Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
DESKRIPSI TARI TAMBORIN DAN MUSIK PENGIRING PADA IBADAH RAYA GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) TANJUNG SARI MEDAN
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN O
L E H
HANS MARPAUNG 030707006
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
DESKRIPSI TARI TAMBORIN DAN MUSIK PENGIRING PADA IBADAH RAYA GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) TANJUNG SARI MEDAN
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN O
L E H
HANS MARPAUNG 030707006
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
DESKRIPSI TARI TAMBORIN DAN MUSIK PENGIRING PADA IBADAH RAYA GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) TANJUNG SARI MEDAN
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NAMA : HANS MARPAUNG
NIM : 030707006
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Frida Deliana, M.Si Arifni Netriosa, SST
NIP. 196011181988032001 NIP. 132 104 960
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
PENGESAHAN
Diterima oleh :
Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah
satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi Pada Fakultas Sastra
USU Medan
Pada tanggal :
Hari :
Fakultas Sastra USU
Dekan
Drs. Syaifuddin, M.A, Ph.D
NIP. 132 098 531
Panitia Ujian
No. Nama Tanda Tangan
1.
2.
3.
4.
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
DISETUJUI OLEH :
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Medan, Desember 2009
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
Ketua,
Dra. Frida Deliana Harahap, M.Si
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
KATA PENGANTAR
Pertama – tama penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus
yang telah memberikan kekuatan, kemampuan, dan berkat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul DESKRIPSI TARI TAMBORIN DAN MUSIK
PENGIRING PADA IBADAH RAYA GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) TANJUNG SARI MEDAN, yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Seni (SSn) pada Departemen Etnomusikologi Fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak memdapat bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis secara khusus
mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulus yang telah banyak memberikan
dukungan dan semangat yang tidak habis-habisnya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Syaifuddin, M.A,
Ph. D, selaku Dekan Fakultas Sastra USU, Ibu Dra. Frida Deliana Harahap, selaku
Ketua Departemen Etnomusikologi yang sekaligus pembingbing I penulis. Begitu
juga kepada Ibu Arifni Netrirosa, SST, sebagai dosen pembimbing II, yang telah
banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, serta dosen – dosen lainnya yang menjadi staf pengajar di Departemen
Etnomusikologi yang juga telah membantu penulis dalam menyelesaikan mata kuliah
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Penulis telah berusaha memberikan yang terbaik untuk menyelesaikan tulisan
ini, akan tetapi, penulis tetap menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun dalam penyempurnaan tulisan ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan meminta maaf kepada
pembaca apabila terdapat kesalahan dalam tulisan yang diluar kesengajaan penulis.
Medan, Desember 2009
Penulis
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... BAB I PENDAHULUAN ...
1.1Latar Belakang Masalah ...
1.2 Pokok Permasalahan ...
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...
1.3.1 Tujuan Penelitian...
1.3.2 Manfaat Penelitian ...
1.4 Konsep dan Teori ...
1.4.1 Konsep ...
1.4.2 Teori ...
1.5 Metode Penelitian ...
1.5.1 Pemilihan Lokasi Penelitian ...
1.5.2 Pemilihan Informan ...
1.5.3 Kerja Lapangan ...
1.5.4 Studi Kepustakaan ...
1.5.5 Kerja Laboratorium ...
BAB II Gambaran Umum Wilayah Gereja Bethel Indonesia (GBI) ...
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
2.2 Sejarah Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan ...
2.3 Sistem Tata Ibadah ...
2.4 Sistem Agama dan Kepercayaan ...
2.5 Bahasa ...
BAB III DESKRIPSI DAN FUNGSI PERTUNJUKAN TARI TAMBORIN PADA IBADAH RAYA ...
3.1 Sejarah Tari Tamborin ...
3.2 Deskripsi Tari Tamborin ...
3.2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pertunjukan ...
3.2.2 Pendukung Pertunjukan ...
3.2.3 Perlengkapan Pertunjukan ...
3.2.4 Tamborin ...
3.2.5 Proses Belajar ...
3.2.6 Gerakan-Gerakan Dasar Dalam Tari Tamborin ...
3.3 Fungsi Tari Tamborin ...
3.4.1 Fungsi Tari tamborin Sebagai Sarana Ritual ...
3.4 Properti Tamborin
BAB IV Hubungan Tari Tamborin Dengan Musik Pengiring ...
4.1 Deskripsi Alat Musik Pengiring Tari Tamborin ...
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
4.3 Pola Ritem ...
4.4 Pola Gerak Tari Tamborin ...
4.5.1 Hubungan Ritem Internal Dengan Ritem Eksternal ...
4.5.2 Ragam Gerak Dasar Yang Sudah Divariasikan ...
4.5 Fungsi Musik Pengiring Tari Tamborin ...
4.3.1 Fungsi Pengungkapan Emosional ...
4.3.2 Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Keagamaan ...
4.3.3 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat ...
4.3.4. Fungsi Komunikasi ...
4.3.5 Fungsi Reaksi Jasmani...
BAB V PENUTUP ...
5.1 Kesimpulan ...
5.2 Saran ...
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
BAB I
P E N D A H U L U A N
1.1 Latar Belakang Masalah
Tari tamborin1 merupakan tarian yang dilaksanakan pada ibadah raya2
Dalam tulisan ini penulis akan menjelaskan pertunjukan tari tamborin dalam
konteks ibadah raya GBI (Gereja Bethel Indonesia). Ibadah raya merupakan ibadah
yang diadakan setiap hari minggu. Ibadah ini merupakan sarana atau perkumpulan
untuk memuji dan memuliakan Tuhan.
di
Gereja Bethel Indonesia (GBI). Selain digunakan dalam ibadah raya, tarian tamborin
biasanya juga ditarikan pada saat ibadah KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani).
Tarian tamborin ini masih tetap digunakan dalam setiap ibadah hingga sampai saat
ini. Hal ini juga terlihat di GBI Tanjung Sari sebagai tempat lokasi penelitian.
3
Ibadah raya merupakan sesuatu yang yang penting dan wajib diadakan pada
setiap minggunya. Ibadah raya ini dipimpin oleh seorang MC (Master Ceremonial)
yang disebut sebagai Worship leader atau pemimpin pujian dan Pendeta sebagai
pengkotbah yang akan menyampaikan Firman Tuhan. Dalam ibadah raya seorang Ibadah raya ini mempunyai pola dan tata
aturan dalam ibadahnya.
1
Tari tamborin adalah suatu tarian yang menggunakan alat musik tamborin sebagai media untuk menari dimana tarian ini merupakan tarian yang bersifat puji-pujian kepada Tuhan. (Sabda.org., 2009)
2
Ibadah raya adalah ibadah yang diadakan pada hari minggu dan bersifat umum, ibadah raya merupakan puncak dari ibadah dari ibadah-ibadah hari sebelumnya, contohnya ibadah wanita, ibadah pemuda, ibadah tengah minggu, dll. ( wawancara dengan Pdt. J. Palempong, S.Th, Agustus 2009)
3
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
pemimpin pujian mempunyai peran penting yaitu untuk memimpin jalannya ibadah
raya dengan memimpin pujian yang dinyanyikan dan diikuti oleh seluruh jemaat.
Dalam ibadah raya ini mengandung unsur–unsur tata ibadah yang penting yaitu
doa-doa, tari tamborin dan nyayian-nyayian rohani. Unsur-unsur tata ibadah ini
merupakan proses jalannya ibadah dari awal sampai akhir ibadah. Unsur-unsur tata
ibadah ini antara lain, bersalam-salaman, panggilan untuk merayakan ibadah, pujian
dan penyembahan, khotbah, persembahan syukur dan warta jemaat, sakramen dan
doa penutup ibadah.(Samuel,2007:109)
Disebut Tari tamborin karena merupakan tari yang menggunakan alat musik
tamborin (tambourine frame drums4
Tarian tamborin ini menunjukkan ungkapan ekspresi adanya rasa sukacita
dan kegembiraan juga sekaligus sebagai media penyampaian rasa syukur kepada
Tuhan Yesus Kristus, dimana selama satu minggu telah diberi kesehatan dan
) yang termasuk ke dalam klasifikasi alat musik
membranophone sebagai media dalam menari sekaligus pencipta ritem (iringan
internal). Tari ini diawali dengan gerakan menepuk-nepuk kulit tamborin sesuai
dengan irama dan tempo dari musik pengiringnya. Tamborin dipegang pada tangan
kanan dan dimainkan sehingga muncul bunyi gemerincing dan bunyi membran
tamborin akibat pukulan telapak tangan kiri. Kecepatan tarian dan pukulan pada
tamborin disesuaikan dengan irama dan tempo musik pengiringnya.
4
Tambourine frame drums, frame drums consist of one or two membranes stretched over simple frame
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
keselamatan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
dengan informan Bapak Pdt. E. Purba, bahwa dalam ibadah raya, penyajian tari
tamborin berfungsi sebagai sarana pujian dan penyembahan kepada Tuhan, dalam hal
ini yaitu Tuhan Yesus Kristus.( 25 Mei 2009)
Dalam pelaksanaannya penari tamborin biasanya atau pada umumnya adalah
wanita dewasa berusia antara 17 sampai 30, dan selalu perempuan. Walaupun
demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk dibawakan oleh anak-anak. Jumlah
penari tidak dibatasi tergantung dari kebutuhan, dan luas altar atau panggung.
Minimal 2 penari, sampai ratusan penari tamborin tergantung kebutuhan.
(Wawancara dengan Rey Situmeang, Agustus 2009)
Dalam Ibadah Raya di gereja biasanya minimal dua sampai puluhan orang.
Sedangkan dalam KKR dan ibadah Natal Gabungan yang dilaksanakan di stadion
atau lapangan yang luas, biasanya terdiri dari ratusan bahkan bisa sampai ribuan
penari tamborin. Sedangkan dalam Lokasi penelitian penulis, jumlah penari terdiri
dari 4 sampai 5 orang. Hal ini, sesuai dengan luas altar panggung dan kebutuhan
ibadah di GBI Tanjung Sari.
Dalam menarikan tari tamborin, lebih diutamakan gerakan tangan
dibandingkan dengan gerakan kaki. Gerakan kaki dilakukan dengan cara melangkah,
dimana gerakan kaki ini berupa langkah memutar, langkah kiri, langkah kekanan,
kedepan maupun kebelakang.
Dalam sebuah komposisi kelompok, setiap pola rangkaian gerakan dapat
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
berurutan; dengan pola lantai yang dapat dibuat tetap di tempat atau berpindah–
pindah tempat (Sal Murgiyanto 1972:39). Dalam hal ini tari tamborin merupakan
tarian yang dilakukan dengan gerakan yang serempak dengan pola lantai yang tetap.
Tari tamborin ini biasanya dilaksanakan setelah pemimpin pujian berdoa
untuk memulai kebaktian. Tarian tamborin ini dilaksanakan dalam suasana ibadah
yang terdiri dari Pujian dan Penyembahan. Pujian adalah penyampaian ungkapan
syukur melalui nyanyian dengan suasana yang gembira dan riang dan biasanya lagu
yang dinyanyikan bertempo cepat. Sedangkan penyembahan adalah nyanyian yang
bertempo lambat.
Tari tamborin merupakan tari yang berfungsi sebagai sarana pendukung
pelaksaaan tata ibadah pujian dan penyembahan5 kepada Tuhan. Dalam
pelaksanaannya para penari harus benar-benar mengerti dan bisa menghayati hal – hal
yang terkandung pada tarian tersebut agar tari yang disajikan dapat membuat jemaat
ikut merasakan sukacita dalam tarian tersebut. Dengan demikian tari tamborin
merupakan suatu tarian yang bersifat tari dramatik yang tidak berdialog sehingga
diharapkan dari gerakan tari itu saja sudah cukup untuk mewakili isi dan tema dari
tarian tersebut6
Proses penyajian tari tamborin tidak berdiri sendiri, karena selalu mengikuti
nyanyian yang dilantunkan oleh jemaat dan dipimpin oleh seorang Pemimpin Pujian .
5
Menurut fungsinya, tari-tarian Indonesia dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok tari upacara, kelompok tari bergembira atau tari pergaulan yang sering disebut tari sosial, dan kelompok tari teatrikal atau tari tontonan (Soedarsono, 1972:96)
6
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
(Worship Leader). Disamping itu harus diiringi musik, alat musik pengiringnya yaitu
terdiri dari drum set, bass elektrik, keyboard dan piano elektrik (pengiring eksternal).
Dalam penyajian tari tamborin, musik pengiring berperan penting karena
menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan. Dengan demikian penulis melihat ada
hubungan antara tari tamborin dan musik penggiring.
Perpaduan tari tamborin dan musik pengiring merupakan sesuatu hal yang
sama sama saling mempengaruhi. Biasanya gerakan tari tamborin sejalan dengan
tempo musik, jika musik yang dimainkan bertempo cepat, gerakan tari juga seirama
dengan musik. Demikian juga sebaliknya, ketika musik yang dimainkan bertempo
lambat, maka gerakan tari juga mengikuti tempo musik tersebut.
Peranan musik iringan dalam tari tamborin merupakan hal yang penting
dimana musik menjadi pembentuk suasana dan juga memperjelas tekanan-tekanan
gerak. Ketika lagu tersebut dimainkan, terjadi perubahan pola gerak tari tamborin
untuk setiap bagian lagu yang sedang dimainkan. Contohnya, dalam sebuah lagu
yang dimainkan dalam ibadah, biasanya terdiri atas beberapa bagian yaitu intro, bait,
reff , interlude dan ending. Gerakan tari tamborin disesuaikan dengan pola tersebut.
Dengan demikian, gerakan tari tamborin sejalan dengan musik yang dimainkan.
Karena adanya penyajian tari tamborin di GBI khususnya GBI Tanjung Sari,
membuat penulis tertarik mengangkatnya dalam suatu bentuk skripsi. Hal-hal di atas
menarik perhatian penulis untuk meneliti dan melihat penyajian tari tamborin ini
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Dimana semua komponen termasuk tari, musik, perlengkapan serta persiapan
yang dilakukan serta hal – hal yang mendukung pertunjukan menjadi bahan penelitian
yang menarik untuk dibahas.
Untuk itu penulis akan meneliti dan membahas tulisan ini untuk dijadikan
skripsi dengan judul : DESKRIPSI TARI TAMBORIN DAN MUSIK
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
1.2 Pokok Permasalahan
Untuk membatasi pembahasan agar topik menjadi terfokus, dan menjaga agar
pembahasan nantinya tidak menjadi melebar maka disini penulis membuat
pembatasan masalah dalam bentuk pokok permasalahan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis perlu menentukan hal-hal
yang menjadi pokok permasalahan yaitu :
1. Bagaimana deskripsi penyajian tari tamborin pada pada ibadah raya GBI
Tanjung Sari Medan
2. Perlengkapan apa saja yang diperlukan dalam mendukung pertunjukan tari
tamborin pada ibadah raya GBI Tanjung Sari Medan
3. Bagaimana fungsi tari tamborin dalam ibadah raya GBI Tanjung Sari Medan
dan deskripsi musik pengiring.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan
Adapun tujuan penulisan tentang tari tamborin dan musik pengiringnya pada
ibadah GBI Tanjung Sari Medan adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana deskripsi penyajian tari tamborin pada ibadah
raya GBI Tanjung Sari Medan.
2. Untuk mengetahui apa saja yang diperlukan dalam mendukung pertunjukan
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
3. Untuk mengetahui bagaimana fungsi tari tamborin dan deskripsi musik
pengiring.
1.3.2 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Sebagai salah satu bahan informasi untuk melihat keberadaan tari tamborin pada
ibadah keagamaan.
2. Sebagai dokumentasi suatu bentuk tari yang terdapat pada kegitan keagamaan.
3. Sebagai dokumentasi sehingga menambah referensi bagi dunia pengetahuan
Etnomusikologi.
4. Sebagai bahan informasi penggunaan dan fungsi tari tamborin yang diiringi oleh
musik.
5. Sebagai bahan untuk menambah referensi bagi peneliti – peneliti lainnya dalam
melihat fenomena tari tamborin dalam ibadah keagamaan.
1.4 Konsep dan Teori yang digunakan 1.4.1 Konsep
Koentjaraningrat (1991:21), mengemukakan konsep sebenarnya adalah
defenisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan defenisi
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris7
7
Pendapat ini dutulis oleh Mely G Tan dalam Buku yang ditulis Koentjaraningrat “Metode Penelitian Masyarakat”
. Sehubungan dengan
penulisan ini, akan diuraikan beberapa konsep yang dibutuhkan, yaitu :
Deskripsi, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1985:34) adalah
menggambarkan apa adanya. Asal kata deskriptif, dari bahasa Inggris yaitu
descriptive, yang berarti bersifat menyatakan sesuatu dengan memberikan gambaran
melalui kata-kata atau tulisan. Seeger (1958:184) menyebutkan, penyampaian objek
dengan menerangkan terhadap pembaca secara tulisan maupun lisan dengan
sedetail-detailnya. Dengan demikian deskripsi yang penulis maksudkan adalah menyampaikan
dengan menggambarkan melalui tulisan secara jelas mengenai tari tamborin dan
musik pengiringnya pada ibadah GBI Tanjung Sari Medan.
Untuk memahami fungsi tari tamborin dan sekilas fungsi musik pengiringnya
yang terdapat pada ibadah raya GBI Tanjung Sari Medan, penulis mengacu pada
pendapat Alan P. Merriam (1964:210) mengenai penggunaan dan fungsi musik.
Dimana diartikan bahwa use (penggunaan) menitik beratkan pada masalah situasi
atau cara yang bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function (fungsi) menitik
beratkan pada alasan penggunaan atau tujuan pemakaian musik, terutama maksud
yang lebih luas, sampai sejauh mana musik itu mampu memenuhi kebutuhan manusia
itu sendiri. Dalam tulisan ini, penulis hanya melihat fungsi tari tamborin dan musik
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Menurut BPH Suryodiningrat, “Tari adalah gerakan-gerakan dari seluruh
bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai
maksud tertentu8
8
Lihat, Pengantar Pengetahuan tari oleh Dra. Tuti Rahayu (2002:03)
”. Dalam tulisan ini yang penulis maksud dengan tarian tamborin
adalah tarian yang digunakan pada ibadah raya GBI Tanjung Sari. Tarian ini
menggunakan media tamborin sebagai perlengkapan dalam pertunjuan tari tamborin.
Dalam hal ini tamborin merupakan alat musik yang mempunyai selaput dan
mempunyai ring di sekelilingnya, dimainkan minimal empat atau lima orang
perempuan. Tarian ini diiringi alat musik modren seperti gitar elektrik, bas elektrik,
piano, keyboard, drum set dan nyayian vokal dari jemaat.
Ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari
ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (Kamus Umum
Bahasa Indonesia:1991). Raya berarti besar(Kamus Umum Bahasa Indonesia:1991).
Ibadah raya dalam tulisan ini merupakan ibadah yang dilakukan pada hari minggu
oleh jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI). Dimana ibadah ini merupakan suatu
persekutuan antara manusia dan Tuhan. Ibadah ini melibatkan aspek agama atau
religi. Ibadah raya ini menggunakan aspek musik dan tari di dalamnya.
Gereja Bethel Indonesia (GBI) adalah salah satu dari denominasi gereja yang
ada di Indonesia yang beraliran kharismatik dan telah tersebar di seluruh indonesia
antara lain Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa, Sulawesi dll. Gereja
Bethel Indonesia biasa disebut dengan GBI. Dalam hal ini jemaatnya atau masyarakat
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Koentjaraningrat (1986:160), bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia
yang berinteraksi menurut sistem adat tertentu yang bersifat kontiniu dan terikat oleh
rasa identitas bersama.
1.4.2 T e o r i
Teori adalah salah satu acuan yang digunakan untuk menjawab
masalah-masalah yang timbul dalam tulisan ini. Dengan pengetahuan yang diperoleh dari
buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan
dari pemikiran untuk memperoleh suatu teori-teori yang bersangkutan
(Koentjaraningrat 1983 : 30).
Koentjaraningrat (1985:243) juga mengatakan bahwa komponen upacara ada
empat yaitu tempat upacara, saat upacara, benda-benda dan alat upacara, serta orang
yang melakukan dan memimpin upacara. Melihat teori di atas bahwa tari tamborin
merupakan tarian yang terdapat dalam ibadah raya. Tarian ini mempunyai waktu dan
tempat yang disediakan dalam ibadah, beberapa orang penari dan pemusik yang
mengiringi tarian, dan jemaat dalam ibadah. Pada ibadah raya ini ibadah dipimpin
oleh seorang pemimpin pujian atau disebut worship leader. Seorang pemimpin pujian
akan mengorganisir jalannya ibadah.
Pembahasan fungsi yang lebih luas menyangkut fungsi tari tamborin pada
ibadah Gereja Bethel Indonesia (GBI), penulis juga mengutip teori Soedarsono yang
mengatakan bahwa secara garis besar fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
adalah kekuatan-kekuatan yang tidak kasat mata, (2) seni sebagai sarana hiburan
pribadi, penikmatnya adalah pribadi-pribadi yang melibatkan diri dalam pertunjukan,
dan (3) seni sebagai presentasi estetis, yang pertunjukannya harus dipersentasikan
atau disajikan kepada penonton9
Berkenaan dengan fungsi musik, menurut Alan P. Merriam terdapat
sekurang-kurangnya sepuluh fungsi musik, yaitu : (1) fungsi pengungkapan emosional, (2)
fungsi penghayatan estetika, (3)fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi
perlambangan, (6) fungsi reaksi jasmani, (7) fungsi pengesahan lembaga sosial dan
upacara keagamaan, (8) fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (9) fungsi
kesinambungan kebudayaan, dan (10) fungsi pengintegrasian masyarakat (Merriam,
1964:219-226). Dengan melihat kesepuluh fungsi musik di atas, maka musik
pengiring tari tamborin digolongkan ke dalam fungsi pengungkapan emosional dan
fungsi keagamaan.
. Penggunaan teori yang disampaikan oleh R.M
Soedarsono, penulis terapkan hanya pada pendapat pertama. Pendapat pertama yaitu
seni sebagai sarana ritual.
Bila ditinjau pendapat dari Soedarsono maka dapat kita lihat bahwa tarian ini
merupakan bagian dari kegiatan ritual keagamaan, dimana dalam hal ini tari tamborin
merupakan salah satu bagian dari ibadah. Jemaat menyakini adanya kehadiran Tuhan
dalam ibadah ini untuk bersekutu. Sehingga jemaat memuji dan menyembah Tuhan
dengan nyayian-nyayian, doa-doa dan tarian, dengan harapan adanya berkat dari
Tuhan.
9
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Untuk menggambarkan makna yang terkandung pada pertunjukan tari
tamborin, penulis menggunakan pendekatan yang dikatakan Soedarsono (1972:81-98)
yang mengatakan bahwa tari adalah seni yang memiliki substansi dasar yaitu gerak
yang telah diberi bentuk ekspresif dimana gerakan ini memiliki hal-hal yang indah
dan menggetarkan perasaan manusia, yang di dalamnya mengandung maksud tertentu
dan juga mengandung maksud simbolis yang sukar untuk dimengerti.
Dalam meneliti gerak tari tamborin tersebut terdapat teori Notasi Laban (Edi
Sedyawati, 2006:298) yang membahas secara detail bentuk dan polanya, mengingat
penulis tidak sanggup secara detail untuk menotasikan gerak tari pada teori Notasi
Laban, maka dalam tulisan ini penulis akan menggunakan lambang–lambang umum
dan sederhana yang dapat mewakilkan pola gerak tari tamborin dengan teori
kineosiologi. Teori kenesiologi adalah ilmu yang mempelajari gerak. Fokus dari teori
kinesiologi ini adalah membahas fungsi dan gerak tubuh.
Hubungan musik dan tari adalah suatu fenomena yang berbeda tetapi dapat
juga digabungkan dengan aspek yang mendukung. Musik merupakan rangkaian ritme
dan nada sedangkan tarian adalah rangkaian gerak, ritme dan ruang, dimana
fenomena keduanya merupakan suatu yang berlawanan, yang mana musik merupakan
fenomena yang terdengar tapi tidak terlihat dan tarian merupakan fenomena yang
terlihat tapi tidak terdengar (Wimbrayardi 1999:9-10)
Untuk melakukan analisis musikal terhadap tari penulis menggunakan teori
yang diungkapkan Nettl (1964:145) dalam menganalisis bunyi musikal hal-hal yang
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
(1977:15), menyebutkan bahwa beberapa bagian penting yang harus diperhatikan
dalam menganalisis melodi adalah: (1) scale (tangga nada); (2) pitcher center (nada
pusat); (3) reciting tone (wilayah nada); (4) jumlah nada; (5) penggunaan interval;
(6) pola cadensa; (formula melodi; (8) kantur.
Untuk menotasikan musik, penulis akan berpedoman pada tulisan Seegar
(1971:24-34) yang mengemukakan bahwa ada dua jenis notasi, yang dibedakan
menurut tujuan notasi tersebut. Pertama adalah notasi perskriptif yaitu notasi yang
bertujuan untuk seorang penyaji (bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi
dari musik), selanjutnya disebutkan bahwa notasi ini merupakan suatu alat untuk
membantu mengingat. Kedua adalah notasi deskriptif yakni, notasi yang bertujuan
untuk menyampaikan kepada pembaca ciri-ciri dan detail-detail dari komposisi musik
yang memang belum diketahui oleh pembaca.
Menurut penulis teori-teori dengan pendekatan para ahli tersebut di atas
sangat relevan dengan topik permasalahan dalam tulisan ini, oleh karena itu penulis
akan menggunakannya sebagai landasan kerangka berfikir untuk pembahasan
selanjutnya.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam menulis fungsi musik dan tari
ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yang bersifat
deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat–sifat suatu individu, keadaan,
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
gejala, kelompok tertentu, untuk menentukan frekuensi penyebaran suatu gejala atau
frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam
masyarakat. Dalam hal ini tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang
masalah yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1991:29), sedangkan menurut R.M
Soedarsono (1999:46) penelitian kualitatif data-data hasil penelitian harus dicermati
dengan cermat dan dianalisa.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1990:581), metode penelitian diartikan
sebagai cara mencari kebenaran dan azas-azas alam, masyarakat atau kemanusiaan
yang bersangkutan. Dalam kaitan ini Hasan (1985:7) mengatakan metode merupakan
cara atau sistematika kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan.
Bahan ataupun data penelitian dapat diperoleh dari tulisan–tulisan atau
ceramah yang terekam dalam konteks yang berbeda–beda, bisa dari observasi, berita
surat kabar dan sebagainya. Salah satu sifat dari data kualitatif adalah data ini
merupakan data yang memiliki kandungan yang kaya, yang multi dimensional dan
kompleks. Penelitian ini tidak mempersoalkan sampel dan populasi sebagaimana
dalam penelitian kuantitatif.
Untuk melakukan penelitian tentang tari tamborin beserta musik
pengiringnya, penulis mengacu pada pendapat Nettle (1964 : 62) ada dua hal yang
esensial untuk melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi yaitu
kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Dalam proses
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
benar. Untuk merealisasikan hal tersebut, penulis melakukan beberapa hal seperti
menentukan, mencari lokasi penelitian, mencari sejumlah informan dan melakukan
studi kepustakaan.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, sebagai kerangka landasan berfikir
dalam tulisan ini, adapun yang dilakukan adalah studi kepustakaan. Kegiatan ini
dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna melengkapi data
yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian data dari hasil penelitian
lapangan. Sumber bacaan atau literatur itu dapat berasal dari penelitian yang sudah
pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi.
Selain itu sumber bacaan yang menjadi pendukung dalam penelitian penulis
yang berupa buku yang ditulis oleh Tuti Rahyu dengan judul Pengantar Pengetahuan
Tari, juga oleh R.M Soedarsono dengan judul Pengantar Pengetahuan dan Komposisi
Tari, Mike & Viv Hibert dengan judul Pelayanan Musik, dan Mawene, M.Th dengan
judul Gereja yang bernyanyi
Namun penulis mengalami kesulitan akan minimnya referensi dalam bentuk
tulisan yang berhubungan dengan tarian tamborin.
1.5.2 Kerja Lapangan
Dalam kerja lapangan penulis melakukan pengamatan, wawancara dan
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
para informan dan jemaat untuk mendukung mudahnya pelaksanaan penelitian.
Sehingga dalam pengamatan, penulis dapat dikategorikan melakukan pengamatan
terlibat, dimana berinteraksi langsung dengan objek penelitian. Namun tetap
menjaga etika sebagai seorang peneliti, tetap bertindak sebagai out sider terhadap
objek penelitian.
1.5.3 Wawancara
Salah satu tehnik pengumpulan data dalam penelitian adalah dengan teknik
wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya langsung kepada subjek
penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat Koentjaraningrat
(1981:131) yang mengatakan :
“Kegiatan wawancara secara umum dapat dibagi tiga kelompok yaitu : persiapan wawancara, tehnik wawancara, tehnik bertanya dan pencatatan data hasil wawancara”
Koentjaraningrat (1981:139) juga mengemukakan bahwa wawancara itu
sendiri berdiri sendiri dari beberapa bagian yaitu :
Wawancara terfokus, bebas dan sambil lalu. Dalam wawancara berfokus diskusi berpusat pada pokok permasalahan. Dalam wawancara bebas diskusi berlangsung dari suatu masalah kemasalah lain tetapi tetap menyangkut pada pokok permasalahan. Wawancara sambil lalu adalah diskusi – diskusi yang dilakukan untuk menambah/melengkapi data yang sudah terkumpul.
Sesuai dengan pendapat dari Koentjaraningrat mengenai kegiatan wawancara
maka sebelum wawancara penulis telah mempersiapkan hal–hal yang berhubungan
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
tape recorder untuk merekam. Tehnik bertanya penulis kemukakan berdasarkan daftar
pertanyaan dan juga pertanyaan spontanitas sesuai dengan situasi di lapangan.
Pencatatan hasil wawancara penulis lakukan begitu mendapat jawaban dan yang tidak
sempat dicatat masih bisa didengarkan dari hasil rekaman. Wawancara penulis
lakukan dengan informan pangkal dan kemudian informan kunci.
wawancara penulis lakukan dengan beberapa orang yang menjadi populasi penelitian
yaitu:
1. Wawancara dengan Bapak Pdt. E. Purba, yang bertujuan untuk mendapatkan
informasi dan data mengenai Gereja Bethel Indonesia (GBI) juga untuk
mengetahui tentang tari tamborin dan musik yang ada.
2. Wawancara dengan Rahman, yang bertujuan untuk mendapatkan informasi
mengenai sistem tata ibadah yang ada dalam Gereja Bethel Indonesia (GBI)
Tanjung Sari Medan.
3. Wawancara dengan Intan Manullang sebagai salah satu pelatih dan penari
tarian tamborin yang ada di GBI Tanjung Sari Medan, yang bertujuan untuk
memberikan informasi dan data mengenai tari tamborin
4. Wawancara dengan Vero sebagai salah satu pelatih dan penari tarian tamborin
yang ada di GBI P. Bulan Medan, yang bertujuan untuk memberikan
informasi dan data mengenai tari tamborin
5. Wawancara dengan Herdi Berutu sebagai salah satu pemain musik dan ketua
departemen musik GBI Tanjung Sari Medan, yang bertujuan untuk
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Pada saat proses wawancara berlangsung penulis menerapkan wawancara
bebas. Dimana pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada informan
berlangsung dari suatu masalah ke masalah yang lain tetapi tidak keluar dari topik
permasalahan. Data-data hasil wawancara tersebut penulis rekam dengan tape
recorder.
1.5.4 Observasi
Observasi atau pengamatan, dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan
pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan, yang juga berarti tidak
melakukan pertanyaan-pertanyaan. Dalam mengumpulkan data salah satu tehnik yang
cukup baik untuk diterapkan adalah pengamatan secara langsung/observasi terhadap
subyek diteliti.
Dalam hal ini penulis mengadakan observasi/pengamatan secara langsung
yaitu setiap hari minggu pada saat ibadah tepatnya di GBI Tanjung Sari Medan.
Penulis juga melihat latihan dari pada tari dan musik.
1.5.5 Kerja Laboratorium
Semua data yang telah diperoleh dari penelitian lapangan dan studi
kepustakaan akan dianalisis agar sesuai dengan pembahasan sehingga menghasilkan
suatu tulisan yang baik dalam melakukan penelitian.Ketika penulis masih kekurangan
data, maka untuk mengatasi hal tersebut penulis mengadakan evaluasi ulang dan
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
memperoleh data yang lebih akurat.
Dengan kerja laboratorium, hasil rekaman juga didengarkan secara
berulang-ulang, kemudian dicatat untuk selanjutnya diklasifikasikan. Data dalam
rekaman menggunakan bahasa Indonesia.
1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian
Dalam penelitian lokasi, penulis menetapkan GBI Tanjung Sari Medan.
Tempat ini sebagai tempat diadakannya ibadah raya maupun ibadah-ibadah tambahan
lainnya. Adapun alasan penulis memilih tempat tersebut karena penulis mengikuti
ibadah minggu di tempat tersebut. Dalam setiap minggunya penulis melihat dan
memperhatikan tari tamborin yang ada dalam ibadahnya. Gereja ini juga sebagai
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
BAB II
GAMBARAN UMUM GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI)
2.1 Sejarah Gereja Bethel Indonesia (GBI)
Gereja Bethel Indonesia, disingkat GBI, adalah salah satu sinode gereja besar
di Indonesia yang bernaung di bawah PGI (Persekutuan Gereja Indonesia). Selain itu
GBI juga merupakan anggota dari Dewan Pentakosta Indonesia (DPI) dan
Persekutuan Injil Indonesia (PII).
Pada tahun 1922, Pendeta W.H. Offiler dari Bethel Pentecostal Temple Inc.,
Seattle,Washington Amerika Serikat, mengutus dua orang misionarisnya ke
Indonesia, yaitu Pdt. Van Klaveren dan Groesbeek. Ke dua missionaris ini adalah
orang Amerika keturunan Belanda.
Sesudah tiba di Indonesia, tujuan awal kedatangan mereka untuk
memberitakan Injil di Bali, tetapi kemudian pindah ke Cepu, Jawa Tengah. Di kota
ini mereka bertemu dengan F.G. Van Gessel, seorang Kristen Injil yang bekerja pada
perusahaan minyak Belanda Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Van Gessel
pada tahun sebelumnya telah bertobat dan menerima hidup baru dalam kebaktian
Vrije Evangelisatie Bond yang dipimpin oleh Pdt. C.H.Hoekendijk (ayah dari Karel
Hoekendjik).
Groosbeek kemudian menetap di Cepu dan mengadakan kebaktian
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Timur. Januari 1923, Nyonya Van Gessel sebagai wanita yang pertama di Indonesia
yang menerima Baptisan Roh Kudus dan demikian pula dengan suaminya beberapa
bulan setelahnya.
Tanggal 30 Maret 1923, pada hari raya Jumat Agung, Groesbeek mengundang
Pdt. J. Thiessen dan Weenink Van Loon dari Bandung dalam rangka pelayanan
baptisan air pertama kalinya di Jemaat Cepu ini. Pada hari itu, lima belas jiwa baru
dibaptiskan.
Dalam kebaktian-kebaktian berikutnya, bertambah-tambah lagi jemaat yang
menerima Baptisan Roh Kudus, banyak orang sakit mengalami kesembuhan secara
mujizat. Karunia-karunia Roh Kudus dinyatakan dengan ajaib di tengah-tengah
jemaat itu. Inilah permulaan dari gerakan Pentakosta di Indonesia.
Keempat orang ini yaitu Van Klaveren, Groesbeek, Van Gessel, dan Pdt. J.
Thiessen merupakan pionir dari "Gerakan Pentakosta" di Indonesia. Sesudah itu, tak
lama kemudian Groesbeek pindah ke Surabaya, sedangkan Van Gessel telah menjadi
Evangelis yang meneruskan memimpin Jemaat Cepu. April 1926, Groesbeek dan Van
Klaveren berpindah lagi ke Batavia (Jakarta). Sementara Van Gessel meletakkan
jabatannya sebagai pegawai tinggi di BPM dan pindah ke Surabaya untuk memimpin
Jemaat Surabaya.
Jemaat yang dipimpin Van Gessel itu bertumbuh dan berkembang pesat
dengan membuka cabang-cabang dimana-mana, sehingga mendapat pengakuan
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
GPdI). Pada 1932, Jemaat di Surabaya ini membangun gedung Gereja dengan
kapasitas 1.000 tempat duduk (gereja yang terbesar di Surabaya pada waktu itu).
Tahun 1935, Van Gessel mulai meluaskan pelajaran Alkitab yang disebutnya
“Studi Tabernakel”. Melihat pesatnya perkembangan gereja yang telah dirintis oleh
Van Gessel, Gereja Bethel Pentecostal Temple Seattle, kemudian mengutus beberapa
misionaris lagi. Satu diantaranya yaitu, W.W. Patterson yang membuka Sekolah
Akitab di Surabaya (NIBI: Netherlands Indies Bible Institute). Sesudah Perang Dunia
II, para misionaris itu melanjutkan pelayanan kembali dengan membuka Sekolah
Alkitab di berbagai tempat.
Sesudah selesai perang melawan agresi militer Belanda di Indonesia, maka
pimpinan gereja harus diserahkan kepada orang Indonesia. Pada saat itulah H.N.
Rungkat terpilih sebagai ketua GPdI menggantikan Van Gessel.
Alasan yang menyebabkan terjadinya perpindahan tampuk pimpinan di
sebabkan pada saat itu, jemaat gereja yang seharusnya menjaga jarak dari sikap
politik yang terpecah belah terjebak dalam nasionalisme yang tengah berkobar-kobar
dalam menghadapi penjajahan Belanda. Akibatnya roh nasionalisme meliputi suasana
kebaktian dalam gereja-gereja Pentakosta. Van Gessel menyadari bahwa ia tidak bisa
lagi bertindak sebagai pemimpin. Dan menyerahkan tampuk pimpinan kepada H.N.
Rungkat.
Kondisi rohani Gereja Pentakosta disaat itu yang sedang tidak kondusif
menyebabkan ketidakpuasan disebagian kalangan pendeta-pendeta GPdI.
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Gereja. Akibatnya, sekelompok pendeta yang terdiri dari 22 orang, memisahkan diri
dari Organisasi Gereja Pentakosta, diantaranya adalah Pdt. H.L. Senduk.
Pada tanggal 21 Januari 1952, di kota Surabaya, mereka kemudian
membentuk suatu organisasi gereja baru yang bernama Gereja Bethel Injil Sepenuh
(GBIS). Van Gessel dipilih menjadi “Pemimpin Rohani” dan H.L Senduk ditunjuk
menjadi “Pemimpin Organisasi” (Ketua Badan Penghubung). H.L. Senduk berperan
sebagai Pendeta dari jemaat yang ada di Jakarta, sedangkan Van Gessel pimpinan
seluruh jemaat yang ada di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 1954, Van Gessel
meninggalkan Indonesia dan pindah ke Irian Jaya (waktu itu di bawah Pemerintahan
Belanda). Jemaat Surabaya diserahkannya kepada menantunya, Pdt. C. Totays.
Di Hollandia (sekarang Jayapura). Van Gessel membentuk suatu organisasi
baru yang bernama Bethel Pinkesterkerk (sekarang Gereja Bethel Pentakosta). Van
Gessel kemudian meninggal dunia pada tahun 1957 dan kepemimpinan Jemaat Bethel
Pinkesterkerk diteruskan oleh Pdt. C. Totays.
Pada tahun 1962, sesudah Irian Jaya diserahkan kembali kepada Pemerintah
Indonesia, maka semua warga negara Kerajaan Belanda harus kembali ke negerinya.
Jemaat berbahasa Belanda di Hollandia ditutup, tetapi jemaat-jemaat berbahasa
Indonesia berjalan terus di bawah pimpinan pendeta-pendeta Indonesia. Roda sejarah
berputar terus, dan GBIS di bawah pimpinan H.L. Senduk berkembang dengan pesat.
Bermacam-macam kesulitan dan tantangan yang harus dihadapi organisasi ini.
Namun semakin besarnya organisasi, begitu banyak kepentingan yang harus
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Pada 1968-1969, kepemimpinan Senduk di GBIS diambil alih oleh
pihak-pihak lain yang disokong suatu keputusan Menteri Agama. H.L. Senduk dan
pendukungnya memisahkan diri dari organisasi GBIS.
Pada tanggal 6 Oktober 1970, H.L. Senduk dan rekan-rekannya membentuk
sebuah organisasi Gereja baru bernama Gereja Bethel Indonesia (GBI) dan diakui
sebagai suatu agama yang berhak hidup dan berkembang di bumi Indonesia. Gereja
ini diakui oleh Pemerintah secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 41 tanggal 9 Desember 1972.
Pada tahun 1972, Pdt H.L.Senduk memanggil anak rohaninya, Pdt S.J.
Mesach dan Pdt Olly Mesach untuk membantu pelayanan di GBI Jemaat Petamburan.
Saat itu, Pdt S.J. Mesach telah menjadi Gembala Sidang GBI Jemaat Sukabumi, yang
telah dilayaninya sejak tahun 1963.
Pada awalnya GBI memiliki jemaat dengan jumlah 20 orang jemaat ,yang
kemudian berkembang hingga saat ini jumlah jemaat GBI mencapai sekitar ratusan
ribu jemaat yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air dan Luar Negeri.
Pada saat ini, Pdt H.L. Senduk melayani GBI Jemaat Petamburan dibantu oleh
istrinya Pdt Helen Theska Senduk, dan Pdt Thio Tjong Koan serta Pdt Harun Sutanto.
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
2.2 Sejarah Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan
GBI Tanjung Sari Medan adalah sebuah gereja yang berada dalam Sinode
Gereja Bethel Indonesia (GBI), yang merupakan anggota dari Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Dewan Pentakosta Indonesia (DPI), dan Persekutuan Injili
Indonesia (PII).
Gereja Bethel Indonesia (GBI) T. Sari merupakan salah satu organisasi gereja
yang ada di kota Medan. Gereja Bethel Indonesia terletak di Jl. Setia Budi Medan.
Gereja Bethel Indonesia (GBI) T. Sari didirikan dan diprakarsai oleh Bpk. Pdt. E.
Purba. Bpk. Pdt. E. Purba adalah sebagai pimpinan dari Gereja Bethel Indonesia
(GBI) T. Sari. Gereja ini berdiri semenjak tahun 2001 sampai dengan sekarang.
Gereja ini diakui keberadaannya oleh Departemen Agama Indonesia. Ibadah
raya di gereja ini dilaksanakan dengan dua sesi, sesi pertama pukul 08.00 wib dan
ibadah kedua pada pukul 10.00 wib. Selain ibadah raya terdapat ibadah lainnya, yaitu
ibadah tengah minggu yang diadakan pada hari rabu pukul 20.00 wib, ibadah pemuda
yang diadakan pada hari sabtu pukul 19.00 wib.
2.3 Sistem Tata Ibadah
Sistem tata ibadah merupakan sistematika jalannya acara pada ibadah raya.
Adapun sistem tata ibadah dalam Gereja Bethel Indonesia (GBI) adalah sebagai
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
• Pra Ibadah
1. Panggilan untuk merayakan ibadah/Ucapan selamat datang
Sesudah masuk gereja dan waktu ibadah akan segera dimulai, maka pemimpin
pujian naik ke altar. Panggilan merayakan ibadah dilakukan. Pemimpin pujian
menyambut panggilan merayakan ibadah dengan mengucapkan selamat datang
kepada semua jemaat yang telah hadir.
2. Bersalam-salaman/Fellowship
Hal yang pertama sekali dilakukan adalah mengajak semua jemaat bersalaman
dengan sesama anggota yang hadir. Pemimpin pujian atau worship leader mengajak
jemaat untuk bersalaman dengan jemaat yang ada di dekatnya. Hal ini dilakukan
adalah untuk mengakrapkan jemaat yang satu dengan jemaat yang lainnya.
• Ibadah
1. Doa Pembuka
Sesudah panggilan merayakan ibadah dilakukan, maka seorang pemimpin
pujian memulai ibadah dengan doa pembuka.
2. Penyembahan (Worship)
Seluruh Jemaat dipimpin oleh pemimpin pujian menaikkan ucapan syukur
dengan membawakan lagu penyembahan. Pada saat inilah para penari tamborin
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Penyembahan10
1. Penyembahan yang indah menciptakan suasana doa. Bene cantat bis orat:
bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali.
lebih bersifat batiniah dibandingkan dengan pujian.
Penyembahan berarti memasuki suatu kemesraan dengan Tuhan. Meskipun pujian
maupun penyembahan memiliki sifat pewartaan, penyembahan lebih bersifat
hubungan vertikal, relasi antara manusia dan Tuhan. Penyembahan melibatkan pula
emosi dan perasaan yang terdalam. Bernyanyi penuh perasaan bukan berarti
bernyanyi tanpa menahan diri. Teknik bernyanyi tetap perlu sebab hanya dengan
bernyanyi dengan penuh perasaan dan dengan teknik bernyanyi yang baik akan
dihasilkan nyanyian yang indah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa pelayanan musik atau
nyanyian penyembahan yang baik, yang indah, sangat penting dewasa ini:
2. Nyanyian yang indah membantu kita untuk mengarahkan hati kepada Tuhan.
3. Musik dan nyanyian yang indah meningkatkan kepekaan kita.
4. Nyanyian penyembahan yang indah menyegarkan jiwa dan bisa membawa
orang kepada pertobatan.
5. Sebaliknya, nyanyian yang sumbang dan tidak diatur hanya akan mengganggu
orang lain.
10 Penyembahan (Worship) berasal dari bahasa Ibrani Shachah (dalam Perjanjian lama) yang berarti
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Contoh lagu :
Bapa Engkau sungguh baik, kasihMu melimpah dihidupku
Bapa kubertrimakasih berkatMu hari ini yang Kau sediakan bagiku
Reff :
Kunaikkan syukurku buat hari yang Kau bri
Tak habis-habisnya kasih dan rahmatMu
Slalu baru dan tak pernah terlambat pertolonganMu
Besar setiaMu dispanjang hidupku
3. Doa
Setelah selesai penyembahan, jemaat dipimpin oleh seorang pendoa yang
telah ditunjuk untuk menaikkan doa kepada Tuhan. Dalam doa ini meminta agar
jalannya kebaktian ibadah raya berjalan dengan lancar.
4. Puji-pujian (Praise)
Puji-pujian adalah salah satu unsur yang kuat dalam ibadah raya. Dalam
ibadah ini jemaat yang dipimpin pemimpin pujian menyayikan lagu-lagu yang
diiringi oleh musik pengiring. Nyanyian yang dipanjatkan bersifat gembira, dimana
tujuan dari puji-pujian adalah sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada
Tuhan Yesus Kristus yang telah meberikan keselamatan selama satu minggu penuh.
Dalam Ibadah pujian ini biasanya pemimpin pujian dan team musik mengajak
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
tangan, menari, mengangkat tangan dan lain sebagainya. Pada saat inilah tarian
tamborin dipertunjukkan.
Pujian biasanya bersifat gembira dan dalam pujian seluruh jemaat
bersorak-sorai serta bersukacita memuliakan, memuji kebaikan serta bersyukur kepada Tuhan
Yesus Kristus. Didalam pujian terkandung suatu unsur pewartaan atau pemberitaan
kebaikan yang telah dilakukan Tuhan Yesus Kristus kepada umat manusia
Dalam pujian yang benar harus memiliki unsur-unsur berikut: sukacita
(senyum), semangat, dan antusiasme11
11
antusiasme dalam bahasa inggris enthusiasm yang berarti semangat yang besar, kegairahan, kegembiraan yang besar.
(enthusiasm). Pujian yang keluar dari lubuk
hati yang terdalam mengandung antusiasme dan semangat untuk mencintai Tuhan
yang tidak mungkin dapat ditutup-tutupi. Antusiasme disini tidak berarti bersikap
sembrono dan liar. Dalam memuji Tuhan suasana dan sikap jemaat tidak seperti
menghadiri suatu konser musik rock. Ada kaidah dan aturan yang berlaku sehingga
tidak menimbulkan suasana yang mendatangkan kekacauan. Contoh lagu yang
dibawakan dalam puji-pujian dapat dilihat sebagai berikut.
Sgala Puji Syukur hanya bagiMu Tuhan
Sebab Engkau layak di puji
Kami mau bersorak tinggikan namaMu Tuhan
Haleluya ,,,
Reff: Soraklah Haleluya, soraklah Haleluya, Haleluya
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
5. Persembahan syukur / Mengumpulkan Persembahan
Persembahan adalah merupakan salah satu bentuk ibadah. Dalam
pengumpulan persembahan disertai dengan nyayian dan jemaat mengikuti secara
bersama-sama. Sesudah selesai mengumpulkan persembahan, maka dinaikkan doa
persembahan oleh pemimpin pujian sekaligus doa untuk menyambut penyampaian
Firman Tuhan
6. Pembacaan dan penyampaian Firman/Khotbah
Pada sesi ibadah ini seorang pendeta akan berdoa dan berkhotbah untuk
semua jemaat yang ada. Dimana khotbah yang disampaikan oleh pendeta sifatnya
membangun dan menghibur juga menguatkan seluruh jemaat. Sehingga jemaat
merasa mendapat kekuatan dan pencerahan sehingga dapat lebih siap untuk menjalani
kegiatan untuk hari-hari selanjutnya. Biasanya durasi waktu untuk mendengarkan
kotbah adalah antara 30 sampai 45 menit. Pada saat sesi khotbah seluruh petugas
ibadah seperti pemimpin pujian,penyanyi latar, pemain tamborin dan pemain musik
beristirahat.
6. Persembahan syukur dan warta jemaat
Sudah pendeta selesai berkotbah, dilaksanakan persembahan syukur. Biasanya
persembahan syukur berbentuk uang yang dikumpulkan ke dalam kantong
persembahan. oleh petugas. Persembahan syukur merupakan pengumpulan kantong
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
penginjilan dan sosial serta keperluan administrasi gereja. Setelah itu maka seorang
petugas yang telah ditunjuk sebelumnya, tampil ke depan dan membacakan warta
jemaat atau pengumuman tentang aktifitas gereja yang yang sudah selesai dilakukan
serta mengumumkan apa-apa saja kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu
minggu ke depan. Dengan mendengar pengumuman ini, semua jemaat akan tau apa
saja kegiatan yang akan dilaksanakan dalam gereja tersebut.
7. Sakramen, doa umum/doa syafaat dan doa khusus untuk individu-individu
Pada akhir ibadah pendeta akan berdoa bagi jemaat. dimana pendeta,
mendoakan agar semua jemaat diberkati dan dilindungi agar dapat berkumpul
kembali untuk beribadah. Pendeta juga mendoakan bangsa dan negara agar
pemerintahan Indonesia berjalan dengan baik. Akhirnya pendeta menutup ibadah
dengan doa berkat semoga seluruh jemaat pulang dengan membawa damai sejahtera.
Setelah doa selesai, seluruh jemaat bersalam-salaman satu dengan yang lain
menandakan ibadah telah usai serta jemaat sudah dapat meninggalkan tempat ibadah.
Biasanya acara salam-salaman ini juga diiringi dengan nyanyian pujian. (Samuel,
Wlfred J, 1970:109) (Wawancara dengan Bpk. Pdt. E. Purba November 2009)
2.4 Sistem Agama dan Kepercayaan a. Agama
Gereja Bethel Indonesia (GBI) merupakan penganut agama kristen. Agama
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
dan kebangkitan Yesus Kristus atau Isa Almasih. Agama ini meyakini Yesus Kristus
adalah Tuhan dan Mesias, juru selamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus
manusia dari dosa. Yang beribadah di gereja dan menggunakan Kitab Suci Alkitab.
Agama Kristen termasuk salah satu dari agama Abrahamik yang berdasarkan
hidup, ajaran, kematian dengan penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus dari
Nazaret ke surga, sebagaimana dijelaskan dalam Perjanjian Baru, umat Kristen
meyakini bahwa Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan dalam dari Perjanjian Lama
(atau Kitab suci Yahudi). Kekristenan adalah monoteisme, yang percaya akan tiga
pribadi (secara teknis dalam bahasa Yunani hypostasis) Tuhan atau Tritunggal.
Tritunggal dipertegas pertama kali pada Konsili Nicea Pertama (325) yang dihimpun
oleh Kaisar Romawi Konstantin I.
Pemeluk agama Kristen mengimani bahwa Yesus Kristus atau Isa Almasih
adalah Tuhan dan Juru Selamat, dan memegang ajaran yang disampaikan Yesus
Kristus. Dalam kepercayaan Kristen, Yesus Kristus adalah pendiri jemaat (gereja)
dan kepemimpinan gereja yang abadi. Umat Kristen juga percaya bahwa Yesus
Kristus akan datang pada kedua kalinya sebagai Raja dan Hakim akan dunia ini.
Sebagaimana agama Yahudi, mereka menjunjung ajaran moral yang tertulis dalam
Sepuluh Perintah Tuhan.
Gereja Bethel Indonesia (GBI) menganut aliran kharismatik12
12
“Kharismatik”, istilah-istilah ini menjelaskan suatu suatu pribadi, teologi, atau kelompok yang menyukai pengadopsian dan pelaksanaan praktek-praktek, idiologi, dan prinsip-prinsip yang berkaitan . Aliran
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
demikian jelaslah bahwa gerakan kharismatik berpangkal pada gerakan Pentakostal.
Ciri utama yang menunjukkan bahwa gerakan kharismatik berpangkal dan mirip
dengan gerakan Pentakostal ialah, keduanya memberi tekanan pada “Baptisan Roh”
dan “Penyembuhan Ilahi”.
Cikal bakal Gerakan kharismatik ini adalah sebuah organisasi para pengusaha
Kristen yang bernama The Full Gospel Business Men’s Fellowship (FGBMF), yang
dibentuk oleh Demos Shakarian, seorang milyuner di kota California, Amerika
Serikat. Sejak semula kalangan FGBMF sudah menggunakan nama “Persekutuan
Kharismatik” untuk pertemuan-pertemuan mereka.
Suatu peristiwa yang sering diacu sebagai awal kemunculan gerakan
Kharismatik ini ialah peristiwa yang terjadi di lingkungan Gereja Episkopal di sekitar
kota Los Angeles-California, pada tahun 1959. Dalam peristiwa tersebut sepasang
suami-istri yang masih muda, John dan Joan Baker, menerima Baptisan Roh disertai
tanda berbahasa lidah, setelah bersentuhan dengan kalangan Pentakostal. Segera
menyusul 10 orang lagi, lalu mereka berhimpun mengadakan kebaktian sendiri.
Peristiwa ini (Baptisan Roh) kemudian dialami pula oleh jemaat-jemaat Episkopal di
sekitarnya, dan mengakibatkan api kharismatik menyulut kobaran dimana-mana.
(sumber www.wikipedia.org)
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
b. Pokok-pokok Penting Ajarannya
1. Pujian.
Adalah luapan kegembiraan dan ucapan rasa syukur dari lubuk hati orang
percaya. Hasilnya, orang tersebut memiliki kemampuan baru memuliakan Allah,
sebagaimana nampak dalam lagu-lagu pujian Kharismatik yang spontan. Seperti
melompat dan bertepuk tangan.
2. Penginjilan.
Bagi sebagian orang hal ini mendorong mereka untuk menginjili lebih efektif
lagi, sedangkan bagi sebagian orang yang lain merupakan dorongan untuk menginjili
untuk pertama kalinya. Mereka memiliki kemampuan dan keberanian baru untuk
berbicara kepada orang lain tentang Tuhan Yesus Kristus.
Kegiatan penginjilan dapat dilakukan secara berkelompok maupun secara
sendiri. Dimana tempat yang dituju biasanya adalah daerah yang jarang bahkan
belum ada penginjilan.
3. Karunia-karunia Roh.
Hal ini yang paling banyak disebut sebagai ciri Kharismatik hal ini sesuai
dengan yang tertulis di dalam Alkitab yaitu I Korintus 12:8-10. Kendati daftar ini
memuat sembilan charismata, namun karunia yang paling utama dan paling banyak
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
4. Kuasa Rohani.
Hal ini berbicara tentang keseluruhan pandangan dan praktek gerakan
Kharismatik. Kuasa Rohani terjadi setelah orang tersebut menerima Baptisan Roh.
Hal ini terlihat dalam kemampuan memuji Allah, menginjili, mengusir dan
mengalahkan si jahat, serta mempraktekkan karunia-karunia Roh. (sumber
www.wikipedia.org)
c. Jalan Masuk dan Perkembangannya di Indonesia
Gerakan/aliran Kharismatik pertama kali masuk ke Indonesia pada bagian
kedua tahun 1960-an melalui penginjil-penginjil dari Amerika Serikat dan Eropa.
Dalam waktu sangat singkat gerakan ini berkembang dengan sangat pesat di
Indonesia, hal ini terlihat dengan semakin pesat berkembang sehingga pengaruhnya
hampir sejajar dengan Gereja yang sudah terlebih dahulu ada..
Dewasa ini hampir di seluruh wilayah Indonesia terdapat gereja yang
beraliran Kharismatik. Gerakan/aliran ini memiliki pengaruh yang sangat besar,
terutama dikalangan pemuda/mahasiswa. Selain karena semangat yang luar biasa dari
para penginjilnya, “keunggulan” aliran ini terletak pada pola peribadahannya yang
sangat memikat, yang ditunjang oleh musik yang ditata dengan sangat apik.
Adapun ekspresi-ekspresi umum dalam sistem tata ibadah Gereja Bethel
Indonesia (GBI) dapat dibagi dalam enam pengelompokakan besar, yaitu:
1. Pertama, kebiasaan atau praktek ibadah yang dihubungkan dengan gerakan tubuh.
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
bertepuk tangan, menyanyi dengan berbagai ekspresi wajah, bernyanyi terus
menerus untuk jangka waktu yang panjang pada awal ibadah, menari,
melompat-lompat di tempat, dan sebagainya
2. Kedua, kebiasaan atau praktek ibadah yang dihubungkan dengan unsur atau
kewajiban selebratif. Ini mencakup: mengulang-ulang lagu, bertepuk tangan,
bernyanyi dengan keras, permainan musik seperti band, penyayi latar, tari
tamborin, perpaduan “kebudayaan elektronis”, berbicara dalam bahasa lidah,
musik yang keras, dan sebagainya.
3. Ketiga, kebiasaan atau praktek ibadah yang dihubungkan dengan bentuk dan
dekorasi interior yang artistik. Ini akan mencakup: memisahkan bagian depan
tempat ibadah untuk dipakai oleh band musik dan peralatan mereka, penggunaan
spanduk dekoratif, ayat-ayat Kitab suci terpasang di dinding, sebuah altar kecil
atau kadang-kadang tanpa altar, karangan bunga yang ditempatkan khusus guna
menambah semarak warna, menari, dan sebagainya.
4. Keempat, kebiasaan dan praktek ibadah yang dihubungkan dengan struktur
ibadah. Tata gereja pada umumnya merefleksikan keluesan, tetapi dapat juga
mengandaikan suatu struktur tertentu yang bersifat tetap dan yang khusus untuk
jemaat individual.
5. Kelima, kebiasaan dan praktek yang dihubungkan dengan pelayanan gerejawi. Ini
mencakup: penumpangan tangan dalam gerakan yang bergetar (untuk melepaskan
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
agresif, menengking si jahat dengan nada memerintah, berbagi kesaksian,
pengurapan dengan minyak dan sebagainya.
6. Keenam, kebiasaan dan praktek ibadah yang dihubungkan dengan ekspresi
linguistik dan pemilihan kata-kata yang populer. Ini mencakup:
- “Marilah kita memberikan tepukan tangan”
- “Marilah kita menaikkan puji-pujian”
- Tanggapan yang sering dengan mengucapkan “Amin” atau “Halleluya”, Atau
“Puji Tuhan”
- “Marilah kita merayakannya” atau “Allah mengasihimu”
- “Angkatlah tanganmu dan sembahlah Allah”
- “Marilah kita menyambut Kristus di tengah-tengah kita”
- “Kristus hadir di tengah-tengan kita”
- “Kami menyambut-Mu Tuhan Roh Kudus”
- “Roh Kudus tengah bergerak diantara kita”
- “marilah kita masuk menghadap Yang Maha kudus dengan puji-pujian”
(Samuel, Wlfred J, 1970:109)
2.5 Bahasa
Bahasa sebagai alat penghubung serta komunikasi bagi masyarakat
pendukungnya sangatlah dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari JS Badudu (Pelik
Pelik Bahasa Indonesia 1989:3) mengatakan bahwa bahasa adalah alat penghubung
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Bahasa sangatlah penting dan berlaku sebagai alat komunikasi yang dapat
mengungkapkan perasaaan serta pikiran seseorang terhadap orang lain dimana peran
bahasa yang dapat menjalin suatu pengertian bersama diantara masyarakat
pendukungnya.
Secara umum bahasa yang digunakan di GBI adalah bahasa indonesia, tetapi
ada sebagian yang mengunakan bahasa mandarin. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh penulis di tempat lokasi penelitian, bahasa yang digunakan pada ibadah raya
GBI Tanjung Sari adalah bahasa Indonesia.
Bahasa indonesia merupakan bahasa nasional bangsa Indonesia. Penggunaan
bahasa indonesia pada ibadah raya adalah dengan alasan bahwa GBI Tanjung Sari
bukanlah merupakan gereja tradisional yang menggunakan bahasa suku. Dimana
jemaat yang hadir bukan merupakan dominan dari salah satu suku yang ada, tetapi
gabungan dari berbagai suku dan bahasa. Sehingga diperlukan suatu bahasa
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
BAB III
DESKRIPSI DAN FUNGSI PERTUNJUKAN TARI TAMBORIN PADA IBADAH RAYA
3.1 Sejarah Tari Tamborin
Tari tamborin merupakan bagian acara yang tidak terpisahkan dalam acara
kebaktian yang ada di dalam ibadah raya Gereja Bethel Indonesia (GBI). Tari
tamborin telah dimainkan di GBI sejak gereja ini mulai dibentuk. Tarian tamborin
dimainkan secara berkelompok, dan menggunakan tamborin sebagai media utama.
Berdasarkan wawancara dengan Intan Manullang13
13
Hasil wawancara tanggal 2 Agustus 2009
, tari tamborin lebih sering
disajikan pada acara ibadah raya yang diadakan setiap hari minggu, selain itu tari
tamborin juga disajikan pada ibadah KKR (Kebangkitan Kebangunan Rohani).
Gerakan-gerakan dasar dari tari tamborin telah ditentukan dari mula dan selalu
berkembang secara dinamis sesuai dengan perkembangan jaman. Gerakan-gerakan
selalu berkembang dimana dapat diperoleh dari video-video gerakan dasar tarian
tamborin atau dari buku-buku yang menggambarkan gerakan tarian tamborin. Juga
perubahan dapat diperoleh dari melihat tarian yang ada di televisi, atau pertunjukan
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Menurut kitab Keluaran14
Tahun 1000-600 sebelum masehi ditemukan tokoh patung perempuan dari
tanah liat memegang tamborin. Patung langka ini ditemukan di Megiddo
yang terdapat dalam perjanjian lama, disebutkan
bahwa Miryam saudara perempuan Musa dan Harun lah yang pertama sekali
disebutkan sebagai pelopor penggunaan tamborin. Dimana pada saat itu, sesudah
bangsa Israel lepas dari kejaran tentara Mesir yang mengejar mereka, maka sebagai
ungkapan kegembiraan Miryam mengambil dan memukulkan rebana atau tamborin
ke tanggannya, sehingga seluruh perempuan Israel mengikuti apa yang barusan
dilakukan oleh Miryam. Dimana seluruh perempuan mengikuti nya memukul rebana
serta menari-nari bagi Tuhan. Nyayian dan tarian Miryam ini menandakan kebebasan
dan ungkapan syukur mereka.
15
(Sumber
Asal tarian tamborin didalam masyarakat Kristen berasal dari suatu warisan /
pusaka Yahudi. Tamborin merupakan salah satu bagian instrumen alat musik yang
penting dalam masyarakat Yahudi ,dimana tujuan aslinya untuk pujian dan pemujaan
kepada Allah.
14
Kitab Keluaran merupakan buku kedua kita
Dalam bahasa
dalam beberapa
adalah "keluaran", dan terutama "keluaran" bangsa
diperbudak.
15
Megiddo adalah sebuah lembah di
situs yang penting di dunia kuno, Megiddo adalah sebuah rute perdagangan yang menghubungkan
dan sekitarnya menjadi saksi beberapa peperangan penting dalam sejarah. Situs ini telah berdiri sejak 7000 SM sampai 500 SM. Saat ini, Megiddo adalah persimpangan jalan utama yang menghubungkan
Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.
Kebangkitan tarian tamborin dimulai di Inggris pada tahun 1865 oleh
sepasang suami istri William Booth dan Catherine yang mendirikan sebuah lembaga
yang dinamakan Salvation Army16 . Sepasang suami istri ini memelopori suatu sikap
yang benar dan baru tentang melayani Tuhan. Mereka fokus dan betul-betul
mengabdikan diri dalam pelayanan gereja. Hal ini terlihat dari sikap dan perbuatan
yang dilakukan, Mereka memberi pakaian dan memberi makan kepada kaum yang
lemah/miskin, dan yang menderita kelaparan. Mereka juga mengajarkan Injil17
16
Bala Keselamatan (Inggris: Salvation Army) adalah salah satu denominasi di kalangan Gereja dengan semangat dan tidak kenal lelah.
Salvation Army berkembang pesat dan menyebar ke berbagai negara di dunia. Salah
satu misi mereka adalah mengajarkan ibadah yang benar, dimana di dalam tata ibadah
yang diajarkan termasuk penggunaan tamborin di dalam ibadah kebaktian.
Pada umumnya