• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II METODE PENELITIAN

2.5 Teknik Analisa Data

Menurut Bogdan dan Bilken (Moleong, 2013: 2480) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerjanya memakai data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelolah, menarik dan menentukan pola, menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Dalam melakukan analisis data, menurut Miles dan Huberman (Sugiyona,2009: 246), terdapat beberapa aktivitas dalam analisis data yaitu:

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah menajamkan analisis, menggolongkan atau mengkategorisasikan kedalam tiap permasalahan melalui uraian singkat, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan dapat sehingga dapat ditarik dan diverifikasi.

Data yang di reduksi adalah seluruh data mengenai permasalahan penelitian.

2. Penyajian data

Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga makin mudah dipahami. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori serta diagram alur.

3. Menarik kesimpulan atau verifikasi

Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab-akibat atau proposisi. Sebelum penarikan kesimpulan terlebih dahulu dilakukan reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan atau verifikasi dari kegiatan- kegiata sebelumnya. Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dari kegiatan analisis data dan pengolahan data.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil dinegara manapun mempunyai tiga peran yang serupa: Pertama, sebagai pelaksana peraturan dan perundang yang telah ditetapkan pemerintah. Untuk mengemban tugas ini, netralitas PNS sangat diperlukan. Kedua, melakukan fungsi manajemen pelayanan publik. Ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi peran ini adalah seberapa jauh masyarakat puas atas pelayanan yang diberikan PNS. Apabila tujuan utama Otonomi Daerah adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga Desentralisasi dan Otonomi terpusat pada pemerintah kabupaten dan pemerintah kota, maka PNS pada daerah- daerah tersebut mengerti benar keinginan dan harapan masyarakat setempat. Ketiga, PNS harus mampu mengelolah pemerintahan. Artinya pelayanan pada pemerintah merupakan fungsi utama PNS. Setiap kebijakan yang diambil pemerintah harus dapat dimengerti dan dipahami oleh setiap PNS sehingga dapat dilaksanakan dan disosialisasikan sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut.

Rekrutmen dapat dilakukan untuk menambah pegawai baru kedalam suatu satuan kerja yang kegiatannya semakin menuntut aktivitas yng tinggi. Mengingat sangat pentingnya proses rekrutmen/penarikan bagi organisasi Pemerintahan diharapkan dengan adanya proses rekrutmen yang baik dan efektif berdampak bagi perkembangan organisasi kedepannya untuk memperoleh sumberdaya manusia yang berkualitas.

Proses pelaksanaan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil/PNS di Indonesia, seringkali menjadi sorotan di masyarakat. Permasalahan pro-kontra yang terjadi di masyarakat disebabkan lemahnya mekanisme penyelenggaran rekrutmen sehingga menyebabkan munculnya ketidakpuasan di masyarakat. Sejumlah permasalahan yang muncul di masyarakat terkait dengan rekrutmen adalah ketidaktransparanya proses penyelenggaraan rekrutmen, masih adanya nuansa Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), proses rekrutmen tidak berdasarkan pada kebutuhan, serta adanya tekanan dan intervensi dari pihak-pihak tertentu dalam proses rekrutmen. Sehingga memunculkan adanya sinyalemen bahwa birokrasi di Indonesia masih bersifat patrimonial bukan profesionalisme. Tetapi itu tidak mengubah banyaknya jumlah PNS yang ada di Indonesia.

Tabel 1.1 Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia, Sumatera Utara dan Kabupaten Asahan NO KETERANGAN 2009 2010 2011 1. INDONESIA 4,524,205 4,598,100 4,570,818 2. SUMATERA UTARA 245,214 257,534 252,803 3. KABUPATEN ASAHAN - - 10,465

Sumber: Badan Pusat Statistik, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah PNS dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan banyaknya PNS yang tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang ditetapkan sehingga formasi penerimaan PNS dikurangi sesuai dengan aturan pemerintah. Lalu diketahui

jumlah PNS pada tahun 2011 mengalami penurunan 0,05 % dari jumlah pada tahun 2010. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakefesinan pada kinerja PNSnya.

Sekarang jumlah Abdi Negara alias PNS di Indonesia sudah mencapai 4.570.818 orang dan data ini adalah data yang ada di BPS Tahun 2011 mungkin di tahun berikutnya jumlah PNS akan semakin bertambah. Bahkan menurut beberapa sumber situs bahwa Menpan mengatakan lebih dari 5 Juta PNS di seluruh Indonesia.

Instansi pemerintah pun secara berkala menyelenggarakan rekrutmen dan seleksi pegawai agar pelayanan kepada publik tidak terhambat. Selanjutnya diselenggarakannya rekrutmen untuk mengemban keinginan-keinginan tertentu agar organisasi tetap eksis seperti yang disampaikan Siagian (1994:100-102) untuk mendapatkan persediaan sebanyak mungkin calon-calon pelamar sehingga organisasi akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk melakukan pilihan terhadap calon pegawai yang dianggap memenuhi standar kualifikasi organisasi. Selain itu adapun masalah-masalah yang sering sekali terjadi disetiap instansi baik di instansi pusat maupun daerah, yaitu:

Tabel 1.2 Isu Kepegawaian Yang Sering Terjadi Di Instansi Pusat Maupun Daerah Yang Ada Di Indonesia

NO ISU UTAMA

1. lasifikasi penyelenggaraan Negara (termasuk PNS) belum mempunyai batasan dan kriteria yang jelas

2. engaruh kepentingan politik terhadap birokrasi, sehingga membuat PNS tidak netral terutama pejabat structural

3. ebijakan dalam pengelolaan kepegawaian masih berpotensi untuk terjadinya KKN yang terjadi di instansi pusat maupun daerah

4. erencanaan dan penetapan formasi PNS sering tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing instansi

5. engangkatan dalam jabatan struktural belum didasarkan pada nilai-nilai objektifitas, akuntabilitas dan kompetisi yang sehat

6. entang kepangkatan dan golongan saat ini dirasakan terlalu rumit untuk pengelolaan kepegawaian (17 tingkat I/a sampai dengan IV/e)

7. elum ada pola mutasi antar kementerian dan antar daerah sehingga sulit untuk memindahkan pegawai

8. engangkatan pegawai honorer daerah pun masih belum jelas sehingga menyisakan permasalahan yang terkait dengan masih rendahnya kompetensi yang dimiliki

9. istem prosedur pemberhentian pegawai sangat sulit dan panjang urusannya 10. endahnya upaya penegakan hukum sehingga banyak PNS yang tidak disiplin

dan suka bolos pada saat jam kerja serta menurunnya nilai-nilai etika dari PNS yang menyebabkan banyak terjadinya tindak kriminal

11. NS yang bekerja dilembaga negara ad-hoc cenderung menjadi unsur pelengkap saja sehingga pengembangan karierya tidak optimal

12. elum terlaksananya pemisahan antara pejabat publik (negara) dengan pejabat karier sehingga pejabat karier yang mencoba berkiprah dalam jabatan politik (ikut pemilukada) dan ternyata gagal masih dimungkinkan kembali lagi keposisi PNS

Dari deskrifsi tentang isu diatas, dapat kita lihat bahwa banyak contoh- contoh masalah yang dihadapi oleh PNS seperti:

Dikutip dari DETIKASIA.COM, Sebanyak 235 PNS di Kabupaten Asahan teramcam dipecat. Pasalnya, hingga masa Pendaftaran Ulang PNS (PUPNS) ditutup 31 Desember 2015, mereka belum melakukan pendaftaran ulang. Menurut data per tanggal 31 Desember 2015 yang diperoleh koran ini dari Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Tumbak Hutabarat, selain Asahan, PNS di Kabupaten Batubara juga belum seluruhnya melakukan pendaftaran ulang. Dari 4.902 orang PNS di Batubara, masih 90 orang lagi PNS yang belum mendaftar ulang. Di Kota Tanjungbalai juga demikian, dari 3.302 orang PNS, terdapat 44 orang yang belum mendaftar ulang. Dari 34 Pemda (Pemprov Sumut dan 33 Pemkab/Pemko) tidak ada satupun yang 100 % sudah mendaftar, hanya Pemkab Mandailing Natal (Madina) saja yang cukup bagus, yakni hanya tersisa 1 orang PNS yang belum mendaftar ulang.

(https://detikasia.com/235-pns-di-asahan-terancam-dipecat/, 14 Januari 2016)

Dikutip dari Wartawan BBC Indonesia, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara menyatakan sepekan ini akan mengumumkan posisi terakhir pemerintah terkait rencana penghentian sementara Rekrutmen PNS. Langkah ini telah dikaji karena besarnya biaya gaji PNS saat ini dianggap terlalu membebani anggaran, sementara kualitas kinerja birokrasi dinilai masih buruk. Menurut pemerintah, saat ini PNS di Indonesia tidaklah terlalu besar, tetapi karena beban biaya APBN yang besar serta tingginya keluhan tentang kualitas birokrasi dan indikasi penyalagunaan pada sistem rekrutmennya, maka moratorium akan diberlakukan. Sekjen Sekretaris Kementrian PAN, Tasdik Kinanto mengemukakan moratorium ditargetkan dilakukan selama dua tahun ini, bersamaan dengan dilakukannya kajian kebijakan sampai akhir tahun ini. "Saat ini sedang dilakukan pemetaan tentang jumlah pegawai yang riil dari masing masing daerah. Kemudian juga dilakukan penghitungan kebutuhan pegawai di daerah," jelasnya. Tasdik juga menambahkan, "Kita akan melakukan penundaan sementara pengadaan PNS untuk instansi tertentu, jabatan tertentu dan juga diikuti dengan berbagai langkah seperti mutasi."(http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2011/07/110729

_civilservant, 29 Juli 2011)

Dikutip dari JAKARTA, SUMUTPOS.CO, Meski sudah mendapat formasi tambahan CPNS 2014, tetapi 6 pemerintah daerah (pemda) di Sumatera Utara (Sumut) menunda pelaksanaan seleksi. Alasan penundaan umumnya karena pemda kurang siap, baik soal anggaran atau dalam melaksanakan seleksi yang tesnya wajib menggunakan sistem computer assisted test (CAT). Selain ke-pemda di Sumut, ada 32 pemda lain di Indonesia yang melakukan penundaan. Alasannya hamper sama, karena panitia lokal kurang siap. Kepala Biro Hukum, Komunikasi an Informasi Publik (HKIP) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Herman Suryatman, mengungkapkan, pemda yang tahun ini tidak jadi melaksanakan rekrutmen CPNS, formasinya bisa dialihkan untuk tahun depan. “Informasi ini perlu kami sampaikan agar calon pelamar yang sudah berencana melakukan pendaftaran di pemda atau instansi dimaksud, dapat memaklumi atau mendaftar di instansi lainnya,” ujarnya di Jakarta, Jumat (19/9). Menurut data dari Panselnas CPNS 2014, pemda yang menunda rekrutmen itu tersebar di berbagai wilayah. Tunda Rekrut CPNS 2014: 1. Kab. Asahan, 2. Kab. Batu Bara, 3. Kab. Labuhan Batu, 4. Kab. Labuhan Batu Selatan, 5. Kab. Padang Lawas Utara, 6. Kab. Pakpak Barat.

(http://sumutpos.co/inilah-6-pemda-di-sumut-yang-menunda-rekrut-cpns/, 20 September 2014)

Sedangkan masalah yang muncul dalam tata cara rekrutmen Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Asahan adalah kurangnya anggaran dalam proses pelaksanaan dan tidak cukup memadainya fasilitas dalam pengelolaan pegawai hasil rekrutmen serta masalah transparansi. Transparansi yang dimaksud disini adalah tentang transparansi proses rekruitmen PNS, dimana kejujuran dan obyektifitas dalam merekrut PNS, adalah harapan masyarakat. Bukan zamannya lagi merekrut PNS dengan pola KKN atauatas dasar mengandalkan jaringan. Secara nasional, saat ini banyak masyarakat yang sudah kurang percaya lagi pada pemerintah.

Hal ini bisa kita mengerti, sebab selama 32 tahun rezim dan Orde Barunya memanipulasi hukum yang pada akhirnya melenyapkan kepercayaan pada pemerintah. Era sekarang pun masih pada kondisi dimana kejujuran pemerintah itu sedang diuji. Transparansi penerimaan CPNS ini,merupakan salah satu tugas yang harus dilaksanakan dalam rangka memulihkan kepercayaan masyarakat, sehingga terus diliputi oleh kekecewaan. Jadi, transparansi dalam pola rekruitmen CPNS bermanfaat untuk memberikan informasi yang akurat, cepat dan lengkap kepada masyarakat.

Kebijakan dalam proses rekrutmen PNS antara lain terdapat dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2002 Tentang Pengadaan Pegawai Sipil Negara yang memuat tentang tahapan dalam pengadaan. Adapun peraturan pelaksanaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan aparatur institusi atau abdi negara yang berfungsi untuk memberikan pelayanan terbaik kepeda masyarakat (public

service).

Menurut Riggs yang dikutip dari Sulardi (2005), Keberhasilan proses rekrutmen pegawai dapat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan fungsi- fungsi dan aktifitas manajemen yang lain. Fungsi-fungsi tersebut meliputi fungsi penempatan, fungsi pengembangan dan fungsi adaptasi.

Sedangkan aktivitas-aktivitas yang mengikuti rekrutmen adalah seleksi, orientasi dan promosi. Dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang amat kompleks, mutlak diperlukan pegawai (sumber daya aparatur) yang handal dan profesional. Langkah strategis untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan menyelenggarakan rekrutmen dan seleksi atas dasar sistem prestasi (merit system) untuk memilih orang yang terbaik diantara yang yang terbaik (the best among the best).

Manajemen kepegawaian di Indonesia proses kegiatannya tidak jauh berbeda dengan proses manajemen kepegawaian pada umumnya, yakni dimulai dari proses kegiatan rekrutmen, pengembangan, promosi, renumerasi, disiplin pemberhentian atau pensiun. Proses kegiatan ini dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan maupun peraturan institusi.

Badan Kepegawaian Daerah (BKD) merupakan salah satu unit kerja, organisasi, instansi yang dibentuk oleh pemerintah/pemerintah daerah dan sekaligus dipercaya untuk menyelenggarakan berbagai urusan dibidang kepegawaian daerah termasuk dalam hal rekrutmen atau pengangkatan pelamar umum dan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Dalam pelaksanaan rekrutmen PNS diharapkan pihak BKD Kabupaten Asahan dapat lebih transparan, lebih profesionalisme, adil dan mengutamakan kualitas tanpa adanya kolusi dan nepotisme dari orang dalam yang dilakukan sesuai dengan peraturran perundangan maupun peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pada uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan membahas hal ini menjadikan objek penelitian. Adapun judul yang penulis ajukan adalah : “Pelaksanaan Rekrutmen Pegawai Negeri Sipil Di Kabupaten Asahan (Studi Kasus pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Asahan)’’.

1.2 Rumusan Masalah

Arikunto (1998:17) menguraikan, agar penelitian dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka penulis harus merumuskan masalahnya sehingga jelas darimana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan apa ia melakukan penelitian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pentingnya perumusan masalah adalah agar diketahui arah jalan suatu penelitian.

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian yang akan diangkat adalah: “Bagaimanakah Pelaksanaan Rekrutmen Pegawai Negeri Sipil Di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Asahan”?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Asahan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Secara Subjektif

Sebagai suatu sarana melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasinya yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Secara Akademis

Penelitian diharapkan memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik secara umum dan Ilmu Administrasi Negara secara khusus dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang menggunakannya.

3. Secara Praktis

Bagi Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Asahan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran, informasi dan saran.

1.5 Kerangka Teori

Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.

Menurut Kerlinger yang dikutip dari Efendi, Sofian (2012:35), teori adalah serang serangkaian konsep, konstruk, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara mengonstruksi hubungan antara konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu.

Kerangka teori/ theoretical frame work adalah kerangka berpikir kita yang bersifat teoritis atau konseptual mengenai masalah yang kita teliti. Teori merupakan proposisi atau asumsi yang telah dibuktikan kebenarannya (Rianto,2004:29).

Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian.

Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.5.1 Kebijakan Publik

1.5.1.1Pengertian Kebijakan Publik

Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa Yunani “polis” yang berarti negara. Istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjukkan perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif

memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Sedangkan kata publik sendiri sebagian orang mengartikan sebagai negara. . Sebagai titik tolak atau landasan berfikir untuk memecahkan masalah, perlu adanya pedoman teoritis yang membantu.

Untuk itu perlu disusun suatu kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti. Berdasarkan rumusan diatas, peneliti mengemukakan beberapa teori, pendapat ataupun gagasan yang akan dijadikan tolak landasan berfikir dalam penelitian ini.

Namun demikian, kebijakan publik merupakan konsep tersendiri yang mempunyai arti dan defenisi khusus secara akademik. Defenisi kebijakan publik menurut para ahli sangat beragam.

Menurut Easton (1969) yang dikutip dari Hessel N. Tangkilisan (2003) kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

Menurut Anderson, kebijakan publik adalah pengembangan dari kebijakan yang dilakukan oleh institusi pemerintah dan aparaturnya dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa:

a. Kebijakan pemerintah selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan.

b. Kebijakan berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.

c. Kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah, jadi bukan apa yang baru menjadi maksud atau pernyataan pemerintah untuk melakukan sesuatu.

d. Kebijakan pemerintah ini dilandaskan pada perundang-undangan dan bersifat memaksa.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah yang dirumuskan dan dilaksanakan untuk memecahkan masalah yang ada di masyarakat baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga lain yang mampu mempengaruhi kehidupan masyarakat, jadi pada dasarnya kebijakan publik berorientasi pada pemecahan masalah riil yang terjadi di tengah masyarakat.

Kebijakan dalam konteks program biasanya mencakup serangkaian kegiatan yang menyangkut pengesahan atau legislasi, pengorganisasian, dan pengerahan atau penyediaan sumber-sumber daya yang diperlukan.

Program itu sendiri memiliki ruang lingkup yang relatif khusus dan cukup jelas batasan-batasannya. Program-program dipandang sebagai sarana (instrument) untuk mewujudkan berbagai tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah.

1.5.1.2 Bentuk dan Tahapan Kebijakan Publik

Kebijakan dapat lebih mudah dipahami jika dikaji tahap demi tahap. Inilah yang menjadikan kebijakan publik menjadi “penuh warna” dan kajiannya amat dinamis.

Adapun kebijakan publik memiliki tahap-tahap yang cukup kompleks karena memiliki banyak proses dan variabel yang harus dikaji. Menurut William Dunn (1998), tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut:

1. Tahap Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan pada perumusan kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak tersentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

2. Tahap Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada.

Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternative bersaing untuk memecahkan masalah.

3. Tahap Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Tahap Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jia program tersebut tidak dilaksanakan.

Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia.

Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa impementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana. 5. Tahap Evaluasi (Policy Evaluation)

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang diambil telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik yang pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan.

Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

1.5.2 Implementasi Kebijakan

1.5.2.1Pengertian Implementasi Kebijakan

Menurut Dwijowijoto (2004; 158), implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya (tidak lebih dan tidak kurang).

Selanjutnya Nugroho mengemukakan bahwa perencanaan atau sebuah kebijakan yang baik akan berperan menentukan hasil yang baik. Dalam implementasi kebijakan publik, terdapat dua pilihan langkah yang dapat dilakukan, yakni langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.Pada prinsipnya, kebijakan bertujuan untuk melakukan intervensi. Dengan demikian, inplementasi kebijakan pada hakekatnya adalah tindakan

Dokumen terkait