• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI)

2.4 Sistem Tata Peribadatan

2.4.2 Ibadah

2.4.2.2 Bernyanyi

Bernyanyi adalah salah satu kegiatan yang wajib dilakukan pada saat ibadah, bernyanyi dalam ibadah merupakan perwujudan dari rasa bersyukur kepada Tuhan dan memuji Tuhan itu sendiri, dalam gereja GBI secara umum bernyanyi pada saat ibadah dibagi menjadi 2 bagian nyanyian.

Pertama, nyanyian dengan tempo adagietto atau sedikit lambat sekitar 66 sampai 70 bpm (beat per minute) yang biasa disebut dengan nyanyian penyembahan dimana nyanyian penyembahan ini merupakan respon yang berhubungan dengan hati manusia kepada karya penebusan Tuhan terhadap umatNya. Nyanyian peyembahan bersifat batiniah yang melibatkan perasaan dan emosi, nyanyian penyembahan bertujuan untuk jemaat menyembah Tuhan lebih fokus dan intim dengan Tuhan.

contoh lagu :

Terimakasih Tuhan untuk kasih setiaMu, yang kualami dalam hidupku Terimakasih Yesus untuk kebaikanMu, sepanjang hidupku.

Reff:

Terimakasih Yesusku buat anug’rah yang Kau b’ri

S’bab hari ini Tuhan adakan, syukur bagiMu. (partitur dapat dilihat pada lampiran).

Kedua, nyanyian dengan tempo cepat berkisar 120 sampai 160 bpm, nyanyian ini biasanya disebut dengan nyanyian pujian. Nyanyian pujian selalu bersifat gembira dan girang dimana dalam nyanyian pujian biasanya lagu-lagu yang berisikan lirik dengan ucapan bersyukur atau juga menceritakan tentang kebaikan Tuhan sehingga sepatutnya manusia mengucap syukur dan memberi pujian kepada Tuhan. Dalam bernyanyi ada beberapa kebiasaan ibadah yang berhubungan dengan gerakan tubuh seperti sikap posisi berdiri, melompat, bertepuk tangan, mengangkat tangan, menari dan menyanyi secara ekspresif seperti bersorak-sorak, dan sebagainya. Ciri utama dari nyanyian pujian adalah adanya sikap ekspresi seperti bertepuk tangan, bersorak dan sukacita yang meluap-luap. Pujian yang keluar dari dalam hati mengandung rasa sukacita yang meluap-luap untuk mencintai Tuhan, sukacita yang meluap-luap yang dimaksud disini bukan berarti bersikap huru-hara atau sembarangan layaknya menonton pertunjukan musik konser atau musik regular tetapi ada aturan normatif sehingga tidak menimbulkan keributan atau kekacauan pada saat berlangsungnya ibadah.

Salah satu contoh lagu pujian:

Kumasuki gerbangNya dengan hati bersyukur, halamanNya dengan pujian. Kataku hari harinya Tuhan, kubersuka s’bab Dia girangkanku.

Reff:

Dia girangkanku o Dia girangkanku, kubersuka s’bab Dia girangkanku

Dia girangkanku o Dia girangkanku, kubersuka s’bab Dia girangkanku (lagu dapat dilihat pada lembar lampiran).

2.4.2.3 Penyampaian firman/khotbah

Pada sesi ibadah ini, Pendeta akan naik menuju altar dan berdoa untuk memulai khotbah kepada semua jemaat yang hadir. Pendeta yang berkhotbah pada saat penulis penelitian adalah Pdt Djaman Sinaga. Khotbah yang disampaikan oleh Pendeta bersifat pewartaan akan kebenaran Tuhan serta bersifat pengajaran juga untuk membangun dan menguatkan iman seluruh jemaat, sehingga diharapkan jemaat mengetahui kebenaran Injil serta meyakininya dan merasa mendapat kekuatan serta pencerahan dari Tuhan.

Durasi waktu untuk mendengarkan khotbah adalah bervariatif antara 45 sampai 60 menit. Pada saat sesi khotbah seluruh petugas ibadah seperti pemimpin pujian, penyanyi altar, pemain musik dan penari biasanya akan beristirahat dan duduk di barisan paling belakang serta tetap dalam posisi mendengarkan khotbah. Adapun peyampaian firman atau khotbah pada saat penelitian tanggal 29 April 2018 berlangsung diambil dari kitab Matius 24:14 dengan topik,

“Dampak Pemberitaan Injil” dengan subtopik ciri-ciri Injil yang asli, dengan poin-poinnya sebagai berikut, Injil yang asli akan membawa hidup manusia serupa dengan Kristus, pemberitaan Injil harus berpusat pada Kristus bukan pada dunia, pemberitaan hidup yang fokus pada kekekalan surga, dan selalu mengajarkan kita untuk mencari perkenanan dengan Tuhan.

2.4.2.4 Kolekte/persembahan dan warta jemaat.

Kolekte atau persembahan akan dijalankan ketika Pendeta telah selesai berkhotbah, biasanya persembahan kolekte berupa bentuk uang yang dikumpulkan ke dalam kantong persembahan. Ketika pengumpulan kolekte para petugas pengumpul kolekte akan berjalan dari depan menuju belakang sambal menjalankan kantong persembahan, pada saat kolekte satu buah lagu pujian biasanya akan dinyanyikan. Dalam kantong persembahan terdapat 4 buah kantong dengan warna yang berbeda-beda, namun ketika penulis menanyakan hal tersebut kepada salah satu majelis gereja yaitu bapak Budiman Sihombing, bahwasanya tidak ada perbedaan dalam kantong persembahan berdasarkan warna, jadi jemaat bebas mau memberikan dikantong persembahan yang mana saja, karena biasanya persembahan dalam jumlah yang lebih besar akan dimasukkan kedalam sebuah amplop. Setelah pengumpulan kolekte dan lagu masih dinyanyikan, Pendeta dan beberapa majelis serta pengumpul kolekte akan maju dari barisan belakang sambil manortor. Seusai manortor, seorang petugas yang telah ditunjuk maju ke altar dan membacakan warta jemaat atau pengumuman tentang kegiatan gereja sepekan yang sudah dilakukan serta mengumumkan apa saja kegiatan yang akan dilaksanakan gereja dalam sepekan juga. Persembahan atau kolekte akan digunakan untuk kepentingan pelayanan gereja seperti penginjilan dan pelayanan sosial serta keperluan administrasi gereja.

Gambar 3. Kantong Kolekte

2.4.2.5 Doa syafaat

Diakhir sesi ibadah, Pendeta akan kembali naik ke altar untuk doa syafaat dan doa penutup, pendeta akan berdoa syafaat bagi seluruh jemaat untuk sepanjang satu minggu kedepan agar senatiasa diberkati dan dilindungi oleh Tuhan agar dapat kembali berkumpul ibadah dihari minggu depan, pendeta juga akan berdoa bagi banyak hal, mulai dari lingkungan gereja, pembangunan gereja, jemaat yang butuh didoakan seperti jemaat yang sedang sakit atau jemaat yang sedang mengalami pergumulan, pertumbuhan jemaat, pemerintahan mulai kepala pemerintahan baik dari yang terendah sampai yang tertinggi, serta situasi atau kondisi yang dihadapi negara. Isi dari doa syafaat akan selalu berubah dari minggu ke minggu tergantung topik doa yang dibawakan, kemudian Pendeta akan menutup dengan doa berkat agar jemaat pulang dengan membawa berkat dari Tuhan.

2.4.2.6 Doa penutup atau doa berkat

Doa penutup atau lebih dikenal dengan doa berkat akan dilanjut ketika doa syafaat selesai dipanjatkan, doa penutup akan berfokus pada pengucapan

syukur atas jalannya sepanjang ibadah dan doa berkat kepada jemaat. Adapun isi dari doa penutup sebagai berikut :

Segala pujian syukur dan terimakasih kami ucapkan kepadaMu Bapa atas penyertaan Tuhan sepanjang ibadah, Tuhan begitu baik buat kami, saat ini kami hendak mengakhiri ibadah kami ya Tuhan, hambaMu bisa berhenti berbicara dan berkata-kata buat umatMu tetapi firmanMu yang telah hamba sampaikan akan terus berbicara didalam hati umatMu. Terimakasih Tuhan, mari Tuhan berkati seluruh kami yang hadir diibadah ini. Saudara, mari angkat kedua tangan kita, dan pulanglah terima berkat dari Tuhan, Tuhan meberkati dan melindungimu, Tuhan menyinari engkau dengan wajahNya dan memberikan engkau kasih karunia serta damai sejahtera, kasih Allah Bapa, cinta kasih dari Tuhan Yesus Kristus dan persekutuan didalam Roh Kudus menyertai kita semua mulai hari ini sampai selama-lamanya, sampai Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya, mari semua yang percaya kita katakan, Amin.

Seusai doa penutup, jemaat kembali melakukan fellowship dan saling bersalaman maupun saling mendoakan dan kemudian meninggalkan tempat ibadah yang menandakan ibadah telah selesai.

2.5 Aliran Gereja Bethel Indonesia

Gereja GBI menganut agama Kristen, agama dengan Yesus Kristus sebagai tokoh utamanya. Agama Kristen meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias yaitu juru selamat bagi seluruh umat manusia yang telah dinubuatkan sejak zaman nabi Yesaya yang datang untuk menebus manusia dari dosa. Agama

Kristen melaksanakan ritual ibadahnya di gereja dan menggunakan Kitab Suci yaitu Alkitab.

Agama Kristen termasuk salah satu dari agama Abrahamik yang hidup berdasarkan ajaran tentang kematian dengan penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus Kristus ke surga, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Perjanjian Baru di Alkitab, umat Kristen juga meyakini bahwa Yesus Kristen adalah Mesias yang dinubuatkan dalam dari Perjanjian Lama (atau Kitab suci Yahudi).

KeKristenan adalah monoteisme, yang percaya akan tiga pribadi Tuhan dalam keEsaanNya (secara teknis dalam bahasa Yunani hypostasis) yaitu Elohim atau Bapa, Putra dalam pribadi Yesus dan kemudian Roh Kudus. Konsep Tritunggal sudah jelas tertulis didalam Alkitab, dan kemudian dipertegas pertama sekali pada Konsili Nicea Pertama (325) yang dihimpun oleh Kaisar Romawi Konstantin I.

Pemeluk agama Kristen mengimani bahwa Yesus Kristus atau Isa Almasih adalah Tuhan dan Juru Selamat, dan memegang ajaran yang disampaikan Yesus Kristus. Dalam kepercayaan Kristen, Yesus Kristus adalah kepala gereja yang abadi. Umat Kristen juga percaya bahwa Yesus Kristus akan datang pada kedua kalinya sebagai Raja dan Hakim di dunia ini. Sebagaimana agama Yahudi, mereka menjunjung ajaran moral yang tertulis dalam Sepuluh Hukum Taurat Tuhan.

Gereja GBI menganut aliran pentakosta karismatik dimana aliran ini pada dasarnya berbeda, yaitu aliran pentakosta dan aliran kharismatik, namun aliran kharismatik juga memiliki ciri-ciri khas yang ada didalam aliran

pentakosta, aliran pentakosta karismatik memiliki beberapa ciri khas seperti karunia berbahasa Roh, karunia nubuatan dan lain sebagainya. Aliran kharismatik merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang-orang Kristen yang percaya bahwa manifestasi Roh Kudus dapat terjadi dan bisa dipraktikkan sebagai pengalaman pribadi setiap orang-orang Kristen pada masa kini. Kata kharismatik ini berasal dari sebuah kata dalam bahasa Yunani yaitu charis yang artinya kasih karunia. Aliran kharismatik memiliki banyak kemiripan dengan pentakosta dan perkembangan kedua aliran inipun tidak akan pernah lepas satu sama lainnya, karena saling mempengaruhi kuat, dikarenakan aliran kharismatik sangat mirip dan sulit dibedakan dengan aliran pentakosta yang menjadi insipirasinya maka aliran ini kadang dianggap sama, sehingga lebih sering disebut aliran kharismatik. Aliran ini sering disebut bermula dari seorang pendeta bernama Dennis Bennett dari gereja Episkopal Kharismatis di Amerika pada tahun 1960, dimana ia percaya bahwa ia telah dibaptis oleh Roh Kudus, yang kemudian berkembang ditahun 1975 hingga masa kini.

2.5.1 Pengakuan iman gereja GBI Aku percaya bahwa:

Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah yang diilhamkan oleh Roh Kudus. Allah yang Maha Esa itulah Allah Tritunggal yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus, tiga Pribadi di dalam satu. Yesus Kristus adalah anak Allah yang tunggal dilahirkan oleh perawan Maria yang dinaungi oleh Roh Kudus, bahwa Yesus telah disalibkan, mati, dikuburkan dan dibangkitkan pada

hari yang ketiga dari antara orang mati, bahwa Ia telah naik ke Surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa sebagai Tuhan, Juru Selamat dan Pengatara kita.

Semua manusia sudah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah sehingga harus bertobat dan berpaling kepada Allah untuk menerima pengampunan dosa.

Pembenaran dan kelahiran baru terjadi karena iman di dalam darah Yesus Kristus yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Setiap orang yang bertobat harus dibaptis secara selam dalam Nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, yaitu dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Penyucian hidup adalah buah kelahiran baru karena percaya dalam darah Yesus Kristus yang dikerjakan oleh kuasa Firman Allah dan Roh Kudus, karena itu kesucian adalah asas dan prinsip hidup umat Kristen.

Baptisan Roh Kudus adalah karunia Tuhan untuk semua orang yang telah disucikan hatinya; tanda awal baptisan Roh Kudus adalah berkata-kata dengan bahasa roh sebagaimana diilhamkan oleh Roh Kudus. Perjamuan Kudus dilakukan setiap kali untuk meneguhkan persekutuan kita dengan Tuhan dan satu dengan yang lain. Kesembuhan ilahi tersedia dalam korban penebusan Yesus untuk semua orang yang percaya. Tuhan Yesus Kristus akan turun dari Sorga untuk membangkitkan semua umatNya yang telah mati dan mengangkat semua umatNya yang masih hidup lalu bersama-sama bertemu dengan Dia di udara, kemudian Ia akan datang kembali bersama orang kudusNya untuk mendirikan Kerajaan Seribu Tahun di bumi ini. Pada akhirnya semua orang mati akan dibangkitkan, orang benar akan bangkit pada kebangkitan yang pertama dan menerima hidup kekal, tetapi orang jahat akan bangkit pada kebangkitan yang kedua dan menerima hukuman selama-lamanya.

2.6 Bahasa

Bahasa merupakan alat penghubung serta komunikasi bagi masyarakat pendukungnya dan sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum bahasa yang digunakan di gereja GBI Bukit Zaitun adalah bahasa Indonesia, namun dalam ibadah Batak Bermazmur bahasa yang sering digunakan adalah bahasa Batak Toba, namun umtuk hal-hal teknis dan beberapa hal lainnya seperti doa terkadang dipakai bahasa Indonesia. Dalam keseharian aktifitas menggunakan bahasa Indonesia dengan alasan kenyamanan dan kemudahan berkomunikasi, dikarenakan tidak semua pelayan yang menetap di gereja fasih berbahasa Batak Toba.

BAB III

INKULTURASI BATAK TOBA PADA IBADAH BATAK BERMAZMUR DI GBI BUKIT ZAITUN MANDALA MEDAN

3.1 Inkulturasi

Suatu pertemuan atau kontak antara satu budaya dengan budaya yang lainnya akan menimbulkan suatu reaksi atau interaksi diantara budaya-budaya tersebut dan dapat dilihat dalam proses serta hasil yang terbentuk. Dalam tulisan ini penulis akan berfokus pada istilah inkulturasi, penulis juga mencoba membahas unsur-unsur atau aspek dalam budaya yang digunakan, tetapi hanya akan fokus pada salah satu aspek saja yaitu musik, namun tidak menutup kemungkinan juga beberapa unsur atau aspek lain dari budaya yang bersangkutan juga ikut terangkum dan penulis paparkan dalam pembahasan ini guna mendukung topik inkulturasi yang penulis bahas.

Inkulturasi merupakan suatu istilah yang baru muncul ditahun 1959 hingga 1960-an awal. Inkulturasi berasal dari bahasa Latin yaitu in dan cultura yang memiliki arti “masuk (ke dalam)”, sedangkan cultura berasal dari kata colore yang artinya mengolah tanah. Cultura atau kultur adalah segala wujud atau karya yang bermanfaat bagi hidup manusia, hal ini mengandung persamaan arti dengan istilah kebudayaan atau peradaban. Maka inkulturasi dapat dipahami sebagai usaha gereja membudaya. Inkulturasi pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan gereja guna penyesuaian diri dalam budaya umat setempat. Pada penyesuaian tersebut akan muncul transformasi dari nilai budaya asli yang akan bermakna Injil. Lebih dalam lagi, istilah inkulturasi dan kebudayaan merupakan

setiap proses inkulturasi pasti akan merangkul suatu kebudayaan lokal, kemudian istilah inkulturasi selalu mengacu kepada perwujudan nilai-nilai Injil kedalam budaya lokal setempat.

Menurut Giancarlo Collet dalam Karl Edmund Prier (1999:8), inkulturasi adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus dimana Injil diungkapkan dalam situasi sosio-politik dan religius budaya (seluruh aspek kehidupan) sedemikian rupa sehingga ia tidak hanya diwartakan melalui unsur-unsur tersebut, tetapi menjadi suatu daya yang mengolah dan menjiwai atau bersatu dan sejalan dengan kebudayaan tersebut, sekaligus budaya tersebut memperkaya budaya gereja secara universal. Pendapat Collet ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Injil Yesus dinyatakan melalui kebudayaan umat setempat secara berkesinambungan, sehingga akan mengakar didalam kehidupan para jemaat, melalui inkulturasilah unsur-unsur budaya setempat dipakai dan kemudian dimaknai oleh nilai keKristenan. Inkulturasi juga bukan proses yang singkat karena berlangsung secara berkelanjutan dan akan menyesuaikan sesuai dengan perkembangan jemaat pada zamannya.

3.1.1 Batak bermazmur sebagai bentuk inkulturasi di gereja GBI

Pada awal kemunculan perayaan Batak Bermazmur di gereja GBI Rehobot yaitu sekitar awal tahun 2003, tidak ada suatu perintah atau mandat dari pimpinan tertinggi sinode GBI untuk melakukan sebuah proses inkulturasi didalam tubuh gereja GBI itu sendiri, cikal bakal Batak Bermazmur justru berawal pada tahun 1999 dimana salah seorang pendeta dari gereja GBI Rehobot, Jakarta yaitu Bapak Pdt. Erastus Sabdono beserta tim mengadakan

pelayan dan pergi ke beberapa kota di Sumatera Utara. Saat berkunjung pertama kali ke daerah Toba, beliau merasa kagum akan salah satu ciptaan Tuhan di tanah Batak yaitu danau Toba, ketika beliau berdoa dipinggir danau Toba beliau tergerak hatinya oleh Tuhan dan merasa terbeban serta juga memiliki kerinduan yang besar untuk membangun umat Batak khususnya Batak Toba dalam kebenaran bagi kerajaan Allah dan memulihkan kembali agar orang-rang Batak mengenal Tuhan dengan benar khususnya di tanah Batak atau juga di Sumatera Utara. Melalui proses serta pegumulan yang panjang akhirnya beliau melakukan beberapa usaha, dimana pada bulan Januari tahun 2003 beliau mengingatkan kembali visinya tersebut kepada rekan-rekannya beberapa orang Batak sehingga visi itu ditangkap dan kemudian direalisasikan, salah satunya adalah dengan dibuatnya dan diadakannya ibadah Batak Bermazmur di Panin Hall, Jakarta pada tanggal 10 April 2003 yang dihadiri sekitar 2000 orang, tanggal tersebut sekaligus hari jadinya Batak Bermazmur. Pada tanggal 7 Juli 2003 sekitar 50 orang tim kembali mengadakan pelayanan dengan memakai identitas baru yaitu Batak Bermazmur ke Sumatera Utara, salah satunya di kota Medan dan dilaksanakan juga di gereja GBI Bukit Zaitun, Medan.

Penggunaan kata inkulturasi pada dasarnya tidak tercatat resmi atau digunakan sebagai sebuah agenda resmi yang harus dijalankan dan dirapatkan dalam rapat kerja sinode GBI, karena pada dasarnya setiap gereja GBI diberi keleluasaan dan bebas merencanakan atau menjalankan suatu program di masing-masing gerejanya, dengan kata lain setiap gereja GBI memiliki hak otonom pada setiap cabang-cabang gerejanya sesuai dengan kebutuhan dan

kondisi latar belakang jemaatnya secara sosial dan budaya, atau tidak terikat secara langsung dengan program yang berasal dari Badan Pekerja Harian (BPH), hal ini pula yang menyebabkan setiap gereja GBI satu dengan yang lainnya memiliki ciri khas yang berbeda atau bahkan memiliki gaya tersendiri.

Perlu diketahui juga, dengan alasan hak otonom yang ada pada setiap gereja-gereja GBI sehingga penulis tidak dapat menjabarkan atau membuat kedalam bentuk skema struktural gereja-gereja GBI manasajakah yang menggunakan ibadah Batak Bermazmur berdasarkan gereja GBI Rehobot yang pertama sekali memakai ibadah Batak Bermazmur ini, dikarenakan setiap gereja GBI bebas untuk berdiri dan mengembangkan cabang-cabangnya dan bebas pula untuk menganut setiap konsep atau tata ibadah manapun selama konsep atau tata ibadah itu juga dipakai pada gereja GBI yang lainnya, sebagai contoh adalah GBI Bukit Zaitun itu sendiri yang ikut mengadopsi ibadah Batak Bermazmur.

Jadi, penggunaan istilah inkulturasi ini penulis dapatkan dari pihak gereja GBI Bukit Zaitun serta tim pelayanan dari Pdt Erastus Sabdono itu sendiri, dikarenakan inkulturasi merupakan istilah budaya yang paling tepat untuk ibadah Batak Bermazmur, namun penulis akan melihat sejauh mana proses inkulturasi itu terjadi di GBI Bukit Zaitun serta apa saja yang digarap.

Perlu diingat, ketika berbicara inkulturasi tidak serta merta harus selalu dikaitkan atau prosesnya serta rentetannya persis dengan yang terjadi juga di gereja Katolik, hal ini sesuai dengan pernyataan Pastor Leo Joosten yang mengatakan proses inkulturasi bisa juga terjadi secara sederhana asalkan memang menggunakan unsur-unsur suatu kebudayaan di dalam gereja maupun

liturgi ibadahnya yang kemudian memperkaya budaya itu sendiri, penulis melihat pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Giancarlo Collet yakni proses inkulturasi pada akhirnya dengan sendirinya akan memperkaya budaya gereja secara universal, yang berarti kebudayaan setempat dimana suatu gereja berdiri bisa masuk atau diambil dan diterima sehingga memperkaya kebudayaan dalam gereja, dalam contoh hal ini adalah musik tradisional, bahasa serta beberapa ornamen busana.

3.2 Ibadah Batak Bermazmur di Gereja GBI Bukit Zaitun

Ibadah Batak Bermazmur pertama sekali diperkenalkan dan digelar di gereja GBI Bukit Zaitun pada tanggal 24 Januari tahun 2010. Konsep ibadah inkulturasi ini tentunya mendapat pertimbangan dari pimpinan gereja GBI Bukit Zaitun Medan yaitu Pdt. Djaman Sinaga, karena beliau ingin kebudayaan Batak Toba itu dirangkul guna menjadi suatu media untuk menjembatani jemaat dengan Tuhan, sehingga beliau memiliki kerinduan untuk ibadah Batak Bermazmur ini juga dipakai di gereja GBI Bukit Zaitun, Mandala.

Hal-hal yang melatarbelakangi digunakannya ibadah Batak Bermazmur diungkapkan juga oleh salah seorang majelis jemaat yaitu bapak Budiman Sihombing, yang pertama ialah gereja sebagai wadah, ada untuk melihat, mendengar dan memperhatikan bahwasanya orang-orang suku Batak Toba jika mendengar gondang atau musik Batak Toba maka tondi atau jiwanya akan bangkit dan hidup, dari situlah mereka memiliki pandangan lain dan belajar untuk bagaimana caranya menarik orang-orang Batak supaya tertarik datang ke gereja. Yang kedua adalah untuk memberikan warna baru didalam liturgi ibadah,

karena pada awal munculnya ibadah Batak Bermazmur, hal ini dianggap unik dan belum pernah dijumpai ada konsep yang serupa di gereja GBI lainnya, khususnya di kota Medan. Yang ketiga adalah bertepatan dengan lokasi gereja yang berada di Sumatera Utara khususnya lingkungan lokasi gereja yang memang berada ditengah masyarakat yang mayoritas bersuku Batak Toba, sehingga dengan cara ini dinilai lebih efektif dan berhasil dalam menjaring orang-orang Batak disekitar lokasi gereja untuk datang ke gereja.

Pada poin berikutnya penulis akan coba paparkan bentuk inkulturasi yang terjadi pada gereja GBI Bukit Zaitun diantaranya proses masuk dan terjadinya

Pada poin berikutnya penulis akan coba paparkan bentuk inkulturasi yang terjadi pada gereja GBI Bukit Zaitun diantaranya proses masuk dan terjadinya

Dokumen terkait