• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA LUBUK SIKAPING DILIHAT DARI ASPEK PENDIDIKAN ( Studi Kasus Perceraian Tahun 2015) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA LUBUK SIKAPING DILIHAT DARI ASPEK PENDIDIKAN ( Studi Kasus Perceraian Tahun 2015) SKRIPSI"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

1

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H) Dalam jurusan Hukum Keluarga Islam

Fakultas Syariah

Oleh:

MASITOH

NIM. 1113.016

JURUSANHUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTASSYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BUKITTINGGI

1438 H / 2017M

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA LUBUK

SIKAPING DILIHAT DARI ASPEK PENDIDIKAN (Studi Kasus Perceraian Tahun 2015). Yang ditulis oleh Masitoh, NIM 1113.016. Maksud judul tersebut

adalah klasifikasi tingkat perceraian dilihat dari aspek pendidikan dan faktor penyebab perceraian di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping dilihat dari klasifikasi pendidikan para pihak pada tahun 2015.

Latar belakang penulis membahas permasalahan ini adalah bahwa di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping semenjak tahun 2015, banyak suami atau isteri mengajukan perceraian. Tercatat pada tahun 2013 sebanyak 150 kasus, tahun 2014, 203 kasus dan tahun 2015 ada 242 data kasus perceraian. Dari perceraian yang terjadi pertama penulis ingin mengetahui bagaimana klasifikasi tingkat perceraian dilihat dari aspek pendidikan, kedua apa faktor penyebab perceraian dilihat dari klasifikasi pendidikan para pihak.

Dalam melakukan pembahasan, penulis mengumpulkan bahan atau data melalui penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan/metode kuantitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat induktif, objektif dan ilmiah dimana data yang diperoleh berupa angka-angka atau pernyataan yang di nilai dan dianalisis dengan analisis statistik. Penelitian ini menggambarkan klasifikasi tingkat pendidikan yang melakukan perceraian dan faktor penyebab perceraian dilihat dari klasifikasi pendidikan para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping. Untuk mengumpulkan data, penulis melakukan wawancara yang ditujukan kepada wakil panitera di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping dan melihat beberapa dokumen mengenai perceraian.

Hasil yang penulis peroleh dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa klasifikasi tingkat perceraian dilihat dari aspek pendidikan pada cerai gugat maupun cerai thalaq yang dominan melakukan percerain adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 178 orang. Serta faktor penyebab perceraian yang dilihat dari klasifikasi pendidikan di Pengadilan Agama Lubuk sikaping pada tahun 2015 secara garis besar pada tingkat Sekolah Dasar (SD) yang menjadi penyebab perceraian yaitu pertengkaran/perselisihan, pada pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu tidak adanya tanggung tawab, Sekolah Menengah Atas dan Sarjana penyebabnya yaitu pertengkaran/perselisihan dan pihak ketiga. Namun faktor pertengkaran/perselisihan menjadi faktor dominan yang menjadi penyebab perceraian yang dilihat dari kalsifikasi pendidikan para pihak di Pengadilan Agama Lubuk sikaping pada tahun 2015. Dalam upaya meminimalisir kasus perceraian di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping, pihak pengadilan melakukan beberapa upaya yaitu upaya perdamaian antara kedua belah pihak.

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil „alamin, ungkapan syukur sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan hidayah, taufik dan inayah -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dan pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Kemudian shalawat beserta salam kita persembahkan bagi Habibullah junjungan umat Nabi Muhammad SAW, yang telah mengangkat derajat umat manusia dengan agama dan ilmu pengetahuan, seperti yang kita rasakan pada saat ini. Nikmat ilmu pengetahuan ini telah dibuktikan dengan telah selesainya skripsi penulis dengan judul “Perceraian Di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping Dilihat

Dari Aspek Pendidikan (Studi Kasus Perceraian Tahun 2015)”

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih teristimewa kepada Ayahanda Mukhlis dan Ibunda Elmi yang telah membesarkan, mengasuh, mendidik penulis semenjak kecil sampai sekarang, dan telah memberikan semangat yang sangat berarti bagi penulis baik secara moril dan materil sehingga penulis dapat mencapai cita-cita yang mulia ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Rektor IAIN beserta wakilnya, Bapak Dekan Fakultas Syari’ah dan Bapak Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah IAIN Bukittinggi.

(6)

2. Bapak Dr. Busyro, M.Ag dan Bapak Nofiardi M.Ag yang masing-masing selaku pembimbing I dan pembimbing II, yang telah memberikan arahan dan petunjuk, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Busyro, M.Ag selaku pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan Studi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan motivasi yang bermanfaat bagi penulis.

5. Pemimpin serta karyawan/ti perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan. 6. Bapak Fahmi Sabri, SH, Bapak Helmy Ahmad, SH, dan kak wati di Pengadilan

Agama Lubuk Sikaping yang penuh keikhlasan memberikan masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh sahabat penulis, keluarga besar Ahwal Al-Syakhshiyyah, sahabat-sahabat Bp. 2013 Ahwal al-Syakhshiyyah, yang telah memberikan semangat sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

Atas segala bantuan yang telah diberikan, penulis ucapkan terima kasih, semoga amalan dan jasa baik yang telah diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT. Amiin. Kepada Allah SWT jualah penulis bersembah sujud selaku hamba Allah SWT, kiranya Allah SWT selalu meridhoi segala apa yang kita lakukan. Amin.

(7)
(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan penelitian ... 6

D. Penjelasan Judul ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metodelogi Penelitian ... 9

G. Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II: PERCERAIAN DALAM ISLAM A. Pengertian Perceraian ... 13

B. Bentuk-bentuk Perceraian ... 14

C. Alasan Perceraian ... 20

D. Tata cara Perceraian ... 22

E. Hikmah Bolehnya Perceraian ... 33

BAB III: PENDIDIKAN DALAM ISLAM A. Pengertian Pendidikan ... 36

B. Tujuandan Fungsi Pendidikan ... 37

(9)

D. Perkembangan Pendidikan dalam Masyarakat ... 41 E. Hakikat Pendidikan ... 48 F. Klasifikasi Pendidikan ... 51

BAB IV: KLASIFIKASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA LUBUK SIKAPING

A. Monografi Pengadilan Agama Lubuk Sikaping ... 56 B. Klasifikasi Tingkat Perceraian dilihat dari Aspek Pendidikan ... 65 C. Faktor-Faktor Penyebab Perceraian di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping

dilihat dari Klasifikasi Pendidikan Para Pihak Tahun 2015 ... 68 D. Analisis Penulis Tentang Perceraian di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping

dilihat dari Aspek Pendidikan ... 74

BABV : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 78 B. Saran-Saran ... 80

DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Fikih menggunakan dua istilah untuk menyebut perkawinan yaitu nikah dan zawaj. Kata nikah adalah zawaj yang berarti pasangan. Dengan demikian nikah dapat diartikan sebagai lembaga perkawinan untuk membentuk keluarga dengan lawan jenis, bersuami atau isteri, melakukan hubungan kelamin yang sudah terikat dalam suatu akad.1

Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang menganjurkan umat Islam untuk menikah yaitu surat An-Nur ayat 32 yang berbunyi:





Artinya: “Dan kawinkanlah orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas

(pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”2

Surat Ar-Ruum ayat 21 yang berbunyi:





Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

Dalam suatu perkawinan banyak terjadi ketidak rukunan antara suami isteri yang bisa mengakibatkan “perceraian” yang bersumber dari tidak terlaksananya hak dan

1

Shafra, Fikih Munakahat 1, (Bukittinggi: STAIN Bukittinggi Press, 2006), h. 1

2Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur'an, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Bandung:

(11)

kewajiban sebagai suami isteri. Sehingga perkawinan yang didambakan tidak tercapai dan berakhir dengan perceraian. Dapat dikatakan bahwa perceraian itu merupakan jalan keluar bagi suami isteri dalam menyelesaikan permasalahan yang sudah pelik. Hal ini sesuai dengan yang digariskan agama Islam bahwa perceraian itu dibenarkan dan diperboleh apabila hal itu lebih baik dari pada tetap dalam ikatan perkawinan tetapi kebahagiaannya tidak tercapai dan selalu dalam penderitaan.3

Secara harfiah, perceraian (talak) adalah pemutusan terhadap ikatan pernikahan secara agama dan hukum. Sedangkan berdasarkan istilah syara’ ialah melepaskan ikatan pernikahan atau perkawinan dengan kalimat atau lafaz yang menunjukkan talak atau perceraian. Perceraian merupakan hak kedua yang diberikan kepada laki-laki yang mana ia dapat menceraikan isteri yang tidak cocok untuk hidup bersama dengannya. Ia mendapat hak-hak perkawinan dengan mengeluarkan uangnya, maka ialah yang diberi kekuasaan untuk melepaskan hak-hak tersebut.4

Dalam Pasal 39 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 memuat ketentuan imperatif bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Sehubungan dengan pasal ini, Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati menjelaskan bahwa walaupun perceraian adalah urusan pribadi, baik itu atas kehendak satu di antara dua pihak yang seharusnya tidak perlu campur tangan pihak ketiga, tetapi demi menghindari tindakan sewenang-wenang, terutama dari pihak suami (karena pada umumnya pihak yang superior dalam keluarga adalah suami) dan juga untuk kepastian hukum, maka perceraian harus melalui lembaga peradilan.5

3

Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati, Hukum Perkawinan Indonesia, (PT. Rambang Palembang, 2006), h. 105

4Abul A’ala Maududi dan Fazl Ahmed, Pedoman Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Darul Ulum

Press, 1983), h. 32

(12)

Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati menjelaskan dengan adanya ketentuan yang menyatakan bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang peradilan, maka ketentuan ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia, termasuk juga bagi mereka yang beragama Islam. Walaupun pada dasarnya hukum Islam tidak mengharuskan perceraian dilakukan di depan sidang pengadilan, namun ketentuan ini lebih banyak mendatangkan kebaikan bagi kedua belah pihak pada khususnya seluruh warga negara, termasuk warga negara yang beragama Islam wajib mengikuti ketentuan ini. Selain itu, sesuai dengan asas dalam hukum positif Indonesia yang menyatakan bahwa peraturan itu berlaku bagi seluruh warga negara, kecuali peraturan menentukan lain.6

Perceraian menurut hukum Islam yang telah dipositifkan dalam Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, mencakup antara lain sebagai berikut:

1. Perceraian dalam pengertian cerai talak, yaitu perceraian yang diajukan permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak saat perceraian itu dinyatakan (diikrarkan di depan sidang Pengadilan Agama) (vide Pasal 14 sampai dengan Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975).

2. Perceraian dalam pengertian cerai gugat, yaitu perceraian yang diajukan gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif isteri kepada Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (vide Pasal 20 sampai dengan Pasal 36).

Perkembangan pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir manusia. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan

(13)

pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya, hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan oleh instingnya. Sedangkan manusia, hidup menggunakan akal pikiran yang dimilikinya dalam setiap berperilaku. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia secara manusiawi, yang harus disesuaikan situasi dan kondisi dan perkembangan zaman.7

Dalam bahasa Arab kata pendidikan biasanya diwakili oleh kata tarbiyah, ta‟lim, tadris, tadzkiyah yang secara keseluruhan menghimpun kegiatan yang terdapat dalam pendidikan yang membina, memelihara, mengajarkan, menyucikan jiwa dan mengingatkan manusia terhadap hal-hal yang baik.8

Pendidikan adalah proses sengaja untuk meneruskan atau mentransmisi budaya orang dewasa kepada generasi yang lebih muda. Proses ini mengandung suatu tindakan asasi yaitu pemilihan atau seleksi keterampilan, fakta, nilai, dan sikap yang paling berharga dan paling penting dari kebudayaan untuk diajarkan kepada generasi yang lebih muda itu, pemilihan dan pengambilan keputusan itu merupakan tindakan yang sengaja.9 Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan, pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda.

Kelakuan manusia pada hakikatnya hampir seluruhnya bersifat sosial, yakni dipelajari dalam interaksi dengan manusia lainnya. Hampir segala sesuatu yang dipelajari merupakan hasil hubungan dengan orang lain di rumah, sekolah, tempat bermain, pekerjaan, dan sebagainya.10 Manusia sejak lahir ke dunia sudah mendapatkan

7Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), h. 55

8Abuddin Nata, Menajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia,

(Jakarta Timur: Prenada Media, 2003), h. 9

9Daryanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), cet.ke-2, h. 6

(14)

pendidikan hingga ia masuk ke bangku sekolah. Kata pendidikan sudah tidak asing lagi ditelinga, karena semua manusia yang hidup pasti membutuhkan pendidikan, agar tujuan hidupnya tercapai dan dapat menghilangkan kebodohan.

Dalam praktek di lapangan salah satu penyebab perceraian di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping pada tahun 2015 adalah tingkat pendidikan bagi pasangan suami isteri tersebut, yang menyebabkan pola pikir di antara pasangan suami isteri menjadi berbeda. Sehingga menyebabkan kedua pasangan tersebut berlain pikiran dan sering terjadi salah paham di antara mereka, akibat dari kesalah pahaman tersebut pasangan itu tidak bisa menyelesaikan masalahnya berdua sehingga pasangan itu memutuskan mengambil jalan untuk bercerai.11

Perceraian banyak terjadi di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping semenjak tahun 2015, kasus perceraian tersebut berjumlah 242 yang mana di antara penyebab perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping sebagian pendidikan mereka masih rendah, kebanyakan pendidikan bagi pasangan yang bercerai rata-rata berpendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan juga pendidikan mereka yang tinggi tetapi pola pikir mereka terhadap pengetahuan tentang pernikahan masih minim.12 Salah satu penyebabnya adalah keegoisan.13

Fenomena banyaknya perceraian di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping pada tahun 2015 secara akademis menarik untuk dicermati diantaranya dari sisi pendidikan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahasnya lebih dalam, dalam bentuk penelitian berupa skripsi dengan Judul sebagai berikut: “PERCERAIAN DI PENGADILAN

11Helmi Ahmad, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama, Lubuk Sikaping: Senin, 20 Maret

2017

12Helmi Ahmad, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama, Lubuk Sikaping: Senin, 20 Maret

2017

13Helmi Ahmad, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama, Lubuk Sikaping: Senin, 20 Maret

(15)

AGAMA LUBUK SIKAPING DILIHAT DARI ASPEK PENDIDIKAN (STUDI KASUS PERCERAIAN TAHUN 2015).”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana klasifikasi tingkat perceraian dilihat dari aspek pendidikan dari pihak-pihak yang berperkara pada tahun 2015 di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping? 2. Apa faktor-faktor penyebab perceraian di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping dilihat

dari klasifikasi pendidikan para pihak tahun 2015?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun yang ingin penulis dapatkan dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi tingkat perceraian dilihat dari aspek pendidikan dari pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping. b. Untuk mengetahui apa faktor-faktor penyebab perceraian yang dilihat dari klasifikasi

pendidikan para pihak.

2. Kegunaan Penelitian

a. Penelitian ini bertujuan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Islam jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

b. Sebagai tambahan ilmu bagi penulis dalam memahami tingkat pendidikan yang banyak melakukan penceraian dan faktor penyebab perceraian dilihat dari klasifikasi pendidikan di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping.

c. Dapat memberikan sumbangan pemikiran atau pun bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait terhadap perceraian.

(16)

D. Penjelasan Judul

Untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami permasalahan yang akan diteliti, maka penulis memberi penjelasan tentang istilah dalam judul skripsi ini:

Perceraian : Putusnya hubungan antara suami isteri dalam sebuah perkawinan.14

Pengadilan Agama : Artinya tempat untuk menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan sadaqah berdasarkan hukum Islam.15 Pengadilan Agama yang penulis maksud adalah Pengadilan Agama Lubuk Sikaping.

Aspek : Pumunculan atau penginterprestasian gagasan, masalah, situasi, dan sebagainya sebagai pertimbangan yang dilihat dari sudut pandang tertentu.16

Pendidikan : Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.17 Yang penulis maksud dengan pendidikan di sini adalah proses pengubahan sikap dan tata cara seseorang dalam usaha mendewasakan diri.

14

Abu Luis Al-Ma’lufi, Al-Munjid Fi Lughah, (Beirut: Al-Katsulikiyat, 1954), h. 488

15Tim Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Peradilan Agama, (UU No. 7 Tahun 1989),

(Jakarta: Sinar Grafika, 1990), h. 44

16

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 42

(17)

Jadi, maksud penulis meneliti dari judul di atas adalah bagaimana klasifikasi pendidikan orang yang melakukan perceraian dan faktor penyebab perceraian dilihat dari klasifikasi pendidikan para pihak di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang dilakukan tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.

Topik utama yang dijadikan objek penelitian oleh penulis dalam karya tulis ilmiah ini adalah perceraian di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping dilihat dari aspek pendidikan (studi kasus perceraian tahun 2015). Setelah melakukan penelusuran terhadap literatur atau karya-karya ilmiah berupa skripsi yang membahas mengenai perceraian, kajian tentang perceraian bukanlah tulisan yang pertama kali dibuat, namun para alumnus sebelumnya juga pernah mengangkat kasus yang berhubungan dengan perceraian.

Di antaranya adalah Pertama, yang dibahas oleh Susi Susanti (1109.036), dengan judul: “Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan Agama Payakumbuh Tahun 2012”. Dalam karya ilmiah ini membahas tentang faktor penyebab tingginya angka cerai gugat pada tahun 2012 dalam hasil penelitiannya dijelaskan bahwa penyebab tingginya angka cerai gugat di Pengadilan Agama Payakumbuh yang terjadi pada tahun 2012 secara garis besar adalah tidak adanya tanggung jawab dan tidak adanya keharmonisan dalam keluarga, di samping itu gangguan dari pihak ketiga juga memberi pengaruh yang besar terhadap terjadinya cerai gugat di Pengadilan Agama Payakumbuh.18

18Susi Susanti, Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan Agama Payakumbuh Tahun 2012, (Skripsi

(18)

Kedua, Norlela (1110.053), dengan judul: “Analisis Faktor Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan Agama Bukittinggi Tahun 2013”. Masalah yang diangkat dalam karya ilmiah ini adalah faktor apa saja yang menyebabkan cerai gugat pada tahun 2013. Dalam hasil penelitiannya dijelaskan bahwa faktor-faktor penyebab cerai gugat di antaranya tidak adanya tanggung jawab, tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga, gangguan pihak ketiga, poligami tidak sehat, kawin di bawah umur, ekonomi, kawin paksa, cemburu, cacat biologis, kekejaman mental, penganiayaan berat, dan krisis moral.19

Perbedaan antara kedua karya ilmiah diatas dengan skripsi ini nampak jelas, masing-masing karya ilmiah membahas mengenai faktor penyebab tingginya angka cerai gugat. Sedangkan skripsi yang penulis buat adalah tentang klasifikasi tingkat perceraian dilihat dari aspek pendidikan serta faktor-faktor penyebab perceraian dilihat dari klasifikasi pendidikan para pihak.

F. Metode Penelitian

Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis, sedangkan metodologi ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode.

Metode penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metode-metode penelitian, ilmu tentang alat-alat yang digunakan untuk penelitian.20

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan/metode kuantitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat induktif, objektif dan ilmiah dimana data yang diperoleh berupa angka-angka atau pernyataan yang di nilai dan dianalisis dengan analisis statistik.

19

Norlela, Analisis Faktor Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan Agama Bukittinggi Tahun 2013, (Skripsi Sarjana S1 IAIN Bukittinggi: 2015), h. 78

(19)

2. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data dalam permasalahan yang dikaji, dalam pelaksanaan penelitian ini nantinya akan dilakukan pada Pengadilan Agama Lubuk Sikaping. Alasan melakukan penelitian ini ialah untuk mengetahui tentang perceraian di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping dilihat dari aspek pendidikan pada tahun 2015.

3. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah: a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber aslinya, data perceraian yang masuk tahun 2015 sebanyak 242, dalam hal ini penulis memperoleh data dari: Panitera Hukum, Wakil Panitera Pengadilan Agama Lubuk Sikaping.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh di luar dari objek yang diteliti yaitu dokumen (arsip, berkas perkara peceraian yang masuk pada Pengadilan Agama Lubuk Sikaping pada tahun 2015) dan buku-buku pendukung yang berkaitan dengan masalah perceraian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis mengumpulan data dengan dua cara yaitu:

a. Studi Dokumen

Untuk lebih menyempurnakan penelitian ini, penulis juga melakukan telaah dokumen melalui teknik pengumpulan data dokumentasi, yaitu dengan cara memperoleh data, dengan membaca dan mempelajari dokumen yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan, antara lain catatan, buku dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung. Kaitannya dengan penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dan

(20)

dokumen tentang perkara perceraian yang masuk pada Pengadilan Agama Lubuk Sikaping pada tahun 2015.

b. Wawancara

Yaitu suatu bentuk komunikasi atau percakapan antara dua orang atau lebih guna memperoleh informasi, yakni dengan cara bertanya langsung kepada subjek atau informan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan guna mencapai tujuannya dan memperoleh data yang akan dijadikan sebagai bahan laporan penelitian.21 Dalam hal ini wawancara penulis ajukan kepada wakil panitera Pengadilan Agama Lubuk Sikaping.

5. Teknik Pengolahan Data.

Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, maka teknik pengolahan data yang penulis lakukan yaitu:

a. Editing, yaitu kegiatan memeriksa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data tersebut dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya atau tidak. b. Organizing, yaitu kegiatan mengatur dan menyusun bagian-bagian sehingga seluruhnya

menjadi satu kesatuan yang teratur.22 Kegiatan ini dilakukan untuk menyusun data dengan sistematis untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang perceraian di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping.

6. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode induktif, yaitu penganalisaan yang bersifat khusus, kemudian diarahkan pada yang bersifat umum. Adapun langkah-langkah yang digunakan sebagai berikut:

1. Reduksi data

Data yang terkumpul dari wawancara dirangkum, disederhanakan, dan dipilah-pilah hal yang cocok sesuai dengan penelitian.

21Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), h. 208

(21)

2. Penyajian data

Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3. Penarikan kesimpulan

Pada penelitian ini, penarikan kesimpulan dilakukan terus menerus sepanjang proses penelitian dilakukan sampai peneliti mendapatkan data yang diinginkan sehingga peneliti dapat mengambil kesimpulan akhir yang didukung oleh bukti yang valid dan konsisten.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan jelas tentang judul penelitian, maka penulis membuat sistematika penulisan skripsi ini tersusun menjadi 5 (Lima) bab yang terdiri dari:

BAB I: Pendahuluan. Yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penjelasan judul, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika pembahasan.

BAB II: Perceraian dalam Islam. Yang berisi pengertian perceraian, bentuk-bentuk perceraian, alasan perceraian, tata cara perceraian, hikmah bolehnya perceraian.

BAB III: Pendidikan dalam Islam. Yang berisi pengertian pendidikan,tujuan dan fungsi pendidikan, sejarah pendidikan Indonesia, perkembangan pendidikan dalam masyarakat, hakikat pendidikan, klasifikasi pendidikan.

BAB IV: Klasifikasi perceraian di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping yang berisi monografi Pengadilan Agama Lubuk Sikaping, klasifikasi tingkat perceraian dilihat dari aspek pendidikan, faktor-faktor penyebab perceraian di Pengadilan Agama Lubuk Sikaping dilihat dari klasifikasi pendidikan para pihak tahun 2015.

BAB V: PENUTUP. Yang berisikan kesimpulan terhadap pembatasan atas bab-bab sebelumnya yang telah diteliti dan dianalisa, maka bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.

(22)

BAB II

PERCERAIAN DALAM ISLAM

Langgengnya kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat diinginkan oleh Islam. Akad nikah diadakan adalah untuk selamanya dan seterusnya hingga meninggal dunia, agar suami isteri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga yang baik, menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya, hidup dalam pertumbuhan yang baik. Karena itu, maka dikatakan bahwa ikatan antara suami isteri adalah ikatan paling suci dan paling kokoh. Namun kehidupan rumah tangga tidak selalu aman dan damai antara suami dan isteri, suatu saat akan terjadi juga pertengkaran di antara keduanya, yang kadang-kadang tidak dapat didamaikan lagi, apabila pertengkaran antara mereka tidak dapat didamaikan lagi maka pintu darurat yang terpaksa ditempuh adalah perceraian.

Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena beberapa hal yaitu karena terjadinya thalaq yang dijatuhkan suami terhadap isterinya, atau karena Fasakh, atau juga karena sebab-sebab lain. Untuk lebih jelasnya maka pada bab II ini penulis akan mengemukakan tentang pengertian perceraian, bentuk-bentuk perceraian, alasan perceraian, tata cara perceraian, hikmah bolehnya perceraian.

A. Pengertian Perceraian

Perceraian berasal dari kata cerai yang berarti pisah atau putus hubungan suami isteri, dalam istilah hukum Islam perceraian disebut dengan thalaq yang berarti perceraian.23 Perceraian adalah pembubaran perkawinan atas tuntutan salah satu pihak di antara suami isteri berdasarkan alasan-alasan yang dibenarkan oleh Undang-undang

(23)

yang harus dilakukan di hadapan sidang pengadilan.24 Perceraian tersebut merupakan salah satu yang menyebabkan putusnya ikatan perkawinan antara suami dan isteri, di samping banyak sebab lain yang menyebabkannya.

Sedangkan perceraian menurut Pasal 38 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 adalah “putusnya perkawinan”. Adapun yang dimaksud perkawinan adalah menurut Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 adalah “ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

B. Bentuk-bentuk Perceraian

Perceraian menurut hukum Islam pada dasarnya terbagi kepada dua, yaitu perceraian karena kematian dan perceraian sewaktu hidup. Bentuk-bentuk perceraian yang mengakibatkan putusnya perkawinan yang diatur dalam hukum Islam, yang dapat menjadi alasan-alasan hukum perceraiannya dan bermuara pada cerai talak dan cerai gugat yang telah diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975, dapat dijelaskan sebagai berikut:25

1. Thalaq

Thalaq adalah melepaskan ikatan perkawinan antara suami isteri dengan kata-kata tertentu yang dapat memutuskan perkawinan ketika itu atau pada masa yang akan datang.26

Dalam hukum Islam hak thalaq ini hanya diberikan kepada suami (laki-laki) dengan pertimbangan, bahwa pada umumnya suami lebih mengutamakan pemikiran dalam mempertimbangkan sesuatu dari pada isteri (wanita) yang biasanya bertindak

24Kamal Mukhtar, Azas-Azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),

h. 156

25Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 117

(24)

atas dasar emosi.27 Islam membolehkan seorang suami menjatuhkan thalaq pada isterinya apabila hubungan mereka sudah tidak dapat diperbaiki lagi, walaupun demikian suami tidak boleh semena-mena dalam menjatuhkan thalaq tersebut. Islam telah mengatur mengenai tata cara menjatuhkan thalaq, sebagaimana firmah allah:















Artinya: “ Thalaq itu dua kali, maka jika kamu mau rujuk, peganglah dengan baik, dan tika kamu lepaskan, lepaskan dengan baik…(QS. 2: 229)

Ayat di atas menerangkan bahwa thalaq dalam Islam yang dibolehkan suami rujuk kembali hanya dua kali, kondisi demikian jika ia ingin rujuk maka dibolehkan selama masih dalam iddah dan tanpa akad nikah yang baru.

Setelah suami rujuk untuk kedua kalinya kemudian menthalaq untuk yang ketiga kalinya, maka Islam tidak membolehkan untuk rujuk lagi walau keduanya sama-sama mau, kecuali wanita tersebut sudah melakukan perkawinan dengan laki-laki lain.

Dari keterangan di atas jelaslah bahwa thalaq yang boleh rujuk dalam Islam hanya dua kali maka tidak ada rujuk lagi baginya. Walaupun begitu Islam masih memberikan kesempatan kepada mereka untuk hidup bersama dengan akad nikah yang baru setelah wanita tersebut kawin terlebih dahulu dengan laki-laki lain secara sah dan sudah terjadi hubungan antara suami isteri.

2. Syiqaq (Perselisihan)

Konflik antara suami isteri itu ada beberapa sebab dan macamnya. Sebelum konflik membuat suami menjatuhkan keputusan berpisah yang berupa thalaq, maka konflik-konflik tersebut antara lain adalah syiqaq. Menurut Muhammad Thalib cara menyelesaian syiqaq yang bersandar pada firman Allah yaitu Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 35:

(25)















































Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah

seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga

perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”

Maksud ayat di atas adalah jika terjadi perpecahan antara mereka, maka suami isteri dan kaum kerabat wajib mengutus dua orang hakam (penengah) yang bermaksud memperbaiki hubungan antara mereka. Jika maksud dan tekat itu benar, dengan karunia dan kemurahan-Nya Allah akan mempersatukan mereka kembali.

Soemiyati menjelaskan bahwa syiqaq itu berarti perselisihan atau menurut fiqih berarti perselisihan suami isteri yang diselesaikan oleh dua orang hakam, satu orang dari pihak suami dan satu orang dari pihak isteri. Pengangkatan hakam kalau terjadi syiqaq ini merujuk pada Al- Qur’an surah An-Nisa ayat 35.28

Dengan demikian jalan yang paling baik untuk menyelesaikan konflik antara suami dan isteri adalah musyawarah oleh keluarga besarnya, karena merekalah yang paling berkepentingan terhadap kebaikan seluruh keluarga besar. Jika jalan terang ini tidak dilalui, maka dapat mengakibatkan kerusakan, permusuhan dan kebencian yang melanda banyak rumah tangga lalu menghancurkan akhlak dan adab, serta keharmonisan keluarga, kerabat dan masyarakat itu sendiri.

3. Khulu‟

Khulu‟ terdiri dari lafaz Kha-la-„a secara etimologi berarti menanggalkan atau membuka pakaian.29 Karena perempuan sebagai pakaian laki-laki dan laki-laki juga sebagai

28Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian,…, h. 129

(26)

pakaian perempuan.30 Khulu’ ialah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan atau iwadh kepada dan atas persetujuan suaminya.

Firman Allah surat Al-Baqarah ayat 187:

….











….

Artinya: “Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka”

Khulu‟ itu merupakan satu bentuk dari putusnya perkawinan, namun berbeda dari bentuk lain dari putusnya perkawinan itu, khulu‟ dinamakan juga dengan tebusan, karena isteri menebus dirinya dari suaminya dengan mengembalikan apa yang diterimanya.

Bila seorang isteri melihat pada suaminya sesuatu yang tidak diridhai Allah untuk melanjutkan hubungan perkawinan, sedangkan si suami tidak merasa perlu untuk menceraikannya, maka isteri dapat meminta perceraian dari suaminya dengan cara ganti rugi yang diberikan kepada suaminya. Bila suami menerima dan menceraikan isterinya atas dasar uang ganti rugi itu, maka putuslah perkawinan antara keduanya.31

4. Fasakh

Secara etimologi fasakh adalah membatalkan. Apabila dihubungkan dengan perkawinan fasakh berarti membatalkan perkawinan atau merusak perkawinan. Kemudian secara terminologi fasakh bermakna pembatalan ikatan pernikahan oleh Pengadilan Agama berdasarkan tuntutan isteri atau suami yang dapat dibenarkan Pengadilan Agama atau karena pernikahan yang telah terlanjur menyalahi hukum pernikahan.32

30

Slamet Abidin, Aminuddin, Fikih Munakahat II,…, h. 86

31Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 231

(27)

Alasan terjadinya fasakh secara umum dibedakan menjadi dua macam yaitu: a. Perkawinan yang telah berlangsung ternyata tidak memenuhi persyaratan yang

ditentukan, baik mengenai rukun maupun syarat. Dapat juga terjadi karena keadaan bahwa pada perkawinan tersebut terdapat halangan yang tidak dibenarkan terjadinya perkawinan.

b. Fasakh terjadi karena pada diri suami atau isteri terdapat sesuatu yang menyebabkan perkawinan tidak mungkin dilanjutkan, karena kalau dilanjutkan akan menyebabkan kerusakan pada keduanya.

Tata cara pelaksanaan fasakh terbagi kepada dua: a. Fasakh dengan putusan pengadilan

Jika kondisi penyebab fasakh masih samar-samar, maka perlulah kepada pengadilan, dan bergantung pada putusan tersebut. Seperti fasakh karena isteri musyrik tidak mau masuk Islam, sedang suaminya telah masuk Islam. Fasakh dengan putusan pengadilan ini adalah wewenang hakim dalam memutuskannya, oleh karena itu pihak penggugat harus mempunyai bukti atau dalil yang kuat.

b. Fasakh dengan kemauan sendiri

Apabila penyebab fasakh jelas seperti terbukti bahwa mereka adalah saudara persusuan, maka suami isteri tersebut wajib memfasakh perkawinan tanpa putusan Pengadilan Agama.

Jadi hikmah dari fasakh dalam hukum Islam memberikan kemaslahatan kepada umat manusia yang telah dan sedang menempuh hidup berumah tangga dan dalam masa perkawinan ditemukan hal-hal yang tidak memungkinkan keduanya mencapai tujuan perkawinan, yakni sakinah, mawadah, warahmah, atau dalam masa perkawinan itu ternyata

(28)

ditemukan bahwa keduanya semestinya tidak mungkin melakukan perkawinan, namun kenyataan telah terjadi.

5. Ila‟

Ila’ menurut bahasa berasal dari kata aala, yu‟lii, dan iilaa (bersumpah).33 Jadi

ila’ adalah seorang laki-laki yang bersumpah untuk tidak menyentuh isterinya secara mutlak atau lebih dari empat bulan. Hal ini dimaksudkan untuk menyakiti isteri, menyakiti kehormatan isteri, dan merendahkan keperempuanannya. Lebih dari itu ia berpisah tempat tidur, menaruh kebencian, dan tidak memberi hak-haknya sesuai yang disyariatkan.34

Apabila seorang suami tidak menjalin kembali hubungan perkawinan dalam tempo (4) bulan, maka isterinya itu harus diceraikan, sebagaimana dalam surat Al - Baqarah ayat 226:





























Artinya: “Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Bagi suami yang meng ila‟ isterinya lalu diwajibkan menjauhinya selama empat bulan itu menimbulkan kerinduan terhadap isterinya, lalu menyesali sikap yang sudah lalu, dan memperbaiki diri. Dalam hal ini jika suami berbaik kepada isterinya diwajibkan membayar kaffarah sumpah karena telah mempergunakan nama Allah untuk keperluan dirinya. Kaffarah itu berupa:

1. Menjamu/menjamin makan 10 orang miskin. 2. Memberi pakaian kepada 10 orang miskin. 3. Memerdekakan budak.

33Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian,…, h. 149

(29)

6. Zhihar

Zhihar menurut bahasa Arab terambil dari kata Zhahrun yang bermakna punggung. Dalam kaitannya dengan hubungan isteri zhihar adalah seorang laki-laki yang mengharamkan isterinya bagi dirinya dengan menyerupakan keharamannya seperti ibunya, saudara perempuannya, atau salah satu mahramnya. Kemudian tidak diikuti thalaq.35 Seperti ucapan suami kepada isterinya: “Engkau bagiku adalah seperti punggung ibuku”. Ulama sepakat bahwa kewajiban kafarat zhihar harus berurutan seperti yang tertera dalam kitab Allah, yaitu membebaskan budak, barang siapa tidak menemukan budak maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Barang siapa tidak mampu berpuasa maka ia memberi makan 60 orang miskin satu mud untuk setiap orang miskin. Mud adalah sebanyak raupan dua telapak tangan orang dewasa.36

C. Alasan Perceraian

Suatu perceraian atau talak dapat terjadi manakala terdapat alasan yang menyebabkan lafaz talak boleh diucapkan oleh suami terhadap isterinya sehingga ikatan perkawinan di antara mereka terputus. Berkenaan dengan alasan atau sebab -sebab bolehnya dilakukan perceraian atau talak, telah dijelaskan di dalam nash (al-Qur‟an dan Sunnah). Di antara pemicu terjadinya perceraian menurut nash yaitu: 1. Terjadinya Nusyuz

Nusyuz yaitu salah satu pasangan mendurhakai pasangannya. Nusyuz ada pada pihak isteri ataupun dari pihak suami. Perceraian dapat dilakukan apabila yang berbuat nusyuz tidak bisa dinasehati dan dididik lagi. Di dalam al- Qur’an telah diberikan petunjuk yang dapat dilakukan sebelum terjadinya perceraian tersebut, seperti dalam surat An-Nisa’ ayat 34:

35Ali Yusuf As- Subekti, Fiqh Keluarga,…, h. 360

(30)









































Artinya: “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkan diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An-Nisa’ 34)

Berdasarkan ayat di atas, apabila nusyuz terjadi pada pihak isteri, maka dapat ditempuh penanggulangannya sebagai berikut:

a. Memberikan nasehat kepada isteri berdasarkan hak-haknya.

b. Apabila usaha pertama berupa nasehat tidak berhasil, langkah kedua adalah memisahkan tempat tidur isteri dari tempat tidur suami. Cara ini dimaksudkan agar dalam kesendirian tidurnya itu, ia memikirkan untung dan ruginya dengan segala akibat dari tindakanya itu.

c. Apabila langkah kedua juga tidak berhasil, maka dibolehkan memukul isteri secara wajar (pukulan yang tidak melukai).37

2. Terjadinya Siqaq

Siqaq adalah perselisihan atau percekokan antara suami dan isteri yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh keduanya.

Dalam hal ini Al-qur’an memberi petunjuk dalam dalam surat An-Nisa ayat 35:















































Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”

(31)

Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bila terjadi persengketaan antara suami isteri maka diselesaikan dengan mengangkatkan hakam dari pihak suami dan dari pihak isteri. Apabila siqaq tidak berhasil didamaikan oleh hakam, maka suami isteri dapat diceraikan hakim, dengan jalan khulu‟ yang dapat digunakan isteri sebagai jalan akhir.

Setelah Penulis mengemukakan penyebab pemicu terjadinya perceraian dalam hukum Islam, maka penulis akan memaparkan tentang penyebab perceraian menurut Undang-undang.

Dalam hukum positif Indonesia Pasal 38 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa ada tiga macam penyebab putusnya perkawinan yaitu:

a. Karena kematian salah satu pihak.38

b. Karena perceraian atas tuntutan salah satu pihak. c. Karena putusan Hakim.39

D. Tata Cara Perceraian

Dalam syariah ada dibentangkan suatu prosedur sebelum terjadinya perceraian, seperti usaha mendamaikan kembali bila mana memungkinkan. Tetapi kalau semua upaya untuk merukunkan kembali dan membentuk hubungan yang baik di antara kedua pasangan hidup itu gagal, dan kedua suami isteri itu menganggap tidak mungkin untuk hidup bersama lebih lama lagi, maka tidak ada yang memaksa mereka agar tetap bersama.

Mereka boleh berpisah dengan baik dan masing-masing mereka boleh mencari pasangan lagi yang cocok dengan membina suatu hubungan perkawinan yang baru. Maka perceraian bisa dilakukan di depan sidang pengadilan. Adapun tata cara atau prosedurnya dapat dibedakan ke dalam dua (2) macam yaitu:

38

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 119

39M. Sudikno Mertokusumo, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),

(32)

1. Cerai Thalaq (Permohonan)

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama menyatakan:

“Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar thalaq”.

Dalam rumusan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dijelaskan beserta Pengadilan tempat permohonan itu diajukan:

“Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasan serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu”.40

Kutipan di atas menyebutkan bahwa Pengadilan tempat mengajukan permohonan adalah yang mewilayahi tempat tinggal pemohon. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama mengubah atau memperbaharuinya tempat mengajukan permohonan adalah ke pengadilan yang mewilayahi tempat kediaman termohon, atau dalam bahasa kompilasi tempat tinggal isteri. Selengkapnya, masalah tempat pengadilan permohonan itu diajukan, Pasal 66 ayat (2), (3), (4), (5) Undang-Undang Peradilan Agama menjelaskan:

Ayat (2) : Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon, kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon.

Ayat (3): Dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon.

Ayat (4): Dalam hal pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

(33)

Ayat (5): Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri, dan harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan.

Di dalam ayat (5) di atas memberi peluang diajukannya komulasi objektif atau gabungan tuntutan. Ini dimaksudkan agar dalam mencari keadilan melalui pengadilan dapat menghemat waktu, biaya dan sekaligus tuntas semua.41

Pasal 67 Undang-Undang Peradilan Agama menyatakan:

Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 di atas memuat:

a. Nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami, isteri, dan temohon yaitu isteri.

b. Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai thalaq.

Selanjutnya adalah pemeriksaan oleh Pengadilan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama menyebutkan:

a. Pemeriksaan permohonan cerai thalaq dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai thalaq didaftarkan di kepanitaraan.

b. Pemeriksaan permohonan cerai thalaq di lakukan dalam sidang tertutup.

Dalam rumusan Pasal 15 Peraturan Pemerintah No 9 tahun 1975 dinyatakan: “Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dalam Pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari memanggil pengirim surat dan isterinya untuk meminta penjelasan tentang sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian.”

Usaha mendamaikan kedua belah pihak selain ditempuh sebelum persidangan dimulai, setiap kali persidangan tidak tertutup kemungkinan mendamaikan mereka. Pasal 28 ayat (3) dan (4) menjelaskan:

“Pengadilan Agama setelah mendapat penjelasan tentang maksud thalaq itu, berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan dapat meminta bantuan kepada

(34)

badan penasehat perkawinan dan penyelesaian perceraian (BP4) setempat agar kepada suami isteri dinasehati untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. “Pengadilan setelah melihat hasil BP4 bahwa kedua belah pihak tidak mungkin didamaikan, dan berpendapat adanya alasan untuk thalaq maka diadakan sidang untuk menyelesaikan thalaq dimaksud”.

Langkah berikutnya, diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama:42

1. Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian maka pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.

2. Terhadap penetapan bagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), isteri dapat mengajukan banding.

3. Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar thalaq, dengan memanggil suami dan isteri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.

4. Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar thalaq yang dihadiri oleh isteri atau kuasanya. 5. Jika isteri telah mendapat panggilan secara sah dan patut, tetapi tidak datang

menghadap sendiri atau mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar thalaq tanpa hadirnya isteri atau wakilnya.

6. Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar thalaq tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.

(35)

Selanjutnya diatur dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975: “Sesaat setelah dilakukan sidang Pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 16, ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan kepada pegawai pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.”

Isi Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tersebut kemudian dirinci dalam Pasal 131 ayat (5) Kompilasi Hukum Islam:

“Setelah sidang penyaksian ikrar thalaq, Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya thalaq rangkap empat yang merupakan bukti bagi bekas suami dan isteri”.

“Helai pertama beserta surat ikrar thalaq dikirimkan kepada pegawai pencatat nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isteri, dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama.”

Selanjutnya dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Nomor 7 tahun 1989 menjelaskan:

1. Panitera mencatat segala hal ikhwal yang terjadi dalam sidang ikrar thalaq.

2. Hakim membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa perkawinan putus sejak ikrar thalaq diucapkan dan penetapan tersebut tidak dapat dimintakan banding atau kasasi. 2. Cerai Gugat

Dalam hukum positif Indonesia yang dimaksud dengan cerai gugat adalah perceraian yang diajukan oleh isteri atau kuasa hukumnya kepada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat kediaman penggugat, kecuali penggugat meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.43

a. Tata cara pendaftaran perkara dan pemangilan para pihak-pihak

Adapun tata cara penyelesaian cerai gugat di Pengadilan Agama diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Pasal 20 sampai dengan Pasal 36,

(36)

Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 73 sampai Pasal 88 serta Kompilasi Hukum Islam Pasal 132 sampai dengan Pasal 148.

b. Pengajuan Gugatan

Tata cara pengajuan gugatan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 20 sampai Pasal 23, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 73 dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 132 sampai Pasal 135.

1. Peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 20

(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami dan isteri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.

(2) Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.

(3) Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Pasal 21

(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf b diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.

(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.

(3) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.

Pasal 22

(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman tergugat.

(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang dekat dengan suami atau isteri. 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

Pasal 73

(1) Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.

(37)

(2) Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.

(3) Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat, (terdapat juga dalam Pasal 132 Kompilasi Hukum Islam jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Pasal 20).

Berdasarkan bunyi pasal di atas, secara umum dapat dipahami bahwa gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman penggugat kecuali isteri meninggalkan tempat tinggal tergugat tanpa izin suami.

Perceraian karena suami mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun, untuk mendapatkan putusan pengadilan harus dilengkapi dengan salinan bukti keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (in krach). Perceraian karena suami meninggalkan isteri 2 (dua) tahun berturut-turut maka pengajuan gugatan dilakukan setelah lampau masa 2 tahun dan suami menunjukkan sikap tidak mau lagi ketempat kediaman bersama.

1. Tahap- tahap pemeriksaan perkara

Pemeriksaan perkara di tingkat pertama dilakukan melalui tahap-tahap pemeriksaan perkara yang dimulai dari:

a. Pembukaan Sidang

Pada sidang pertama yang ditetapkan melalui penetapan hari sidang meskipun para pihak sudah dipanggil ada kemungkinan pihak tidak hadir dalam persidangan, ketidak hadiran pihak menentukan keadaan pemeriksaan yang dilakukan.44

b. Tahap Pemanggilan pihak-pihak

44Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2012) cet. ke-1

(38)

2. Ketidak hadiran pengugat

Jika pengugat atau kuasanya tidak hadir tetapi tergugat hadir, maka gugatan dapat dinyatakan gugur atau sidang ditunda untuk memanggil penggugat sekali lagi dan jika tetap tidak hadir gugatan dinyatakan gugur, penguguat dapat mengajukan perkara yang baru.

3. Ketidak hadiran tergugat

Apabila dalam sidang pertama pengugat hadir, tetapi tergugat atau kuasanya tidak hadir maka asalkan tergugat sudah dipanggil secara resmi dan patut, gugatan dapat diputus verstek (putusan di luar hadir tergugat) yang biasanya jika gugatan memang beralasan dan tidak melawan hukum akan mengabulkan gugatan penggugat dan mengalahkan tergugat secara tidak hadir.

4. Jalannya persidangan

1) Penanyaan identitas para pihak

Setelah sidang dinyatakan terbuka, untuk menghindari keliru mengenai orang maka hal pertama yang dilakukan majelis hakim adalah menanyakan identitas pihak-pihak, dimulai dari penggugat dan selanjutnya tergugat meliputi nama, binti, alias/julukan/gelar, umur, agama, pekerjaan, dan tempat tinggal terakhir. Penanyaan identitas bersifat formal, meskipun majelis hakim sudah mengenali pihak-pihak tetap harus dilakukan, penanyaan identitas bersifat kebijaksanaan umum dalam persidangan yang dilakukan oleh ketua majelis yang bertanggung jawab mengenai arah pemeriksaan.

2) Anjuran Damai

Pada sidang pertama jika kedua belah pihak hadir maka pengadilan berusaha mendamaikan mereka. Dalam sengketa perceraian, anjuran damai menjadi satu asas hukum acara Peradilan Agama yang menjadi kewajiban pemeriksaan.45

(39)

Asas kewajiban mendamaikan bagi Peradilan dan persoalan jalan persidangan diatur dalam berbagai pasal, Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Pasal 29-33, Kompilasi Hukum Islam Pasal 141 sampai Pasal 145 dan Undang-Undang No 7 Tahun 1989 Pasal 80,82, dan 83. Adapun bunyi Pasal tersebut sebagai berikut:

1. Undang-Undang No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Pasal 80

(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majlis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di kepaniteraan.

Pasal 82

(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

(2) Dalam sidang perdamaian tersebut, suami isteri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

(3) Apabila kedua belah pihak bertempat tinggal di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian harus berhadapan langsung secara pribadi.

(4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

Pasal 83

“Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat sebelum perdamaian tercapai”.

2. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 29

(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas gugatan perceraian.

(2) Dalam penetapan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat dan tergugat atau kuasa hukum mereka. (3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20 ayat

(3), sidang pemeriksaan gugatan percaraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukan gugatan perceraian kepada kepaniteraan pengadilan.

(40)

5. Pembacaan Gugatan

Setelah gugatan dibacakan, sebelum jawaban tergugat, penggugat berkesempatan untuk menanyakan sikap sehubungan dengan gugatannya. Apabila mempertahankan gugatan maka periksaan dilanjutkan dengan jawaban tergugat. 6. Jawaban Tergugat

Jawaban tergugat dapat diberikan secara tertulis atau lisan yang harus dihadiri oleh tergugat atau kuasa hukumnya. Jika tidak dihadiri oleh tergugat atau kuasa hukumnya meskipun ada mengirimkan surat jawaban tertulis, maka jawaban itu tidak akan diperhatikan dan dianggap tidak pernah ada, kecuali jika jawaban itu berisi eksepsi bahwa pengadilan tersebut tidak berwenang mengadili. Eksepsi adalah tangkasan atau sanggahan terhadap gugatan yang bukan mengenai pokok perkara, untuk menghadiri gugatan dengan meminta hakim menetapkan tidak menerima.46 7. Replik Penggugat

Setelah tergugat memberikan jawabannya, selanjut kesempatan pengugat untuk memberikan replik yang menanggapi jawaban tergugat sesuai dengan pendapatnya. Penggugat mungkin mempertahankan gugatan dan menambah keterangan untuk memperjelas dalil-dalil atau malah mengubah sikap dengan membenarkan jawaban bantahan tergugat.47

8. Duplik Tergugat

Setelah replik penggugat maka bagi tergugat dapat membalas dengan mengajukan duplik yang kemungkinan sikapnya sama seperti replik penggugat. Replik dan Duplik (Jawaban-menjawab) dapat terus menerus diulangi sampai didapati titik temu atau dianggap cukup oleh hakim.

46Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama,…, h. 19

(41)

9. Pembuktian

Pembuktian adalah suatu proses pengungkapan fakta-fakta yang menyatakan bahwa suatu peristiwa hukum benar sudah terjadi. Peristiwa hukum yang sudah terjadi itu dapat berupa perbuatan, kejadian, atau keadaan tertentu seperti yang diatur oleh hukum. Peristiwa hukum yang sudah terjadi tersebut menimbulkan suatu konsekuensi yuridis, yaitu suatu hubungan hukum yang menjadi dasar adanya hak dan kewajiban pihak-pihak. 48Alat bukti yang dapat dikemukakan di muka sidang terdiri dari: alat bukti surat, saksi ahli, pembukuan dan sumpah, pemeriksaan ditempat, saksi ahli, pembukuan dan pengetahuan hakim. Tiap-tiap alat bukti mempunyai kekuatan pembuktian tersendiri menurut hukum pembuktian. 10. Kesimpulan Para pihak

Setelah tahap pembuktian berakhir sebelum dibaca keputusan, para pihak diberi kesempatan untuk memberikan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan mereka terhadap hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung.

11. Musyawarah Majelis Hakim

Tujuan diadakan musyawarah adalah untuk menyamakan persepsi agar perkara yang diadili dapat dijatuhkan putusan yang seadil-adilnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Ketua majelis memimpin musyawarah dengan memberi kesempatan kepada hakim anggota mengemukakan pendapatnya, setiap hak yang sama dalam mengkonstatir, mengualifisir, dan mongonsitituir perkara.49

12. Putusan pengadilan

Pembacaan Putusan Hakim

Pengucapan putusan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum, setelah keputusan selesai terkonsep dengan rapi. Setelah pembacaan putusan, kepada para pihak

48

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012), h. 125

Referensi

Dokumen terkait

Apply SMOTE (Synthetic Minority Oversampling Technique) at pre-modeling step and Boosted Tree Classifier at modeling step on the application of credit scorecard

[r]

Keterampilan pemangkasan rambut merupakan suatu keterampilan dalam memotong, mengurangi panjang rambut menggunakan teknik tertentu dan menyesuaikan dengan kondisi

Gambar 30 menunjukkan tegangan pada material ASTM A299 saat rotasi setengah lingkaran Tabel 4.13 dan Gambar 4.31 menunjukkan perbandingan tegangan yang terjadi saat

Penggunaan metode mind mapping yang menggabungkan kemampuan kedua belah otak yaitu otak kiri yang menggunakan kata, angka, dan logika dan otak kanan yang menggunakan warna, gambar,

[r]

Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Teknik Industri Universitas Bakrie yang telah membimbing dan meluangkan waktu untuk memberikan arahan, informasi dan motivasi kepada

the assistant's batch (year), the average of exam's participant batch(year), gender combination of the keeper, evenness of the exam keeping of every assistant,