• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMAT OBSERVASI LAPANGAN

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana profesi. Hal pertama yang dilakukan adalah mengkompilkasikan data percakapan dalam bentuk transkipsi verbal dari situasi percakapan dokter dan pasien menggunakan kategori percakapan dari Levinson (1983).

Untuk menjaga kerahasian data dokter dan pasien, nama-nama dokter dan pasien yang terlibat dalam penelitian ini dirahasiakan. Dokter disamarkan dengan D, pasien dengan P#1, P#2, dan seterusnya. P untuk Pasien dan tanda # (tanda

pagar) untuk menandai urutan pasien. Karena adanya beberapa pasien yang datang dengan ditemani anggota keluarganya, maka anggota keluarganya disamarkan dengan simbol tertentu simbol KP#1, KP#2, dan seterusnya. Dalam analisis tindak tutur, tuturan pendamping pasien dikelompokkan sebagai tuturan pasien.

Tahapan analisis data terdiri atas klasifikasi data, unit analisis data dan koding data, kemudian dilanjutkan dengan deskripsi data. Koding merupakan strategi terpenting untuk mengkategorikan temuan (Alwasilah, 2011: 115). Koding dianalisis mengunakan analisis wacana profesional dengan melihat kekuasaan dalam interaksi. Data dikategorikan berdasarkan jenis ilokusi dan hubungan latar belakang ( usia dan gender) pasien dengan jenis tindak tutur.

Data penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan: 1. Durasi percakapan;

2. jenis tindak tutur yang lazim muncul dalam Interaksi dokter dan pasien; dan 3. Realisisasi tindak tutur dokter terhadap pasien dilihat dari perbedaan usia dan

gender.

Unit analisis data berupa klausa dari tuturan dokter dan pasien untuk mengetahui jenis tindak tutur dan fungsinya. Sebuah tindak tutur mempunyai fungsi tuturan yang berbeda. Ketika dokter menuturkan tuturan direktif, dokter bisa sedang bertanya atau memerintah pasien untuk melakukan sesuatu dalam pemeriksaan medis atau menasehati tindakan yang harus dilakukan pasien dalam pengobatannya. Ketika dokter menuturkan tuturan asertif, bisa saja dokter sedang menjawab pertanyaan pasien atau sedang memberikan diagnosis penyakit pasien. Begitupula ketika pasien menuturkan tuturan asertif bisa saja pasien

sedang memberikan jawaban atas pertanyaan dokter, bercerita atan mengingkari apa yang dikatakan dokter. Selain itu, kekuasaan seorang profesional (dokter) dalam tindak tutur dikaji dalam wacana untuk mengetahui hubungan asimetris dalam percakapan institusi( isntitusional talk).

Jenis tindak tutur yang diteliti merujuk kepada jenis tindak tutur menurut Searle (1979) karena lebih menekankan hubungan komunikasi antarpersonal dan menunjukkan hubungan antara penutur dan mirta tuturnya. Jenis tindak tutur Searle (1979) diberikan kode untuk memudahkan analisis. Jenis-jenis tindak tutur tersebut terdiri atas 1) Asertif yang berfungsi untuk menyampaikan Keluhan (AK), diagnosis (AD), Jawaban (AJ), cerita (AC), dan Pengingkaran (AP); 2) direktif yang terdiri atas perintah (DP), saran (DS), permintaan dengan ancaman (DSA), tanya (DT); 3) komisif untuk menyampaikan janji (K); dan 4) ekpresif untuk menyampaikan ketulusan seseorang (E), baik mengucapkan terima kasih atau memberikan selamat kepada mitra tuturnya

Tabel 3.3

Tabel Analisis Jenis tindak Tutur Nomor

Tuturan

Tuturan Responden Jenis tindak tutur

D P KP AK AD AC AJ AP DS DSA DT K E

Berdasarkan tabel analisis tindak tutur, dapat diketahui jenis tindak tutur yang sedang dilakukan berdasarkan daya ilokusi di setiap tuturannya. Setelah itu, dipaparkan rekapitulasi jumlah tindak tutur yang muncul pada setiap interaksinya dan simpulan tindak tutur apa saja yang ada dalam interaksi antara pasien dan dokter.

Untuk mengetahui peranan kekuasaan dan penggunaan norma kesantunan yang ada dalam interaksi dokter dan pasien, tindak tutur direktif dikaji dalam penelitian ini. Ini dilakukan karena hubungan kekuasaan dalam tindak tutur dapat dilihat dari cara dokter dalam menentukan arah pembicaraan dan tindak tutur direktif. Kekuasaan merupakan konteks sosial dari sebuah interaksi yang menimbulkan hubungan asimetris. Salah satu bentuk kekuasaan dokter adalah dengan memberikan pertanyaan dan perintah kepada pasiennya. Kalimat tanya dan kalimat perintah merupakan bagian dari tindak tutur direktif yang membuat dokter mengatur agenda interaksi.

Tabel 3.4

Kemunculan Tindak Tutur Direktif

Interaksi Jumlah Tuturan direktif Dokter Jumlah Tuturan direktif Pasien Total Tindak tutur Direktif % DS DSA DT DS DT DS DT DS DT P#1

Tuturan yang terdapat dalam data penelitian ini dianalisis dengan memperhatikan hubungan dokter dan pasien dalam sebuah ruang praktik dokter untuk mendapatkan pola tindak tutur dokter dan pasien yang efektif. Percakapan tersebut merupakan analisis wacana profesi yang memperlihatkan pola komunikasi antara dokter dan pasien.

Variabel sosial seperti usia, gender, latar belakang pendidikan peserta tutur dapat mempengaruhi tindak tutur yang disampaikan. Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti dua variabel yaitu usia dan gender karena keterbatasan waktu dan kurang beragamnya usia pasien-pasien yang berkunjung pada saat penelitian berlangsung. Ada tiga kelompok usia, yaitu 1) usia tujuh tahun (Pasien anak), 2) Usia 18-22 tahun (Pasien Remaja), dan 3) usia 50 -55 tahun (Pasien dewasa).

Dari pengelompokan data usia pasien di atas, terdapat ketidakseimbangan di setiap kelompoknya. Pada kelompok usia anak hanya ada anak laki-laki, tidak ada anak perempuan. Pada kelompok usia remaja, hanya ada pasien perempuan dan tidak ada pasien laki-laki. Oleh karena itu, kelompok pasien anak dan remaja tidak dapat diteliti karena tidak ada kelompok pembanding untuk mengetahui perbedaan realisasi tindak tutur. Berdasarkan realitas tersebut, penelitian ini hanya mengkaji realisiasi register dokter terhadap pasien usia dewasa dengan gender laki-laki dan perempuan.

3.6 Penutup

Dalam bab ini, ditampilkan desain penelitian, jenis data, pengambilan sample data dan teknik analisis data untuk menganalisis data di bab berikutnya. Dengan demikian, bab selanjutnya memaparkan data penelitian, analisis data dan pembahasaannya.

97 Pada Bab 5 ini akan disajikan simpulan dan saran berdasarkan hasil temuan dari dua pertanyaan penelitian dan pembahasan pada pada Bab 4. Bab ini diawali dengan simpulan dan ditutup dengan saran untuk penelitian selanjutnya.

5.1 Simpulan

Dari analisis dan pembahasan pada Bab IV, diperoleh temuan-temuan berupa pola tindak tutur dalam interaksi dokter dan pasien berdasarkan jenis tindak tutur dan register kedokteran yang dikaji berdasarkan faktor gender dan usia pasien. Hasil analisis menunjukkan bahwa tindak tutur yang lazim muncul pada interaksi dokter dan pasien dalam konsultasi medis, berdasarkan urutan terbanyak, adalah asertif, direktif, ekpresif, dan komisif. Hal ini terjadi karena keempat tindak tutur yang muncul saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan interaksi dokter dan pasien. Tindak tutur direktif tanya dan perintah merupakan kunci kerberhasilan dalam interaksi sekaligus menunjukkan kekuasaan seorang dokter untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang terbaik. Sedangkan tuturan asertif, ekspresif dan komisif merupakan respon dari tuturan direktif dalam wacana medis.

Pada penelitian ini, tidak ditemukan tindak tutur deklaratif karena tuturan ini, tergantung pada susunan kaidah sebuah lembaga seperti hukum, gereja dan pengatur

Berdasarkan data yang diperoleh dari sepuluh interaksi dokter dan pasien, bentuk tindak tutur yang sering digunakan adalah asertif, sebanyak 432 tuturan, dengan fungsi tuturan keluhan, jawaban, diagnosis, dan pengingkaran. Kemudian diikuti oleh tindak tutur direktif sebanyak 367 tuturan, dengan fungsi tuturan pertanyaan, saran, perintah, dan ancaman. Selanjutnya, terdapat tindak tutur komisif, sebanyak 5 tuturan, dengan fungsi tuturan berjanji. Terakhir, ada tindak tutur ekspresi, sebanyak 32 tuturan, dengan fungsi tuturan perasaan dan pujian.

Kemunculan tindak tutur asertif dengan jumlah terbanyak karena pasien menceritakan gejala penyakitnya dan dokter memberitahukan diagnosis, penyebab penyakit, dan cara pengunaan obat. Tindak tutur direktif yang menempati urutan kedua terbanyak didominasi oleh tuturan dokter, baik dalam bentuk tanya maupun perintah. Dokter menuturkan sebanyak 325 tuturan direktif. Kemunculan tindak tutur direktif ini menunjukkan bahwa dokter sebagai pemegang kekuasaan sangat berperan dalam pertukaran informasi dan menentukan arah interaksi medis. Analisis kekuasaan dalam interaksi medis tidak digunakan untuk melihat ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara dokter dan pasien. Kekuasaan dikaji untuk mengetahui bagaimana dokter dan pasien saling memahami tuturan satu sama lain dalam pencapaian tujuan interaksi guna mendapatkan diagnosis yang tepat.

Sementara ada 34 tindak tutur tanya dari pasien dan 2 tindak tutur direktif orang tua pasien kepada anaknya ketika mengulangi perintah dokter kepada anaknya.

99 selaras dengan penelitian Cerny (2007) keenganan pasien untuk bertanya yang menunjukkan bahwa hubungan asimetris diantara keduannya. Hal ini terjadi karena pasien mempunyai pengetahuan yang kurang tentang analisis yang terkait kesehatan, mereka lebih cenderung mengiyakan apa yang dianjurkan atau diputuskan dokter. Menurut mereka dokter lebih memahami pengobatan yang terbaik untuknya karena dokter mempunyai pengetahuan medis dan pengalaman yang luas.

Dokter menuturkan lebih banyak tindak tutur perintah yang pendek terhadap pasien anak dibandingkan ketika dokter berinteraksi dengan pasien remaja atau dewasa. Hal ini terjadi karena dokter berasumsi bahwa anak kecil akan lebih mudah memahami tuturan pendek dibandingkan tuturan perintah yang panjang. Ketika dokter berinteraksi dengan pasien dewasa, dokter sering mengajukan beberapa pertanyaan karena dokter berasumsi bahwa pasien dewasa akan mengerti maksud pertanyaan tersebut. Tindak tutur komisif terdiri atas satu tuturan pasien yang berjanji untuk datang kembali dan 4 tindak tutur komisif dokter yang berjanji akan memberikan informasi tentang pemeriksaan kesehatan kepada pasien. Tindak tutur ekpresif yang berjumlah 32 terdiri atas 18 tuturan ekpresif dokter yang menyatakan kondisi kesehatan yang baik atau tidak baik dan membantu pasien mengungkapkan perasaannya,dan menjawab ungkapan terima kasih yang disampaikan oleh pasien-pasiennnya. tindak tutur komisif pasien berjumlah 14 tuturan, umumnya dibuat ketika

Berdasarkan data penelitian, sebagian besar tuturan yang disampaikan oleh dokter atau pasien dapat dipahami satu sama lain berdasarkan fungsi tuturannya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar interaksi yang ada merupakan interaksi komunikatif antara dokter dan pasien. Paparan di atas menjelaskan tujuan penelitian pertama, yaitu untuk mendapatkan pengetahuan linguistik tentang tindak tutur dalam interaksi dokter dan pasien.

Untuk memahami konsep tindak tutur dan register yang berasal dari golongan sosial yang berbeda di sebuah institusi maka analisis data dalam penelitian ini menggunakan kerangka analisis wacana profesi. Kerangka analisis menggunakan entitas pragmatik, berupa tindak tutur dan kesopanan, serta sosiolinguistik, dengan mempertimbangkan register lisan yang dikaji berdasarkan variabel sosial dan kekuasaan dalam interaksi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan manfaat pengetahuan tentang pengaruh variable sosial terhadap pola bentuk tindak tutur yang tepat dalam interaksi dokter dan pasien. Hal tersebut membantu dokter dan pasien untuk menciptakan interaksi yang komunikatif dan efektif guna menghasilkan diagnosis dan pengobatan yang tepat untuk pasien. Register dokter dan pasien dalam penelitian ini adalah nama obat, istilah penyakit, dan jenis tes dalam pemeriksaaan kesehatan.

Dokter mengetahui bahwa orang dewasa, baik laki-laki dan perempuan, pada umumnya mengenal nama-nama obat yang dikonsumsi secara rutin dan jenis

101 remaja atau anak-anak, dokter hanya menggunakan istilah-istilah kedokteran umum terkait gejala penyakit yang dirasakan oleh pasiennya.

Tindak tutur direktif menjadi titik tolak kajian pengaruh variabel sosial dengan realisasi tindak tutur dalam interaksi dokter dan pasien. Ini dilakukan karena tindak tutur direktif menunjukkan adanya konteks sosial dan kekuasaan seorang profesional (dokter) dalam menetapkan agenda interaksi agar tujuan interaksi tercapai. Selain itu, norma kesantunan dalam interaksi dikaji melalui tindak tutur direktif.

Dokter D adalah dokter yang menjunjung tinggi norma kesopanan. Hanya ada 3 tuturan ancaman (warning) dari 73 tuturan saran dan 242 tuturan tanya. Frekuensi kemunculan tindak tutur ancaman ini tergolong rendah, hanya 0,9 %. Dokter juga menuturkan permohonan maaf atau punten sebelum memeriksa pasiennya. Dokter juga menyelamatkan wajah mitra tuturnya( saving face-act) dengan merespon atau mengulang jawaban pasien. Dengan demikian, dokter memberikan wajah positif kepada lawan tuturnya (pasien), menunjukkan dirinya menghargai semua tuturan pasien dengan mengulang tuturan pasien.

Frekuensi kemunculan tindak tutur direktif Dokter D yang berjumlah 242 tuturan (51%) dari 474 tuturan menunjukkan bahwa dokter menetapkan agenda dengan memberikan tindak tutur tanya untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari pasien sebelum memutuskan diagnosis. Diagnosis adalah hasil akhir

Pasien wanita dewasa mengajukan 1-3 pertanyaan dan pasien laki-laki dewasa mengajukan 1-9 pertanyaan. Hal ini menunjukkan bahwa pasien wanita menunjukkan keenganan bertanya kepada dokternya, walaupun mereka mempunyai gender yang sama.

Pentingnya mempelajari register kedokteran adalah untuk menambah wawasan fenomena kebahasaan bahasa medis. Register kedokteran yang ditemukan dalam penelitian ini berupa nama-nama obat, jenis penyakit, cara menguji penyakit dan gejala-gejala penyakit baik yang berasal dari bahasa Indonesia, bahasa daerah (Sunda), bahasa latin dan bahasa asing lainnya.

5.2 Saran

Penelitian ini mempunyai keterbatasan data pembanding untuk kelompok usia dan gender yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya dapat mengkaji penelitian tindak tutur antara dokter dan pasien secara lebih komprehensif dan mendalam. Dengan data lengkap yang mencakup semua kelompok usia dan gender, akan didapatkan gambaran yang lebih mendalam tentang perbedaan register dan tindak tutur dalam interaksi dokter dan pasien.

Dalam penelitian ini, dijumpai kesulitan terkait referensi dalam analisis wacana profesi kedokteran dalam bahasa Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa penelitian analisis wacana kedokteran di Indonesia masih jarang dilakukan. Padahal,

103 dokter, perbedaan tindak tutur dokter dan pasien yang berpengaruh pada norma kesantunan di antara keduanya dapat tergambarkan.

Register kedokteran sangat dibutuhkan dalam konsultasi kesehatan dan oleh masyarakat pengguna medis. Oleh karena itu, penelitian yang komprehensif tentang register kedokteran yang dapat dikaji dari sudut pandang yang berbeda misalnya analisis istilah medis, implikatur, dan penggunaan aspek-aspek kebahasaan dalam wanana konsultasi kesehatan.

Penelitian ini hanya mengkaji tindak tutur dan register antara satu dokter umum dan pasien-pasiennya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih komprenhensif tentang tindak tutur dan register dokter-dokter specialist, contoh dokter internist, orthopedi, onkologi, obygin dan lain-lain. Dengan mengkaji data tuturan dari dokter-dokter specialist yang berbeda akan mengali lebih dalam tentang perbedaan tindak tutur dan register.

Interactions In English: An Analysis of Diagnosis in Medical Communication in Nigeria. Nordic Journal of African Studies 15(4): 499–519.

Allan, Keith (2011). Meaning and Speech Act [Online] Tersedia arts-web-updates@monash.edu Accessibility Information. [diakses 10 February 2012]

Allan, Keith. Jaszczolt, M.Kasia. (2012) The Cambridge Handbook of

Pragmatics. Series Cambridge Handbook in Language and linguistic.

Cambridge : Cambridge University Press.

Alwasilah, A. Chaedar.(2009). Pokoknya Kualitatif ; Dasar-dasar Merancang

dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Austin, J.L. (1962). How to Do Things with Words. Oxford : Clarendon Press. Aziz, E. Aminudin (2003). Usia dan Realisasi Kesantunan Berbahasa: Sebuah

Studi Pragmatik pada Para Penutur Bahasa Indonesia. Dipublikasikan dalam PELBBA 16 (Kumpulan Makalah Pertemuan Linguistik Pusat

Kajian Bahasa Atma Jaya: Keenam Belas). Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Blum-Kulka, S., House, J., & Kasper, G. (1989). Cross-cultural Pragmatics:

Requests and Apologies. Norwood, NJ: Alblex Publishing

Corporation.Tersedia di www.carla.umn.edu/.../anchor.pl?/...blumkulka

[diakses 8 February 2012]

Blommaert, Jan. (2005). Discourse A Critical Introduction. London: Cambridge University.

Bonvillain, Nancy. (2003). Language, Culture, and Communication. The

meaning of Messages. New Jersey : Prentice hall.

Brown, D.H. (2001). Teaching by Principles: An Interactive Approach to

Language Pedagogy. New York: Pearson Education Company.

Brown, P., & Levinson, S.( 1978). Politeness: Some Universals in Language

Usage. Cambridge University Press: Cambridge.

Brown & Yule. (1988) Discourse Analysis. Cambridge : Cambridge University Press.

Cerny, M. (2007). Sociolinguistic and Pragmatic Aspects of Doctor-Patient

Communication. Ostrava: Ostravská univerzita, 2007. (online) tersedia : is.muni.cz/th/82342/ff-D-Ap.doc. [diakses 20 February 2010]

Chaer Abdul dan Agustina Leonie (1995). Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Coates, J.(1986). Women, Men and Language. London: Longman.

Cordella, Marisa.(2004). Dynamic consultation. a discourse analytical study of

doctor–patient communication. Amsterdam/Philadelphia : John Benjamins

Publishing Company.

Coupland, Nikolas. et al. (1991). Miscommunication and problematic talk. Sage publication.

Darmansyah, Iwan Pola Hubungan Dokter dan Pasien. (2010) (online ) Tersedia http://www.iwandarmansjah.web.id/popular.php?id=204 [tersedia 25 Maret 2013]

Definisi diagnostik dalam kamus besar sinonim kata dan rima kata (online) http://www.artikata.com/arti-352128-diagnostik.html [diakses 27 april 2013]

Holmes, Janet.1992. An Introduction to Sociolinguistics. London: Longman.

Hudson, R.A. 1996. Sociolinguistics. Cambridge: Cambridge University Press. Leech Geoffery (1993 )Prinsip-Prinsip Pragmatik. Penerjemah M.D.D Oka.

Jakarta : Universitas Indonesia.

Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatics. Cambrige : Cambridge University Press

Gunnarsson Louise Britt. (2009). Professional Discourse. New York. Continuum International Publishing Group.

Heritage, John. Clayman Steven. (2010). Talk in Action. Interactions. Identities

and institutions. Wiley Blackwell. A John Wiley & Sons, Ltd.,

Publication.

Oakley, Ann. (1972). Sex, Gender, and Society. New York: Yale University Press. Markadiyah (2013) Tindak Tutur dokter dan pasien di Puskesmas tersedia di mu-efgp.unlam.ac.id/index.php/jbs/article/download/83/72 [diakses 20 Februari 2014]

Muhammad, Mulyohadi Ali et.al.(2006). Manual Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Penyunting naskah Abidinsyah Siregar, Dad Murniah. Jakarta :

Konsil Kedokteran Indonesia.

Mulanny, Louise (2007) Gendered Discourse in the Professional Workplace. New York : Palgrave Macmillian.

Mulkan Dede (2007) Pola Ideal Hubungan Dokter dan Pasien.Sebuah Analisis

Kritis dengan Pendekatan Obyektif Kualitatif tentang Komunikasi yang dilakukan antara Dokter dengan Pasien ketika Berlangsung Proses Pemeriksaan Kesehatan. (online) [diakses 27 Februari 2010].

Nurhayati (2010) Ragam Bahasa di kota Makasar (online) tersedia di. http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4718 [diakses 25 Februari 2014]

Rani, Abdul,dkk 2000. Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Malang : Bayumedia Publishing

Searle, R. John (1979). Expression and Meaning. Studies in the Theory of Speech

Acts. Cambridge University Press.

(1980). Speech Act. An Essay in The Philosophy of Language. Cambridge University Press.

Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://dictionary.reference.com/browse/anamnesis [diakses 13 Februari 2014] http://thehospitalityclub.blogspot.com diakses 10 mei 2014

Dokumen terkait