• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUTUSAN KHUL’I YANG DALAM ACARA PEMBUKTIANNYA TANPA DIHADIRI SAKSI-SAKSI (Studi Analisis putusan No.0850Pdt.GPA.SAL) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PUTUSAN KHUL’I YANG DALAM ACARA PEMBUKTIANNYA TANPA DIHADIRI SAKSI-SAKSI (Studi Analisis putusan No.0850Pdt.GPA.SAL) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PUTUSAN KHUL’I YANG DALAM ACARA

PEMBUKTIANNYA TANPA DIHADIRI SAKSI-SAKSI

(Studi Analisis putusan No.0850/Pdt.G/PA.SAL)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

Oleh

SRI KUSRINI

NIM 21209007

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHISYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka Skripsi saudara: Nama : Sri Kusrini

NIM : 21209007 Jurusan : Syari’ah

Program Studi : Ahwal Al Syakhiyyah

Judul : Putusan khul’i yang dalam acara

pembuktiannya tanpa dihadiri saksi-saksi (Studi Analisis Putusan No.0850/Pdt.G/PA.SAL) Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan

Salatiga, 12 Juni 2012 Pembimbing

(4)

SKRIPSI

PUTUSAN KHUL’i DALAM ACARA PEMBUKTIANNYA TANPA

DIHADIRI SAKSI-SAKSI (STUDI ANALISIS PUTUSAN No.

850/Pdt.G/2010/PA.SAL)

DISUSUN OLEH

SRI KUSRINI

NIM. 21209007

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 28 Juni 2012

dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Hukum Islam.

Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Drs. Mubasirun, M.Ag Sekretaris Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M.Ag Penguji I : Prof. Dr. H. Muh. Zuhri, MA Penguji II : Tri Wahyu Hidayati, M.Ag Penguji III : Heni Satar Nurhaida, SH., M.Si

Salatiga, 10 Juli 2012 Ketua STAIN Salatiga

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sri Kusrini

NIM : 21209007

Jurusan : Syari’ah

Program Studi : Ahwal Al Syakhiyyah

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutup atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 12 Juni 2012 Yang menyatakan,

(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

· Ketika kesempitan sudah sampai pada puncaknya, maka saat itulah datang kelapangan dan ketika musibah telah menyempitkan tenggorokan, maka saat

itulah datang kemudahan

· Seluruh wadah akan menyempit dengan apa yang diletakkan di dalamnya, kecuali wadah ilmu, karena ia sesungguhnya akan bertambah luas

PERSEMBAHAN

Yang tercinta suami (Wiyana),anakku (Adika dan Nadia) terimakasih atas pengertian pengorbanan waktu, tenaga yang kalian berikan untukku Yang saya sayangi ibu dan ayah serta kakak-kakak dan adikku di Bengkulu doa dan dukungan kalian membuat aku bersemangat Teman-teman ku ekstensi dan reguler terimakasih atas motifasi yang kalian

berikan untukku Orang –orang disekitarku yang tak bisa tersebut namanya satu persatu yang menyayangiku, membenciku kalian membuat aku tegar dalam menjalani hidup ini

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, dan

inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik

mungkin. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi

Besar M uhammad SAW, keluarga, sahabat, serta orang-orang yang senantiasa di

jalan-Nya.

Dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulis melibatkan bantuan berbagai pihak baik berupa masukan, pengarahan, bimbingan, dukungan, serta dorongan sehingga pada akhirnya karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Imam Sutomo, M.Ag., selaku Ketua STAIN Salatiga 2. Bapak Drs.Mubasirun, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Syari’ah

3. Bapak Ilyya Muhsin S.H.I.,M.Si., selaku ketua Program Studi Ahwal Al Syakhsiyyah

(8)

9. Bapak ibu Dosen STAIN yang telah memberikan pengetahuan kepada penulis semoga Allah melimpahkan rahmat dan hidayahnya lebih baik kepada mereka.

10. Seluruh staf dan karyawan STAIN Salatiga

Salatiga, 12 Juni 2012 Penulis

(9)

ABSTRAK

Kusrini, Sri. 2012 Putusan Khul’i yang dalam acara pembuktiannya tanpa dihadiri saksi-saksi. (Studi analisis putusan No. 0850/Pdt.G/PA.SAL) pada Pengadilan Agama Salatiga. Skripsi. Jurusan Syariah Program Studi Ahwal AI Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Heni Satar Nuraida SH.M.Si

Kata kunci: Acara pembuktian tanpa saksi saksi

Pembuktian dengan saksi pada dasarnya diperbolehkan dalam segala hal kecuali Undang-Undang menentukan lain, kesaksian mengenai suatu peristiwa atau kejadian harus dikemukakan oleh para saksi didalam persidangan secara lisan dan pribadi oleh orang yang terkait dalam perkara Dalam sidang perkara perdata Hakim secara “exofficio” dapat memerintahkan saksi untuk datang sesuai dengan pasal 135 HIR atau pasal 165 RBg pada ketentuan pasal 76 bahwasannya saksi bersifat ” imperatif” karena pada pasal tersebut terdapat kata “ harus “ yakni yang dekat dengan suami istri tersebut. Ini bearti pemeriksaan keluarga dan orang-orang terdekat dengan suami istri “wajib” atau “mesti” diperiksa lebih dahulu sebelum hakim menjatuhkan putusan, Oleh karena pemeriksaannya bersifat imperatif, maka apabila dilalaikan tata cara memeriksa dan mengadili perkara menurut tata cara yang ditentukan Undang-Undang mengakibatkan pemeriksaan dan putusan batal demi hukum.

Dalam perkara percaraian dengan alasan pertengkaran dan perselisihan terus menerus dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga seperti yang diatur dalam pasal 22 PP No.9/1975 pasal 76 Undang-Undang No.7/1989 dengan ketentuan secara khusus dengan memeriksa keluarga atau orang-orang terdekat dengan suami dan istri:

“Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus (syiqoq) maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengarkan keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang terdekat dengan suami istri”

Maka dalam putusan No.0850/Pdt.G/PA.SAL hakim telah lalai untuk menghadirkan para saksi yang mengakibatkan pemeriksaan belum memenuhi syarat yang ditentukan undang- undang maka pemeriksaan dan putusan batal demi hukum.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAKSI ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan masalah ... 4

C. Rumusan Masalah... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 5

F. Telaah Pustaka ... 6

G. Metode Penelitian ... 10

H. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Talak Khul’I dalam Hukum Islam …...………... 16

B. Tinjauan umum tentang tata cara penyelesaian perkara di Pengadilan Agama ... 21

(11)

2. Tata cara pemeriksaan Cerai gugat ... 26 C. Tata cara perceraian yang diatur secara khusus di Pengadilan

Agama ... 29 1. Tata cara khuluk ... 29 2. Tata cara Li’an ... 30 D. Pembuktian yang disertai alasan dalam perkara perceraian yang harus menghadirkan saksi-saksi ... 31 1. Tata cara penyelesaian dengan alasan siyqoq... 31 2. Tata cara penyelesain dengan alasan istri mendapat cacat badan ... 33 3. Tata cara penyelesaian dengan alasan suami meninggalkan istri selama 6 bulan berturut- turut ... 33 4. Tata cara penyelesaian dengan alasan istri murtad ... 34 E. Peran saksi dalam pembuktian perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus ... 34 BAB III HASIL PENELITIAN

A. Gambaran umum Pengadilan Agama Salatiga ... 37 B. Hasil putusan khul’i yang dalam acara pembuktiannya tanpa dihadiri saksi-saksi ... 47 C. Pertimbangan dan dasar hukum hakim dalam putusan khul’i yang di dalam hukum acaranya tanpa dihadiri saksi-saksi . 57 BAB IV ANALISIS PUTUSAN PERKARA PERCERAIAN NOMOR

(12)

A. Analisis putusan perkara cerai gugat dengan putusan khul’iyang dalam acara pembuktiannya tanpa dihadiri saksi-saksi ... 59 B. Analisis pertimbangan dan dasar hukum Hakim dalam putusan Nomor.0850/Pdt.G/PA.SAL ... 61 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 64 B. Saran-saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saksi dalam hukum acara perdata termasuk dalam hukum pembuktian. Pembuktian diperlukan oleh hakim untuk mencari kebenaran fakta dan peristiwa yang dijadikan dalil gugatan oleh penggugat dalam menuntut haknya. Pembuktian diperlukan apabila timbul suatu perselisihan terhadap suatu hal di muka Pengadilan, dimana seseorag mengaku bahwa sesuatu hal tersebut adalah haknya, sedangkan pihak lain menyangkal terhadap pengakuan yang dikekemukakan oleh seseorang itu. Jadi, pembuktian itu adalah untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan seseorang dalam suatu sengketa.

Salah satu alat bukti dalam hukum pembuktian adalah saksi, alat bukti saksi dalam hukum Islam disebut dengan syahid (saksi laki-laki) atau

(14)

Pada pasal 1912 yang isinya:

“Orang- orang yang belum mencapai usia genap limabelas tahun begitu pula orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan karena dungu, sakit ingatan atau mata gelap ataupun selama perkara sedang bergantung, atas perintah hakim telah dimasukkan dalam tahanan, tidak dapat diterima sebagai saksi………..(Kurdianto:1991:46)

Adapun menurut Islam, dasarnya ialah Al Quran, surat Al –Baqarah ayat 282 yang berbunyi:

Artinya: …Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu) Jika tidak ada dua orang lelaki maka boleh seorang lelaki bersama dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu sukai, supaya jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya dan janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil……

(15)

Pada penelitian penulis putusan No.0850/Pdt.G/PA.SAL di dalam acara pembuktiann cerai gugat di Pengadilan Agama Salatiga, hakim dengan mudah memberikan putusan hanya berdasarkan pada bukti akta nikah dan pengakuan tergugat, tanpa menghadirkan saksi-saksi untuk menguatkan apa yang menjadi hak kedua belah pihak yang bersengketa.

Kehadiran seorang saksi dalam proses persidangan tidak dijadikan sebagai suatu bahan pertimbangan hakim dalam memberikan keputusan, dan hakim tidak memberikan beban pembuktian pada para pihak untuk mendukung dan menguatkan apa yang menjadi alasan perceraian, sebagaimana yang terjadi di Pengadilan Agama Salatiga dengan adanya Putusan Nomor 850/Pdt.G/2010/PA.SAL dengan sebuah putusan yang sudah final namun pada pembuktian pada hukum acaranya tidak dihadiri oleh saksi-saksi baik dari pihak penggugat maupun tergugat, sehingga muncul pertanyaan dalam diri peneliti mengapa Pengadilan Agama Salatiga dalam perkara itu memutus perkara cerai gugat yang didalam acara pembuktiannya tanpa dihadiri saksi-saksi. Kiranya atas dasar itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini yang akan dituangkan dalam bentuk penulisan Skripsi dengan judul “PUTUSAN KHUL’I DALAM ACARA PEMBUKTIANNYA TANPA DIHADIRI SAKSI-SAKSI (STUDI

ANALISIS PUTUSAN No. 850/Pdt.G/2010/PA.SAL)”.

(16)

Agar lebih terarah pada inti permasalahan yang akan diteliti maka menganggap perlu untuk mengadakan pembatasan masalah, agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Dalam hal ini yang akan diteliti mengenai proses persidangan dengan perkara cerai gugat dalam putusan No.850/Pdt/PA.SAL yang dalam acara pembuktiannya tanpa dihadiri saksi-saksi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis dapat memberikan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hasil putusan cerai gugat dengan putusan No.850./ Pdt.G/PA.SAL yang dalam acara pembuktiannya tanpa dihadiri saksi- saksi?

2. Apa yang menjadi pertimbangan hakim dan dasar hukum dalam memutuskan perkara dengan tanpa dihadiri saksi-saksi dalam putusan No.850/Pdt.G/PA.SAL di Pengadilan Agama Salatiga?

D. Tujuan Penelitian

Agar tidak menyimpang dari rumusan masalah yang diutarakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui proses persidangan cerai gugat dengan putusan khul’i

(17)

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan hakim dan dasar hukum dalam memutuskan perkara dengan tanpa dihadiri saksi-saksi dalam putusan No.850/Pdt.G/PA.SAL di Pengadilan Agama Salatiga ?

E. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian yang dilaksanakan harus dapat memberikan manfaat adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritik

Diharapkan dengan adanya penulisan skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang Studi Analisis Putusan No. 850/Pdt.G/PA.SAL yang dalam acara pembuktiannya tampa menghadirkan saksi-saksi.

2. Manfaat Praktis

(18)

F. Telaah Pustaka

Skripsi M. Syaipul Alam yang berjudul Sumpah Li’an dalam sistem Pembuktian Perceraian di Pengadilan Agama 2005 (studi kasus di

Pengadilan Agama Purworejo tahun 1996) yang menjelaskan tentang:

1. Sumpah li’an yang terjadi dalam perkara perceraian akibat zina memiliki kekuatan hukum mutlak, hal ini sesuai dengan kewenangan absolut. Pengadilan Agama yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara perdata tertentu bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam yang diatur dalam Undang-undang No 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Pengadilan.

2. Sumpah li’an dalam hukum acara persidangan merupakan alat bukti sumpah tambahan yang diperintahan oleh hakim secara ex officio kepada Penggugat karena penggugat belum bisa memenuhi bukti saksi dalam keadaan qodzaf atau inflarante atau saksi empat orang yang benar-benar melihat kejadian zina hal yang dijadikan hakim dalam mengambil keputusannya.

a. Pasal 38 Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP No 9 Tahun 1975 pasal 19 huruf a pasal 70 ayat 1 pasal 87 dan 88 Undang-undang No 7 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama, pasal 116 huruf a kompilasi hukum Islam.

(19)

tergugat, hakim berdasarkan pada keyakinannya dan Undang-undang pasal 1915 B.W sumpah li’an dilakukan oleh pemohon dan termohon dengan cara menghadap kiblat dihadapan hakim yang menyumpah, keduannya saling me-li’an sebagaimana dilakukan di Masjid Agung Darul Mutaqin Purworejo.

Pada skripsi Sayipul Alam, saksi tidak dapat dihadirkan dikarenakan kesulitan dalam menghadirkan empat orang saksi yang menyaksikan perbuatan zina tersebut sehingga, pada acara pembuktian upaya yang hakim lakukan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusannya adalah dengan sumpah li’an sebagai pengganti bukti.

Pada penelitian penulis dengan judul studi analisis putusan No.850/Pdt.G/PA.SAL pada perkara cerai gugat dengan pada acara pembuktiannya hakim tidak menghadirkan saksi-saksi sebagai bahan pertimbangan dalam putusannya.

(20)

dimana pada ayat Al Quran an-Nur mengandung asas “inflagrante delicto” yakni pembuktian tuduhan berbuat zina dengan saksi, para saksi tersebut harus benar-benar menyaksikan peristiwa zina yang dilakukan dalam keadaan tertangkap basah, sedang berhubungan kelamin secara fisik dan biologis. Sebagaimana sumpah yang lain, maka untuk dapat dilaksanakan sumpah li’an diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Syarat formal sumpah li’an:

a. Tuduhan istri berbuat zina tercantum atau dimuat secara kronologis dalam surat permohonan.

b. Istri menyanggah tuduhan suami bahwa dirinya telah berbuat zina dengan laki-laki lain

c. Sumpah li’an dilaksanakan atas perintah hakim yang memeriksa perkara tersebut.

2. Syarat materil sumpah li’an

a. Suami tidak dapat melengkapi bukti-bukti atas tuduhan zina kepada istri

b. Sumpah suami tersebut diucapkan dalam sidang Majelis Hakim yang dihadiri oleh istri pemohon

c. Sumpah Mula’anah (saling melaknat) menurut teks sumpah yang telah ditentukan. (Manan, 2006: 270)

(21)

1. Sesuai hukum pembuktian dalam acara perdata hakim Pengadilan Agama Salatiga menerapkan hukum pembuktian dalam tahap pembuktian, karena tidak akan memutus suatu perkara tanpa didahului adanya pembuktian. 2. Dalam tahap pembuktian Pengadilan Agama Salatiga telah menerapkan

asas-asas hukum acara perdata sesuai hukum acara yang berlaku

3. Sikap hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam menilai alat bukti pada proses perkara perceraian yaitu dengan menggunakan pembuktian formil menuju kepembuktian materil artinya apabila dalam proses pembuktian telah terbukti memenuhi syarat formil maka hukum masih menuju kepada pembuktian materil yaitu dengan menghadirkan saksi dengan tujuan supaya rasa keadilan kedua belah pihak dapat terwujud.

Pada skripsi Tri Astuti hakim akan memproses perkara tersebut apabila syarat-syarat yang dijadikan sebagai pembuktian formil dan materil dapat diajukan di persidangan maka perkara tersebut akan dilanjutkan pada tahap putusan. Pada penelitian penulis dengan Putusan No.850/Pdt.G/PA.SAL dengan putusan yang sudah final hakim tidak menghadirkan saksi-saksi sebagaimana yang sudah dituliskan pada skripsi Tri Astutin apabila syarat formil dalam pembuktian sudah terbukti maka hakim masih menuju kepada tahap pembuktian materil dimana peran saksi dan alat bukti lain sangat menentukan dalam memutus perkara persidangan.

Skripsi Elia Indriyani yang berjudul Cerai Talak Akibat Istri Tidak Menjalankan Kewajiban dalam Rumah Tangga (Studi Putusan Pengadilan

(22)

1. Putusan hakim terhadap putusan cerai talak akibat istri tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga yaitu hakim memutus tali perkawianan antara penggugat dan tergugat dengan perceraian yang berkaitan dengan PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19 huruf f karena tergugat nusyuz.

2. Putusan cerai ini di dasarkan pada pembuktian mengenai hal yang disangkal oleh pihak lawan terbukti dan hakim menggunakan dasar PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19 huruf f, pasal 116 huruf f KHI dan pembuktian ini merupakan landasan materiil.

Skripsi Elia Indriyani perceraian ini berakhir dengan putusan cerai yang didasarkan pada pembuktian yang disangkal oleh pihak lawan terbukti, maka hakim mempunyai alasan yang kuat sebagai bahan pertimbangan dalam putusannya karena pada dasarnya siapa yang mengemukakan suatu hak ia harus dibebani dengan pembuktian, sedangkan peristiwa yang menghapuskan hak harus dibuktikan oleh pihak yang membantah itu. Pada penelitian penulis pada acara pembuktian hingga berakhir dengan putusan, saksi-saksi tidak dihadirkan sebagai bahan pertimbangan hakim dalam putusannya.

G. Metode Penelitian

Untuk mencapai sasaran yang tepat bagi penelitian, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Metode pendekatan

(23)

didasarkan pada suatu ketentuan hukum (peraturan yang berlaku) dengan fenomena atau kenyataan yang terjadi di lapangan serta dalam prakteknya sesuai dengan yang terjadi yang sebenarnya. (Nawawi, 1991: 11)

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk pada penelitian analisis yurisprudensi. Dalam system common law, yurisprudensi diterjemahkan sebagai suatu ilmu pengetahuan hukum positif dan hubungan-hubungannya dengan hukum lain. Sedangkan dalam system statute law dan civil law, diterjemahkan sebagai putusan-putusan Hakim terdahulu yang telah berkekuatan hukum tetap dan diikuti oleh para hakim atau badan peradilan lain dalam memutus perkara atau kasus yang sama (Simorangkir, 1987: 78). Alasan menggunakan penelitian yurisprudensi ini adalah untuk memberikan gambaran dan segala sesuatu yang berhubungan dengan studi analisis putusan No. 850/Pdt.G/PA.SAL. 3. Kehadiran Penelitian

Penelitian ini bersifat observasi non partisipasi yang dimaksud dengan observasi non partisipasi adalah observasi yang dalam pelaksanaannya tidak melibatkan peneliti sebagai partisipasi atau kelompok yang diteliti.

4. Lokasi Penelitian

(24)

5. Sumber Data

Sumber data penelitian ini berasal dari : a. Sumber data primer

Sumber data putusan PA No. 850/Pdt.G/PA.SAL ini diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak Pengadilan Agama Salatiga. b. Sumber data sekunder

(25)

6. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dari sumber data primer, maka penyusun akan menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: a. Studi Pustaka

Yaitu dengan jalan mempelajari buku-buku kepustakaan terhadap teori-teori hukum dan untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan cara mempelajari, membaca, mengutip dari buku-buku literatur, arsip, peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan skripsi.

b. Wawancara (interview)

Merupakan hal penting untuk memperoleh data putusan PA No. 850/Pdt.G/PA.SAL. Dalam wawancara ini dilakukan secara terarah dengan menanyakan hal-hal yang diperlukan untuk memperoleh data-data yang lebih mendalam kepada pihak yang berkompeten dengan penulisan ini yaitu dengan para pihak di Pengadilan Agama Salatiga. Dengan demikian, penulis dapat lebih mudah untuk menganalisis dan mengembangkan data yang dihasilkan dari wawancara tersebut.

7. Metode Analisis Data

(26)

ditentukan hasil akhir dari penelitian tersebut yang berupa kesimpulan-kesimpulan.

H. Sistematika Skripsi

Untuk mempermudah mencari laporan penelitian ini perlu adanya sistematika penulisan. Skripsi ini terbagi dalam lima bab yang tersusun secara sistematika, didalam tiap-tiap bab memuat pembahasan yang berbeda-beda, tetapi merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Secara lengkap sistematika penulisan ini adalah sebagi berikut:

Bab I: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika skripsi.

Bab II: Kajian Pustaka berisi tentang tinjauan umum tata cara penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama Salatiga dan peran saksi dalam penyelesaian perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus (syiqoq).

Bab III: Hasil Penelitian yang memuat gambaran umum Pengadilan Agama Salatiga, yang berisi sejarah Pengadilan Agama Salatiga, kewenangan Pengadilan Agama Salatiga, dan hasil putusan khul’i yang dalam acara pembuktiannya tanpa dihadiri saksi-saksi.

(27)

dihadiri saksi-saksi dan Analisis pertimbangan dan dasar hukum majelis hakim dalam putusan Nomor.0850/Pdt.G/PA.SAL

(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Talak Khul’i dalam Hukum Islam

1. Pengertian Khul’i

Khul’i berasal dari kata َﻊَﻠَﺧ (khala’a) yang artinya menanggalkan. Dapat juga dinamakan juga dengan tebusan, yaitu isteri menebus dirinya dari suaminya dengan mengembalikan apa yang pernah diterimanya (mahar). Isteri memisahkan diri dari suaminya dengan memberikan ganti rugi (Sayid Sabiq, 1994: 95).

Khul’i menurut istilah fiqh berarti menghilangkan atau membuka

buhul akad nikah dengan kesediaan isteri membayar iwadl kepada pemilik akad nikah (suami) dengan menggunakan perkataan cerai atau khuluk. Iwadl dapat berupa pengembalian mahar atau sejumlah barang, uang atau sesuatu yang dipandang mempunyai nilai yang telah disepakati oleh kedua suami isteri. Khul’i bukanlah talak dalam arti yang khusus atau faskh atau semacam sumpah, tetapi khuluk adalah semacam perceraian yang mempunyai unsur-unsur talak, faskh dan sumpah. Dikatakan mempunyai unsur talak karena suamilah yang menentukan jatuh tidaknya khul’i, isteri hanyalah orang yang mengajukan permohonan kepada suaminya agar suaminya mengkhuluknya (Kamal Mukhtar, 1987: 181-182)

(29)

Mughniyah, 2002: 456). Khuluk disebut juga dengan talak tebus yang terjadi atas persetujuan suami isteri dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada isteri dengan tebusan harta atau uang dari pihak isteri yang menginginkan cerai dengan cara itu. Penebusan atau pengganti yang diberikan isteri kepada suami disebut juga dengan iwadl (Soemiyati, 1986: 110-111).

2. Ketentuan, Persyaratan dan Akibat Khul’i Menurut Hukum Islam Dalam menjalani kehidupan suami isteri, adakalanya terjadi suami tidak lagi menyenangi dan membenci isterinya dan sebaliknya juga mungkin terjadi isteri tidak lagi menyenangi dan membenci suaminya atau bahkan keduanya sama-sama saling tidak menyukai dan saling membenci satu sama lain. Ketika kebencian itu menjadi semakin membesar perpecahan tidak dapat dielakkan dan ketenangan rumah tangga akan lenyap sehingga berakibat mengganggu sendi-sendi kehidupan rumah tangga dan pemenuhan hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Jika krisis rumah tangga ini sampai pada tahap tidak bisa didamaikan lagi maka jalan keluarnya, jika kebencian ada pada suami ia bisa menggunakan hak talaq yang ada padanya, dan jika kebencian ada pada isteri ia dimungkinkan untuk menebus dirinya dengan jalan khuluk, yaitu mengembalikan mahar kepada suaminya untuk mengakhiri ikatan perkawinan diantara mereka.

(30)

...

Artinya: “…dan tidak halal bagi kalian (suami-suami) meminta kembali sedikitpun apa yang telah diberikan kepada mereka (isteri-isteri), kecuali bila keduanya khawatir tidak dapatmenegakkanhukum Allah, jika kalian khawatir tidak dapat menegakkan hukum Allah, maka tidak ada salahnya bagi mereka berdua (suami-isteri) tentang tebusan isteri kepadanya…”.

Pada dasarnya al-Qur’an menggantungkan kebolehan membayar tebusan pada kekhawatiran terjadinya kemaksiatan (tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah) manakala perkawinan dipertahankan (Muhammad Jawad Mughniyah, 2002: 457).

(31)

merupakan barang-barang yang haram (Sayyid Sabiq, 1994: 94 dan 97-98).

Mengenai nilai dan jumlah tebusan, berdasarkan Surat al-Baqarah ayat 229, tidak ada ketentuan yang pasti sehingga ada perbedaan pendapat ulama mengenai bolehkah suami menetapkan atau menerima tebusan melebihi dari maharnya ketika menikah, karena adanya dua versi hadits yang membolehkan dan melarang suami memperoleh tebusan melebihi nilai maharnya. Tetapi menurut kitab Bidayah al-Mujtahid jika khuluk disamakan dengan hukum muamalah maka jumlah tebusan tergantung kepada kerelaan pembayarnya, tetapi jika berpegang kepada hadits yang melarang jumlah tebusan melebih mahar, itu dapat dipandang sama dengan mengambil harta orang lain dengan tidak sah (Sayid Sabiq, 1994: 99-101). Tetapi ulama mazhab sepakat bahwa nilai tebusan hendaknya mempunyai nilai dan jumlahnya boleh sama, kurang atau lebih banyak dari mahar (Muhammad Jawad Mughniyah, 2002: 457)

Khul’i hanya dibolehkan dengan adanya alasan yang benar, semisal suami cacat badan, buruk akhlaknya atau tidak memenuhi kewajibannya sehingga isteri khawatir akan melanggar hukum Allah.

(32)

suami mengembalikan tebusannya dan isteri bersedia menerimanya, jika tidak begitu maka tidak ada artinya tebusan isteri yang sudah diserahkan. Akan tetapi suami boleh mengawini isteri yang telah mengkhuluknya dengan persetujuannya dan dengan aqad nikah yang baru (Sayid Sabiq, 1994: 101 dan 105).

Seluruh imam mazhab sepakat bahwa pengucapan khuluk harus menggunakan kata-kata yang jelas, berupa kata thalaq, khuluk, faskh, mufada’ah (tebusan) ataupun dengan lafaz kinayah yang jelas semisal “saya lepas dan jauhkan engkau dari sisiku”. Atau menurut Imam Hanafi dan Imam Syafii boleh dilakukan dengan mengucapkan akad seperti akad dalam jual beli (Muhammad Jawad Mughniyah, 2002: 462-3).

Perempuan yang dikhuluk iddahnya satu kali haid, berdasarkan hadits Nabi riwayat Nasa’i mengenai Tsabit yang mengkhuluk isterinya dan Nabi menyuruh isteri Tsabit beriddah satu kali haid dan dikembalikan kepada keluarganya. Menurut Ibnu Taimiyah alasannya adalah, Iddah ditetapkan sebanyak tiga kali haid agar masa rujuk cukup lama dan suami bisa berpikir panjang dan mendapat kesempatan untuk rujuk selama masa iddah ini. Tetapi kalau kesempatan untuk rujuk tidak ada, (dalam khul’i) maka tujuan masa iddah hanya untuk memastikan kebersihan rahim dari kehamilan sehingga cukup satu kali haid saja (Sayid Sabiq, 1994: 111-112).

B. Tinjauan Umum Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Perceraian di

(33)

Perceraian itu didukung oleh bukti yang otentik (berkekuatan pembuktian), Pada garis besarnya perceraian dikelompokkan kepada dua bentuk, yaitu perceraian yang diajukan oleh suami disebut dengan “Cerai Talak” dan perceraian yang diajukan oleh pihak istri yang disebut dengan Cerai Gugat”,lain halnya dengan “pembatalan nikah” (fasid nikah) yang pengajuannya dilakukan oleh orang diluar pasangan suami-istri. perceraian dengan Cerai Talak maupun perceraian dengan Cerai Gugat diatur pada Pasal 14 sampai dengan Pasal 36 PP No. 9 Tahun 1975 untuk menindaklanjuti pengaturan Pasal 38 sampai dengan Pasal 40 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Untuk perceraian yang disebut dengan “Cerai Talak” yang berdasarkan ketentuan Pasal 66 sampai dengan Pasal 72 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Jo. Pasal 129, 130, dan 131 KHI (Inpres No.1 Tahun 1991), sedangkan perceraian dengan “Cerai Gugat” diatur prosesnya berdasarkan ketentuan Pasal 73 sampai dengan pasal 79 Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Jo. Pasal 132 - 137 KHI (Inpres No.1 Tahun 1991) (Harahap, 1993:229)

(34)

Sengketa perceraian yang diatur didalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang diubah dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Mengenai tata cara perceraian pada pasal 129 - 148 Kompilasai Hukum Islam telah diklasifikasikan bentuk percaraian yaitu cerai talak dan cerai gugat dan dapat dijelaskan bahwa:

1. Tata cara pemeriksaan Cerai Talak (Pemohon suami, Termohon istri)

Seorang suami yang akan mengajukan permohonan, baik lisan, maupun tertulis, kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri, dan dengan alasannya, serta Seorang suami yang akan mengajukan talak kepada isterinya harus meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu, permohonan dalam perkara cerai talak, berpedoman pada ketentuan pasal 67 dan pasal 66 ayat 5 diperbolehkannya menggabung dua gugatan dalam satu proses pemeriksaan namun jika gugatan permohonan murni sebagai gugat cerai talak maka cukup berisi identitas pemohon (suami) dan termohon istri berupa nama, umur dan tempat kediaman pada posita gugat yakni alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak sebagai mana yang dirinci secara liminatif dalam pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 jo. Penjelasan pasal 39 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 sebagai berikut:

(35)

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 Tahun atau hukuman yang berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap yang lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.(Hamami, 2003: 203)

Pada rumusan pasal 116 Kompilasi Hukum Islam dalam pasal tersebut memuat alasan–alasan cerai yang disebut dalam pasal 19 PP No.9 Tahun 1975 ada dua poin yang ditambahkan pada huruf “g” berupa alasan suami melanggar taklik taklak dan pada huruf “h” dicantumkan alasan peralihan agama atau murtat yang menjadikan ketidakrukunan dalam rumah tangga. Adapun mengenai asas asas pemeriksaan perkara percaraian yang telah diatur didalam ketentuan Undang-Undang adalah:

a. Pemeriksaan oleh Majelis Hakim

(36)

sekurang-kurangnya tiga orang hakim kecuali apabila Undang-Undang menentukan lain, yang diatur didalam pasal 68 ayat 1 yang merupakan pelaksanaan pasal 15 Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 1970.

b. Pemeriksaan dalam sidang tertutup

Pemeriksaan perkara cerai talak yang dilakukan dalam sidang “tertutup” yang diatur dalam pasal 68 ayat 2 dan pasal 80 ayat 2 yang sama dengan ketentuan pasal 33 PP No.9 Tahun 1975 dimana ditegaskan bahwa apabila tidak tercapai perdamaian, pemeriksaan gugatan maka perceraian dilakukan dalam sidang tertutup, yang meliputi segala pemeriksaan termasuk pemeriksaan saksi-saksi, dalam ketentuan pasal 18 Undang-Undang No.14 Tahun 1970 jo. Pasal 81 Undang-Undang No.7 Tahun 1989 yang menegaskan sekalipun pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup untuk umum namun putusan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

c. Pemeriksaan 30 hari dari tanggal pendaftaran

(37)

d. Pemeriksaan in person atau kuasa

Pada pemeriksaan perkara perceraian tidak mutlak mesti penggugat atau tergugat in person yang menghadiri pemeriksaan di sidang pengadilan namun dapat diwakilkan oleh kuasanya, yang didukung oleh surat kuasa khusus, kecuali dalam sidang perdamaian pemohon dan termohon harus datang menghadiri “secara pribadi” e. Usaha mendamaikan selama pemeriksaan berlangsung

Hakim selalu berupaya dengan sungguh-sungguh mendamaikan suami istri dalam perkara perceraian. Berdasarkan perintah hakim, juru sita pengganti melaksanakan pemangilan kepada para pihak supaya hadir di persidangan seperti pada hari dan tanggal yang sudah di tentukan yaitu adanya Panggilan yang patut dan resmi.

(38)

dan resminya adalah dalam hal cara pemanggilan telah memenuhi ketentuan pasal 27 ayat 1,2,3 PP No. 9 Tahun 1975 yakni:

1) Pemanggilan dilakukan sebanyak 2 kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pemanggilan pertama dengan pemnanggilan kedua dan pemanggilan kedua dengan hari pelaksanaan dan tanggal persidangan sekurang-kurangnya tiga bulan.

2) Panggilan dilakukan dengan cara menempelkan salinan surat gugatan atau permohonan pada papan pengumuman Pengadilan Agama dan pengumumannya melalui media masa. (Hamami, S.H: 2003:149)

2. Tata cara pemeriksaan carai gugat (Penggugat istri, Tergugat suami)

Pada dasarnya proses pemeriksaan perkara cerai gugat tidak banyak berbeda dengan pemeriksaan carai talak dalam pemeriksaan perkara cerai gugat membolehkan penggabungan cerai gugat dengan penguasaan anak, nafkah dan pembagian harta bersama dalam proses percaraian yang berbentuk khuluk proses penyelesain hukumnya akan diakhiri dengan tata cara cerai talak, dengan proses awalnya mengikuti proses cerai gugat namun diakhiri dengan cerai talak menurut hukum Islam khuluk adalah hak istri untuk mengajukan tuntutan perceraian kepada suami dengan cara suami bersedia menalak istri dengan suatu imbalan “penggantian” atau “iwadl”.

(39)

Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman “penggugat” yang bertujuan memberi kemudahan bagi istri menuntut percaraian dari suami dalam hal suatu keadaan menentukan sesuatu diluar ketentuan maka Pengadilan Agama mengikuti keadaan tersebut seperti:

a. Gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama tempat kediaman tergugat (suami) apabila istri (penggugat) pergi meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin, apabila terjadi keadaan ini maka pengadilan agama berwenang mengadili perkara cerai gugat yang diajukan istri adalah pengadilan yang berkedudukan ditempat kediaman suami.

b. Gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumya meliputi tempat kediaman “tergugat” dalam hal istri bertempat kediaman di “luar negeri” apabila terjadi keadaan demikian maka istri dapat mengajukan gugatan cerai kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan terdahulu dilangsungkan atau istri dapat mengajukan kepada Pengadilan Agama.

3. Asas pemeriksaan perkara cerai cugat

(40)

a. Pemeriksaan yang dilakukan oleh majelis hakim

Yang diatur dalam ketentuan pasal 15 UU No.14 Tahun 1970 memerintahkan bahwa pemeriksaan perkara dilakukan oleh majelis hakim.

b. Pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup

Yang diatur dalam ketentuan pasal 80 ayat 2 dan ketentuan pasal 17 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 yang memerintahkan pemeriksaan terbuka untuk umum pada pasal 81 ayat 1 yang menentukan putusan perkara perceraian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum c. Pemeriksaan 30 hari dari tanggal pendaftaraan gugatan

Yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 UU No. 14 tahun 1970 yakni pengadilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

d. Pemeriksaan di Sidang pengadilan yang dihadiri oleh suami istri atau wakil yang mendapt kuasa khusus dari mereka.

(41)

C. Tata cara perceraian yang diatur secara khusus di Pengadilan Agama

yaitu:

1. Tata cara khuluk

Khuluk adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau iwadl atas persetujuan suaminya (pasal 1 huruf I KHI). Perceraian dengan jalan khuluk merupakan tatacara khusus yang diatur dalam pasal 1 huruf i,8,124,131,148,155,161,dan 163 perceraian dengan khuluk karena pelanggaran taklik talak maka penyelesaiannya dilakukan dengan tata cara cerai gugat.

Seorang istri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khuluk yang menyampaikan permohonan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi yang disertai alasan-alasannya dan khuluk harus didasarkan pada alasan percerain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu yang diatur dalam pasal 19 PP No. 9/1975, pasal 116 KHI (pasal 124 KHI) Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil istri dan suaminya umtuk didengar keterangan masing-masing dan memeriksa alasan-alasan cerai tersebut.

Dalam persidagan Pengadilan Agama memberikan penjelasan akibat

(42)

Pangadilan Agama dalam hal tidak tercapainya kesepakatan tentang besarnya tebusan Pengadilan Agama memeriksa dan memutus sebagai perkara percerain biasa, pada sidang ini suami mengucapkan ikrar talak dengan dihadiri oleh istrinya dan pada perceraian ini hakim membuat penetapan yang yang isinya menetapkan perkawinan antara A dan B putus karena perceraian dengan talak khul’i. (Arto,SH. 2004: 234)

2. Tata cara Li’an

Li’an merupakan acara khusus di pengadilan Agama yang diatur didalam pasal-pasal 43,70,101 dan pada KHI pasal 87 dan 88 UU-PA li’an merupakan cara penyelesaian lain dalam perkara cerai talak dengan alasan istri berbuat zina yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur ikrar talak biasa (pasal 88 ayat (1) UU-PA. lebih lanjut Drs.H.A.Mukti Arto,SH mengatakan bahwa li’an dapat terjadi apabila seorang suami yang ingin menceraikan istrinya dengan alasan istri berbuat zina tetapi tidak dapat menghadirkan 4 orang saksi yang mengetahui perbuatan tersebut sedangkan istrinya menyangkal tuduhan tersebut atau seorang suami mengingkari anak yang berada di dalam kandungan atau dilahirkan oleh istrinya sedang istri menolak pengingkaran tersebut.

maka tata cara li’an diatur sebagai berikut:

(43)

b. Suami bersumpah 4 kali dengan kata tuduhan zina atau pengingkaran anak tersebut diikuti sumpah kelima dengan kata-kata “laknat Allah” atas diri saya apabila tuduhan dan atau pengingkaran apabila saya dusta.

c. Isteri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dengan sumpah 4 kali dengan kata-kata “murka Allah” atas diri saya apabila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut benar”(Arto,SH:2004:232).

D. Pembuktian yang disertai alasan dalam perkara perceraian yang harus

menghadirkan saksi-saksi adalah

1. Tata cara penyelesaian atas alasan syiqoq

Syiqoq adalah alasan perceraian karena antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam rumah tangga yang diatur dalam pasal 22 PP No. 9/1975, pasal 76 UU No.7/1989 tata cara pemeriksaan dengan alasan syiqoq

tunduk pada ketentuan hukum acara perdata pada umumnya, cara penyelesainnya diatur secara khusus yaitu dengan memeriksa keluarga atau orang – orang terdekat dengan suami istri yang terdapat pada pasal 76 ayat 1 :

(44)

Perkara yang didasarkan atas perselisihan dan pertengkaran terus menerus maka ketentuan yang diatur didalamnya dengan sendirinya mengikuti ketentuan yang berlaku apabila terjadi kelalaian mangakibatkan pemeriksaan belum memenuhi syarat pemeriksaan yang ditentukan Undang-Undang, maka pemeriksaan dan putusan tersebut batal demi hukum.

Adapun tata cara pemeriksaan yang telah ditentukan dalam pasal 76 ayat 1 Undang-Undang No.7 Tahun 1989 jo pasal 22 ayat 2 PP No. 9 Tahun 1975 sebagai berikut:

a. Hakim harus meneliti tentang sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran.

b. Hakim harus meneliti pula tentang ada tidaknya perselisihan dan pertengkaran, serta bagaimana bentuk perselisihan dan pertengkaran itu.

c. Hakim harus meneliti tentang sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran.

d. Hakim harus mempertimbangkan sebab perselisihan dan pertengkaran apakah benar-benar berpengaruh prinsipil terhadap keutuhan kehidupan suami istri.

(45)

f. Hakim setelah mendengar keterangan saksi-saksi tentang sifat pertengkaran antara suami istri dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing – masing ataupun orang lain untuk menjadi hakam pengangkatan hakam terserah pada kebijakan hakim.

g. Hakim mengangkat hakam dibawah sumpah yang kemudian hakim memberikan petunjuk tentang tugas hakam yaitu meneliti sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran para pihak dan berusaha untuk mendamaikan.

h. Perceraian dapat dikabulkan apabila telah cukup bukti mengenai perlisihan dan pertengkaran apakah berpengaruh terhadap kehidupan suami istri tersebut.

2. Alasan cerai talak karena istri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat manjalankan kewajibannya sebagai isteri untuk membuktikan alasan tersebut adalah:

a. Pengakuan istri kepada hakim dengan menunjukkan adanya cacat atau penyakit secara nyata kepada hakim.

b. Keterangan saksi-saksi yang dapat membarikan keterangan kepada hakim atau bila perlu menggunakan saksi ahli dan Memerintahkan kepada termohon untuk memeriksakan diri ke dokter .

(46)

a. Permohonan cerai talak diajukan ke Pengadilan Agama di tempat tinggal istri (pasal 66 ayat (2) UU - PA.

b. Perkara tersebut dapat diajukan setelah lampau 2 tahun terhitung sejak suami meninggalkan rumah.

c. Permohonan dapat dikabulkan jika suami menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.

4. Alasan cerai karena isteri murtad

Dalam hal ini dibuktikan dengan pengakuan isteri, saksi-saksi dan alat bukti tertulis, murtat mengakibatkan terjadinya perbedaan agama yang nantinya mengakibatkan adanya perselisihan dan pertengkaran yang bersifat prinsipil.

E. Peran saksi dalam pembuktian perkara perceraian dengan alasan

perselisihan dan pertengkaran terus menerus

Perceraian dengan alasan siyqoq yang diatur didalam pasal 76 Undang-Undang No.7 Tahun 1989, siyqoq adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus antara suami istri dalam surat An Nisaa ayat 35:

÷b Î)ur

(47)

dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Dari surat An Nisaa ayat 35 pengertian siyqoq yang dimaksud sama makna dan hakekatnya dengan apa yang dirumuskan pada penjelasan Undang- Undang Pasal 76 No.7 Tahun 1989, maka apabila terjadi perkara perceraian atas dasar alasan tersebut diatas maka tata cara pemeriksaan perkara tunduk pada ketentuan hukum acara perdata pada umumnya seperti pada ketentuan pasal 76 ayat 1 yang berbunyi:

“Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan siyqoq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi – saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri”

Mayoritas fuqoha berpendapat bahwa menyaksikan talak merupakan hal yang disunahkan sementara jatuhnya talak, hal itu tergantung pada kesaksian seperti pada surat Ath-Thalaq ayat 2 yaitu:

#sŒÎ*sù

Artinya: “Apabila mereka telah mendekat akhir iddahnya maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu, dan hendaklah kamu tegakkan itu karena Allah

(48)
(49)

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran umum Pengadilan Agama Salatiga dan hasil putusan khul’i

yang dalam acara pembuktiannya tanpa dihadiri saksi-saksi

1. Sejarah pengadilan Agama Salatiga a. Masa sebelum penjajahan

Pengadilan Agama Salatiga sudah ada sejak agama Islam masuk ke Indaonesia. Pengadilan Agama Salatiga lahir bersama dengan perkembangan kelompok masyarakat yang beragama Islam di Salatiga dan Kabupaten Semarang diselesaikan oleh Kadi/Hakim yang diangkat oleh Sultan adalah alim ulama yang ahli di bidang agama Islam. Kantor pengadilan Agama Salatiga yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Al-Atiq Kauman Salatiga.

b. Masa Penjajahan Belanda sampai dengan Jepang

(50)

berjalan sampai tahun 1940, kantor yang ditempati masih menggunakan serambi masjid Kauman Salatiga dengan ketua dan hakim anggotanya diambil dari alumnus pondok Pesantren yang waktu itu ada empat orang yaitu K.Salim sebagai ketua dan K. Abdul Mukti sebagai hakim anggota dan Sidhiq sebagai sekretaris merangkap bandahara dan pesuruh. Wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga meliputi Dati II Salatiga dan Dati II Semarang terdiri dari 14 kecamatan. Adapun perkara yang ditangani dan diselesaikan yaitu perkara waris, gono-gini, gugat nafkah, dan cerai gugat, kondisi ini tidak berubah pada masa penjajahan Jepang.

c. Masa Kemerdekaan

(51)

dikarenakan K. Irsyam bersama Ulama-ulama yang lain oleh tentara 426 Batalyon Kudus yang waktu itu mengadakan pemberontakan.

Pada waktu Pengadilan Agama dijabat oleh Drs. Imron dan dibantu oleh staf dan sebagai Panitera yaitu N.Bilal sertifikasi kantor Pengadilan Agama Salatiga diurus ke Jakarta dan akhirnya berhasil, maka terbitlah sertifikat kantor Pengadilan Agama Salatiga RI, Pengadilan Agama Salatiga tanggal 1 Januarai 1950 dengan status hukum sebagai hak pakai dengan sertifikasi No. 4485507 Tanggal 13 Maret 1979 dengan ganti rugi sebesar Rp. 775.665,00.

d. Masa berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 pada tanggal 17 Desember 1970 berlaku, sejak saat itu kedudukan dan posisi Peradilan Agama semakin jelas dan mandiri termasuk Pengadilan Agama Salatiga. Umat Islam Indonesia masih terus berjuang kerena belum mempunyai Undang-Undang yang mengatur tentang keluarga muslim. Para ulama dan umat Islam di Salatiga ikut berpartisipasi dalam mewujudkan Undang-Undang perkawinan, yakni Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974 sebagai ketentuan hasil kompromi yang luas seluruh rakyat Indonesia.

(52)

Pengadilan Agama Salatiga yang wilayahnya sangat luas yaitu meliputi Dati II Salatiga dan Dati II Kabupaten Semarang maka melalui SK Menteri Agama No.95 Tahun 1982 Jo. KMA No 76 Tahun 1983 Tanggal 10 November 1983 berdirilah Pengadilan Agama Ambarawa di Ungaran.

Penyerahan wilayah dilaksanakan pada tanggal 27 April 1984 dari ketua Pengadilan Agama Salatiga Drs.AM.Syamsudin Anwar kepada ketua Pengadilan Agama Ambarawa Drs. Ahmad Ahrory, untuk melaksanakan pemanggilan para pihak diangkatlah juru panggil yaitu Mustakfiri, M.Ali dan Syaifudin Alsy. BA ketika juru panggil ini tugasnya masih merangkap, Mustakfiri selain sebagai penerima perkara, juga duduk sebagai petugas meja ketiga M.Ali bertugas sebagai panitera pengganti kendaran yang digunakan untuk memanggil adalah kendaraan pribadi alat-alat tulis masih minim, seperti alat ketik dan perlengkapan kantor lainnya, karena dana DIK yang ada belum mencukupi kebutuhan kantor.

e. Masa Berlakunya Undang-Undang No.7 Tahun 1989

1) Sejak diundangkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1989 posisi Pengadilan Agama Salatiga semakin kuat.

(53)

3) Sudah ada petugas juru sita untuk melaksanakan tugas pemanggilan dan pemberitahuan.

4) Pengadilan Agama Salatiga mendapatkan pembinaan secara administrasi dari DEPAG RI, tetapi secara teknis Yudisial mendapatkan pembinaan dari MA RI dan Pengadilan Tinggi Agama.

5) Struktur organisasi Pengadilan Agama Salatiga sama dengan sejajar dengan Pengadilan umum dan pengadilan lainnya.

6) Pegawai Pengadilan Agama Salatiga sama dan sejajar dengan pengadilan umum bahkan melebihi, karena tenaga yang direkkrut harus melalui selaksi yang ketat dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, bahkan untuk tenaga hakim banyak yang telah mempunyai title kesarjanaan ganda, sarjana umum dan sarjana syari’ah, bahkan ada yang sudah S2 dalam ilmu hukum.

(54)

merrangkap sebagai wasek, jurusita dan PP sedangkan jabatan lainnya dikepanitraan masih kosong.

8) Semua jabatan baik di kepanitraan atau dibagian kesekretariatan berangsur-angsur terpenuhi setelah Pengadilan Agama Salatiga mendapatkan tambahan pegawai baru dan sampai tahun 1999 para pejabat pun tugasnya masih banyak yang merangkap dan semuanya tidak mempunyai staf.

9) Sejak Pengadilan Agama mendapatkan pembinaan dari MA RI mulai diadakan pemisahanjabatan antara jurusita dan PP, hakim juga dibari tugas pengawasan bidang-bidang.

10)Upaya pembenahan di Pengadilan Agama selalu ditingkatkan namun karena terbatasnya tenaga pegawai dan kurangnya dana yang tersedia sehingga lambat untuk menuju cita-cita yang diidam-idamkan.

11)Pengadilan Agama Salatiga sampai tahun 1999 belum mempunyai gedung yang memenuhi standar gedung pengadilan, yang ada sekarang adalah bangunan rumah kuno peninggalan bangunan jaman Belanda, ruang sidang juga belum ada yang ada hanyalah balai sidang ruangan sangat sempit.

(55)

13)Untuk para jutusita apabila melaksanakan panggilan terpaksa harus memakai kendaraan sendiri atau meminjam orang lain, karena tidak ada kendaraan dinas roda dua, mesin ketik dan komputer masih sangat kurang, ruang perpustakaan, ruang arsip dan ruang kasir juga belum punya.

f. Sejak berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 2004

Sebelum Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 diberlakukan, Pengadilan Agama secara administrasi dan financial berada dibawah Departemen Agama akan tetapi sejak Undang-Undang tersebut diberlakukan, Pengadilan Agama mendapatkan pembinaan dari MA RI secara administrasi, financial dan yudisial, maka sesuai petunjuk MA mulai diadakan pemisahan jabatan antara kepanitraan dan kesekretariatan begitu juga merangkap jabatan antara jurusita dan PP, hakim juga diberi tugas pengawasan bidang-bidang, demikianlah keadaan sejarah Pengadilan Agama Salatiga sampai saat ini.

2. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga

Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga terdiri dari dua macam, absolut dan relatif:

a. Wewenang absolut

Adalah wewenang Pengadilan yang berkaitan dengan perkara-perkara yang boleh ditangani antara lain:

(56)

3) Penolakan perkawinan 4) Pembatalan perkawinan 5) Penguasaan anak 6) Asal – usul anak

7) Pencabutan kekuasaan orang tua 8) Ganti rugi terhadap wali

9) Waris

10)Harta bersama

11)Penunjukan wali orang lain 12)Kelalainan kewajiban suami/istri

13)Ekonomi syariah dan pengangkatan anak berdasarkan Undang-Undang No.3 Tahun 2003

14)Nafkah anak oleh ibu karena ayah tidak mampu 15)Hak bekas istri/kewajiban bekas suami

16)Izin kawin 17)Isbat nikah 18)Perwalian 19)Cerai talak 20)Pengesahan anak 21)Wali adhol 22)Dispensasi kawin

(57)

25)Hibah 26)Cerai gugat 27)Wakaf 28)Wasiat

b. Wewenang relatif

Kewenangan relatif Pengadilan Agama berkaitan dengan wilayah hukum yang dimilikinya. Prioritas kewenangan relatif berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

1) Jika alamat tergugat diketahui maka gugatan diajukan di Pengadilan setempat

2) Jika alamat tergugat tidak diketahui atau tergugat berada diluar negri maka gugatan diajukan dipengadilan setempat dimana pengguggat tinggal

3) Jika penggugat bertempat tinggal di luar Negeri maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

4) Dengan pertimbangan untuk mempermudah proses penyelesaian perkara gugatan boleh diajukan di Pengadilan setempat dimana objek perkara berada dalam hal perkara berkaitan dengan benda tidak bergerak dan atas izin Pengadilan.

(58)

c. Wilayah Kota Salatiga 1) Kecamatan Sidorejo 2) Kecamatan Sidomukti 3) Kecamatan Tingkir 4) Kecamatan Argomulyo d. Kabupaten Semarang

1) Kecamatan Tuntang 2) Kecamatan Tengaran 3) Kecamatan Susukan 4) Kecamatan Pabelan 5) Kecamatan Suruh 6) Kecamatan Beringin 7) Kecamatan Getasan

(59)

B. Hasil putusan khul’i yang dalam acara pembuktiannya tanpa dihadiri

saksi-saksi

Pada penelitian penulis Nomor: 0850/Pdt.G/PA.SAL dengan putusan khul’i yang dalam acara pembuktiannya tanpa menghadirkan saksi-saksi baik dari pihak tergugat maupun penggugat, yang dalam putusan ini hakim hanya mendengarkan pengakuan dari Tergugat atas gugatan penggugat tanpa adanya bantahan dari pihak yang tergugat. Adapun putusan dengan Nomor: 0850/Pdt.G/PA.SAL adalah sebagai berikut:

Salinan P U T U S A N

NOMOR: 0850/Pdt.G/2010/PA.SAL

BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Agama Salatiga yang memeriksa dan mengadili perkara perdata agama dalam tingkat pertama dalam persidangan Majelis telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara Cerai Gugat antara :--- LI binti M. RN, umur 22 tahun, agama Islam, Pekerjaan Penjaga Conter,

pendidikan SMP, beralamat di Dusun Bumiharjo, RT 02 RW 04, Desa Somogawe, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, sebagai PENGGUGAT; ---

M E L A W A N :

(60)

Semarang, sekarang berdomisili di Tegalsari, RT 04 RW 08, Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, sebagai TERGUGAT; ---

Pengadilan Agama tersebut; --- Setelah membaca gugatan Penggugat ; --- Setelah mendengar keterangan Penggugat dan Tergugat; --- Setelah memeriksa dengan seksama surat-surat dan saksi-saksi yang diajukan di persidangan;-

TENTANGDUDUKPERKARANYA

Menimbang, bahwa Penggugat berdasarkan surat gugatannya tertanggal 11 Nopember 2010 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Salatiga Nomor : 0850/Pdt.G/2010/PA.Sal mengajukan hal-hal sebagai berikut :--- Bahwa pada tanggal 19 Juli 2009, Penggugat dengan Tergugat melangsungkan pernikahan menurut Agama Islam di rumah orang tua Penggugat sebagaimana tercatat dalam kutipan Akta Nikah Nomor 209/39/VII/2009 tertanggal 21 Juli 2009 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang; --- 1. Bahwa setelah akad nikah Tergugat mengucapkan sihgat taklik talak

kemudian Penggugat dan Tergugat hidup rukun layaknya suami isteri dan bertempat tinggal di rumah orang tua Penggugat selama 4 bulan dalam keadaan ba’da dukhul namun belum dikaruniai keturunan; --- 2. Bahwa semula rumah tangga antara Penggugat dengan Tergugat rukun dan

(61)

2009, rumah tangga antara Penggugat dengan Tergugat mulai tidak harmonis dan sering diwarnai perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karena Tergugat sering marah-marah tanpa alasan yang sah; ---

3. Bahwa oleh karena hal tersebut Penggugat sudah sering mengingatkan Tergugat supaya merubah sikap dan perbuatannya tersebut namun Tergugat tidak bisa mengindahkannya; ---

4. Bahwa perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karena permasalahan yang sama terus menerus terjadi kemudian puncaknya pada bulan Nopember 2009, Tergugat bekerja ke Jakarta dengan seijin Penggugat namun tanpa menunjukkan alamatnya sehingga Penggugat tidak mengetahui dimana alamat Tergugat dengan jelas dan pasti di seluruh wilayah hukum RI.; ---

5. Bahwa sejak kepergian Tergugat yang tidak diketahui alamatnya dengan jelas dan psti diseluruh wilayah hukum RI. Yang sampai dengan sekarang sudah selama 1 tahun tersebut Tergugat tidak pernah pulang, tidak pernah mengirim kabar atau mengirim sesuatu apapun sebagai pengganti nafkah wajib kepada Penggugat sehingga sekarang Penggugat harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari; ---

(62)

Islam telah cukup alasan bagi Penggugat untuk mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan Agama Salatiga; ---

Bahwa atas dasar hal-hal yang terurai diatas, telah cukup alasan bagi Penggugat untuk mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama Salatiga. Oleh karena itu mohon kepada Ketua Pengadilan Agama Salatiga c.q Majelis Hakim untuk membuka sidang, dan menjatuhkan putusan sebagai berikut: ---

Primer : ---Mengabulkan gugatan Penggugat; ---Menetapkan syarat taklik talak Tergugat telah terpenuhi; ---Menetapkan jatuh talak satu khul’i Tergugat (Lestariyanto bin Wiryo Suparman) kepada Penggugat (Lestari binti M. Rebin) dengan iwadl berupa uang sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah); ---Menetapkan biaya perkara menurut hukum. --- Subsider : --- Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya. (at aquo at bono). ---

Menimbang bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan Penggugat dan Tergugat hadir di persidangan; ---

(63)

Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah memberikan nasehat kepada Penggugat supaya rukun dengan Tergugat sebagai suami isteri namun Penggugat tetap pada gugatannya kemudian dibacakan surat gugatan Penggugat yang isinya tetap dipertahankan oleh Penggugat; ---

Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut, Tergugat di persidangan telah memberikan jawaban secara lisan yang isinya membenarkan semua gugatan dan mengakui semua gugatan Penggugat tersebut; ---

Menimbang, bahwa untuk menguatkan gugatannya, Penggugat telah mengajukan alat-alat bukti sebagai berikut : ---Bukti Surat :--- Foto kopi sah Kartu Tanda Penduduk atas nama Penggugat Nomor 33.2201.701188.0001 tertanggal 23 April 2009 yang dikeluarkan oleh Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Semarang, yang telah dicocokkan dan ternyata sesuai serta bermaterai cukup, bukti (P.1); --- § Fotokopi sah Kutipan Akta Nikah Nomor: 209/39/VII/2009 tanggal 19 Juli

2009 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, yang telah dicocokkan dan ternyata sesuai serta bermaterai cukup, bukti (P.2); ---

Menimbang, bahwa Penggugat sudah tidak mengajukan apapun dan mohon putusan serta membayar uang iwadl Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah);

(64)

TENTANG HUKUMNYA

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah sebagaimana tersebut di atas;--- Menimbang, bahwa sesuai ketentuan dalam PERMA Nomor 1 tahun 2008 tanggal 31 Juli 2008 Majelis Hakim telah memerintahkan kepada Penggugat dan Tergugat untuk menempuh mediasi dengan Mediator Hakim Pengadilan Agama SAlatiga Dra. Hj. MLH, MH namun dinyatakan gagal; ---

Menimbang, bahwa dalil pokok gugatan Penggugat adalah bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang sejak bulan Nopember 2009, tidak harmonis, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sulit untuk dirukunkan kembali, selama 1 tahun lebih telah pisah rumah dan selama itu Tergugat tidak memberi nafkah wajib kepada Penggugat; ---

Menimbang, bahwa meskipun terhadap dalil-dalil gugatan Penggugat tidak ada bantahan dari Tergugat, namun karena perkara ini perkara perceraian, untuk memastikan gugatan Penggugat beralasan dan tidak melawan hukum maka Penggugat tetap dikenai beban pembuktian;---

(65)

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti (P.2) terbukti Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang sah dan setelah akad nikah Tergugat mengucapkan sighat ta’lik talak serta belum pernah bercerai;--- Menimbang, bahwa dalil-dalil gugatan Penggugat telah dikuatkan dengan pengakuan Tergugat dan alat bukti (P.1) dan (P.2), maka Majelis telah menemukan fakta hukum sebagai berikut : ---Bahwa pada tanggal 19 Juli 2009, Penggugat dengan Tergugat telah menikah sebagaimana dalam Kutipan Akta Nikah Nomor 209/39/VII/2009 tertanggal 21 Juli 2009 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang;--- Bahwa sesaat setelah akad nikah, Tergugat mengucapkan sighot ta’lik talak, kemudian tinggal bersama dirumah orang tua Penggugat selama 4 bulan, dalam keadaan ba’da dukhul, namun belum dikaruniai keturunan; ---Bahwa sejak bulan Nopember 2009, rumah tangga antara Penggugat dengan Tergugat mulai tidak rukun sering terjadi pertengkaran dan perselisihan yang disebabkan karena Tergugat sering marah-marah tanpa alasan yang sah; ---Bahwa sejak bulan Nopember 2009, Tergugat pamit bekerja namun selama 1 tahun bekerja, Tergugat telah membiarkan tidak pernah mengirim sesuatu apapun kepada Penggugat sebagai nafkah wajib; ---

(66)

Menimbang, bahwa Penggugat tidak ridlo dan bersedia serta telah membayar uang iwadh sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Dengan demikian telah terpenuhi syarat ta’lik talak sebagaimana diatur dalam pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum Islam.--- Menimbang, bahwa sejalan dengan apa yang telah dipertimbangkan diatas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Tergugat sesaat setelah akad nikah mengucapkan sighat taklik talak, telah melanggar sighat taklik talak tersebut pada angka 2 dan 4, maka dalil-dalil gugatan Penggugat juga telah memenuhi alasan perceraian sebagaimana pasal 39 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum Islam;---

Menimbang, bahwa oleh karena rumah tangga Pemohon dan Termohon telah nyata pecah maka apabila perkawinan antara Pemohon dan Termohon tersebut tetap dipertahankan niscaya akan menimbulkan madlarat yang lebih besar bagi kedua belah pihak atau salah satu dari keduanya ;--- Menimbang, bahwa Majelis perlu mengetengahkan pendapat Fuqaha dalam kitab Syarqowi Alat Tahrir Juz II halaman 302 yang berbunyi :---

ﻰﻀﺘﻘﲟ ﻼﻤﻋ ﺎﻫﺩﻮﺟﻮﺑ ﻊﻗﻭ ﺔﻔﺼﺑ ﺎﻗ ﻼﻃ ﻖﻠﻋ ﻦﻣﻭ

ﻆﻔﻠﻟﺍ

Artinya: Barangsiapa menggantungkan talak pada suatu keadaan, maka jatuh talaknya dengan adanya keadaan tersebut sesuai dengan bunyi

(67)

Menimbang bahwa, berdasarkan pasal 84 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2003 dan perubahan ke dua dengan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, Panitera berkewajiban menyampaikan salianan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Kantor Urusan Agama yang wilayahnya meliputi tempat tinggal Penggugat dan Tergugat serta tempat perkawinan dilaksanakan; ---

Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan maka berdasarkan pasal 89 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, maka kepada Penggugat dihukum membayar biaya perkara;--- Memperhatikan ketentuan Hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkara ini;---

M E N G A D I L I

1. Mengabulkan gugatan Penggugat; --- 2. Menyatakan syarat ta’lik talak telah terpenuhi; --- 3. Menetapkan jatuh talak satu khul’i Tergugat (LY bin WS) kepada

Penggugat (LI binti MR) dengan iwadl Rp.10.000,- (sepuluh ribu

rupiah ). ---

4. Memerintahkan Panitera pengadilan Agama Salatiga untuk

mengirimkan salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap

(68)

Semarang, dan Kantor Urusan Agama Kecamatan Sidomukti, Kota

Salatiga, untuk dicatat dalam daftar yang tersedia untuk itu; ---

5. Menhukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebanyak Rp.

331.000,- (tiga ratus tiga puluh satu ribu rupiah).

(69)

3. Biaya Panggilan : Rp. 240.000,- 4. Redaksi : Rp. 5.000,- 5. Materai : Rp. 6.000,- Jumlah Rp. 331.000,-

(tiga ratus tiga puluh satu ribu rupiah)

C. Pertimbangan dan dasar hukum hakim dalam putusan khul’i yang di

dalam hukum acaranya tanpa dihadiri saksi-saksi

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di Pengadilan Agama Salatiga maka yang menjadi pertimbangan dan dasar hukum hakim dalam putusan khul’i yang di dalam hukum acaranya tanpa dihadiri saksi-saksi adalah sebagai berikut:

Menimbang, bahwa Penggugat tidak ridlo dan bersedia serta telah membayar uang iwadh sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Dengan demikian telah terpenuhi syarat ta’lik talak sebagaimana diatur dalam pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum Islam.---

(70)

Menimbang, bahwa oleh karena rumah tangga Pemohon dan Termohon telah nyata pecah maka apabila perkawinan antara Pemohon dan Termohon tersebut tetap dipertahankan niscaya akan menimbulkan madlarat yang lebih besar bagi kedua belah pihak atau salah satu dari keduanya ;---

Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan maka berdasarkan pasal 89 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, maka kepada Penggugat dihukum membayar biaya perkara;---

(71)

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN PERKARA PERCERAIAN NOMOR:

850/Pdt.G/PA.SAL

A. Analisis putusan perkara cerai gugat dengan putusan khul’i yang dalam

acara pembuktiannya tanpa dihadiri saksi-saksi

Referensi

Dokumen terkait

 Berikan highlight sepanjang garis tengah tulang hidung, agar dapat memberikan kesan batang hidung terlihat lebih besar dan proporsional.. Koreksi Bentuk batang hidung bengkok

Berdasarkan hasil wawancara tanggal 12 Februari 2016 pada 10 orang mah asiswa tingkat akhir DIV Bidan Pendidik Reguler di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

7.Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh

Bumbu instan merupakan bumbu yang siap saji tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga secara mudah untuk langsung digunakan, namun makanan instan termasuk bumbu instan ini

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan kedekatan emosional orangtua dengan pengendalian diri siswa kelas ix smp negeri 17 surakarta tahun

penambahan gluten dikarenakan gluten mampu mengikat air di dalam adonan dan juga semakin tinggi penambahan tepung beras merah dapat meningkatkan kadar air roti manis

karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, khususnya para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stres lebih tinggi dibandingkan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) variabel citra merek tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian Starbucks, dibuktikan dengan nilai t hitung berada di