• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: PERCERAIAN DALAM ISLAM

D. Tata cara Perceraian

Dalam syariah ada dibentangkan suatu prosedur sebelum terjadinya perceraian, seperti usaha mendamaikan kembali bila mana memungkinkan. Tetapi kalau semua upaya untuk merukunkan kembali dan membentuk hubungan yang baik di antara kedua pasangan hidup itu gagal, dan kedua suami isteri itu menganggap tidak mungkin untuk hidup bersama lebih lama lagi, maka tidak ada yang memaksa mereka agar tetap bersama.

Mereka boleh berpisah dengan baik dan masing-masing mereka boleh mencari pasangan lagi yang cocok dengan membina suatu hubungan perkawinan yang baru. Maka perceraian bisa dilakukan di depan sidang pengadilan. Adapun tata cara atau prosedurnya dapat dibedakan ke dalam dua (2) macam yaitu:

38

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 119

39M. Sudikno Mertokusumo, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),

1. Cerai Thalaq (Permohonan)

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama menyatakan:

“Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar thalaq”.

Dalam rumusan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dijelaskan beserta Pengadilan tempat permohonan itu diajukan:

“Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasan serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu”.40

Kutipan di atas menyebutkan bahwa Pengadilan tempat mengajukan permohonan adalah yang mewilayahi tempat tinggal pemohon. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama mengubah atau memperbaharuinya tempat mengajukan permohonan adalah ke pengadilan yang mewilayahi tempat kediaman termohon, atau dalam bahasa kompilasi tempat tinggal isteri. Selengkapnya, masalah tempat pengadilan permohonan itu diajukan, Pasal 66 ayat (2), (3), (4), (5) Undang-Undang Peradilan Agama menjelaskan:

Ayat (2) : Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon, kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon.

Ayat (3): Dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon.

Ayat (4): Dalam hal pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Ayat (5): Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri, dan harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan.

Di dalam ayat (5) di atas memberi peluang diajukannya komulasi objektif atau gabungan tuntutan. Ini dimaksudkan agar dalam mencari keadilan melalui pengadilan dapat menghemat waktu, biaya dan sekaligus tuntas semua.41

Pasal 67 Undang-Undang Peradilan Agama menyatakan:

Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 di atas memuat:

a. Nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami, isteri, dan temohon yaitu isteri.

b. Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai thalaq.

Selanjutnya adalah pemeriksaan oleh Pengadilan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama menyebutkan:

a. Pemeriksaan permohonan cerai thalaq dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai thalaq didaftarkan di kepanitaraan.

b. Pemeriksaan permohonan cerai thalaq di lakukan dalam sidang tertutup.

Dalam rumusan Pasal 15 Peraturan Pemerintah No 9 tahun 1975 dinyatakan: “Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dalam Pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari memanggil pengirim surat dan isterinya untuk meminta penjelasan tentang sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian.”

Usaha mendamaikan kedua belah pihak selain ditempuh sebelum persidangan dimulai, setiap kali persidangan tidak tertutup kemungkinan mendamaikan mereka. Pasal 28 ayat (3) dan (4) menjelaskan:

“Pengadilan Agama setelah mendapat penjelasan tentang maksud thalaq itu, berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan dapat meminta bantuan kepada

badan penasehat perkawinan dan penyelesaian perceraian (BP4) setempat agar kepada suami isteri dinasehati untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. “Pengadilan setelah melihat hasil BP4 bahwa kedua belah pihak tidak mungkin didamaikan, dan berpendapat adanya alasan untuk thalaq maka diadakan sidang untuk menyelesaikan thalaq dimaksud”.

Langkah berikutnya, diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama:42

1. Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian maka pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.

2. Terhadap penetapan bagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), isteri dapat mengajukan banding.

3. Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar thalaq, dengan memanggil suami dan isteri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.

4. Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar thalaq yang dihadiri oleh isteri atau kuasanya. 5. Jika isteri telah mendapat panggilan secara sah dan patut, tetapi tidak datang

menghadap sendiri atau mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar thalaq tanpa hadirnya isteri atau wakilnya.

6. Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar thalaq tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.

Selanjutnya diatur dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975: “Sesaat setelah dilakukan sidang Pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 16, ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan kepada pegawai pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.”

Isi Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tersebut kemudian dirinci dalam Pasal 131 ayat (5) Kompilasi Hukum Islam:

“Setelah sidang penyaksian ikrar thalaq, Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya thalaq rangkap empat yang merupakan bukti bagi bekas suami dan isteri”.

“Helai pertama beserta surat ikrar thalaq dikirimkan kepada pegawai pencatat nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isteri, dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama.”

Selanjutnya dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Nomor 7 tahun 1989 menjelaskan:

1. Panitera mencatat segala hal ikhwal yang terjadi dalam sidang ikrar thalaq.

2. Hakim membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa perkawinan putus sejak ikrar thalaq diucapkan dan penetapan tersebut tidak dapat dimintakan banding atau kasasi. 2. Cerai Gugat

Dalam hukum positif Indonesia yang dimaksud dengan cerai gugat adalah perceraian yang diajukan oleh isteri atau kuasa hukumnya kepada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat kediaman penggugat, kecuali penggugat meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.43

a. Tata cara pendaftaran perkara dan pemangilan para pihak-pihak

Adapun tata cara penyelesaian cerai gugat di Pengadilan Agama diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Pasal 20 sampai dengan Pasal 36,

Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 73 sampai Pasal 88 serta Kompilasi Hukum Islam Pasal 132 sampai dengan Pasal 148.

b. Pengajuan Gugatan

Tata cara pengajuan gugatan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 20 sampai Pasal 23, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 73 dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 132 sampai Pasal 135.

1. Peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 20

(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami dan isteri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.

(2) Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.

(3) Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Pasal 21

(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf b diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.

(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.

(3) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.

Pasal 22

(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman tergugat.

(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang dekat dengan suami atau isteri. 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

Pasal 73

(1) Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.

(2) Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.

(3) Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat, (terdapat juga dalam Pasal 132 Kompilasi Hukum Islam jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Pasal 20).

Berdasarkan bunyi pasal di atas, secara umum dapat dipahami bahwa gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman penggugat kecuali isteri meninggalkan tempat tinggal tergugat tanpa izin suami.

Perceraian karena suami mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun, untuk mendapatkan putusan pengadilan harus dilengkapi dengan salinan bukti keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (in krach). Perceraian karena suami meninggalkan isteri 2 (dua) tahun berturut-turut maka pengajuan gugatan dilakukan setelah lampau masa 2 tahun dan suami menunjukkan sikap tidak mau lagi ketempat kediaman bersama.

1. Tahap- tahap pemeriksaan perkara

Pemeriksaan perkara di tingkat pertama dilakukan melalui tahap-tahap pemeriksaan perkara yang dimulai dari:

a. Pembukaan Sidang

Pada sidang pertama yang ditetapkan melalui penetapan hari sidang meskipun para pihak sudah dipanggil ada kemungkinan pihak tidak hadir dalam persidangan, ketidak hadiran pihak menentukan keadaan pemeriksaan yang dilakukan.44

b. Tahap Pemanggilan pihak-pihak

44Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2012) cet. ke-1

2. Ketidak hadiran pengugat

Jika pengugat atau kuasanya tidak hadir tetapi tergugat hadir, maka gugatan dapat dinyatakan gugur atau sidang ditunda untuk memanggil penggugat sekali lagi dan jika tetap tidak hadir gugatan dinyatakan gugur, penguguat dapat mengajukan perkara yang baru.

3. Ketidak hadiran tergugat

Apabila dalam sidang pertama pengugat hadir, tetapi tergugat atau kuasanya tidak hadir maka asalkan tergugat sudah dipanggil secara resmi dan patut, gugatan dapat diputus verstek (putusan di luar hadir tergugat) yang biasanya jika gugatan memang beralasan dan tidak melawan hukum akan mengabulkan gugatan penggugat dan mengalahkan tergugat secara tidak hadir.

4. Jalannya persidangan

1) Penanyaan identitas para pihak

Setelah sidang dinyatakan terbuka, untuk menghindari keliru mengenai orang maka hal pertama yang dilakukan majelis hakim adalah menanyakan identitas pihak-pihak, dimulai dari penggugat dan selanjutnya tergugat meliputi nama, binti, alias/julukan/gelar, umur, agama, pekerjaan, dan tempat tinggal terakhir. Penanyaan identitas bersifat formal, meskipun majelis hakim sudah mengenali pihak-pihak tetap harus dilakukan, penanyaan identitas bersifat kebijaksanaan umum dalam persidangan yang dilakukan oleh ketua majelis yang bertanggung jawab mengenai arah pemeriksaan.

2) Anjuran Damai

Pada sidang pertama jika kedua belah pihak hadir maka pengadilan berusaha mendamaikan mereka. Dalam sengketa perceraian, anjuran damai menjadi satu asas hukum acara Peradilan Agama yang menjadi kewajiban pemeriksaan.45

Asas kewajiban mendamaikan bagi Peradilan dan persoalan jalan persidangan diatur dalam berbagai pasal, Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Pasal 29-33, Kompilasi Hukum Islam Pasal 141 sampai Pasal 145 dan Undang-Undang No 7 Tahun 1989 Pasal 80,82, dan 83. Adapun bunyi Pasal tersebut sebagai berikut:

1. Undang-Undang No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Pasal 80

(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majlis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di kepaniteraan.

Pasal 82

(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

(2) Dalam sidang perdamaian tersebut, suami isteri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

(3) Apabila kedua belah pihak bertempat tinggal di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian harus berhadapan langsung secara pribadi.

(4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

Pasal 83

“Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat sebelum perdamaian tercapai”.

2. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 29

(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas gugatan perceraian.

(2) Dalam penetapan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat dan tergugat atau kuasa hukum mereka. (3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20 ayat

(3), sidang pemeriksaan gugatan percaraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukan gugatan perceraian kepada kepaniteraan pengadilan.

5. Pembacaan Gugatan

Setelah gugatan dibacakan, sebelum jawaban tergugat, penggugat berkesempatan untuk menanyakan sikap sehubungan dengan gugatannya. Apabila mempertahankan gugatan maka periksaan dilanjutkan dengan jawaban tergugat. 6. Jawaban Tergugat

Jawaban tergugat dapat diberikan secara tertulis atau lisan yang harus dihadiri oleh tergugat atau kuasa hukumnya. Jika tidak dihadiri oleh tergugat atau kuasa hukumnya meskipun ada mengirimkan surat jawaban tertulis, maka jawaban itu tidak akan diperhatikan dan dianggap tidak pernah ada, kecuali jika jawaban itu berisi eksepsi bahwa pengadilan tersebut tidak berwenang mengadili. Eksepsi adalah tangkasan atau sanggahan terhadap gugatan yang bukan mengenai pokok perkara, untuk menghadiri gugatan dengan meminta hakim menetapkan tidak menerima.46 7. Replik Penggugat

Setelah tergugat memberikan jawabannya, selanjut kesempatan pengugat untuk memberikan replik yang menanggapi jawaban tergugat sesuai dengan pendapatnya. Penggugat mungkin mempertahankan gugatan dan menambah keterangan untuk memperjelas dalil-dalil atau malah mengubah sikap dengan membenarkan jawaban bantahan tergugat.47

8. Duplik Tergugat

Setelah replik penggugat maka bagi tergugat dapat membalas dengan mengajukan duplik yang kemungkinan sikapnya sama seperti replik penggugat. Replik dan Duplik (Jawaban-menjawab) dapat terus menerus diulangi sampai didapati titik temu atau dianggap cukup oleh hakim.

46Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama,…, h. 19

9. Pembuktian

Pembuktian adalah suatu proses pengungkapan fakta-fakta yang menyatakan bahwa suatu peristiwa hukum benar sudah terjadi. Peristiwa hukum yang sudah terjadi itu dapat berupa perbuatan, kejadian, atau keadaan tertentu seperti yang diatur oleh hukum. Peristiwa hukum yang sudah terjadi tersebut menimbulkan suatu konsekuensi yuridis, yaitu suatu hubungan hukum yang menjadi dasar adanya hak dan kewajiban pihak-pihak. 48Alat bukti yang dapat dikemukakan di muka sidang terdiri dari: alat bukti surat, saksi ahli, pembukuan dan sumpah, pemeriksaan ditempat, saksi ahli, pembukuan dan pengetahuan hakim. Tiap-tiap alat bukti mempunyai kekuatan pembuktian tersendiri menurut hukum pembuktian. 10. Kesimpulan Para pihak

Setelah tahap pembuktian berakhir sebelum dibaca keputusan, para pihak diberi kesempatan untuk memberikan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan mereka terhadap hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung.

11. Musyawarah Majelis Hakim

Tujuan diadakan musyawarah adalah untuk menyamakan persepsi agar perkara yang diadili dapat dijatuhkan putusan yang seadil-adilnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Ketua majelis memimpin musyawarah dengan memberi kesempatan kepada hakim anggota mengemukakan pendapatnya, setiap hak yang sama dalam mengkonstatir, mengualifisir, dan mongonsitituir perkara.49

12. Putusan pengadilan

Pembacaan Putusan Hakim

Pengucapan putusan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum, setelah keputusan selesai terkonsep dengan rapi. Setelah pembacaan putusan, kepada para pihak

48

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012), h. 125

baik penggugat maupun tergugat dinyatakan sikap mereka apakah mereka menerima atau menolak putusan yang sudah dihasilkan, jika keduanya sama-sama menerima maka putusan akan langsung berkekuatan hukum.

Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa prosedur atau tata cara perceraian yang diatur dalam Undang-undang melalui proses persidangan yang cukup panjang serta diproses dengan teliti dan cermat, karena pengadilan dalam memutuskan sesuatu haruslah secara arif dan adil. Hal ini sesuai dengan prinsip Undang-undang perkawinan, yaitu untuk mempersulit terjadinya perceraian. Mempersulit dalam arti bukan untuk melarang tetapi dengan adanya prosedur yang panjang, akan menjadi pertimbangan bagi pasangan suami isteri yang akan melakukan perceraian, dan berusaha menyelesaikan kemelut rumah tangga mereka dengan cara yang lebih baik tanpa harus adanya perceraian. Dengan adanya aturan tersebut akan memperoleh kepastian hukum.

Dokumen terkait