• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desa Sugihen memiliki luas sekitar 975 Ha, jika dilihat dari udara seolah-olah desa ini kelihatan menjadi dua bagian utama yaitu bagian tinggi dan bagian rendah. Bagian yang tinggi disebut rumah buah dan bagian rendah disebut rumah berneh. Areal hutan atau kerangen terdapat di bagian selatan desa (kerangen pamorti). Di bagian timur desa terdapat perladangan dan juma sabah disebut dengan perjuman kenjulu, sedangkan sebelah utara adalah perjuman kerangen tambak. Selah barat terdapat perjuman sageng

dan kenjahe. Sementara itu, pemukiman berada disebelah Utara desa (rumah buah) dan

Ketika memasuki wilayah rumah berneh atau kesain rumah berneh bagian selatan desa terdapat reba (kebun disekitar pemukiman) yang dimiliki oleh warga desa sendiri, biasanya mereka menanam tumbuhan seperti sayur mayur untuk mereka sendiri dan biasanya luas reba ini rata-rata sekitar 4x5 meter. Di sekitar reba tersebut terdapat beberapa rumah penduduk sekitar delapan rumah dan saling berjauhan. Jalan menuju

rumah berneh masih jalan batu dan dipinggir jalan terdapat tanaman rumput.

Areal pemukiman penduduk Desa Sugihen baik itu di rumah buah maupun d

irumah berneh hampir sama, yaitu memanjang dan berada di sepanjang jalan utama desa.

Rumah warga saling berhadapan antara satu rumah dengan rumah lainnya yang menjadi pembatas adalah jalan utama. Namun pemukiman di rumah berneh terdapat pemukiman warga yang mengelompok yaitu disekitar losd atau balai desa.

Jumlah rumah warga di desa ini mencapai 231 unit. Di desa ini juga terdapat rumah adat (rumah siwaluh jabu) sekitar enam unit16. Bangunan rumah adat yang terdapat sudah lebih modern17

Bentuk bangunan rumah warga di desa ini tergolong sederhana rumah papan semi permanen dan semi permanen. Bangunan yang terlihat semi permanen adalah bangunan rumah yang masih setengah batu dan setengah lagi terbuat dari papan dengan fasilitas atap yang digunakan sudah terbuat dari seng dinding papan dan berbentuk rumah panggung dan mempunyai kolong atau disebut juga dengan

teruh karang. Sebagian penghuni rumah adat ini sudah menggunakan fasilitas yang

cukup memadai seperti TV dan alat masak yang menggunakan listrik seperti rice cooker dan kompor gas (elpiji).

16

Dulu rumah adat tersebut dihuni oleh delapan kepla keluarga, namun pada saat sekarang ini tidak menentu ada enam, lima, dan empat kepala keluarga

17

Rumah adat asli atapnya terbuat dari ijuk dinding kayu dan mempunyai ture (sejenis teras yang yang berada di depan rumah yang terbuat dari bambu)

yang sederhana. Sementara untuk bangunan yang sudah permanen sebagian besar terdapat di rumah buah yaitu dinding rumah yang sudah beton dan keramik. Rumah yang sudah permanen ini rata-rata sudah dilengkapi dengan barang-barang elektronik seperti parabola dan peralatan rumah tangga.

Hanya beberapa warga saja yang memiliki pekarangan dengan luas 4x5 meter dan biasanya ditanamai tumbuhan bunga dan sayur seperti ubi kayu yang sekaligus menjadi pagar rumah mereka. Selain tempat untuk bercocok tanam, warga juga memanfaatkan sebagian pekarangan tersebut menjadi tempat jemuran padi.

Tempat pembuangan sampah masing-masing rumah warga dibuat di belakang rumah dan ada juga di depan rumah mereka. Sementara bagi warga yang tinggal di rumah

siwaluh jabu tidak mempunyai tempat sama biasanya mereka membuangnya ke bawah.

Jika hujan datang banyak lalat yang terdapat disekitar rumah siwaluh jabu tersebut karena sampah yang sudah membusuk.

Di rumah berneh terdapat parit dengan lebar 40- 50 cm dengan kedalaman sekitar 60 cm yang mengalir sepanjang pemukiman rumah berneh air parik ini berasal dari pembuangan air sawah warga. Parit ini sudah disemen sejak tahun 2008 kemarin di dalam parit terdapat sampah seperti pelastik bungkus makanan yang dibuang oleh anak-anak jika hujan datang parit ini akan sumbat yang menyebabkan air parit keluar dan menggenanggi jalan.

2.6. Tata Ruang Hutan, Pertanian, dan Air 2.6.1. Tata Ruang Hutan

Hutan dalam bahasa karo disebut kerangen, di Desa Sugihen ada terdapat

kerangen tua nama kerangen tersebut adalah kerangen pamorti status kerangen ini adalah

hutan lindung. Penduduk tidak dapat sembarangan mengambil kayu yang terdapat di dalam hutan ini. Kerangen ini ditumbuhi denga pinus dan kali bang-bang dengan diameter 1-1,2 meter. Adapun kayu yang boleh diambil oleh warga adalah seperti bambu, rotan, dan ijuk untuk atap sapo dan kayu kecil (ranggas kayu) untuk kayu bakar yang tumbuh di sekitar kerangen. Kondisi jalan menuju hutan adalah jalan setapak di sepanjang jalan ditemui aliran anak- anak sungai.

Di sekitar wilayah kerangen tua terdapat kolam ikan (tambak) yang pemiliknya adalah Marga Ginting Sugihen kolam tersebut adalah tambak beringen menurut sejarahnya di pematang kolam ini terdapat pohon beringen yang sangat besar oleh karena itu masyarakat menyebutnya tambak beringen, sebelum tahun 2000 setiap pesta tahunan kolam ini akan dibuka untuk mengambil ikan atau disebut juga ndurung. Ikan yang terdapat di kolam ini adalah ikan mujair, emas, lele kampung (sebakut), kaperas,

sulung-sulung, belut, dan siput. Pada saat sekarang ini kolam sudah tidak terawat lagi bahkan

kayu-kayu yang terdapat di sekitar kolam sudah ditebangi warga untuk dijadikan kayu api. Di sekitar kolam ini terdapat juga perladangan warga yang pada saat ini ditanami dengan tanaman jeruk dan jagung.

2.6.2. Tata Ruang Pertanian dan Air

Dari luas 975 Ha luas wilayah Desa Sugihen, 422 Ha adalah merupakan areal persawahan atau orang karo menyebutnya perjumaan sabah (juma sabah). Di desa ini terdapat beberapa perjumaan diantaranya adalah perjumaan kerangen tambak,

perjumaan kenjulu, perjuman kenjahe, perjuman taneh mate, perjuman lau cingkam, perjuman sageng, dan perjuman jabi-jabi. Penamaan perjuman ini sengaja dibuat warga

supaya memudahkan warga untuk memberikan keterangan dimana letak perjuman mereka tersebut. Sepanjang jalan kiri- kanan sebelum masuk ke wilayah pemukiman, dijumpai areal persawahan penduduk yang ditanami padi. Pada umumnya setiap warga memiliki lahan sawah sekitar 1- 1½ Ha. Selain sawah warga juga terdapat rawa-rawa (lumur) yang terdapat di perjuman jabi-jabi biasanya warga menjadikanya sebagai tempat pemeliharaan ikan berbentuk kolam kecil dan menanam sayur parit (kurmak

parit) di pingg ir kolam tersebut.

Kondisi jalan menuju areal persawahan (perjuman) ini berbeda-beda seperti jalan menuju perjuman kerangen tambak (sabah) sebagian sudah diaspal yang dapat juga menuju Desa Sukababo. Begitu juga dengan jalan menuju perjuman kenjulu (sabah) juga sudah diaspal, sedangkan jalan menuju perjuman sageng, perjuman kenjahe (sabah), lau

cingkam (sabah), perjuman jabi-jabi (sabah) melalui jalan setapak dan hanya dapat

dilalui pedati (gereta lembu). Jika musim hujan jalan ini akan sulit di lalui karena becek dan berlumpur (erkubang). Jarak dari pemukiman menuju perjuman rata-rata sekitar 1 Km bagi mereka yang sudah terbiasa sekitar 15 menit dapat mencapai sawah.

Pada umumnya masyarakat Sugihen bercocok tanam di sawah yang sekaligus menjadi sumber matapencaharian mereka, namun ada juga sebagian yang bercocok

tanam di ladang. Masyarakat yang bercocok tanam di sawah adalah menanam padi, adapun jenis padi yang ditanam masyarakat adalah Jenis padi yang ditanam warga pada saat ini adalah jenis padi yang bernama padi serang dan padi Malaysia. Sebelumnya warga menanam jenis padi 64 (IR) dan cantek manis jenis padi ini adalah padi lokal dan memiliki batang yang pendek, akan tetapi tidak berhasil banyak warga yang tidak panen dimana buah padi tersebut banyak yang kosong (lapong page), kadang banyak warga yang rugi dan tidak kembali modal, oleh karena itu dua tahun belakangan (2007) ini warga beralih ke jenis padi serang dan Malaysia. Masa panen padi ini hanya memerlukan waktu sekitar tiga bulan, warga dapat panen tiga kali dalam setahun.

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air seperti air minum, menyuci dan mandi, masyarakat mengandalkan air dari mata air yang mengalir dari pancuran di

tapin. Tapin lau sangsang adalah tapin satu-satunya yang terdapat di desa ini jumlah

pancuran hanya satu buah, sebelumnya jumlah pancuran ini sebanykan tujuh buah, pada tahun 2000 terjadi longsor tapin ini tertimbun tanah dan rusak. Mata air tapin ini berasal dari hutan disekitar desa sekarang sudah menjadi areal persawahan warga. Pada saat sekarang tapin jarang dipakai karena sudah tersedia kamar mandi umum masing satu buah untuk rumah berneh dan rumah buah, dan sebagian besar warga sudah memasang air kerumah masing-masing. Air ini berasal dari kerangen sarudan yang terdapat di daerah perjuman Desa Tigasiempat bagian timur desa dengan cara memasang pipa sepanjang 4 Km.

Air yang mengaliri perjuman sawah desa ini berasal dari aliran sungai (parik

belangkem) namanya yang berasal dari pegunungan yang terdapat di sekitar desa yaitu deleng sibuaten yang berada di bagian tenggara desa. Sekitar tahun 1930 beberapa warga

desa seperti yang berasal dari Desa Pernantin, Sarimunte, Sukababo dan Tigasiempat bersama-bersama bergotong royong membuat aliran air (nampeken lau parik). Aliran air ini dibuat menjadi bendungan (pengalahen lau) tepatnya di perjuman Sarimunte yaitu untuk pembagian air sungai kemasing-masing desa. Di desa masing-masing dibuat lagi pembagian air sungai kemasing-masing sawah warga berdasarkan luas sawah yang dimiliki oleh warga, dan dipilih di antara warga yang menjadi pulu parik yaitu orang yang bertanggung jawab atas parik dan penjaga parik yang berfungsi untuk mengontrol kondisi parik (sungai).

Setiap warga wajib membayar kepada penjaga parik sebagai upahnya yang sudah bersedia menjaga parik tersebut. Biasanya itu hanya dibayar sekali setahun sebanyak satu

pelgan (dua kaleng padi) setiap rumah tangga. Namun, pada saat ini aliran air ini hanya

dapat mengaliri perjuman sawah Sugihen dan Pernantin sedangkan untuk perjuman

Sukababo tidak dapat dialiri sehingga mereka beralih ke tanaman jagung, begitu juga

dengan warga Sarimunte hanya beberapa sawah saja yang dapat dialiri.