• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS STRUKTUR MUSIKAL LAGU PUJIAN

4.4 Transkripsi Dan Analisis Lagu Di Bagasan GoarMi

4.4.3 Wilayah nada (range)

Untuk mempermudah penulis dalam mendapatkan wilayah nada lagu Dibagasan GoarMi, maka melodi lagu tersebut akan dimasukkan ke dalam garis paranada untuk dapat melihat dengan jelas susunan nada-nada yang ada pada lagu tersebut, dengan tujuan untuk mempermudah penulis dalam melihat nada terendah dan tertinggi dalam lagu tersebut. Wilayah nada lagu Dibagasan GoarMi dapat kita lihat pada gambar dibawah, berikut adalah wilayah nada dari yang terendah hingga tertinggi.

sulim

Tenth Major

vokal

Ninth Major

4.4.4 Jumlah interval (prevalent intervals)

Berikut ini adalah tabel interval dari keseleruhan nada-nada Tabel 4.7 Distribusi Interval Sulim

Nama Interval Posisi Interval Jumlah Interval

Prime Murni (1P) - 11

Sekunda Mayor (2M) 32

Sekunda Minor (2m) 13

Terts Minor (3m) 11

Terts Minor (3m) 2

Terts Mayor (3M) 3

Kwart Murni (4P) 6

Kwint Murni (5P) 1

Kwint Murni (5P) 2

Sekta Minor (6m) 3

Septim Minor (7m) 2

Tabel 4.8 Distribusi Interval Vokal

Nama Interval Posisi Interval Jumlah Interval

Prime Murni (1P) - 48

Sekunda Mayor (2M) 43

Sekunda Mayor (2M) 54

Sekunda Minor (2m) 28

Frasa lagu Dibagasan Goarmi

Terts Minor (3m) 8

Terts Minor (3m) 10

Kw art Murni (4P) 4

Sekta Minor (6m) 8

Berdasarkan tabel vokal diatas, interval yang paling sering muncul adalah interval Sekunda Mayor (2M) sebanyak 97 kali, disusul oleh Prime Murni sebanyak 48 kali, Sekunda Minor 28 kali, Ters Minor 18 kali, Sekta Murni 8 kali dan yang paling sedikit adalah Kwart Murni sebanyak 4 kali.

4.4.5 Formula melodik (melodic formulas)

Formula melodi dalam hal ini terdiri atas bentuk, frasa, dan motif. Bentuk adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Sedangkan motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi. Pada lagu Dibagasan GoarMi, penulis melihat lagu ini juga dibawakan dalam bentuk yang cenderung repetitive (Malm,1977) atau mengalami pengulangan, namun terdapat pengulangan sebanyak 2 kali pada bait awal, bila dirumuskan maka terdiri dari bait awal (A) dan reff (B), maka bentuknya A – A – B – A – A – B – B – B – B dan bagian B menjadi penutup lagu.

A.

B.

C.

1. Frasa A terdapat pada Bar 9-16, 17-24, 40-47, 48-55.

2. Frasa B terdapat pada Bar 24-28, 55-59, 63-67, 71-75, 79-83.

3. Frasa C terdapat pada Bar 28-32, 59-63, 67-71, 75-79, 83-87.

Terdapat 2 motif lagu Dibagasan GoarMi

a.

b.

4.4.6 Pola kadensa (cadence patterns)

Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi penutup pada akhir lagu atau di tengah kalimat, sehingga dapat dengan sempurna menutup lagu tersebut. Dalam lagu Dibagasan GoarMi penulis memilih melodi akhir sebagai pola kadensa. Dalam lagu dibagas goarmi terdapat tiga frasa dimana pada frasa A dan C memiliki satu kadensa gantung dan satu kadensa sempurna, sementara farasa B hanya terdapat frasa gantung.

4.4.7 Kontur (contour)

Kontur adalah sebuah alur melodi yang biasanya ditandai dengan menarik garis. Dalam lagu Dibagasan GoarMi terdapat alur, yaitu:

Pendulous

Pendulous adalah garis melodi yang sifatnya melengkung atau naik turun baik dari nada yang rendah ke nada yang tinggi kemudian kembali ke nada yang rendah atau sebaliknya.

4.4.8 Ritem

Pada analisa penulis melihat hasil dari lagu yang telah penulis transkripsikan yaitu ada beberapa bentuk ritem melodi pada lagu ini, yaitu sebagai berikut:

Durasi nyanyian : 3 menit 38 detik

Meter : 4/4

4.4.9 Peranan masing-masing instrumen dalam lagu dibagasan goarmi Dari hasil transkripsi, masih dapat dilihat kolaborasi antara musik band dan musik tradisional dalam membawakan lagu Dibagasan GoarMi. Pada transkripsi juga dapat dilihat sulim, taganing dan piano mengawali pada bagian intro lagu. Sulim menjadi instrumen yang membawakan melodi pada bagian intro dengan nada-nada mengikuti lagu bagian reff, sedangkan taganing mengiringi sulim dan juga bermain sepanjang lagu dinyanyikan. Piano hanya memainkan chord sepanjang lagu dinyanyikan, bass mengikuti nada dari chord serta ritem atau ketukan dari kick/beat drum. Drum memainkan peranannya sebagai pembawa ritem serta menjaga tempo agar lagu tetap dibawakan pada tempo yang stabil.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Istilah inkulturasi menjadi proses budaya yang paling tepat untuk Batak Bermazmur, beberapa hal yang terjadi dalam inkulturasi pada gereja Katolik juga terjadi di gereja GBI Bukit Zaitun, yaitu sesuai dengan pernyataan Pastor Leo Joosten bahwa proses inkulturasi secara sederhana memasukkan dan menggunakan unsur-unsur kebudayaan kedalam liturginya. Istilah inkulturasi ini sendiri memang tidak menjadi fokus utama didalam tubuh gereja GBI, inkulturasi didalam perjalanan Batak Bermazmur juga belum berlangsung begitu lama, butuh waktu dalam proses dan perjalanannya agar terlihat perubahan serta dampak yang lebih besar bagi gereja GBI itu sendiri, secara khusus di GBI Bukit Zaitun, Medan.

Gereja pada akhirnya harus memiliki sifat keterbukaan akan tradisi atau kebudayaan lokal setempat, dikarenakan gereja juga ada dan berdiri ditengah kebudayaan masyarakat itu sendiri, sehingga gereja memilih untuk memasukkan unsur-unsur tradisi kebudayaan kedalam liturginya sejauh unsur-unsur tradisi kebudayaan tersebut tidak bertentangan atau bertolak belakang terhadap nilai-nilai Injil, sehingga inkulturasi terwujud dan memiliki bentuk didalam gereja, baik itu dalam musiknya, bahasa, ornamen dan lainnya. Sebelum adanya inkulturasi lewat Batak Bermazmur, liturgi ibadah awalnya sah-sah saja dan dapat diterima oleh jemaat, namun dengan adanya Batak Bermazmur, jemaat gereja GBI Bukit Zaitun semakin merasa lebih mantap untuk beribadah dengan

nuansa liturgi yang selaras dengan kebudayaan jemaat gereja itu sendiri, serta memberikan warna baru dalam ibadah itu sendiri.

Inkulturasi musik sebagai proses yang memperkaya kebudayaan musik didalam gereja memperlihatkan keseriusan gereja terhadap inkulturasi melalui ibadah Batak Bermazmur, hal ini terlihat dari penggunaan musik Batak Toba, pakaian khas adat dan bahasa Batak Toba didalam liturgi ibadahnya, sehingga inkulturasi didalam ibadah Batak Bermazmur bukan sekadar penekanan untuk mengutamakan atau mementingkan kebudayaan Batak Toba, tetapi tetap mengutamakan ibadah itu sendiri, sehingga gereja dapat membangun jemaat lebih lagi, baik dari kedewasaan kehidupan maupun keimanannya. Selain itu gereja juga dapat menarik dan menjangkau atau juga menginjili orang-orang, khususnya yang beretnis Batak secara lebih mudah. Proses inkulturasi yang terjadi masih belum semasif seperti yang terjadi pada gereja Katolik, namun langkah dan usaha ini perlu waktu yang lebih lama lagi agar nilai-nilai Injil benar-benar berakar pada unsur-unsur kebudayaan yang dipakai pada gereja ini.

Bentuk musik yang dipakai pada ibadah Batak Bermazmur mendapat penambahan dari musik yang dipakai diibadah regular yaitu yang mana sebelumnya hanya alat musik band berupa keyboard, gitar dan bass elektrik dan drum kemudian dikolaborasikan dengan alat musik Batak Toba seperti sulim dan taganing. Dari hasil analisis terhadap kedua nyanyian pada ibadah Batak Bermazmur, dapat dilihat bahwa lagu-lagu atau nyanyian yang dipakai didalam liturgi ibadah menjadi berbeda dikarenakan diaransi menggunakan musik Batak Toba, hal ini dapat terlihat dari penggunaan sulim

dan taganing di awal pada kedua lagu dan juga sepanjang jalannya lagu, sehingga menciptakan kreasi baru didalam ibadah Batak Bermazmur, namun perlu diketahui dari kedua sampel lagu tidak dapat diketahui pasti mengikuti repertoar atau pola musik apa, sehingga permainan musik Batak Toba yang ada hanya berupa bentuk improvisasi dari bentuk lagu aslinya.

5.2 Saran

Inkulturasi dalam ibadah Batak Bermazmur beserta semua yang ada didalamnya merupakan hal yang penting dalam eksistensi ibadah yang ada dalam gereja GBI Bukit Zaitun, Medan, sehingga diharapkan adanya dampak yang lebih besar lagi dari upaya yang dilakukan gereja, mengingat gereja harus terus berkembang guna kepentingan gereja itu sendiri. Dikarenakan kemajemukan masyarakat tentunya gereja akan kesulitan untuk dapat masuk, sehingga inkulturasi merupakan hal yang tepat untuk dapat masuk kedalam sebuah komunitas masyarakat melalui kebudayaannya, sehingga gereja lebih mudah dalam menjalankan visi-misinya.

Dalam penulisan skripsi ini penulis juga menyadari bahwa tulisan ini memiliki banyak kekurangan. Tentunya tulisan ini belum bisa dikatakan sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan dan kelemahan yang dimiliki penulis. Penulis sangatlah mengharapkan saran dan kritikan-kritikan yang sifatnya membangun dari para pembaca, agar tulisan ini menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata penulis mengucapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat sesuai dengan harapan kita semua, terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Bakker SJ, J.W.M. 1984. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Jakarta:

Kanisius, BPK Gunung Mulia.

Banjarnahor, Dussel. S. 2012. Pengaruh Konsili Vatikan II Terhadap Inkulturasi Musik Liturgi Dalam Ofisi di Biara Ordo Kapusin Santo Fransiskus Asisi Pematangsiantar. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Banoe, Pono. 2003. Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius.

Boelaars, Huub. J.W.M. 2005. Indonesianisasi Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Hood, Mantle, 1982. The Ethnomusicology. Ohio: The Kent State University Press

Joosten, P Leo OFM Cap. 2015. Selamat Datang di Gereja Inkulturatif Karo Berastagi.

Koentjaraningrat. 1973. Metode Wawancara Dalam Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. 1976. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta. PT.

Gramedia

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta Malm, William P. 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia.

New Jersey, Englewood Cliffs: Prentice Hall.

Mawene, Gereja yang Bernyanyi. Yogyakarta: Andi, 2004.

McNeil, Rhoderick. 2002. Sejarah Musik 1. Jakarta: Gunung Mulia

Meriam, Alan P. 1964. Antropology of Music. Blomington, Indiana, University Press.

Merriam, Allan P. 1995. Beberapa Definisis tentang Musicology Comparatif dan Etnomusikologi: Sebuah Pandangan Historis-Teoritis. Supanggah

(Editor). Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya Mike & Viv Hibert 2001. Pelayanan Musik. (PBMR). ANDI

Nettl, B 1964. Theory and Method In Ethnomusicology. New York Free Press of Glencoe

Prier, Karl-Edmund. 1999. Inkulturasi Musik Liturgi. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi

Samuel, Wilfred J. 2007 Kristen Karismatik. Jakarta PT BPK Gunung Mulia Seeger, Charles. 1997. Study in Etnomusicology. New York: University

Calofornia Press.

Tan, Mely G. 1991. “Metode Penelitian.” Dalam Koentjaraningrat (ed.) Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Daftar Website

http://indonesiaucanews.com/2009/12/21/Indonesia-budaya-batak-memperkaya-gereja-katolik-sumatera/

https//id.m.wikipedia.org/wiki/Gereja_Bethel_Indonesia

http://simarbalatuk.com/2016/06/13/tortor-batak-dan-makna-didalamnya https://id.m.wikipedia.org/wiki/Gereja_Pantekosta_di_Indonesia

https://www.imankatolik.or.id/budaya_dalam_misa_kita.html http://www.sinodegbi.org/organisasi/tentang-kami.html/start=2

DAFTAR INFORMAN

Nama : Merlin Santinus Umur : 38 tahun

Pekerjaan : Pendeta

Alamat : Jl. Patumbak, Medan.

Nama : Ps. Leo Joosten OFM Cap Umur : 76 tahun

Pekerjaan : Biarawan (Pastor Gereja Santo Fransiskus Asisi Berastagi) Alamat : Jl. Sakti Giri, Sempajaya, Berastagi, Kabupaten Karo.

Nama : Djaman Sinaga Umur : 69 tahun

Pekerjaan : Pendeta (Gembala Sidang GBI Bukit Zaitun Medan) Alamat : Jl. Tangguk Bongkar V, Mandala, Medan.

Nama : Budiman Sihombing Umur : 50 tahun

Pekerjan : Wiraswasta Alamat : Medan

Nama : Jeky Sidabutar Umur : 25 tahun

Pekerjaan : Musisi Tradisional

Alamat : Jl. Bunga Wijaya Kesuma. 26. Medan

Lampiran contoh lagu dari Hal 30 dan 31.

Kumasuki GerbangNya.

MM = 120 bpm

T’rimakasih Tuhan MM = 65 bpm

Dokumen terkait