• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.8. Metode Penelitian

1.8.5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu setelah bahan-bahan hukum mengenai sistem pembuktian dalam perkara korupsi dikaitkan dengan beban pembuktian terbalik dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisis secara hukum. Dalam menganalisis bahan - bahan hukum yang telah terkumpul dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik analisis bahan hukum yaitu :

1. Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaannya. Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi -proposisi hukum atau non hukum.

2. Teknik interpretasi berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum seperti penafsiran gramatikal, histori, sistematis, teleologis, kontektual, dan lain-lain.

3. Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sa h oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan hukum primer maupun dalam bahan hukum sekunder.

4. Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan permasalahan hukum kian banyak argumen makin menunjukkan kedalaman penalaran hukum.58

Pendekatan kasus (cases approach) sebagai bahan hukum penunjang penelitian hukum normatif, peneliti menyertakan beberapa buah kasus tindak pidana korupsi. Hanya saja penyajian kasus tersebut terbatas pada penekanan beban pembuktian. Pembebanan beban pembuktian dimaksud adalah terhadap para terdakwanya yang dibebani beban pembuktian terbalik.

Sistem pembuktian terbalik adalah khusus diberlakukan bahwa proses persidangan dengan agenda pembuktian mendapat giliran yang diperintahkan hakim untuk menerangkan asal – usul dan perolehan harta miliknya terkait indikasi tindak pidana korupsi sesuai apa yan g dituduhkan jaksa selaku penuntut umum.

Tidak seperti biasanya bahwa dalam proses pembuktian persidangan bahwa dalam pembuktian kesempatan pertama adalah merupakan forsi dan kewenangan jaksa selaku penuntut dalam kasus yang

58

Program Studi Magister Ilmu Hukum, 2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, hlm. 34-35.

disidangkan untuk membuktikan dakwaannya. Kewajiban demikian adalah merupakan aplikasi dari asas actori incumbit onus probandi (siapa yang menuntut dialah yang wajib membuktikan).

Terlepas dari keharusan makna asas hukum tersebut, dalam setiap pembuktian tindak pidana korupsi terdakwan ya semua dalam proses pembuktian dipersidangan dibebani beban pembuktian. Peneliti dalam hubungan ini menyajikan beberapa kasus sebagai sampel penunjang dalam mengkaji dan menganalisis sistem pembuktian terbalik. Sebagai fakta hukum pula bahwa dalam proses pembuktian peradilan tindak pidana korupsi diterapkan sistem pembuktian terbalik bagi terdakwanya.

Adapun sajian beberapa kasus tindak pidana korupsi dengan para terdakwanya dibebani pembuktian terbalik terangkum pula tabel berikut :

Tabel 1

Persidangan Tindak Pidana Korupsi Yang Menarik Perhatian Publik di Bali Dengan Para Terdakwa Dibebani Pembuktian Terbalik

di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar Dalam Periode Tahun 2012 – 2015

No. Nama Terdakwa

Jenis Putusan Pengadilan Yang Dijatuhkan Hakim

No. Perkara /

Putusan Keterangan

1 I Wayan

Sukaja, S.Sos

 Pidana Penjara 4 tahun, denda 200 juta subsider 1 bulan kurungan pengganti denda dan wajib membayar kerugian keuangan negara sebesar 431 juta, sub pid penjara 3 bulan

1/PID.SUS/TPK /2013/PN.DPS Dari kalangan legislatif - Dana BANSOS - Ketua DPRD Tabanan

No. Nama Terdakwa

Jenis Putusan Pengadilan Yang Dijatuhkan Hakim

No. Perkara / Putusan Keterangan 2 Gede Budiasa, alias Jero Tapakan Gede Budiasa

 Pidana Penjara 5 tahun 6 bulan

 Denda 200 juta, sub. Kurungan 5 bulan

 Uang pengganti 1

milyar, 863 juta, 26 ribu, 650 rupiah sub 1 bulan kurungan sub penyitaan atas harta terdakwa, sub 4 tahun pidana pengganti

9/PID.SUS/TPK /2013/PN.DPS Dari kalangan swasta (korupsi dana LPD) 3 Dewa Gede Ramayana

 Pidana penjara 1 tahun 3 bulan

 Denda 50 juta, sub. Kurungan 1 bulan

 Pidana tambahan uang

pengganti Rp. 62.745.000 sub pengganti harta benda dilelang, bila tidak membayar sub 3 bulan penjara 7/PID.SUS/TPK /2013/PN.DPS Dari kalangan eksekutif - Korupsi gaji guru honorer 4 Drs. I Nyoman Mudjarta, M.Pd

 Tidak terbukti bersalah

 Dibebaskan dari dakwaan  Memulihkan hak terdakwa 16/PID/SUS/TPK /2013/PN.DPS Dari kalangan pendidik - Korupsi uang komite 5 I Nengah Arnawa, S.Sos

 Pidana penjara 6 tahun

 Denda 300 juta rupiah

 Pidana kurungan sub. Pengganti 2 bulan kurungan

 Uang pengganti 1 milyar 395 juta

13/PID/SUS/TPK /2014/PN.DPS

TPK mantan Bupati Bangli

No. Nama Terdakwa

Jenis Putusan Pengadilan Yang Dijatuhkan Hakim

No. Perkara /

Putusan Keterangan

6 Prof. Dr. I Made Titib, Ph.D

 Pidana penjara 2,5 tahun denda 50 juta, subdair 1 bulan No. 13 / Pid.Sus/ TPK/2014/PN. DPS Tgl. 2 Oktober 2014 Kasus Tindak Pidana Korupsi Proyek IHDN Denpasar Dari kalangan Pendidik (Rektor IHDN Denpasar) 7 Dr. I Wayan Candra, SH., MH

 Pidana penjara 12 tahun denda 1 milyar, subidair 6 bulan (Putusan banding diperberat 3 tahun menjadi 15 tahun) No. 7/Pid.Sus/ TPK/2015/PN. DPS Tgl. 24 Juni 2015 Tindak Pidana Korupsi dan TPPU – Proyek Dermaga Nusa Penida Dari kalangan Eksektuif (Mantan Bupati Klungkung)

* Data diambil peneliti di Pengadilan Negeri Denpasar dan dioleh versi peneliti

Berdasarkan temuan penelitian semua kasus tindak pidana korupsi tersebut diatas, ternyata dalam proses pembuktian para terdakwa dipersidangan TIPIKOR Denpasar. Kesemuanya dibebani beban pembuktian oleh hakim. Para terdakwa terlebih dahulu diwajibkan menerangkan asal-usul perolehan harta yang dimilikinya terkait dengan tuduhan jaksa masing-masing

Kewajiban yang dibebankan hakim kepada para terdakwa atas dakwaan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan pengaturan Pasal 37 ayat (1) dan ayat (3) Undang – Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Namun demikian setelah selesai terdakwa membuktikan dirinya sesuai tuduhan jaksa, jaksapun dibebani beban pembuktian untuk membuktikan dakwaannya sesuai dengan esensi Pasal 66 KUHAP. Oleh karena demikian tampak bahwa sistem pembuktian yang diterapkan dalam peradilan tindak pidana korupsi adalah sistem pembuktian terbalik berimbang.

Pendekatan perbandingan (comparative approach) yang peneliti lakukan membandingkan dengan beberapa negara seperti Inggr is, Singapura dan Malaysia, khususnya dengan penerapan sistem pembuktian terbalik yang juga dianut di negara – negara tersebut. Negara Indonesia dengan keluarga hukum Civil Law atau Eropa Kontinental yang merupakan sistem hukum induknya dari Belanda, bahwa di Belanda -pun menetapkan pula sistem pembuktian terbalik, bahkan lebih luas jangkauannya bukan saja terhadap perbuatan dengan indikasi korupsi, juga terhadap tindak pidana tertentu seperti pencemar an melawan keamanan negara. Serta pula di Belanda tindakan perampasan, terhadap harta milik terdakwa sejak ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat dilakukan. Di Indonesia perampasan dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan.

Dokumen terkait