TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Technology Acceptance Model (TAM)
Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu teori tentang penggunaan sistem teknologi informasi yang dianggap sangat berpengaruh dan umumnya digunakan untuk menjelaskan penerimaan individual terhadap penggunaan sistem teknologi informasi. TAM (Technology Acceptance Model) merupakan penyesuaian dari TRA (Theory of Reasoned Action) yang diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1986. Tujuan TAM lebih dikhususkan untuk menjelaskan perilaku para pengguna komputer (computer usage behavior). Terdapat 5 konstruk dalam Technology Acceptance Model (TAM) Davis et. al, (1986) yaitu :
a. Persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) yaitu adalah sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi dapat memudahkan suatu tugas.
b. Persepsi kegunaan (perceived usefulness) yaitu adalah sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi dapat meningkatkan kinerjanya.
c. Sikap terhadap penggunaan teknologi (attitude toward using).
d. Minat perilaku menggunakan teknologi (behavioral intention to use).
e. Penggunaan teknologi sesungguhnya (actual technology usage).
Dari 5 konstruk tersebut persepsi kemudahan dan persepsi kegunaan merupakan salah satu penentu sebuah sistem dapat diterima atau 8 tidak. Jika wajib pajak beranggapan bahwa sistem E-Filing itu
mudah digunakan dan wajib pajak percaya bahwa menggunakan sistem E-Filing akan membantu dalam penyerahan SPT maka hal ini akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT, tetapi sebaliknya jika wajib pajak beranggapan bahwa sistem E-Filing itu tidah mudah digunakan dan tidak memiliki kegunaan maka hal ini akan menyebabkan berkurangnya kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT.
2. Pajak
a. Pengertian Pajak
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang KUP, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Thomas Sumarsam (2017:3),
“pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.”
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.235/KMK.03/2003 sebagaimana juga disampaikan oleh Sarunan (2015), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasikan dari beberapa faktor sebagai berikut, diantaranya :
1) tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir,
2) tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak,
3) tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir, 4) dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
Kepatuhan Pajak menurut Ayuba et.al (2016) adalah besaran pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau kemampuan dan kemauan pembayaran pajak untuk memematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana kepatuhan pajak tersebut juga ditentukan oleh etika, lingkungan hukum dan faktor lainnya pada waktu dan tempat tertentu. Sarunan (2015) mendefinisikan kepatuhan perpajakan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakannya dan melaksanakan hak perpajakannya. Dengan demikian, kepatuhan pajak adalah kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak dengan benar dan tepat waktu secara sukarela sesuai dengan norma dan peraturan perundangan yang berlaku.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pajak merupakan iuran wajib yang disetorkan rakyat untuk Negara berdasarkan undang-undang dan dapat dipaksakan dengan tidak
diberikan imbalan dan hasilnya akan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Menurut Organitation for Economic Co-operation and Development (OECD), kepatuhan perpajakan terdiri atas dua kategori, yaitu :
1) Kepatuhan administratif, yakni kepatuhan terhadap peraturan administratif yang diukur dengan kepatuhan dalam menyampaikan laporan dan membayar pajak. Kepatuhan administratif ini dikenal dengan kepatuhan formal.
2) Kepatuhan teknis, yakni kepatuhan yang mengacu pada perhitungan jumlah beban pajak secara benar. Kepatuhan teknis ini dikenal dengan kepatuan material.
b. Fungsi Pajak
Dari beberapa pengertian yang telah dibahas diatas dapat disimpulkan ada beberapa fungsi pajak menurut Resmi (2017), yaitu : 1) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan.
Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan seterusnya.
2) Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, yang berarti pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
c. Jenis Pajak
Menurut Waluyo (2017:12) terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu pengelompokan menurut golongan atau pembebanan, menurut sifat dan menurut pemungut dan pengelolanya.
1) Golongan (pembebanan)
a) Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.
b) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
2) Sifat
Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip adalah sebagai berikut : a) Pajak subjektif, adalah pajak yang pemungutannya/
pengenaannya berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti melimpahkan keadaan dari Wajib Pajak.
b) Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3) Pemungut dan pengelolanya
a) Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
b) Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunsksn untuk membiayai rumah tangga Negara.
3. E-Filing
Budiarto (2016:14), menjelaskan bahwa sistem E-filing adalah sebuah sistem pelaporan pajak secara online dengan menggunakan media internet. Sedangkan menurut Nurhidayah (2015) E-filing adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan melalui sistem online dan real time. Jadi, E-filing adalah suatu proses atau cara memanfaatkan sistem yang digunakan untuk menyampaikan SPT secara online yang realtime yang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Diterapkannya sistem E-filing diharapkan dapat memudahkan dan mempercepat Wajib Pajak dalam penyampaian SPT karena Wajib Pajak tidak perlu datang ke kantor Pelayanan Pajak untuk pengiriman data SPT, dengan kemudahan dan lebih sederhananya proses dalam administrasi perpajakan diharapkan terjadi peningkatan dalam kepatuhan Wajib Pajak.
E-filing juga dirasakan manfaatnya oleh kantor pajak yaitu lebih cepatnya penerimaan laporan SPT dan lebih mudahnya kegiatan administrasi, pendataan, dsitribusi, dan pengarsipan laporan SPT.
Proses dalam menggunakan E-filing dan tata cara penyampaian SPT Tahunan secara E-filing menurut Direktorat Jenderal Pajak (2016), antara lain :
a. Mengajukan permohonan aktivasi EFIN ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
EFIN atau Electronic Filing Identification Number adalah nomor identitas yang diterbitkan oleh DJP kepada pembayar pajak yang melakukan transaksi elektronik DJP.
b. Mendaftarakan diri dengan membuat akun pada layanan pajak online, yakni di laman DJP online atau laman penyedia layanan SPT elektronik.
Data yang dibutuhkan untuk melakukan pendaftaran, yaitu NPWP dan EFIN. Masukkan NPWP, nomor EFIN, dan kode keamanan kemudian klik “verifikasi”. Selanjutnya, sistem secara otomatis akan mengirimkan identitas pengguna (NPWP), password, dan link aktivasi melalui email yang Wajib Pajak daftarkan. Klik link aktivasi tersebut. Setelah akun diaktifkan, silahkan login kembali dengan NPWP dan password yang sudah diberikan.
c. Mengisi dan mengirim SPT tahunan.
Wajib Pajak harus masuk ke layanan E-Filing pada laman layanan pajak online. Selanjutnya pilih “buat SPT”. Ikuti panduan yang diberikan, termasuk yang berbentuk pertanyaan. Isi SPT mengikuti panduan yang ada. Apabila SPT sudah dibuat, sistem akan menampilkan ringkasan SPT. Selanjutnya Wajib Pajak mengirim SPT tersebut, dengan cara mengambil terlebih dahulu kode verifikasi. Kode verifikasi akan dikirim melalui email Wajib Pajak. Masukkan kode verifikasi dan setelah itu “klik SPT”. Selesai.
Menurut Karina Harjanto (2018:324), Indikator yang digunakan untuk menilai kegunaan penggunaan E-Filing yaitu :
a. Meningkatkan performa pelaporan pajak.
b. Meningkatkan efektivitas pelaporan pajak.
c. Menyedehanakan pelaporan pajak.
d. Meningkatkan prokduktivitas dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Penerapan sistem E-filing memiliki beberapa keuntungan bagi Wajib Pajak melalui situs DJP antara lain :
a. Penyampaian SPT lebih cepat karena dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja yaitu 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu karena memanfaatkan jaringan internet.
b. Biaya pelaporan SPT lebih murah karena untuk mengakses situs DJP tidak dipungut biaya.
c. Perhitungan dilakukan secara cepat karena menggunakan sistem komputer.
d. Lebih mudah karena pengisian SPT dalam bentuk wizard.
e. Data yang disampaikan Wajib Pajak selalu lengkap karena terdapat validasi pengisian SPT.
f. Lebih ramah lingkungan karena meminimalisir penggunaan kertas.
g. Dokumen pelengkap (fotokopi formulir 1721 A1/A2 atau bukti potong PPh, SPP Lembar ke-3 PPh pasal 29, Surat Kuasa Khusus, perhitungan PPh terutang bagi wajib pajak Kawin Pisah Harta dan/atau mempunyai NPWP sendiri, fotokopi Bukti Pembayaran Zakat) tidak
perlu dikirim lagi kecuali diminta oleh KPP melalui Account Representative.
4. Kepatuhan Wajib Pajak