• Tidak ada hasil yang ditemukan

TB Paru dengan Kelainan Hati

Dalam dokumen Referat TB Paru WORD 2003.doc (Halaman 35-39)

1. Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan

3. Paduan obat yang dianjurkan (rekomendasi WHO) ialah 2 SHRE/6 RH atau 2 SHE/10 HE 4. Pada pasien hepatitis akut dan atau klinik ikterik , sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis

akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH

5. Sebaiknya rujuk ke ahli Paru

I. Hepatitis Imbas Obat

Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik (drug induced hepatitis)

Penatalaksanaan

1. Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) ® OAT Stop 2. Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop

3. Bila gejal klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan: Bilirubin > 2 ® OAT Stop 4. SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop

5. SGOT, SGPT > 3 kali : teruskan pengobatan, dengan pengawasan Paduan OAT yang dianjurkan :

1. Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)

2. Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan klinik dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh , bila klinik dan laboratorium normal , tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES

3. Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi II.11 KOMPLIKASI

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :

1. Batuk darah 2. Pneumotoraks 3. Luluh paru 4. Gagal napas 5. Gagal jantung

6. Efusi pleura

BAB III KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus

primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya.

Penatalaksanaan TB dimulai dari penemuan pasien TB yang terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Setelah pasien masuk dalam klasifikasi yang telah ditentukan, barulah pengobatan yang tepat dapat dilaksanakan. Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:

1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) 3. Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

Pada kasus-kasus tertentu, terkadang terjadi Multy Drugs Resistence. Untuk menangani kasus ini dapat maka dapat digunakan OAT lini ke-2. Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2-3 OAT lini 1 ditambah dengan obat lini 2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis 1000-1500 mg atau ofloksasin 600-800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari). Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda

sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan.

Dalam dokumen Referat TB Paru WORD 2003.doc (Halaman 35-39)

Dokumen terkait