• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

F. Tatacara Penelitian

Larutan pekat H3PO4 dengan konsentrasi 85% diambil sebanyak 1,2 mL, kemudian diencerkan dalam akuabides 100,0 mL sehingga konsentrasi H3PO4 menjadi 0,1 M.

2. Pembuatan bufer kalium dihidrogen fosfat 0,01M

Sebanyak 0,68 g KH2SO4 ditimbang seksama dan dilarutkan dalam akuabides hingga 500,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 0,01 M, kemudian pH diatur dengan penambahan asam fosfat 0,1 M hingga mencapai pH 3,0.

3. Pembuatan fase gerak

Fase gerak dibuat dengan perbandingan antara metanol : 0,01 M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40 kemudian dicampurkan dalam labu takar 1000 mL. Campuran fase gerak tersebut disaring dengan penyaring Whatman 0,45 µm yang dibantu dengan pompa vakum kemudian didegassing selama 15 menit menggunakan

ultrasonicator.

4. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk penentuan panjang gelombang pengamatan

a. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat. Sebanyak lebih kurang 10,0 mg salbutamol sulfat ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 10,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 1000 µg/mL,

kemudian dibuat larutan seri dengan 3 konsentrasi berbeda yaitu 100; 300; dan 600 µg/mL dengan mengencerkan 1,0; 3,0 ; dan 6,0 mL larutan stok tersebut dalam metanol hingga 10,0 mL.

b. Pembuatan larutan baku guaifenesin. Sebanyak lebih kurang 20,0 mg guaifenesin ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 50,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 400 µg/mL, kemudian dibuat larutan seri dengan konsentrasi berbeda yaitu 20; 60; dan 100 µg/mL dengan mengencerkan 0,5; 1,5; dan 2,5 mL larutan stok tersebut dengan metanol hingga 10,0 mL.

5. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk optimasi dengan metode KCKT

a. Pembuatan larutan stok salbutamol sulfat. Sebanyak 20,0 mg salbutamol sulfat ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 100,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 200 µg/mL.

b. Pembuatan larutan baku intermediate salbutamol sulfat. Sebanyak 2,5 mL larutan stok diambil, diencerkan dalam metanol hingga 25,0 mL sehingga konsentrasi larutan intermediet menjadi 20 µg/mL.

c. Pembuatan larutan kerja salbutamol sulfat. Larutan intermediate

salbutamol sulfat dengan konsentrasi 20 µg/mL diambil 5,0 mL, kemudian diencerkan dalam metanol 10,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 10,0 µg/mL. Larutan disaring dengan menggunakan millipore

d. Pembuatan larutan stok guaifenesin. Sebanyak lebih kurang 20,0 mg guaifenesin ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 50,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 400 µg/mL.

e. Pembuatan larutan kerja guaifenesin. Larutan stok guaifenesin dengan konsentrasi 400 µg/mL diambil 1,5 mL, kemudian diencerkan dalam metanol 10,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 60,0 µg/mL. Larutan disaring dengan menggunakan millipore dan didegassing dengan ultrasonifikator selama 15 menit.

6. Pembuatan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80,0 µg/mL

Larutan baku intermediate salbutamol sulfat dengan konsentrasi sebesar 20,0 µg/mL diambil 0,6 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL, kemudian dicampurkan dengan 2,0 mL larutan stok guaifenesin dengan konsentrasi 400,0 µg/mL, setelah itu diencerkan dengan metanol hingga batas tanda, maka didapatkan konsentrasi guaifenesin 80,0 µg/mL dan salbutamol sulfat 1,2 µg/mL. Larutan tersebut disaring dengan menggunakan

millipore dan didegassing denganultrasonifikator selama 15 menit.

7. Penentuan panjang gelombang pengamatan salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan spektrofotometer UV-Vis

Masing-masing konsentrasi larutan seri baku salbutamol sulfat 100,0; 300,0; dan 600,0 µg/mL dan guaifenesin 20,0; 60,0; dan 100,0 µg/mL dengan pelarut metanol, discan pada panjang gelombang 200-400 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Spektrum yang dihasilkan akan menunjukkan

panjang gelombang maksimum yang akan digunakan pada sistem KCKT yaitu panjang gelombang yang menghasilkan serapan maksimum pada ketiga konsentrasi tersebut.

8. Preparasi sampel

Sediaan obat sirup “merek X” mengandung 0,24 mg/mL salbutamol sulfat dan 10 mg/mL guaifenesin, diambil lebih kurang 0,50 mL dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian diencerkan dengan metanol sampai 100 mL sehingga didapatkan konsentrasi salbutamol 1,2 µg/mL dan guaifenesin 50 µg/mL, kemudian larutan sampel tersebut disaring dengan menggunakan millipore dan didegassing dengan ultrasonifikator selama 15 menit.

9. Optimasi pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik

a. Pengamatan nilai Asymmetry factor (AF) dan waktu retensi salbutamol sulfat. Larutan baku salbutamol sulfat dengan konsentrasi 10,0 µg/mL diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT. Optimasi dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dengan menggunakan fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40 pada kecepatan alir fase gerak 0,5 dan 1,0 mL/menit. Berbagai perbandingan dan kecepatan alir fase gerak tersebut akan dipilih yang nilai AF < 2 dan waktu retensi kurang dari 10 menit agar pemisahan yang dilakukan lebih efektif.

b. Pengamatan nilai Asymmetry factor (AF) dan waktu retensi guaifenesin. Larutan baku guaifenesin dengan konsentrasi 60,0 µg/mL diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT. Optimasi dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dengan menggunakan fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40 pada kecepatan alir fase gerak 0,5 dan 1,0 mL/menit. Berbagai perbandingan dan kecepatan alir fase gerak tersebut akan dipilih yang nilai AF < 2 dan waktu retensi kurang dari 10 menit agar pemisahan yang dilakukan lebih efektif.

c. Pemisahan campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase gerak hasil optimasi. Baku campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan konsentrasi salbutamol 1,2 µg/mL dan guaifenesin 80,0 µg/mL diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT menggunakan komposisi dan kecepatan alir fase gerak hasil optimasi. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dan kemudian mengamati kromatogram yang didapatkan dan dihitung parameter uji kesesuaian sistem yang meliputi nilai resolusi, luas area, N dan HETP dari pemisahan campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin. Resolusi (Rs) yang baik jika nilainya ≥1,5 (Rohman, 2009).

d. Uji kesesuaian sistem KCKT. Baku campuran salbutamol sulfat dengan konsentrasi 1,2 µg/mL dan guaifenesin dengan konsentrasi 80,0 µg/mL, kemudian diinjeksikan sebanyak 20 µL ke sistem KCKT

menggunakan fase gerak dan kecepatan alir fase gerak hasil optimasi. Penginjekan larutan ini dilakukan replikasi penginjekan sebanyak 6 kali. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dan kemudian mengamati kromatogram yang didapatkan dan dihitung nilai koefisien variansi resolusi, tailing factor, HETP, area under curve (AUC) dan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin hasil pemisahan campuran tersebut. Nilai koefisien variansi (CV) yang baik adalah kurang dari 2% (Rohman, 2009).

Dokumen terkait