaksanakan pada tanggal 27 April 1984 dari ketua Pengadilan Agama Salatiga Drs.AM.Syamsudin Anwar kepada ketua Pengadilan Agama Ambarawa Drs. Ahmad Ahrory, untuk melaksanakan pemanggilan para pihak diangkatlah juru panggil yaitu Mustakfiri, M.Ali dan Syaifudin Alsy. BA ketika juru panggil ini tugasnya masih merangkap, Mustakfiri selain sebagai penerima perkara, juga duduk sebagai petugas meja ketiga M.Ali bertugas sebagai panitera pengganti kendaran yang digunakan untuk

Dokumen terkait