• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

E. Tata Cara Penelitian

Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, bertempat di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia. Determinasi dilakukan mengacu pada buku acuan (Steenis et al., 1992) dan membandingkan dengan koleksi referensi yang terdapat di Laboratorium Botani Farmasi.

2. Pengumpulan bahan uji

segar berwarna hijau, tidak berlubang dan dipanen pada bulan April 2015. Daun Macaranga tanarius L. yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Paingan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.

3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L.

Daun Macaranga tanarius L. yang telah dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian ditiriskan untuk meniadakan air pada daun. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 45˚C - 50oC selama 24 jam. Setelah daun kering, daun diserbuk dan diayak dengan menggunakan ayakan nomor 40. 4. Penetapan kadar air pada serbuk kering daun Macaranga tanarius L.

Tujuan dari penetapan kadar air dari serbuk kering daun Macaranga tanarius L., yaitu untuk mengetahui serbuk yang digunakan telah memenuhi persyaratan serbuk yang baik yaitu kurang dari 10% (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Penetapan kadar air dilakukan dengan Metode Gravimetri, dimulai dengan penimbangan kurs kosong (bobot A). Sampel ditimbang secara homogen, ke dalam kurs porselen (bobot B), dilanjutkan dengan pemanasan di dalam oven pada suhu 1050C selama ± 3 jam hingga berat konstan. Apabila belum tercapai berat konstan kembali dipanaskan hingga air berhasil diuapkan dalam sampel. Berat konstan akan diperoleh jika semua kadar air telah menguap. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam eksikator, kemudian ditimbang kembali (bobot C). Berikut cara menghitung kadar air dengan rumus:

(A + B) − C

5. Pembuatan sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L.

Serbuk kering daun Macaranga tanarius L. ditimbang sebanyak 10 gram dan dimasukkan ke dalam panci yang kemudian ditambahkan 20 mL aquadest sebagai pembasah, kemudian ditambahkan lagi aquadest sebanyak 100 mL. Campuran ini dipanaskan di atas penangas air kemudian diukur dengan bantuan termometer dengan target suhu campuran mencapai 90oC. Setelah mencapai suhu 90oC dilanjutkan pemanasan kembali selama 30 menit dengan diaduk setiap 5 menit sekali, selama proses berlangsung suhu dijaga konstan. Setelah 30 menit, campuran tersebut diambil dan diperas menggunakan kain flanel kemudian tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekokta daun Macaranga tanarius L. yang diinginkan yaitu sediaan dekokta yang ditampung dalam labu ukur berukuran 100 mL labu ukur (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010). Aquadest digunakan sebagai pelarut karena Macaranga tanarius L. mengandung flavonoid. Di mana flavonoid merupakan hasil metabolisme sekunder polifenol yang sifatnya larut air (Salah, Miller, Pangauga, Bolwell, Rice, and Evans, 1995). Sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L. diberikan dalam tiga peringkat dosis untuk mengetahui persen proteksi analgesik pada mencit betina galur Swiss.

6. Pembuatan larutan asam asetat 1% v/v.

Larutan asam asetat 1% dibuat dari larutan asam asetat glacial 100% v/v dengan menggunakan rumus V1C1=V2C2, sebanyak 0,250 mL asam asetat

glasial 100% diambil dan dilarutkan dengan menggunakan aquadest pada labu ukur 25 mL.

7. Pembuatan larutan CMC Na 1%.

Larutan CMC Na 1% didapatkan dengan cara menimbang sebanyak 1,0 gram serbuk CMC Na yang kemudian ditaburkan sedikit demi sedikit secara merata pada beaker glass yang berisikan aquadest panas secukupnya sambil diaduk hingga mengembang. Larutan yang sudah terbentuk dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL add aquadest kemudian digojog.

8. Pembuatan suspensi asetosal 1 % dalam CMC Na 1%

Suspensi asetosal 1 % dibuat dengan mensuspensikan 250,0 mg asetosal dalam CMC Na 1 % sampai 25,0 mL.

9. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat 1% v/v

Selang waktu pemberian asam asetat merupakan jeda antara pemberian dekokta secara peroral dengan pemberian injeksi asam asetat secara intraperitoneal. Pada saat selang waktu tersebut zat uji diharapkan telah diabsorpsi sehingga dapat memberikan efek analgesik secara optimal. Pada penentuan selang waktu pemberian asam asetat ini digunakan asetosal dosis 91 mg/kg BB. Selang waktu yang diujikan adalah 10 menit, dan 15 menit. Sebanyak 6 ekor mencit digunakan dalam penetapan waktu pemberian yang dibagi ke dalam 2 kelompok. Masing-masing kelompok yang terdiri dari 3 ekor mencit betina galur Swiss dengan berat 20-30 gram, umur 2-3 bulan yang telah dipuasakan selama 24 jam, kemudian secara intraperitonial diinjeksi dengan asam asetat 1 %. Selanjutnya dihitung rata-rata jumlah geliat dengan

selang waktu 10, dan 15 menit setelah pemberian asetosal dosis 91 mg/kgBB secara per oral untuk menemukan selang waktu optimum. Kemudian dipilih berdasarkan waktu yang paling efektif dalam pemberian dekokta terhadap penurunan jumlah geliat.

10.Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan sebanyak 25 ekor mencit galur Swiss yang pengambilannya dilakukan secara acak, umur 2-3 bulan, berat badan yang diseragamkan yaitu antara 20-30 gram. Sebelum digunakan, hewan uji dipuasakan selama 18-24 jam dan hanya diberikan air minum saja. Hewan uji selanjutnya diadaptasikan di lingkungan tempat penelitian selama 18-24 jam. 11.Uji pendahuluan

a. Penetapan Kriteria Geliat

Pengujian efek analgesik menggunakan rangsang kimia sangat bervariasi, oleh karena itu perlu ditetapkan kriteria geliat yang kurang lebih sama sehingga pengamatan tidak mengacaukan hasil penelitian. Kriteria geliat yang memenuhi syarat adalah mencit menarik satu atau kedua kaki ke arah belakang dan perutnya menempel ke alas pengamatan sehingga tubuh mencit terlihat memanjang.

b. Penetapan dosis asam asetat 1% v/v.

Dosis asam asetat yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wulandari (2010), yaitu 50 mg/kgBB sebagai dosis optimal. Pada dosis tersebut dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada mencit betina yang ditunjukkan melalui rangsang

nyeri berupa geliat pada hewan uji namun tidak menyebabkan kematian pada hewan uji.

c. Penetapan dosis asetosal

Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah asetosal, sehingga asetosal harus mampu memberikan respon pengurangan geliat pada mencit yang terinduksi asam asetat 1%. Mengacu pada penelitian sebelumnya, dosis asetosal yang digunakan dalam penelitian ini menurut Handara (2006); Riadiani (2006), Tusthi (2007) dan Wulandari (2010) adalah 91 mg/kgBB.

Kekuatan asetosal yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu 500 mg yang digunakan pada manusia dengan berat badan 50 kg (Wulandari, 2010). Apabila dikonversikan pada manusia dengan berat badan 70 kg maka : (70/50) x 500 mg = 700 mg. Dosis asetosal pada mencit dengan berat badan 20 gram dikonversikan ke dalam dosis manusia dengan berat badan 70 kg adalah 0,0026. Perhitungannya sbb. : Dosis = 700 mg x 0,0026

= 1,82 mg / 20 gramBB = 91 mg/kgBB

d. Penetapan dosis sediaan dekokta Macaranga tanarius L. Dasar penentuan peringkat :

1) Bobot tertinggi mencit = 30 gram

2) Pemberian dekokta menggunakan volume maksimal tertinggi pemberian secara per oral, yaitu 1 mL

4) Penetapan dosis tertinggi dekokta daun Macaranga tanarius L. yaitu : D x BB = C x V

D x 30 g = 10 g / 100 mL x 1 mL D = 0,003333 g/g BB

D = 3333,33 mg/kg BB

Dua dosis lainnya diperoleh dengan membagi 2 dosis 3333,33 mg/kgBB kemudian dibagi 2 lagi sehingga diperoleh 3 peringkat dosis yaitu : 3333,33; 1666,67; 833,33 mg/kgBB.

12.Perlakuan hewan uji

Pada penelitian ini akan dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok, mencit dipuasakan selama 24 jam dengan tetap diberi minum. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit, sehingga total mencit yang digunakan adalah 25 ekor untuk pengujian efek analgesik sediaan dekokta Macaranga tanarius L. dengan rincian sebagai berikut :

1) Kelompok I sebagai kontrol negatif (Aquadest) dosis 0,025 mg/kgBB 2) Kelompok II sebagai kontrol positif (Asetosal) dosis 91 mg/kgBB

3) Kelompok perlakuan III (Dekokta Macaranga tanarius L. (dosis terendah 833,33 mg/kgBB) + asam asetat)

4) Kelompok perlakuan IV (Dekokta Macaranga tanarius L. (dosis menengah 1666,67 mg/kgBB) + asam asetat)

5) Kelompok perlakuan V (Dekokta Macaranga tanarius L. (dosis tertinggi 3333,33 mg/kgBB) + asam asetat)

Rute pemberian sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L. dilakukan secara per oral. Pemberian rangsang kimia asam asetat secara intraperitonial dilakukan 10 menit setelah pemberian senyawa uji, kemudian respon geliat diamati setiap 5 menit selama 1 jam.

Gambar 6. Skema kerja penelitian

Sebanyak 25 ekor mencit dibagi secara acak dalam 5 kelompok

Kel. I Kontrol -Aquadest Kel. II Kontrol + Asetosal Kel. III Perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. Dosis 833,33 mg/kgBB Kel. IV Perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. Dosis 1666,67 mg/kgBB Kel. V Perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. Dosis 3333,33 mg/kgBB

Diberikan senyawa uji dengan selang waktu pemberian 10 menit

Dihitung jumlah geliat setiap 5 menit selama 1 jam

Dihitung % proteksi dan perubahan % proteksi geliat Diberikan larutan asam asetat 1% dosis 50 mg/kgBB secara i.p.

13. Pengukuran aktivitas analgesik

Pengukuran aktivitas analgesik dilakukan dengan metode rangsang kimia, di mana akan dilakukan pengukuran persen proteksi geliat mencit betina galur Swiss yang telah terinduksi asam asetat. Pengukuran dilakukan setiap 5 menit selama 1 jam. Respon geliat yang terjadi pada pengujian daya analgesik diamati dan dihitung apabila mencit melakukan gerakan menggeliat dengan menarik satu atau kedua kaki ke belakang serta perutnya menempel ke alas pengamatan sehingga tubuh mencit terlihat memanjang.

Penentuan % proteksi geliat terhadap kontrol negatif dihitung dengan persamaan yaitu :

% proteksi geliat = (100 - [ (P/K) x 100] )% Keterangan :

P = jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah pemberian senyawa uji K = jumlah rata-rata kumulatif geliat hewan uji kontrol negatif

Data persen proteksi geliat tersebut kemudian dianalisis secara statistik. Uji kemudian dilanjutkan dengan pengukuran perubahan persen proteksi geliat menggunakan hasil % proteksi geliat terhadap kontrol positif yang dihitung menggunakan rumus :

Perubahan % proteksi geliat = [ (A-B) / B ] x 100 Keterangan :

A = % proteksi geliat pada tiap kelompok perlakuan B = rata-rata proteksi geliat pada kontrol positif 14.Uji Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan menggunakan metode skrining fitokimia yaitu dengan cara melakukan beberapa tes untuk menguji kandungan /

senyawa yang berada dalam Macaranga tanarius L. sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang terkandung di dalam dekokta Macaranga tanarius L. yang dapat memberikan efek analgesik.

a. Uji Alkaloid

Uji Alkaloid dilakukan dengan cara mengambil 9 mL air infusa tanaman dan 1 mL HCL 2 N. Campuran dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, 10 tetes filtrate dipindahkan dan ditambahkan dengan 2 tetes Dragendorf. Hasil uji positif dibuktikan dengan adanya endapan merah di dasar tabung reaksi (Azizah, Suarsini, dan Prabaningtyas, 2014).

b. Uji Flavonoid

Uji Flavonoid dilakukan dengan cara menggunakan air seduhan sebanyak 2 mL kemudian dipindahkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0,1 gram serbuk Mg, 1-2 mL etanol 95%, dan 10 tetes HCL pekat. Hasil uji positif dibuktikan dengan perubahan warna larutan menjadi kuning jingga (Azizah et al., 2014).

c. Uji Glikosida

Uji Glikosida dilakukan dengan cara mengambil air seduhan sebanyak 0,1 mL dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 2 mL aquadest, 5 tetes Molisch, dan 2 mL H2SO4 pekat secara hati-hati melalui dinding tabung reaksi, Hasil uji positif dibuktikan dengan adanya cincin ungu pada batas cairan (Azizah et al., 2014).

d. Uji Saponin

Uji Saponin dilakukan dengan cara mengambil air seduhan sebanyak 10 ml dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi lalu dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Hasil uji positif dibuktikan dengan adanya buih setinggi 1 cm (Azizah et al., 2014).

e. Uji Tanin

Uji tannin dilakukan dengan cara mengambil air seduhan sebanyak 1 ml dan dipindahkan ke atas plat tetes kemudian ditambah dengan beberpa tetes FeCl3 1%. Hasil uji postitif dibuktikan dengan perubahan warna larutan menjadi hijau sampai biru kehitaman (Azizah et al., 2014).

f. Uji Terpenoid

Uji Terpenoid dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL larutan diuapkan sampai kering, kemudian ditambah dengan pereaksi Lieberman-Burchad. Apabila warna berubah menjadi merah, menandakan adanya senyawa terpenoid (Harborne, 1987).

g. Uji Fenolik

Uji fenolik dengan cara sebanyak 2 mL ditambahkan dengan 10 mL aquadest lalu didihkan selama 10 menit dalam tangas air mendidih. Larutan kemudian disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 3 tetes FeCl3 1%. Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya fenolik (Harborne, 1987).

Dokumen terkait