• Tidak ada hasil yang ditemukan

INKULTURASI MUSIK BATAK TOBA PADA IBADAH BATAK BERMAZMUR DI GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) BUKIT ZAITUN MANDALA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "INKULTURASI MUSIK BATAK TOBA PADA IBADAH BATAK BERMAZMUR DI GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) BUKIT ZAITUN MANDALA MEDAN"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

INKULTURASI MUSIK BATAK TOBA PADA IBADAH BATAK BERMAZMUR DI GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) BUKIT ZAITUN MANDALA MEDAN

SKRIPSI SARJANA

O L E H

PAHALA PASARIBU 120707019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

2019

(2)

INKULTURASI MUSIK BATAK TOBA PADA IBADAH BATAK BERMAZMUR DI GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) BUKIT ZAITUN MANDALA MEDAN

Skripsi Sarjana

Dikerjakan Oleh:

NAMA : PAHALA PASARIBU NIM : 120707019

Disetujui oleh

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si.

NIP. 196308141990031004 NIP. 195804021986031003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

2019

(3)

PENGESAHAN

Diterima Oleh :

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada Tanggal : Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,

Dr. Budi Agustono, M.S.

NIP 196008051987031001

Panitia Ujian : Tanda Tangan

1. Drs. Bebas Sembiring, M.Si. ( )

2. Dra. Frida Deliana, M.Si. ( )

3. Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. ( )

4. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si. ( )

(4)

DISETUJUI OLEH

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI KETUA

Arifninetrirosa, S.ST., M.A NIP 19650219199403 2002

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan utuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 8 Agustus 2019

Pahala Pasaribu NIM. 120707019

(6)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul Inkulturasi Musik Batak Toba Pada Ibadah Batak Bermazmur Di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bukit Zaitun Mandala Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan sejarah, proses serta hasil dari inkulturasi yang menggunakan unsur-unsur musik Batak Toba dalam ritual ibadah Batak Bermazmur di GBI Bukit Zaitun dengan mengkaji struktur musik dalam nyanyian pujian dalam bahasa Batak Toba. Untuk menjawab permasalahan diatas penulis menggunakan beberapa teori diantaranya, teori inkulturasi oleh Giancarlo Collet dan Roest Crollius tentang proses inkulturasi, teori upacara keagamaan oleh Koentjaraningrat, dan teori weighted scale oleh Malm.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan melakukan observasi, wawancara, dan perekaman. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses inkulturasi yang terjadi didalam gereja GBI Bukit Zaitun adalah proses yang memperkaya kebudayaan musik didalam gereja. Bentuk musik yang dipakai pada ibadah Batak Bermazmur juga menghasilkan kreasi serta warna baru dikarenakan kolaborasi antara instrumen musik Batak Toba yaitu sulim dan taganing dengan instrumen musik Barat seperti keyboard, gitar, bass, dan drum. Gereja juga memiliki dampak terhadap pertumbuhan jemaat yaitu gereja dapat membangun iman jemaat lebih dewasa serta pertambahan jumlah jemaat setelah adanya ibadah Batak Bermazmur dikarenakan jemaat dapat beribadah dengan liturgi ibadah yang selaras dengan kebudayaan jemaat itu sendiri.

Kata kunci: Gereja Bethel Indonesia, Ibadah, Inkulturasi, Musik Batak Toba.

(7)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis mengucapkan syukur kepada Allah Bapa Surgawi didalam nama Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan kemampuan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “INKULTURASI MUSIK BATAK TOBA PADA IBADAH BATAK BERMAZMUR DI GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) BUKIT ZAITUN MANDALA MEDAN”, yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) pada Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, Ibu Arifninetrirosa, SST., M.A., selaku Ketua Program Studi Etnomusikologi. Terimakasih juga kepada Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., sebagai dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., sebagai dosen pembimbing II yang juga banyak memberi saran, masukan dan bimbingan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen-dosen dan pegawai di lingkungan Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Bapak Prof Mauly Purba, M.A., Ph.D., Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ibu

(8)

Dra. Ritahaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Irwansyah, M.A., yang telah memberikan pengetahuan, kesempatan, dan motivasi kepada penulis sejak awal duduk di bangku perkuliahan sampai kepada tahap penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang sangat istimewa kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda N.M Pasaribu dan Ibunda M. Silaban, yang telah mendukung dari berbagai hal dan banyak memberikan nasehat. Terima kasih juga kepada saudara saudara penulis yang penulis sayangi abangda David Pasaribu, Josua Pasaribu, Pendi Pasaribu dan ito Laura Pasaribu atas semangat dan dukungan yang telah diberikan, dan juga kepada yang terkasih Ami Simanjuntak atas perhatian dan dukungan tiada hentinya. Terima kasih buat sahabat-sahabat penulis yang senantiasa menemani dan banyak membantu untuk bertukar pikiran dalam mengerjakan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat satu stambuk penulis terkhusus teman band Lawrence Simbolon, S.Sn., Gomgom Silaban, S.Sn., Yusuf Silaban, S.Sn., Gopas Lumbantoruan S.Sn., Joseph Reno, S.Sn., Ade Pasaribu, S.Sn. Terimakasih juga kepada seluruh teman-teman seperjuangan selama proses perkuliahan yaitu stambuk 2012 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, banyak kenangan suka duka bersama kalian selama masa perkuliahan menjadi pelajaran tersendiri buat penulis. Terimakasih juga kepada adik-adik stambuk saya, Hendra Siregar, Kasri Situmeang, dan Chandro Tobing yang turut membantu.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Wawa selaku pegawai/staf program studi Etnomusikologi dalam pengurusan berkas-berkas

(9)

Cap. yang telah banyak membuka pikiran penulis. Terimakasih juga buat Bapak Pdt. Djaman Sinaga selaku gembala GBI Bukit Zaitun, Bapak Merlin Santinus, Ibu Martha Sinaga, Bapak Budiman Sihombing, abangda Janu Siringo-ringo.

Terimakasih juga buat Jecky Sidabutar dan Reinhard Butarbutar yang mau berdiskusi dan juga membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

Terimakasih juga buat seluruh pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu yang memberikan bantuan kepada penulis, kiranya Tuhan membalas kebaikan kalian.

Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan memohon maaf kepada pembaca apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan dan kesalahan dalam tulisan yang diluar kesengajaan penulis. Semoga hasil penelitian ini memberi kontribusi bagi disiplin Etnomusikologi.

Medan, 8 Agustus 2019 Penulis

Pahala Pasaribu NIM 120707019

(10)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan dan Metode Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan penelitian ... 9

1.3.2 Manfaat penelitian ... 10

1.4 Konsep dan Teori ... 10

1.4.1 Konsep... 10

1.4.2 Teori ... 14

1.5 Metode Penelitian... 17

1.5.1 Studi kepustakaan... 17

1.5.2 Kerja lapangan ... 18

1.5.3 Wawancara ... 18

1.5.4 Dokumentasi ... 19

1.5.5 Observasi ... 19

1.5.6 Kerja laboratoriunm ... 20

1.6. Lokasi Penelitian ... 20

BAB II GAMBARAN UMUM GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) ... 21

2.1 Sejarah Gereja Bethel Indonesia (GBI) ... 21

2.2 Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bukit Zaitun Mandala ... 23

2.3 Pendukung Peribadatan ... 25

2.3.1 Pendeta... 25

2.3.2 Pemimpin pujian dan singers ... 25

2.3.3 Tim pemusik ... 26

2.3.4 Tim kolektan ... 26

2.3.5 Tim multimedia dan soundman ... 26

2.3.6 Tim usher ... 27

2.4 Sistem Tata Peribadatan ... 27

2.4.1 Pra ibadah ... 27

2.4.1.1 Sambutan dan ajakan untuk persiapan ibadah ... 28

2.4.1.2 Bersalam-salaman atau Fellowship ... 29

2.4.2 Ibadah ... 29

2.4.2.1 Doa pembuka ... 29

2.4.2.2 Bernyanyi... 30

2.4.2.3 Firman/Khotbah ... 32

2.4.2.4 Kolekte/Persembahan dan warta jemaat ... 33

2.4.2.5 Doa syafaat dan doa penutup untuk seluruh jemaat ... 34

2.4.2.6 Doa penutup atau doa berkat ... 35

2.5 Aliran Gereja Bethel Indonesia ... 36

2.5.1 Pengakuan iman GBI ... 38

2.6 Bahasa ... 39

(11)

BAB III INKULTURASI MUSIK BATAK TOBA PADA IBADAH BATAK BERMAZMUR DI GBI BUKIT ZAITUN

MANDALA MEDAN ... 40

3.1 Inkulturasi ... 40

3.1.1 Batak bermazmur sebagai bentuk inkulturasi di gereja GBI ... 41

3.2 Ibadah Batak Bermazmur di Gereja GBI Bukit Zaitun ... 44

3.2.1 Ibadah batak bermazmur ... 45

3.2.2 Proses masuknya ibadah batak bermazmur di GBI Bukit Zaitun... 51

3.2.3 Bentuk inkulturasi serta unsur-unsur yang digarap ... 52

3.2.4 Dampak ibadah batak bermazmur terhadap gereja GBI Bukit Zaitun ... 54

3.3 Musik Pengiring Ibadah ... 56

3.3.1 Instrumen musik pengiring ... 56

3.3.1.1 Keyboard (kibord elektrik) ... 56

3.3.1.2 Gitar elektrik ... 57

3.3.1.3 Gitar bass elektrik ... 57

3.3.1.4 Drum ... 58

3.4 Musik Batak Toba ... 59

BAB IV ANALISIS STRUKTUR MUSIKAL LAGU PUJIAN DALAM IBADAH BATAK BERMAZMUR ... 67

4.1 Transkripsi... 67

4.1.1 Proses transkripsi ... 67

4.2 Analisis Musikal... 69

4.3 Transkripsi Dan Analisis Lagu Ai Ho Do Tuhan ... 69

4.3.1 Tangga nada ... 97

4.3.2 Nada dasar dan jumlah nada ... 97

4.3.3 Wilayah nada ... 99

4.3.4 Jumlah interval (privalent intervals) ... 100

4.3.5 Pola kadensa (cadence patterns) ... 101

4.3.6 Formula melodik (melodic formulas)... 102

4.3.7 Kontur (Contour) ... 102

4.3.8 Ritem ... 103

4.3.9 Peranan masing-masing instrumen pada lagu ai ho do tuhan ... 104

4.4 Transkripsi Dan Analisis Lagu Di Bagasan GoarMi ... 104

4.4.1 Tangga nada ... 116

4.4.2 Nada dasar dan jumlah nada ... 116

4.4.3 Wilayah nada (range) ... 118

4.4.4 Jumlah interval (privalent intervals) ... 119

4.4.5 Pola kadensa(cadence patterns) ... 120

4.4.6 Formula melodik (melodic formulas)... 121

4.4.7 Kontur (Contour) ... 122

(12)

BAB V PENUTUP ... 124

5.1 Kesimpulan ... 124

5.2 Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 127

DAFTAR WEBSITE ... 128

DAFTAR INFORMAN ... 129

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. GBI Bukit Zaitun ... 24

Gambar 2. Altar ... 28

Gambar 3. Kantong Kolekte ... 34

Gambar 4. Pemusik ... 46

Gambar 5. Singers ... 47

Gambar 6. Pendeta ... 47

Gambar 7. Sortali dan tali-tali. ... 48

Gambar 8. Pemain Taganing dan Pemain Sulim ... 48

Gambar 9. Penari ... 49

Gambar 10.Jemaat ... 49

Gambar 11. Keyboard ... 57

Gambar 12. Gitar Elektrik ... 57

Gambar 13. Gitar Bass Elektrik ... 58

Gambar 14. Drum Set .. ... 58

Gambar 15. Taganing ... 60

Gambar 16. Sarune Bolon dan Sarune Etek ... 61

Gambar 17. Ogung ... ... 62

Gambar 18. Hesek. ... 63

Gambar 19. Hasapi ... 64

Gambar 20. Sulim ... 64

Gambar 21. Garantung ... 65

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Perbedaan Ibadah Regular Dan Batak Bermazmur... 50

Tabel 4.1 Distribusi Nada Sulim ... 97

Tabel 4.2 Distribusi Nada Vokal ... 98

Tabel 4.3 Diistribusi Interval Sulim ... 100

Tabel 4.4 Distribusi Interval Vokal ... 100

Tabel 4.5 Distribusi Nada Sulim ... 116

Tabel 4.6 Distribusi Nada Vokal ... 117

Tabel 4.7 Distribusi Interval Sulim ... 119

Tabel 4.8 Distribusi Interval Vokal ... 119

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Suatu agama beserta dengan kebudayaan agama itu sendiri akan sulit untuk hidup sendiri, banyak agama yang dikenal di dunia ini mau atau tidak mau harus bersinggungan atau bertemu dengan banyak kebudayaan yang juga ada di dunia ini. Pertemuan atau kontak antara agama dan kebudayaan pastinya akan menimbulkan suatu reaksi diantaranya yaitu penerimaan atau penolakan, jika diterima tidak semua unsur-unsur kebudayaan dapat diterima oleh suatu agama begitu juga dengan penolakan pastinya akan menimbulkan pertentangan atau kontra diantara suatu agama dan kebudayaan tersebut. Oleh sebab itu agama harus memikirkan usaha untuk dapat masuk lebih dalam kepada masyarakat dengan tujuan sederhana agar agama dapat diterima dan memberikan dampak sehingga dapat dianut oleh masyarakat atau masyarakat menjadi lebih mudah untuk dapat menerima suatu keyakinan yang selaras dengan kebudayaan masyarakat dari suatu tempat. Maka dari itu terjadilah suatu proses budaya yang bernama inkulturasi yaitu usaha suatu agama untuk memasukkan suatu kebudayaan kedalam liturgi ibadahnya, agar suatu kebudayaan dapat berjalan selaras dan diterima oleh suatu agama atau sebaliknya agama menjadi dapat diterima dalam suatu kebudayaan. Istilah inkulturasi ini mulai digaungkan oleh agama Katolik, namun diluar dari Katolik istilah inkulturasi juga digunakan, salah satunya adalah inkulturasi musik tradisi Batak Toba yang terdapat di gereja

(16)

Gereja GBI atau Gereja Bethel Indonesia adalah salah satu gereja yang beraliran kharismatik di Indonesia, ada beberapa contoh gereja beraliran karismatik yang ada di Indonesia, seperti Gereja Pusat Pantekosta Indonesia (GPPI), Gereja Bethel Tabernakel, Gereja Mawar Sharon, Gereja Bethany Indonesia. Aliran kharismatik merupakan sebuah istilah yang dipakai untuk mendeskripsikan kaum Kristiaini yang percaya bahwa manifestasi Roh Kudus bisa terjadi dan seharusnya dipraktikkan sebagai pengalaman rohani pribadi setiap orang-orang yang yang percaya pada Yesus pada masa sekarang ini.

Kharismatik berasal dari bahasa Yunani, yaitu charis berarti kasih karunia atau sama dengan anugerah, kata charis dalam Alkitab digunakan untuk menjelaskan berbagai pengalaman supranatural ( 1 Kor 12-14), gerakan kharismatik dalam berbagai hal memiliki ciri-ciri khas pentakostalisme, khususnya dalam hal karunia-karunia Roh. Aliran kharismatik meyakini bahwa Tuhan memberikan karunia-karunia rohani kepada gereja untuk membawa perbaikan melalui Roh dalam tuntunan Tuhan. Karunia-karunia yang dimaksud adalah terlihat jelas dimana gereja beraliran ini sering mengadakan Kebaktian Kebangkitan Rohani (KKR) dimana didalamnya terjadi berbagai mujizat kesembuhan, mendapat pekerjaan, jodoh, rumah tangga yang dipulihkan dan lain sebagainya. Bukti- bukti diatas sekaligus menjadi pembeda dengan aliran gereja lainnya. Gereja GBI juga merupakan salah satu organisasi gereja besar yang berada dibawah naungan PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) dan juga anggota DPI (Dewan Pantekosta Indonesia). Gereja GBI merupakan organisasi yang memisahkan diri

(17)

Indonesia) dikarenakan konflik internal pada kepemimpinan sehingga menyebabkan sekelompok pendeta yang terdiri dari 22 orang mendirikan gereja baru yaitu GBIS (Gereja Bethel Injil Sepenuh) pada tahun 1952, dan seiring perjalanan GBIS, HL. Senduk sebagai pimpinan GBIS pada saat itu memisahkan diri lagi dari GBIS dan pada akhirnya membentuk sebuah gereja baru yang bernama GBI atau Gereja Bethel Indonesia pada tahun 1970.

Gereja GBI menganut konsep tata ibadah yang pada umumnya sama dengan gereja beraliran kharismatik lainnya dalam hal penggunaan ansambel musik barat seperti gitar elektrik, bass elektrik, keyboard atau piano elektrik, dan drum, namun seiring berjalannya waktu, gereja GBI juga mulai terbuka dengan unsur-unsur kebudayaan lokal setempat dan mencoba untuk memasukkannya kedalam ritual ibadah untuk mencapai salah satu tujuan utamanya yaitu menjangkau orang-orang yang belum mengenal Tuhan atau misi penginjilan, dimana hal seperti belum pernah terjadi di gereja-gereja beraliran kharismatik lainnya dikarenakan pada umumnya hampir semua gereja kharismatik mengambil sikap yang sama untuk menolak menggunakan unsur- unsur tradisi lokal setempat dengan alasan kekhawatiran akan terjadinya sinkritisme (proses penyatuan dua atau lebih aliran atau paham) dan menganggap bahwa tradisi nenek moyang adalah berhala seperti penggunaan alat musik tradisi, simbol-simbol atau tari-tarian yang menyebabkan gereja beraliran kharismatik tidak menggunakan unsur kebudayaan suatu etnis setempat dimana gereja tersebut berada, namun untuk pertama sekali sebuah gereja GBI

(18)

unsur-unsur tradisi Batak Toba kedalam ritual ibadahnya, diantaranya penggunaan instrumen musik Batak Toba serta pakaian adat Batak Toba berupa kain ulos maupun pengikat kepala yakni sortali yang kemudian juga masuk dan diikuti oleh salah satu gereja GBI lainnya yang ada di Sumatera Utara, yaitu GBI Bukit Zaitun, Medan.

Penulis berdiskusi dengan dosen pembimbing dan memilih untuk menggunakan istilah inkulturasi pada pembahasan ini daripada proses budaya yang lainnya dikarenakan inkulturasi hanya mengambil unsur-unsur yang dapat diterima oleh agama dalam hal ini yakni agama Kristen dan dapat dimasukkan kedalam ritual ibadah dari suatu kebudayaan demi menghindari sinkritisme, dikarenakan tidak semua jenis kebudayaan dapat berinkulturasi atau sejalan dengan gereja. Istilah inkulturasi sebenarnya pertama kali muncul dan digunakan oleh gereja Katolik, namun alasan lain penulis memakai istilah inkulturasi terhadap gereja GBI dikarenakan penulis telah melihat dan mengamati sendiri secara langsung beberapa hal yang terjadi dalam inkulturasi oleh gereja Katolik seperti di gereja Katolik Santo Antonius Hayam Wuruk Medan dan gereja Inkulturatif Karo St. Fransiskus Asisi Berastagi juga terjadi di gereja GBI Bukit Zaitun Medan, yaitu penggunaan unsur-unsur kebudayaan suatu etnis dimana gereja tersebut berdiri dalam hal ini adalah unsur-unsur tradisional Batak Toba yang dipakai di gereja GBI Bukit Zaitun Medan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Pastor Leo Joosten selaku Pastor yang membangun gereja inkulturatif Karo yang ada di kota Berastagi, Sumatera Utara yang mengatakan

(19)

Katolik sekalipun, asalkan menggunakan unsur-unsur suatu kebudayaan pada rumah ibadah maupun liturginya atau perayaan ibadahnya. Jadi, semakian kuat alasan penulis untuk memakai istilah inkulturasi dalam pembahasan ini.

Dalam gereja GBI, konsep tata ibadah yang berinkulturasi dengan musik Batak Toba tersebut dinamakan ibadah Batak Bermazmur. Batak Bermazmur sendiri pertama sekali muncul dan dipakai pada bulan April tahun 2003 di gereja GBI Rehobot di Jakarta, dimana konsep ibadah ini dipelopori oleh Pdt. Erastus Sabdono selaku pimpinan dan gembala sidang gereja GBI Rehobot. Konsep ibadah Batak Bermazmur ini pada awalnya hanya digunakan oleh gereja GBI Rehobot dan cabang-cabangnya, jadi tidak semua gereja GBI menggunakan ibadah Batak Bermazmur pada ibadahnya, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk gereja-gereja GBI lainnya memakai konsep yang sama dikarenakan kebijakan otonomi didalam gereja yang membebaskan gereja untuk menganutnya. Konsep ibadah Batak Bermazmur inilah yang kemudian masuk dan juga dipakai didalam gereja GBI Bukit Zaitun Medan untuk pertama sekali pada tanggal 24 Januari tahun 2010, dimana sebelumnya gereja ini tidak menggunakan unsur-unsur tradisi kebudayaan dalam hal musik Batak Toba dikarenakan masih sebatas menggunakan ansambel musik barat. Batak Bermazmur merupakan sebuah tata ibadah agama Kristen yang dipakai didalam ritual ibadah gereja GBI yang didalamnya mengandung unsur-unsur tradisi Batak Toba yaitu diantaranya, penggunaan instrumen musik Batak Toba yakni sulim, taganing, hasapi, dan dikolaborasikan dengan ansambel musik barat yaitu

(20)

satu-kesatuan dalam membawakan lagu-lagu pujian berbahasa Batak Toba, dimana instrumen musik Batak Toba juga memiliki pengaruh dan peranan yang penting dalam ritual ibadah Batak Bermazmur yakni membentuk nuansa Batak Toba yang terjadi dalam ritual ibadah tersebut.

Ibadah Batak Bermazmur merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan namun terbatas hanya dilakukan dalam minggu ke-5 pada setiap bulannya di gereja GBI Bukit Zaitun Medan, yang berarti ibadah ini hanya dilakukan 3-4 kali dalam setahun karena setiap tahun memiliki jumlah 5 minggu yang berbeda- beda. Ibadah Batak Bermazmur ini dipimpin oleh seorang yang disebut sebagai Worship Leader atau WL atau biasa disebut juga pemimpin pujian, dalam ibadah Batak Bermazmur selain pemimpin pujian ada juga yang disebut sebagai singers atau penyanyi altar berjumlah 3 sampai 4 orang untuk mendukung pemimpin pujian, pemimpin pujian disini mempunyai peranan yang penting untuk memimpin jalannya ibadah yaitu dengan memimpin nyanyian pujian penyembahan sambil diikuti oleh seluruh jemaat selama ibadah berlangsung.

Dalam ibadah Batak Bermazmur ini juga mengandung unsur-unsur tata ibadah lain yang penting yaitu nyanyian-nyanyian rohani dalam bahasa Batak Toba, manortor pada saat memberikan kolekte atau persembahan dan juga doa-doa serta khotbah yang terkadang juga menggunakan bahasa Batak Toba meskipun lebih sering menggunakan bahasa Indonesia.

Inkulturasi musik Batak Toba pada ibadah Batak Bermazmur itu sendiri merupakan hal yang sangat penting didalam ritual ibadah, seperti yang

(21)

gereja GBI Bukit Zaitun berpendapat bahwa musik Batak Toba merupakan identitas atau jati diri orang-orang Batak Toba dan digunakan sebagai kendaraan atau sebuah cara untuk menghantar orang-orang Batak Toba yang menjadi jemaat di gereja GBI Bukit Zaitun untuk merasa lebih dekat kepada Tuhannya.

Selain itu dengan banyaknya anggota jemaat di gereja ini yang beretnis Batak Toba atau etnis batak Toba menjadi mayoritas dalam jemaat gereja ini menjadikan suatu alasan pertimbangan dan memberikan ciri khas baru untuk digunakannya konsep ibadah Batak Bermazmur pada gereja ini. Ibadah Batak Bermazmur ini juga membawa pengaruh yang besar terhadap jemaat yang beribadah dimana anggota jemaat di gereja GBI Bukit Zaitun dapat merasa lebih menyatu untuk beribadah dalam tata cara ibadah yang selaras dengan dan kebudayaan jemaat itu sendiri, dengan demikian inkulturasi disini dapat diartikan bahwa gereja menyesuaikan diri terhadap kebudayaan masyarakat setempat, sehingga diharapkan terjadi hubungan yang positif antara anggota jemaat dan gereja.

Allan P. Merriam dalam bukunya The Antropology of Music mendefinisikan Etnomusikologi sebagai studi musik dalam kebudayaan, yaitu Etnomusikologi pada dasarnya berurusan dengan musik-musik yang masih hidup termasuk didalamnya instrumen dan tari yang terdapat dalam tradisi lisan, hal ini menjadi subyek utama dalam penelitian Etnomusikologi. Dengan melihat proses inkulturasi yang dilakukan yakni memasukkan unsur-unsur tradisi lokal kedalam ritual ibadah gereja GBI Bukit Zaitun merupakan suatu kajian yang

(22)

Dalam tulisan ini, penulis akan menjelaskan ibadah Batak Bermazmur sebagai suatu bentuk inkulturasi yang terjadi pada gereja beraliran kharismatik khususnya GBI Bukit Zaitun, Mandala, Medan. Penulis juga melihat perpaduan antara ansambel musik barat dan instrumen musik Batak Toba merupakan suatu hal yang unik dan belum pernah terjadi sebelumnya di gereja-gereja beraliran karismatik lainnya khususnya di kota Medan.

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan sejarah, proses, tanggapan jemaat serta hasil dari inkulturasi yang menggunakan unsur-unsur budaya Batak Toba dalam ritual ibadah Batak Bermazmur dengan mengkaji struktur musikal dalam nyanyian pujian dalam bahasa Batak Toba. Untuk itu penulis akan meneliti dan membahas masalah ini untuk dijadikan skripsi dengan judul : INKULTURASI MUSIK BATAK TOBA PADA IBADAH BATAK BERMAZMUR DI GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) BUKIT ZAITUN MANDALA MEDAN

(23)

1.2 Pokok Permasalahan

Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimana jalannya tata peribadatan Batak Bermazmur di Gereja GBI Bukit Zaitun.

2) Hal-hal apa sajakah yang melatarbelakangi digunakannya konsep ibadah Batak Bermazmur di gereja GBI Bukit Zaitun sebagai suatu bentuk inkulturasi.

3) Bagaimana struktur musik yang dipakai pada ibadah Batak Bermazmur di Gereja GBI Bukit Zaitun.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk mendeskripsikan jalannya tata peribadatan Batak Bermazmur pada ibadah di Gereja GBI Bukit Zaitun.

2) Untuk mendeskripsikan hal-hal apa saja yang melatarbelakangi digunakannya konsep ibadah Batak Bermazmur di Gereja GBI Bukit Zaitun.

3) Untuk mendeskripsikan struktur musik yang dipakai pada ibadah Batak Bermazmur di Gereja GBI Bukit Zaitun.

(24)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk melihat proses inkulturasi yang terjadi dalam gereja GBI Bukit Zaitun, Mandala. Selain itu, diharapkan dari penelitian ini para pembaca dapat mengetahui bagaimana tata peribadatan dalam Gereja GBI Bukit Zaitun.

Selanjutnya, tulisan ini dapat menambah kajian, referensi dan dokumentasi dalam bentuk karya tulis khususnya di Etnomusikologi dan masyarakat umum.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Mely G Tan oleh Koentjaraningrat (1991:21), mengemukakan konsep adalah defenisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan defenisi dari apa yang akan kita amati, konsep menentukan antara variable-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris.

Adapun konsep yang penulis perlu jelaskan dalam konteks penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Istilah inkulturasi pertama kali dipopulerkan oleh Joseph Mason, seorang misiolog yang berasal dari Belgia pada tahun 1959 yang kemudian mulai didengungkan dalam Gereja Katolik. Dalam dunia antropologi, inkulurasi merupakan suatu istilah yang sering dikenal dengan kosakata antropologi enkulturasi yang sebernarnya sama artinya dengan socialization atau humanisasi yaitu proses belajar

(25)

mengenal dan menghayati nilai-nilai budayanya. Penulis memilih untuk menggunakan pengertian inkulturasi menurut pendapat Giancarlo Collet dalam Karl-Edmund Prier, (1999: 8) inkulturasi adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus dimana Injil diungkapkan dalam situasi sosio-politik dan religius budaya (seluruh aspek kehidupan) sedemikian rupa sehingga ia tidak hanya diwartakan melalui unsur-unsur tersebut, tetapi menjadi suatu daya yang mengolah dan menjiwai atau bersatu dan sejalan dengan kebudayaan tersebut, sekaligus budaya tersebut memperkaya budaya gereja secara universal. Inkulturasi berasal dari bahasa Latin yaitu in dan cultura yang memiliki arti “masuk (ke dalam)”, sedangkan cultura berasal dari kata colore yang artinya mengolah tanah.

Cultura atau kultur adalah segala wujud atau karya yang bermanfaat bagi hidup manusia, hal ini mengandung persamaan arti dengan istilah kebudayaan atau peradaban. Maka inkulturasi dapat dipahami sebagai usaha gereja membudaya. Inkulturasi pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan gereja guna penyesuaian diri dalam budaya umat setempat. Pada penyesuaian tersebut akan muncul transformasi dari nilai budaya asli yang akan bermakna Injil.

Inkulturasi yang dimaksudkan adalah bukan menggantikan keseluruhan kebudayaan gereja dengan kebudayaan masyarakat diluar gereja, melainkan unsur kebudayaan masyarakat setempat

(26)

memiliki nilai keKristenan atau Injil dapat diwartakan serta memberi nilai baru pada unsur-unsur kebudayaan tersebut dan pada akhirnya turut memperkaya budaya gereja secara universal. Salah satu tujuan dari inkulturasi yang bersifat memperkaya budaya didalam gereja sejalan dengan pendapat G.L Barney seorang misiolog yang mengatakan bahwa nilai-nilai Injil yang mau diwartakan kepada orang-orang setempat haruslah diinkulturasikan dalam budaya orang setempat itu sehingga dapat terbentuk suatu budaya baru yang bersifat keKristenan agar penghayatan iman dapat berakar dan tumbuh dalam kebudayaan asli penganut iman Kristen.

b. Batak Toba merupakan salah satu sub-etnis dari suku Batak yang ada di Sumatera Utara. Musik kebudayaan Batak Toba umumnya biasa disebut sebagai Gondang. Ada tiga pengertian untuk kata

“Gondang”, yang pertama adalah jenis musik tradisional Batak Toba, pengertian kedua adalah komposisi atau repertoar yang ditemukan dalam jenis musik tersebut, sebagai contoh komposisi berjudul Gondang Mula-mula, Gondang Sibungajambu, dsb dan yang ketiga adalah gondang sebagai alat musik atau juga intrumen atau juga ansambel. Terdapat dua jenis ansambel musik gondang, yaitu Gondang Sabangunan yang terdiri taganing, sarune bolon, empat buah gong atau ogung dan satu buah hesek dan biasanya dimainkan diluar ruangan atau juga diluar rumah, kemudian gondang hasapi

(27)

Selain itu ada istilah lain dalam ansambel musik Batak Toba yang secara ukuran keseluruhan lebih kecil yaitu uning-uningan, biasanya hanya menggunakan instrumen garantung saja sebagai pembawa melodi, atau juga hanya menggunakan instrumen taganing dengan sulim, tergantung dari situasi kebutuhan penggunaan.

c. Ibadah gereja merupakan rangkaian jalannya sebuah ibadah atau sistem tata ibadah yang juga merupakan sistematika jalannya acara pada ibadah raya dalam gereja, secara umum dalam gereja ada beberapa prosesi ibadah diantaranya, Pra ibadah termasuk didalamnya saat teduh. Ibadah, termasuk didalamnya berdoa, bernyanyi, pembacaan atau penyampaian firman atau biasa disebut khotbah. Persembahan syukur atau kolekte dan diakhiri dengan liturgi berupa doa syafaat dan doa berkat atau juga doa penutup.

d. Batak Bermazmur secara harfiah bisa berarti Batak Bernyanyi atau memuji Tuhan dengan menyanyikan pujian-pujian. Batak Bermazmur adalah istilah yang pertama sekali muncul dan digunakan oleh gereja GBI Rehobot di Jakarta pada bulan April tahun 2003, dimana istilah ini digunakan sebagai suatu konsep ibadah yang pertama sekali dipelopori oleh Pdt. Erastus Sabdono, M.Th melalui pergumulan beliau yang panjang untuk membangun umat Batak Toba dalam kebenaran bagi kerajaan Allah. Batak Bermazmur sendiri merupakan penyebutan atau nama yang digunakan untuk

(28)

GBI yang didalamnya mengandung unsur-unsur tradisi Batak Toba yaitu diantaranya penggunaan ansambel musik Batak Toba yang dikolaborasikan atau dipadukan dengan ansambel musik barat seperti gitar elektrik, bass elektrik, piano elektrik dan drum, juga terdapat lagu-lagu pujian berbahasa Batak Toba. Selain itu, para pemusik, pemimpin pujian, penyanyi, maupun Pendeta juga mengenakan busana khas Batak Toba yaitu ulos dan pengikat kepala sortali.

Ibadah ini berlangsung selama sekitar 2 jam, dimana dalam ritual ibadahnya terdapat liturgi berupa nyanyi-nyanyian pujian dalam bahasa Batak Toba, berdoa, mendengarkan khotbah, dan memberikan kolekte atau persembahan, namun tidak semua gereja GBI di Indonesia menggunakan tata ibadah Batak Bermazmur.

e. Gereja Bethel Indonesia adalah gereja beraliran kharismatik/pentakosta yang dibentuk oleh H.L. Senduk dan rekan- rekannya pada tahun 1970 setelah berpisah dari Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), berada dibawah naungan Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) dan anggota Dewan Pantekosta Indonesia (DPI).

Gereja ini diakui oleh Pemerintah secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 41 tanggal 9 Desember 1972.

1.4.2 Teori

Teori merupakan landasan atau kerangka berfikir dalam membahas

(29)

penelitian di dalam ilmu pengetahuan, tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10).

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan judul di atas dan dianggap relevan. Teori yang dimaksud sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (2002:30), yaitu bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang suatu teori bersangkutan. Berikut teori yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Sistem upacara keagamaan, maka penulis menggunakan teori upacara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2002:377) yang secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian khusus dari antropolog ialah: (i)tempat upacara keagamaan dilakukan; (ii)saat saat upacara keagamaan dijalankan; (iii) benda-benda dan alat upacara; (iv) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Aspek pertama berhubungan dengan tempat-tempat keramat di mana upacara dilakukan, yaitu candi, pura, kuil, gereja, masjid dan sebagainya. Aspek kedua adalah aspek yang mengenai saat-saat ibadah yaitu hari-hari suci atau keramat dan sebagianya. Aspek yang ketiga adalah alat-alat atau benda-benda yang dipakai dalam upacara termasuk patung-patung yang melambangkan dewa-dewa, alat-alat

(30)

sebagainya. Aspek keempat adalah para pelaku upacara keagamaan itu sendiri, yaitu para biksu, pendeta, ustaz, pastor, dukun, dan yang lainnya. Upacara-upacara keagamaan itu sendiri juga memiliki banyak unsur, yaitu (i) berdoa; (ii) berkorban; (iii) bersaji; (iv) makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa; (v) menari tarian suci; (vi) menyanyi nyanyian suci; (vii) berprosesi atau berpawai;

(viii) memainkan seni drama suci; (ix) berpuasa; (x) intoksikasi atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk mencapai keadaan trans, mabuk; (xi) bersemedi; (xii) bertapa.

2. Teori yang penulis gunakan adalah menurut pendapat Giancarlo Collet dalam Karl-Edmund Prier (1999:8), mengatakan inkulturasi adalah sebuah proses yang berlangsung terus menerus dimana Injil diungkapkan didalam situasi sosio-politik dan religius budaya sedemikian rupa sehingga ia menjadi suatu daya yang menjiwai dan bersatu dan sejalan dengan suatu kebudayaan tersebut, dan sekaligus budaya tersebut juga memperkaya budaya gereja secara universal.

Tahapan yang terjadi didalam inkulturasi menurut Roest Crollius dalam Huub J. Boelaars, memiliki tiga tahapan, yakni : tahap terjemahan (translation), tahap penyesuaian (assimilation), dan tahap transformasi/perubahan (transformation).

3. Untuk melihat struktur serta menganalisis bentuk musik maka penulis akan menggunakan teori tangga nada (weighted scale) oleh Malm,

(31)

menganalisis yaitu tangga nada, nada dasar, wilayah nada, jumlah nada-nada, jumlah interval, pola-pola kadensa, formula-formula melodik dan kontur.

1.5 Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian, metode yang penulis gunakan adalah metode pendekatan kualitatif yang mengutamakan kualitas data. Data yang disajikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan dalam penelitian-penelitian yang menggunakan metode pengamatan terlibat atau participant observation.

Menurut Nettl (1964:62-64) yaitu terdapat dua hal yang sangat esensial untuk melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin ilmu etnomusikologi yaitu kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan mencakup pengamatan awal, dokumentasi foto, audio, atau audiovisual. Selain itu juga mencakup wawancara dengan para informan dan perekaman wawancara.

Dalam penelitian laboratorium termasuklah analisis data, transkripsi bunyi musik, penulisan laporan penelitian, dan hal-hal sejenis.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu melakukan studi pustaka. Penulis mencari referensi dan informasi tentang pengetahuan dasar objek yang akan diteliti. Dalam hal ini penulis mendapatkan data-data dengan mencari referensi dari buku-buku antara lain, Pengantar Ilmu Antropologi oleh Koentjaraningrat yang menjabarkan dengan detail ruang lingkup ilmu

(32)

Alan P Merriam yang menjelaskan teori dan metode dalam etnomusikologi dengan sudut pandang ilmu antropologi. Theory and Method In Ethnomusicology oleh Bruno Nettl, Analisis Data Penelitian Kualitatif oleh B.

Bungin yang menjelaskan teknik dalam menganalisis data dalam penelitian kualitatif. Metode Wawancara Dalam Penelitian Masyarakat oleh Koentjaraningrat dan juga buku maupun tulisan yang berhubungan langsung dengan inkulturasi musik dalam gereja seperti Inkulturasi Musik Liturgi oleh Karl-Edmund Prier SJ, Indonesianisasi Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia oleh Huub. J.W.M Boelaars. Selain itu penulis juga mendapat referensi dari skripsi diantaranya Pengaruh Konsili Vatikan II terhadap Inkulturasi Musik Liturgi dalam Ofisi di Biara Ordo Kapusin Santo Fransiskus Asisi Pematang Siantar oleh Dussel S. Banjarnahor dan juga melakukan survei pada tulisan-tulisan di internet yang berkaitan dengan topik penelitian.

Dari beberapa tulisan inilah penulis mencari informasi awal tentang inkulturasi musik dalam gereja, juga digunakan sebagai bahan referensi dalam penulisan skripsi.

1.5.2 Kerja Lapangan

Kerja lapangan berarti dalam mengumpulkan data peneliti langsung mendatangi objek penelitian. Kerja lapangan yang dimaksud yaitu meliputi pemilihan informan yang memiliki informasi cukup banyak tentang objek penelitian, pengumpulan data baik melalui dokumentasi ataupun wawancara.

(33)

1.5.3 Wawancara

Wawancara bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara lisan dari para informan. Untuk ini penulis mengacu pada pendapat Koentjaraningrat (1973:129-155) yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu : persiapan wawancara, teknik wawancara, dan pencatatan data wawancara.

Sedangkan wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas, dan wawancara sambil lalu. Di sini penulis melakukan teknik wawancara berfokus, yaitu bertanya pada pusat pokok permasalahan, dan juga wawancara bebas, yaitu pertanyaan yang tidak selalu berpusat pada pokok permasalahan yang bertujuan untuk memperoleh data yang beraneka ragam namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan.

Wawancara juga tidak dapat dilakukan hanya kepada satu orang narasumber, untuk itu penulis akan melakukan wawancara kepada beberapa orang majelis jemaat atau pimpinan gereja dan pemusik gereja guna mendapat informasi yang dibutuhkan.

1.5.4 Dokumentasi

Pada peneletian ini penulis akan mendokumentasikan objek yang diteliti guna kepentingan pengumpulan data. Penulis mengunakan kamera digital, handphone dan sebuah laptop. Alat-alat ini berguna untuk meliput wawancara dan merekam kejadian pada saat penelitian.

1.5.5 Observasi

Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan

(34)

penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit (Burhan Bungin, 2003:115).

Untuk itulah penulis langsung mendatangi lokasi penelitian di gereja GBI Bukit Zaitun Mandala Medan dan melakukan interaksi kepada narasumber yang ada disana.

1.5.6 Kerja laboratorium

Seluruh data dan informasi yang didapat selama penelitian diolah dan saring dalam kerja laboratorium sehingga menghasilkan data yang sesuai objek penelitian untuk penulisan skripsi. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data yang sesuai dengan disiplin ilmu Etnomusikologi. Setelah data dikumpulkan maka langkah selanjutnya adalah proses analisis data.

1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian sangat berhubungan dalam memperoleh data.

Untuk itu lokasi penelitian harus sesuai dengan tujuan penelitian dan juga dapat mewakili keseluruhan wilayah dari objek penelitian. Lokasi Penelitian akan dilakukan di gereja GBI Bukit Zaitun, Mandala, kota Medan. Penulis memilih lokasi penelitian tersebut dikarenakan informan dan sumber informasi penting ada di lokasi tersebut dan akan memudahkan penulis dalam penelitian.

(35)

BAB II

GAMBARAN UMUM GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) 2.1 Sejarah Gereja Bethel Indonesia (GBI)

GBI atau Gereja Bethel Indonesia merupakan salah satu sinode gereja di Indonesia yang beraliran kharismatik dan berada dibawah naungan PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) dan juga merupakan anggota PGPI (Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta Indonesia). Gereja GBI ada berawal sebagai hasil pengutusan dua orang misionaris yang berasal dari Bethel Pentacostal Tempel Inc, Seattle, Amerika Serikat pada tahun 1922 yaitu Rev. Van Klaveren dan Rev.

Groesbeek ke Indonesia oleh seorang Pendeta bernama W.H Offiler. Groesbeek dan Van Klaveren yang pada awalnya bermisi di Bali namun pindah ke Cepu dan bertemu dengan Van Gessel yaitu seorang Kristen dan bekerja perusahaan pada perusahaan minyak Belanda BPM atau Bataafsche Petroleum Maatschappij, sementara pada saat itu Van Klaveren pindah ke kota Lawang di Jawa Timur.

Pada tahun 1923, Van Gessel dan istrinya menerima baptisan Roh Kudus, ditahun yang sama pada perayaan hari Jumat Agung, Grosbeek mengundang Pdt.

J. Thiessen dari Bandung dalam rangka pelayanan baptisan air untuk pertama sekali di jemaat Cepu. Dalam ibadah-ibadah berikutnya semakin bertambah banyaklah anggota jemaat yang menerima baptisan dan mengalami muzijat kesembuhan. Inilah permulaan awal gerakan Pentakosta di Indonesia, dari keempat orang ini yaitu Groesbeek, Van Klaveren, Van Gessel, dan Pdt. J.

Thiessen yang menjadi pionir dari gerakan Pentakosta di Indonesia dan

(36)

Pinksterkerk in Indonesia atau sekarang dikenal dengan gereja GPdI (Gereja Pentakosta di Indonesia). Pada tahun 1932 juga didirikanlah satu gereja di Surabaya beserta Sekolah Alkitab pada tahun 1935. Sesudah selesai perang agresi militer Belanda di Indonesia, jemaat gereja pada saat itu mengambil sikap untuk menjaga jarak dari warga Belanda atas situasi atau keadaan politik yang terpecah serta memiliki rasa nasionalisme yang membara pada saat menghadapi penjajahan Belanda, maka atas situasi yang demikian, pimpinan gereja harus diserahkan kepada orang Indonesia yang kemudian H.N Rungkat terpilih sebagai pimpinan GPdI menggantikan Van Gessel.

Gereja GPdI pada saat itu tidak lepas dari kondisi yang tidak kondusif serta terjadi konflik terhadap pengurus pusat gereja dan menyebabkan ketidakpuasan dikalangan para pendeta-pendeta organisasi gereja GPdI sehingga beberapa orang pendeta yang berjumlah 22 orang memilih untuk keluar dari sinode GPdI dan memisahkan diri dari organisasi gereja Pentakosta, salah satu diantaranya adalah H.L Senduk yang kemudian juga membentuk satu organisasi gereja atau sinode baru yang dinamakan GBIS atau Gereja Bethel Injil Sepenuh dimana Van Gessel menjadi pimpinan rohani dan H.L Senduk sendiri sebagai pimpinan organisasi gereja.

Dalam perjalanan gereja GBIS, Van Gessel pada tahun 1954 pergi dan pindah ke Hollandia (saat ini Jayapura) dan membentuk organisasi gereja baru disana yang bernama Bethel Pinkesterkerk atau Gereja Bethel Pentakosta, kemudian pada tahun 1957 Van Gessel meninggal, sedangkan GBIS terus berkembang pesat dibawah kepemimpinan H.L. Senduk, namun seiring

(37)

berjalannya waktu, GBIS juga mengalami banyak tantangan maupun kesulitan dikarenakan semakin besarnya sinode, sehingga semakin banyak juga kepentingan-kepentingan yang harus diakomodir.

Pada tahun 1968, H.L. Senduk harus meninggalkan kepemimpinannya dan diambil alih oleh pihak yang mendapat dukungan dari keputusan Menteri Agama pada saat itu, hingga H.L. Senduk beserta pendukung-pendukungnya harus memisahkan diri lagi dari sinode GBIS.

Pada tanggal 6 Oktober tahun 1970, H.L. Senduk dan rekan-rekannya membentuk sebuah organisasi gereja baru yang dinamakan GBI atau Gereja Bethel Indonesia di kota Sukabumi, Jawa Barat. Sinode gereja ini diakui secara resmi oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 41 tanggal 9 Desember tahun 1972.

H.L. Senduk saat ini melayani di GBI Jemaat Petamburan yang dibantu oleh istrinya Helen Theska Senduk, Pdt. Harun Sutanto dan Pdt. Thio Tjong Koan. Pada tahun 1972, H.L. Senduk memanggil anak rohaninya Pdt. S.J Mesach dan Pdt. Olly Mesach untuk membantu pelayanan di gereja GBI Jemaat Petamburan.

Pada awal berdirinya GBI pada saat itu hanya memiliki jemaat dengan jumlah sekitar 20 orang jemaat yang kemudian berkembang pesat hingga saat ini berjumlah mencapai ratusan ribu jemaat yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia maupun luar negeri.

(38)

2.2 Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bukit Zaitun Mandala

GBI Bukit Zaitun Mandala, Medan adalah sebuah gereja yang berada dibawah naungan sinode Gereja Bethel Indonesia (GBI), yang merupakan anggota dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Dewan Pentakosta Indonesia (DPI), dan Persekutuan Injili Indonesia (PII).

Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bukit Zaitun merupakan salah satu organisasi gereja yang ada di kota Medan. GBI Bukit Zaitun berlokasi di Jl.

Tangguk Bongkar V, Mandala, Medan. GBI Bukit Zaitun didirikan oleh Bpk.

Pdt. Djaman Sinaga dan beliau juga sebagai pimpinan dari GBI Bukit Zaitun.

Gereja ini berdiri pada tanggal 31 Juli tahun 1983 sampai dengan saat tulisan ini dibuat.

Gereja GBI Bukit Zaitun ini diakui keberadaannya oleh Departemen Agama Indonesia. Ibadah raya di gereja ini dilaksanakan sebanyak tiga sesi, sesi pertama pukul 07.00 WIB, ibadah sesi kedua pada pukul 10.00 WIB, dan ibadah sesi ketiga pukul 17.00 WIB. Selain ibadah raya terdapat ibadah lainnya, yaitu ibadah tengah minggu yang diadakan pada hari rabu pukul 19.30 WIB. Ibadah WBI diadakan hari jumat minggu ke 2 dan ke 4 pukul 18.00 wib dan ibadah pemuda yang diadakan pada hari sabtu pukul 19.00 wib.

(39)

Gambar 1. GBI Bukit Zaitun

2.3 Pendukung Peribadatan

Adapun penelitian yang penulis lakukan guna mendapat semua informasi yang penulis butuhkan dilakukan pada hari Minggu, tanggal 29 April 2018 bertepatan pada minggu kelima bulan April dan pada sesi ibadah yang pertama pukul 07.00 WIB. Perlu diketahui juga, bahwa gereja GBI diseluruh Indonesia tidak memiliki pola liturgi yang sama setiap hari Minggu, berbeda dengan gereja-gereja Protestan pada umumnya seperti HKBP, GKPI dan lainnya yang memiliki liturgi ibadah yang sama satu dengan gereja lainnya, sehingga setiap pola liturgi dan tema khotbah setiap hari Minggu di gereja-gereja GBI pasti memiliki perbedaan. Berikut pendukung peribadatan dalam setiap ibadah minggu di GBI Bukit Zaitun, terdiri atas : 1. Pendeta (Gembala Sidang), 2.

Pempin Pujian dan Singers, 3. Tim Pemusik, 4. Tim Kolektan, 5. Tim Multimedia dan Soundman, 6. Tim Usher. Berikut uraian tugas dari semua masing-masing pendukung peribadatan.

(40)

2.3.1 Pendeta

Pendeta atau disebut juga Gembala Sidang adalah pemimpin tertinggi secara struktural didalam suatu gereja. Pada saat ibadah, tugas utama Pendeta adalah sebagai seorang pengkotbah atau orang yang menyampaikan firman Tuhan, namun Pendeta juga bertugas untuk berdoa untuk membuka ibadah, doa syafaat serta berdoa berkat untuk menutup ibadah.

2.3.2 Pemimpin pujian dan singers

Pemimpin pujian atau WL (Worship Leader) bertugas memimpin pujian dan penyembahan pada saat ibadah dan memimpin jalannya tata ibadah. Seorang pemimpin pujian juga menjadi pimpinan atas singers dan tim pemusik pada saat ibadah berlangsung, dikarenakan semua jenis arahan pada saat bernyayi diibadah akan dipimpin langsung oleh pemimpin pujian dan kemudian juga akan diikuti oleh jemaat. Instruksi atau arahan kepada jemaat dapat berupa ajakan saling bersalaman, ajakan untuk berdiri atau duduk dan banyak lainnya. Singers merupakan sebutan yang digunakan oleh gereja untuk menyebutkan sekelompok penyanyi pendukung berjumlah 4 orang terdiri atas dua orang pria dan dua orang wanita. Singers berada disebelah kanan belakang seorang pemimpin pujian, singers bertugas ikut bernyanyi pada saat ibadah dan menerima arahan dari pemimpin pujian, singers berfungi sebagai penyanyi pendukung pemimpin pujian yang kemudian diikuti oleh jemaat.

2.3.3 Tim pemusik

Tim pemusik adalah bagian dari pendukung peribadatan yang bertugas untuk bermain musik pada saat ibadah berlangsung. Tim pemusik biasanya

(41)

terdiri dari 4-5 orang dengan posisi 1 orang pemain drum, 1 orang pemain gitar, 1 orang pemain gitar bass, 1 atau 2 orang pemain keyboard (piano elektrik), jumlah ini tidak termasuk dari total keseleruhan pemain musik diibadah Batak Bermazmur. Jika ditambah dengan tim pemusik ibadah Batak Bermazmur maka keseleruhan total pemain musik berjumlah 6-7 orang, yaitu 1 orang pemain taganing dan 1 orang pemain sulim.

2.3.4 Tim kolektan

Tim kolektan adalah penyebutan untuk sekelompok orang yang bertugas menjalankan kantong-kantong persembahan, tim kolektan biasanya terdiri 3-4 orang yang akan jalan untuk mebawa kantong persembahan untuk dibagikan kepada jemaat yang akan diisi oleh jemaat.

2.3.5 Tim multimedia dan soundman

Pada dasarnya tim multimedia dan soundman memiliki tugas yang berbeda, namun pada saat ibadah berlangung keduanya dijadikan satu karena posisinya di dalam gereja yang berdekatan, tetapi bukan berarti tugas soundman dapat digantikan oleh tim multimedia. Tim multimedia bertugas untuk mengoperasikan komputer dan menampilkan slide atau tayangan gambar berupa animasi yang berisi lirik lagu pada saat bernyanyi serta isi dari teks Alkitab pada saat pendeta berkhotbah. Soundman hanya terdiri dari 1 orang yang bertugas untuk mengoperasikan soundsystem atau perangkat sound dan berbagai kebutuhan pendukungnya seperti speaker dan microphone di gereja baik itu menyalakan, mengatur besar kecil suara pada saat ibadah dan mematikan soundsystem kembali.

(42)

2.3.6 Tim usher

Tim usher adalah sekelompok orang yang bertugas menyambut dan menyalam jemaat yang hadir, tim ini terdiri 2-3 orang dan berdiri di pintu masuk serta mengarahkan jemaat yang hadir untuk masuk.

2.4 Jalannya Tata Peribadatan

Jalannya tata peribatan merupakan sistematika jalannya acara pada ibadah raya. Adapun sistem tata ibadah secara umum didalam GBI Bukit Zaitun, adalah sebagai berikut : 1. Pra Ibadah, 2. Sambutan dan ajakan untuk persiapan ibadah, 3. Bersalam-salaman atu fellowship, 4. Ibadah, 5. Doa pembuka, 6.

Bernyanyi, 7. Firman/Khotbah, 8. Kolekte/persembahan dan warta jemaat, 9.

Doa syafaat, 10. Doa penutup untuk seluruh jemaat.

2.4.1 Pra ibadah

Proses pra ibadah dapat dilihat dari kesiapan para pelayan ibadah seperti Pendeta, pemimpin pujian, singers, tim pemusik, multimedia dan soundman, tim usher dan tim kolektan datang lebih awal sekitar 30-40 menit sebelum ibadah dimulai dan berkumpul di dalam gereja untuk berdoa mempersiapkan pelayanan diibadah. Kemudian dilanjutkan dengan hadirnya jemaat yang telah disambut tim usher, biasanya jemaat akan memilih sendiri tempat mereka untuk duduk, dikarenakan menurut bapak Pdt. Merlin tidak ada peraturan baku untuk posisi tempat duduk jemaat, jemaat boleh memilih tempat duduk dimana saja, namun biasanya tim usher akan mengarahkan jemaat untuk mengisi kursi yang berada paling depan terlebih dahulu. Selain itu para jemaat yang hadir sebelum jam

(43)

ibadah dimulai biasanya akan berdoa saat teduh tanpa ada arahan maupun instruksi.

2.4.1.1 Sambutan dan ajakan untuk persiapan ibadah.

Saat jemaat belum hadir, tim pemusik, pemimpin pujian, singers sudah hadir didalam ruangan gereja, seluruh tim pelayanan akan mengambil kesempatan waktu sebelum jam ibadah dimulai untuk berkumpul dan berdoa untuk mempersiapkan diri. Pada saat waktu ibadah akan dimulai maka pemimpin pujian akan naik ke altar atau mimbar terlebih dahulu dan kemudian diikuti oleh singers dan pemusik dan kemudian menyambut setiap jemaat yang telah hadir dengan ucapan selamat datang dan mengajak jemaat untuk menyiapkan hati dan pikiran untuk beribadah.

Gambar 2. Altar 2.4.1.2 Bersalam-salaman atau fellowship.

Hal berikutnya yang dilakukan pemimpin pujian adalah mengajak semua jemaat untuk saling berfellowship dan juga bersalaman dengan sesama jemaat yang ada didekatnya, fellowship diambil dari kata bahasa Inggris yang berarti

(44)

persahabatan, namun pengertian fellowship pada ibadah ini berarti saling sapa atau berkenalan dalam waktu yang singkat bagi jemaat yang belum saling mengenal, hal ini dilakukan untuk mengakrabkan jemaat yang satu dengan jemaat yang lainnya.

2.4.2 Ibadah

2.4.2.1 Doa Pembuka

Setelah bersalam-salaman maka pemimpin pujian atau bisa juga oleh Pendeta akan memulai dengan doa pembuka atau doa untuk mengawali ibadah.

Adapun isi doa pembuka ibadah sebagi berikut :

Bapa kami sungguh bersyukur karena Engkau begitu ajaib dalam kehidupan kami, kami sadar satu minggu ini kami ada karena anugerah Tuhan, dan hari ini ditempat ini kami rindu untuk memuji dan memuliakan namaMu, kami ingin menyembah dan mengagungkan namaMu ditengah-tengah kami.

Bapa, kami serahkan ibadah pada hari ini dalam tanganMu yang kudus, biar Engkau yang memberkati mulai dari awal ibadah, pertengahan hingga akhirnya, sehingga semua jemaat Tuhan mengalami perjumpaan dengan Engkau dan hidup kami diubahkan, yang sakit disembuhkan oleh bilur-bilur Yesus, yang berbeban berat Engkau memberikan kelegaan, kami percaya kuasaMu akan nyata dalam kehidupan kami dipagi hari ini, dan kami berdoa untuk hambaMu yang akan menyampaikan firman Tuhan, kami percaya ada pesan Tuhan yang luarbiasa yang Tuhan ingin sampaikan bagi kami, dan kami juga berdoa buat anak-anakMu yang dalam perjalanan menuju tempat ini, Tuhan sertai mereka lindungi dari halangan apapun. Terpujilah namaMu

(45)

Tuhan, Roh Kudus bekerja ditengah-tengah kami, lawatlah setiap kami para pelayan diibadah ini, Engkau telah persiapkan hamba-hambaMu ini dalam pengurapan yang khsusus. Terpujilah namaMu Tuhan, didalam nama Yesus yang yang hidup, kami siap memuji dan memuliakan namaMu. Mari jemaat yang dikasihi Tuhan yang siap untuk memuji Tuhan Bersama-sama katakan, Amin.

2.4.2.2 Bernyanyi

Bernyanyi adalah salah satu kegiatan yang wajib dilakukan pada saat ibadah, bernyanyi dalam ibadah merupakan perwujudan dari rasa bersyukur kepada Tuhan dan memuji Tuhan itu sendiri, dalam gereja GBI secara umum bernyanyi pada saat ibadah dibagi menjadi 2 bagian nyanyian.

Pertama, nyanyian dengan tempo adagietto atau sedikit lambat sekitar 66 sampai 70 bpm (beat per minute) yang biasa disebut dengan nyanyian penyembahan dimana nyanyian penyembahan ini merupakan respon yang berhubungan dengan hati manusia kepada karya penebusan Tuhan terhadap umatNya. Nyanyian peyembahan bersifat batiniah yang melibatkan perasaan dan emosi, nyanyian penyembahan bertujuan untuk jemaat menyembah Tuhan lebih fokus dan intim dengan Tuhan.

contoh lagu :

Terimakasih Tuhan untuk kasih setiaMu, yang kualami dalam hidupku Terimakasih Yesus untuk kebaikanMu, sepanjang hidupku.

Reff:

Terimakasih Yesusku buat anug’rah yang Kau b’ri

(46)

S’bab hari ini Tuhan adakan, syukur bagiMu. (partitur dapat dilihat pada lampiran).

Kedua, nyanyian dengan tempo cepat berkisar 120 sampai 160 bpm, nyanyian ini biasanya disebut dengan nyanyian pujian. Nyanyian pujian selalu bersifat gembira dan girang dimana dalam nyanyian pujian biasanya lagu-lagu yang berisikan lirik dengan ucapan bersyukur atau juga menceritakan tentang kebaikan Tuhan sehingga sepatutnya manusia mengucap syukur dan memberi pujian kepada Tuhan. Dalam bernyanyi ada beberapa kebiasaan ibadah yang berhubungan dengan gerakan tubuh seperti sikap posisi berdiri, melompat, bertepuk tangan, mengangkat tangan, menari dan menyanyi secara ekspresif seperti bersorak-sorak, dan sebagainya. Ciri utama dari nyanyian pujian adalah adanya sikap ekspresi seperti bertepuk tangan, bersorak dan sukacita yang meluap-luap. Pujian yang keluar dari dalam hati mengandung rasa sukacita yang meluap-luap untuk mencintai Tuhan, sukacita yang meluap-luap yang dimaksud disini bukan berarti bersikap huru-hara atau sembarangan layaknya menonton pertunjukan musik konser atau musik regular tetapi ada aturan normatif sehingga tidak menimbulkan keributan atau kekacauan pada saat berlangsungnya ibadah.

Salah satu contoh lagu pujian:

Kumasuki gerbangNya dengan hati bersyukur, halamanNya dengan pujian. Kataku hari harinya Tuhan, kubersuka s’bab Dia girangkanku.

Reff:

Dia girangkanku o Dia girangkanku, kubersuka s’bab Dia girangkanku

(47)

Dia girangkanku o Dia girangkanku, kubersuka s’bab Dia girangkanku (lagu dapat dilihat pada lembar lampiran).

2.4.2.3 Penyampaian firman/khotbah

Pada sesi ibadah ini, Pendeta akan naik menuju altar dan berdoa untuk memulai khotbah kepada semua jemaat yang hadir. Pendeta yang berkhotbah pada saat penulis penelitian adalah Pdt Djaman Sinaga. Khotbah yang disampaikan oleh Pendeta bersifat pewartaan akan kebenaran Tuhan serta bersifat pengajaran juga untuk membangun dan menguatkan iman seluruh jemaat, sehingga diharapkan jemaat mengetahui kebenaran Injil serta meyakininya dan merasa mendapat kekuatan serta pencerahan dari Tuhan.

Durasi waktu untuk mendengarkan khotbah adalah bervariatif antara 45 sampai 60 menit. Pada saat sesi khotbah seluruh petugas ibadah seperti pemimpin pujian, penyanyi altar, pemain musik dan penari biasanya akan beristirahat dan duduk di barisan paling belakang serta tetap dalam posisi mendengarkan khotbah. Adapun peyampaian firman atau khotbah pada saat penelitian tanggal 29 April 2018 berlangsung diambil dari kitab Matius 24:14 dengan topik,

“Dampak Pemberitaan Injil” dengan subtopik ciri-ciri Injil yang asli, dengan poin-poinnya sebagai berikut, Injil yang asli akan membawa hidup manusia serupa dengan Kristus, pemberitaan Injil harus berpusat pada Kristus bukan pada dunia, pemberitaan hidup yang fokus pada kekekalan surga, dan selalu mengajarkan kita untuk mencari perkenanan dengan Tuhan.

(48)

2.4.2.4 Kolekte/persembahan dan warta jemaat.

Kolekte atau persembahan akan dijalankan ketika Pendeta telah selesai berkhotbah, biasanya persembahan kolekte berupa bentuk uang yang dikumpulkan ke dalam kantong persembahan. Ketika pengumpulan kolekte para petugas pengumpul kolekte akan berjalan dari depan menuju belakang sambal menjalankan kantong persembahan, pada saat kolekte satu buah lagu pujian biasanya akan dinyanyikan. Dalam kantong persembahan terdapat 4 buah kantong dengan warna yang berbeda-beda, namun ketika penulis menanyakan hal tersebut kepada salah satu majelis gereja yaitu bapak Budiman Sihombing, bahwasanya tidak ada perbedaan dalam kantong persembahan berdasarkan warna, jadi jemaat bebas mau memberikan dikantong persembahan yang mana saja, karena biasanya persembahan dalam jumlah yang lebih besar akan dimasukkan kedalam sebuah amplop. Setelah pengumpulan kolekte dan lagu masih dinyanyikan, Pendeta dan beberapa majelis serta pengumpul kolekte akan maju dari barisan belakang sambil manortor. Seusai manortor, seorang petugas yang telah ditunjuk maju ke altar dan membacakan warta jemaat atau pengumuman tentang kegiatan gereja sepekan yang sudah dilakukan serta mengumumkan apa saja kegiatan yang akan dilaksanakan gereja dalam sepekan juga. Persembahan atau kolekte akan digunakan untuk kepentingan pelayanan gereja seperti penginjilan dan pelayanan sosial serta keperluan administrasi gereja.

(49)

Gambar 3. Kantong Kolekte

2.4.2.5 Doa syafaat

Diakhir sesi ibadah, Pendeta akan kembali naik ke altar untuk doa syafaat dan doa penutup, pendeta akan berdoa syafaat bagi seluruh jemaat untuk sepanjang satu minggu kedepan agar senatiasa diberkati dan dilindungi oleh Tuhan agar dapat kembali berkumpul ibadah dihari minggu depan, pendeta juga akan berdoa bagi banyak hal, mulai dari lingkungan gereja, pembangunan gereja, jemaat yang butuh didoakan seperti jemaat yang sedang sakit atau jemaat yang sedang mengalami pergumulan, pertumbuhan jemaat, pemerintahan mulai kepala pemerintahan baik dari yang terendah sampai yang tertinggi, serta situasi atau kondisi yang dihadapi negara. Isi dari doa syafaat akan selalu berubah dari minggu ke minggu tergantung topik doa yang dibawakan, kemudian Pendeta akan menutup dengan doa berkat agar jemaat pulang dengan membawa berkat dari Tuhan.

2.4.2.6 Doa penutup atau doa berkat

Doa penutup atau lebih dikenal dengan doa berkat akan dilanjut ketika doa syafaat selesai dipanjatkan, doa penutup akan berfokus pada pengucapan

(50)

syukur atas jalannya sepanjang ibadah dan doa berkat kepada jemaat. Adapun isi dari doa penutup sebagai berikut :

Segala pujian syukur dan terimakasih kami ucapkan kepadaMu Bapa atas penyertaan Tuhan sepanjang ibadah, Tuhan begitu baik buat kami, saat ini kami hendak mengakhiri ibadah kami ya Tuhan, hambaMu bisa berhenti berbicara dan berkata-kata buat umatMu tetapi firmanMu yang telah hamba sampaikan akan terus berbicara didalam hati umatMu. Terimakasih Tuhan, mari Tuhan berkati seluruh kami yang hadir diibadah ini. Saudara, mari angkat kedua tangan kita, dan pulanglah terima berkat dari Tuhan, Tuhan meberkati dan melindungimu, Tuhan menyinari engkau dengan wajahNya dan memberikan engkau kasih karunia serta damai sejahtera, kasih Allah Bapa, cinta kasih dari Tuhan Yesus Kristus dan persekutuan didalam Roh Kudus menyertai kita semua mulai hari ini sampai selama-lamanya, sampai Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya, mari semua yang percaya kita katakan, Amin.

Seusai doa penutup, jemaat kembali melakukan fellowship dan saling bersalaman maupun saling mendoakan dan kemudian meninggalkan tempat ibadah yang menandakan ibadah telah selesai.

2.5 Aliran Gereja Bethel Indonesia

Gereja GBI menganut agama Kristen, agama dengan Yesus Kristus sebagai tokoh utamanya. Agama Kristen meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias yaitu juru selamat bagi seluruh umat manusia yang telah dinubuatkan sejak zaman nabi Yesaya yang datang untuk menebus manusia dari dosa. Agama

(51)

Kristen melaksanakan ritual ibadahnya di gereja dan menggunakan Kitab Suci yaitu Alkitab.

Agama Kristen termasuk salah satu dari agama Abrahamik yang hidup berdasarkan ajaran tentang kematian dengan penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus Kristus ke surga, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Perjanjian Baru di Alkitab, umat Kristen juga meyakini bahwa Yesus Kristen adalah Mesias yang dinubuatkan dalam dari Perjanjian Lama (atau Kitab suci Yahudi).

KeKristenan adalah monoteisme, yang percaya akan tiga pribadi Tuhan dalam keEsaanNya (secara teknis dalam bahasa Yunani hypostasis) yaitu Elohim atau Bapa, Putra dalam pribadi Yesus dan kemudian Roh Kudus. Konsep Tritunggal sudah jelas tertulis didalam Alkitab, dan kemudian dipertegas pertama sekali pada Konsili Nicea Pertama (325) yang dihimpun oleh Kaisar Romawi Konstantin I.

Pemeluk agama Kristen mengimani bahwa Yesus Kristus atau Isa Almasih adalah Tuhan dan Juru Selamat, dan memegang ajaran yang disampaikan Yesus Kristus. Dalam kepercayaan Kristen, Yesus Kristus adalah kepala gereja yang abadi. Umat Kristen juga percaya bahwa Yesus Kristus akan datang pada kedua kalinya sebagai Raja dan Hakim di dunia ini. Sebagaimana agama Yahudi, mereka menjunjung ajaran moral yang tertulis dalam Sepuluh Hukum Taurat Tuhan.

Gereja GBI menganut aliran pentakosta karismatik dimana aliran ini pada dasarnya berbeda, yaitu aliran pentakosta dan aliran kharismatik, namun aliran kharismatik juga memiliki ciri-ciri khas yang ada didalam aliran

(52)

pentakosta, aliran pentakosta karismatik memiliki beberapa ciri khas seperti karunia berbahasa Roh, karunia nubuatan dan lain sebagainya. Aliran kharismatik merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang-orang Kristen yang percaya bahwa manifestasi Roh Kudus dapat terjadi dan bisa dipraktikkan sebagai pengalaman pribadi setiap orang-orang Kristen pada masa kini. Kata kharismatik ini berasal dari sebuah kata dalam bahasa Yunani yaitu charis yang artinya kasih karunia. Aliran kharismatik memiliki banyak kemiripan dengan pentakosta dan perkembangan kedua aliran inipun tidak akan pernah lepas satu sama lainnya, karena saling mempengaruhi kuat, dikarenakan aliran kharismatik sangat mirip dan sulit dibedakan dengan aliran pentakosta yang menjadi insipirasinya maka aliran ini kadang dianggap sama, sehingga lebih sering disebut aliran kharismatik. Aliran ini sering disebut bermula dari seorang pendeta bernama Dennis Bennett dari gereja Episkopal Kharismatis di Amerika pada tahun 1960, dimana ia percaya bahwa ia telah dibaptis oleh Roh Kudus, yang kemudian berkembang ditahun 1975 hingga masa kini.

2.5.1 Pengakuan iman gereja GBI Aku percaya bahwa:

Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah yang diilhamkan oleh Roh Kudus. Allah yang Maha Esa itulah Allah Tritunggal yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus, tiga Pribadi di dalam satu. Yesus Kristus adalah anak Allah yang tunggal dilahirkan oleh perawan Maria yang dinaungi oleh Roh Kudus, bahwa Yesus telah disalibkan, mati, dikuburkan dan dibangkitkan pada

Referensi

Dokumen terkait

digunakan pada setiap hari raya bangsa Yahudi dan ibadah-ibadah doa di gereja ini, serta keberhasilan aplikasi dari instrumen musik Sangkakala adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keberadaan ansambel musik campuran pada ibadah jemaat gereja HKBP Parulohan, faktor apa yang melatarbelakangi

Penulis mengembangkan penulisan dengan menganalisis salah satu lagu gereja yang dimainkan instrumen tradisional sebagai musik pengiring ibadah.. Sehingga penulis