• Tidak ada hasil yang ditemukan

WACANA PERCAKAPAN DOKTER DAN PASIEN DI RUANG PRAKTIK : SEBUAH STUDI TENTANG REALISASI TINDAK TUTUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "WACANA PERCAKAPAN DOKTER DAN PASIEN DI RUANG PRAKTIK : SEBUAH STUDI TENTANG REALISASI TINDAK TUTUR."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar

Magister Humaniora

OLEH NARGIS NIM: 1004712

PROGRAM STUDI LINGUISTIK SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

Wacana Percakapan Dokter Dan Pasien Di Ruang Praktik :

Sebuah Studi Tentang Realisasi Tindak Tutur

Oleh

Nargis

S.S STBA Yapari Bandung, 1994

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Humaniora (M.Hum.) pada Fakultas Linguistik

© Nargis 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

Disahkan dan disetujui oleh,

Pembimbing I,

Prof. E. Aminudin Aziz, M.A.,Ph.D NIP 196711161992031001

Pembimbing II,

Dr. Dadang Sudana, M.A NIP. 196009191990031001

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia,

(4)

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar belakang Penelitian... 1

1.2 Pertanyaan Penelitian... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 7

1.4 Manfaat Penelitian... 8

1.5 Definisi Operasional... 8

1.6 Sistematika Penulisan... 9

1.7 Penutup 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 9 2.1 Analisis Wacana Profesi... 10

2.1.1 Partisipan... 12

2.1.2 Ruang Dokter... 13

2.1.3 Hubungan kekuasaan ( Power Relation)... 14

2.1.4 Tuturan... 16

2.2 Interaksi Dokter-Pasien dengan Wujud Realisasi Tindak Tutur... 21

2.2.1 Konsep Tindak Tutur... 20

(5)

Nargis, 2014

BAB III METODE PENELITIAN 47

3.1 Metode Penelitian... 47

3.2 Responden Penelitian... 48

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian... 51

3.4 Sumber Data... 52

3.4.1 Prosedur Pengumpulan Data 54 3.4..1.1 Sampel dan Teknik Pengambilan Sample... 54

3.4.1.2 Instrumen Penelitian... 55

3.4.1.3 Teknik pengumpulan data... 55

3.5 Teknik Analisis Data... 56

3.6 Penutup ... 60

BAB IV REALISASI TINDAK TUTUR DALAM INTERAKSI DOKTER DAN PASIEN 61 4.1 Deskripsi Data... 62 4.2 Tindak Tutur yang Lazim Muncul dalam Interaksi Dokter dan

(6)

4.2.1.2 Tindak Tutur Pasien... 70

4.3 Tindak Tutur dan Fungsi Tuturnya ... 71

4.3.1 Tindak Tutur Asertif... 72

4.3.2 Tindak Tutur Direktif... 76

4.3.3 Tindak Tutur Komisif... 82

4.3.4 Tindak Tutur Ekspresif... 83

4.4 Wacana Profesi dalam Interaksi Dokter dan Pasien... 85

4.5 Realisasi Tindak Tutur Berdasarkan Variable Sosial... 87

4.5.1 Prinsip Kesantunan dalam Interaksi... 88

4.5.1.1 Pasien Perempuan... 89

4.5.1.2 Pasien Laki-laki... 93

4.6 Penutup... 96

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 97 5.1 Simpulan... 97

5.2 Saran... 101

Daftar Pustaka... 103

Lampiran 3.1 ... 109

Lampiran 3 2... 111

Lampiran 4.1... 113

Lampiran 4.2... 130

(7)
(8)
(9)

1 Tesis ini menyajikan hasil penelitian mengenai wacana dokter dan pasien di ruang praktek : Realisisasi tindak tutur dokter dan pasien. Pada bab pendahuluan ini dipaparkan secara berurutan latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, mamfaat penelitian, definisi operasional, dan sistematika penulisan.

1.1Latar Belakang Masalah Penelitian

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penyembuhan penyakit memiliki lebih banyak alternatif cara dan proses pengobatan. Apabila seorang pasien merasa tidak puas dengan pelayanan dokter, maka pasien tersebut dapat mencari alternatif lain. Dengan kata lain, ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan dokter dapat menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia medis. Hal ini terjadi, karena interaksi dokter dan pasien tidak dapat menyelesaikan semua masalah dalam memberikan informasi dan memotivasi pasien untuk kesembuhan mereka.

(10)

Apabila golongan masyarakat menengah ke atas tidak merasa puas dengan pelayanan dokter-dokter di Indonesia, mereka akan pergi ke negara tetangga hanya untuk berobat. Beberapa alasan mereka berobat ke luar negeri karena komunikasi dokter dan pasien di negara tetangga berlangsung lebih lama, dapat memotivasi pasien untuk sembuh menunjukkan empati dan menyenangkan mitra tuturnya. ( http://thehospitalityclub.blogspot.com diakses 10 mei 2014 ).

Interaksi antara dokter dan pasien tidak hanya meliputi aspek kebahasaan, tetapi juga meliputi pula hubungan sosial di antara keduanya. Dalam hal ini, interaksi dokter dan pasien merupakan komunikasi yang melibatkan dua orang dengan peran sosial yang berbeda. Perbedaan tersebut menjadikan hubungan keduanya mengarah pada hubungan asimetris. Perbedaan peran sosial di antara kedua belah pihak, tentu saja dapat mempengaruhi pola interaksi keduanya dalam proses perawatan. Dengan kata lain, interaksi yang asimetris tersebut turut mempengaruhi diagnosis dan pengobatan yang tepat untuk pasien.

Hubungan asimetris dalam interakasi dokter dan pasien memyebabkan seorang pasien merasa canggung saat berkomunikasi dengan dokter. Bahkan beberapa pasien merasa tidak memiliki keberanian untuk bertanya tentang penyakitnya setelah menjelaskan gejala yang dialaminya. Sementara beberapa pasien lebih suka mengikuti alur percakapan dokter dan hanya memberikan jawaban-jawaban singkat terhadap pertanyaan dokter.

(11)

lupa menyampaikan informasi. Pasien sangat percaya pada keahlian dokter. Hal ini selaras dengan pendapat yang dijelaskan oleh Cerny (2007) sebagai penyebab hubungan asimetris antara dokter dan pasien.

Darmansjah (2010) memberikan contoh bagaimana sulitnya seorang dokter melakukan diagnosis, karena pasien tidak bisa mengungkapkan dengan jelas keluhan yang dideritanya: banyak pasien yang menganggap sakit kepala dan pusing adalah hal yang sama, sehingga pasien tersebut menggunakan kedua istilah tersebut tanpa perbedaan (interchangeably).

Akibatnya, seorang dokter yang belum berpengalaman atau kurang ahli dalam menyusun anamnesis (sejarah penyakit), bisa mengambil kesimpulan yang salah berdasarkan cerita pasien dan diagnosis yang dibuatnya pun menjadi salah. Maka, ketika seorang dokter hendak menyusun diagnosis yang tepat, diperlukan kerjasama yang baik antara dokter dan pasiennya karena masukan dari pasien sangat menentukan arah diagnosis dokter. Tentunya hal ini harus didukung oleh komunikasi interaktif dari keduanya. Hal ini selaras pendapat Cordella (2004 : 6) informasi yang disampaikan oleh pasien merupakan informasi yang sangat menentukan diagnosis penyakit yang diderita pasien sehingga pasien dapat mendapatkan pengobatan yang tepat .

(12)

Komunikasi antara pasien dan dokter melibatkan interaksi yang mendalam diantara kedua belah pihak. Proses perawatan dilakukan dokter terhadap pasiennya berdasarkan hubungan saling percaya satu sama lain. Di satu sisi, seorang dokter diharapkan terbuka kepada pasiennya mengenai gejala, penyakit, dan diagnosisnya. Sementara di sisi lain, seorang pasien diharapkan mampu berterusterang tentang gejala penyakit yang dirasakannya kepada dokter.

Karena kualitas komunikasi dokter dan pasien yang kurang baik, dokter tidak dapat menyelesaikan semua masalah dalam penyediaan informasi yang terkait dengan proses perawatan. Jika hal ini terjadi, maka dokter tidak mampu memotivasi pasien untuk sembuh. Komunikasi dokter dan pasien pada dasarnya merupakan interaksi antara dua pihak (pengirim pesan dan penerima pesan) yang dilakukan melalui suatu proses, sehingga terjadi perpindahan pesan secara sempurna. Hakikat komunikasi adalah berbagi makna melalui perilaku verbal maupun nonverbal. Maka komunikasi akan menghasilkan respon pihak pendengar melalui penyampaian pesan dalam bentuk tindak tutur.

(13)

Untuk saling memahami, dokter dan pasien perlu bekerjasama sehingga dapat percakapan dapat ditafsirkan dengan persepsi yang sama, dan tidak terjadi kesalahpahaman. Dengan demikian, dokter juga dapat menyimpulkan apa yang disampaikan oleh pasien, karena ia selalu berusaha memahami yang disampaikan pasien dan membuat diagnosis berdasarkan keterangan pasiennya.

Pada saat pasien berbicara, dokter berusaha memahami dan mengerti arah pembicaraan yang sedang diikutinya, dan demikian pula sebaliknya dengan pasien. Pasien berusaha memahami tuturan dokter untuk mendapatkan pengobatan yang efektif dan tepat.

Cordella (2007:28) menjelaskan tiga kategori ketidakpuasan pasien sebagai berikut (1) Dokter tidak ramah dan tidak menyenangkan mitra tuturnya (2) Pasien gagal mendapatkan informasi yang diharapkan (3) penggunaan terminilogi dan instruksi yang membingungkan.

(14)

Dari perspektif linguistik tindak tutur dalam komunikasi dokter dan pasien merupakan kajian pragmatik, sedangkan sosiolinguistik yang mengkaji jenis tindak tutur dan hubungan sosial antara dokter dan pasien.

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui komunikasi yang efektif dikaji dari tindak tutur dokter dan pasien dan variable sosial yaitu usia dan gender pasien. Cordella (2004: 2) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif di antara dokter dan pasien diharapkan dapat memulihkan penyakit pasien. Komunikasi yang baik diartikan sebagai pertukaran informasi yang dapat saling dimengerti. Masing-masing pihak diharapkan saling memahami cara yang tepat dalam pertukaran informasi.

Merujuk hal tersebut di atas, Konsil Kedokteran (2006: 16) menyatakan ada empat langkah untuk komunikasi efektif antara dokter dan pasien yang terangkum dalam akronim SAJI –Salam, Ajak (bicara), Jelaskan, dan Ingatkan (Poernomo, 1999).

1.2 Pertanyaan Penelitian

Tindak tutur yang disampaikan oleh dokter dan pasien mempunyai kepentingan yang sama, untuk menghasilkan interaksi yang komunikatif antara dokter dan pasien. Walaupun ada terdapat perbedaan status, dokter dan pasien harus dapat bekerja sama dan berkoordinasi dengan baik, untuk menghasilkan tuturan-tuturan yang dapat dipahami oleh satu sama lain.

(15)

1. Apakah jenis tindak tutur yang lazim muncul dalam interaksi antara dokter dan pasien di ruang praktik ?

2. Apakah pengaruh faktor-faktor sosial, usia dan gender pasien pada realisisasi tindak tutur dokter?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui keberhasilan sebuah komunikasi melalui tindak tutur dengan penyampaikan fungsi dari tuturan seperti memberitahu, berjanji, dan bertanya. Fungsi tindak tutur dapat menentukan keterpahaman tuturan yang disampaikan oleh penutur oleh mitra tuturnya.

Penelitian tentang interaksi komunikatif antara dokter dan pasien pada ruang praktik dokter umum di sebuah klinik di Bandung ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, untuk mengetahui realisasi tindak tindak tutur antara dokter dan pasien berdasarkan fungsi tuturannya.

(16)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan berupa hasil analisis tindak tutur di bidang bahasa dan kedokteran, khususnya tentang wacana percakapan antara dokter dan pasien.

2. Mendapatkan strategi komunikasi medis agar komunikasi berlangsung lancar. 3. Memberikan manfaat pengetahuan perbedaan tindak tutur dokter dan pasien

berdasarkan variable sosial bagi mahasiswa linguistik dan masyarakat, khususnya untuk praktisi medis dan pasien. Dengan demikian, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman interaksi di antara dokter dan pasien.

1.5 Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, ada beberapa istilah operasional yang terkait dengan teknis penelitian sebagai berikut:

1. Interaksi dokter dan pasien: komunikasi antara dokter dan pasien yang berlangsung di ruang praktik dokter dalam konsultasi medis untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan untuk pasien.

(17)

tergantung pada kemampuan penutur dalam menghasilkan suatu tuturan yang sesuai dengan konteks tertentu.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini dibagi ke dalam lima bagian. Bab I, yaitu bab pendahuluan, menjadi awal tesis ini. Bab I membahas latar belakang penelitian tentang interaksi antara dokter dan pasien. Dalam Bab I juga dijelaskan pertanyaan penelitian dan manfaat penelitian, definisi operasional, dan sistematika penulisan. Bab II diawali dengan Analisis Wacana Profesi, konsep tindak tutur, variabel sosial dan tindak tutur, prinsip kesantunan dalam interaksi, dan ditutup dengan penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini. Bab III diawali dengan metode penelitian, responden, waktu dan tempat penelitian, sumber data, dan tahap analisis data. Bab IV menjelaskan hasil pembahasan dari penelitian, terdiri atas empat bagian, yaitu jenis data penelitian, realisasi masing-masing tindak tutur dalam interaksi dokter dan pasien, realisasi tindak tutur dengan pasien yang berbeda usia dan jenis kelamin. Tesis ini diakhiri dengan bab V yang terdiri atas simpulan dan saran penelitian.

1.7 Penutup

(18)
(19)

Penyampaian pesan yang gagal dapat menyebabkan kesalahpahaman dan kerugian. Oleh karena itu, diperlukan komunikasi yang interaktif untuk menghindari kesalahpahaman. Karena kesalahpahaman dapat menyebabkan kegagalan dalam mencapai hasil yang diinginkan. Jika semua pesan tersampaikan dengan baik, maka akan terjadi interaksi komunikatif, dan pasien akan merasa puas akan perawatan medis karena mendapatkan informasi yang lengkap. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Housten dan Pasanen (1972) dalam Coupland (1991: 169): “The patient’s satisfactory was directly to the amount of

information they obatained.

Apabila komunikasi dokter dan pasien tidak efektif, akan menimbulkan

kesalahan pada diagnosis dan pengobatan yang berujung pada tunduhan

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

Fokus Penelitian ini adalah mendapatkan pemahaman mendalam tentang fenomena sosial dan penggunaan tuturan dalam interaksi antara dokter dan pasien. Tindak tutur merupakan unit komunikasi linguistik dan merupakan inti dari Pragmatik dan analisis wacana. Tindak tutur sebagai unit dasar komunikasi menjelaskan maksud tuturan, arti dari kalimat, pesan, dan peraturan-peraturan yang ada di dalamnya. Interaksi komunikatif berhubungan dengan analisis tuturan. Oleh karena itu, penelitian ini mengamati, mempelajari, dan mengambarkan tindak tutur dalam interaksi dokter dan pasien untuk menghasilkan diagnosis. Di dalam bab ini akan diuraikan metode penelitian, responden, tempat dan waktu penelitian, dan sumber data, prosedur pengumpulan data, sample dan teknik pengambilan sample, instrument penelitian dan teknik analisis data.

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mendalam tentang interaksi sosial yang terjadi di ruang praktek dokter. Peneliti menggunakan studi kasus untuk mendapatkan pengetahuan perilaku responden (dokter dan pasien) dan variabel sosial (usia dan gender) pasien terhadap tuturan yang merupakan fokus penelitian.

(21)

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengamati peristiwa atau situasi dan kekhasan kelompok tertentu secara mendalam (Alwasilah, 2011: 6). Penelitian ini mengkaji kelompok tertentu, yaitu dokter dan pasien-pasien yang berkunjung ke dokter. Analisis sistematis dari percakapaan antara pasien dan dokter dalam penelitian ini menggunakan metode analisis wacana profesi dengan pendekatan sociopragmatik. Analisis wacana profesi mengkaji tindak tutur, kekuasaan (power), serta variabel sosial usia dan gender untuk mengetahui tuturan-tuturan yang ada dalam data percakapan. Pemahaman terhadap tindak tutur mengungkapkan keberhasilan sebuah komunikasi. Dengan menggunakan analisis pragmatik, dapat diketahui jenis tindak tutur antara dokter dan pasien. Sementara analisis sosiolinguistik melacak pengaruh latar usia dan gender pasien terhadap tuturan dokter serta norma kesantunan pada tuturan direktif.

Dalam penelitian ini, digunakan analisis wacana profesi dan sosiopragmatik sebagai metode penelitian dengan menggunakan acuan manual komunikasi efektif dokter dan pasien yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

3.2 Responden Penelitian

(22)

Dokter umum yang menjadi responden penelitian ini adalah seorang perempuan berusia 34 tahun dan merupakan lulusan sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung. Dia telah bekerja di klinik kesehatan di jalan Gatsu selama empat tahun. Nama pasien dalam penelitian ditandai dengan P#1, P#2 dan seterusnya. Responden dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. P#1 adalah pasien perempuan berusia 50 tahun yang mengidap penyakit gula atau diabetus melitus selama dua tahun. Pada saat pemeriksaan berlangsung kadar gulanya mencapai 300. Ibu ini berjualan bunga di pasar bunga Wastukencana.

2. P#2 adalah seorang laki-laki berusia 52 tahun, yang memiliki penyakit amandel, penyakit jantung, dan kaki yang bengkak. P#2 ini sudah dua bulan tidak melakukan pemeriksaan kaki. Bapak ini bekerja di sebuah perusahaan swasta.

3. P#3 adalah seorang anak laki-laki berusia 7 tahun yang mengalami muntah-muntah dan demam. Pada konsultasi ini, P#3 ditemani ayahnya. Menurut diagnosis dokter, P#3 mengalami amandel. Sementara untuk demam masih harus dilihat dalam tiga hari untuk memastikan jenis penyakitnya. Dalam data percakapan, ayah P#3 ditandai dengan AP#3.

4. P#4 adalah seorang laki-laki berusia 55 tahun yang mengalami penyakit hipertensi dan memiliki riwayat penyakit asma. Pada saat pemeriksaan dia didampingi istrinya. Dalam data percakapan, istrinya ditandai dengan IP#4. 5. P#5 adalah seorang perempuan berusia 50 tahun yang mempunyai penyakit

(23)

Pada saat pemeriksaan, dia didampingi suaminya. Dalam data percakapan, suaminya ditandai dengan SP#5.

6. P#6 adalah seorang gadis muda berstatus mahasiswa. Usianya 18 tahun dan merasa sakit pinggang bilamana dia batuk. P#6 ini sering mengalami sakit kepala dan muntah.

7. P#7 adalah seorang gadis berusia 20 yang mempunyai penyakit maag, sakit kepala, dan demam. P#7 mempunyai alergi obat mefenamat dan mengalami alergi setelah minum obat tersebut. P#7 adalah mahasiwa sebuah perguruan tinggi di Bandung.

8. P#8 adalah seorang gadis berusia 22 tahun, yang mempunyai penyakit batuk tetapi tanpa demam. Ia adalah salah satu mahasiwa di sebuah perguruan tinggi politeknik di Bandung.

9. P#9 adalah seorang ibu berusia 50 tahun yang mengalami sakit tenggorokan dan sering pusing ketika bangun tidur. Dokter memberikan obat penambah darah dan menyarankannya untuk olah raga.

10.P#10 adalah seorang bapak berusia 55 tahun yang sering tidur larut karena menonton acara TV. Ia sering mengalami kram otot dan mempunyai penyakit darah tinggi.

(24)

Selain itu, dilihat pula apakah latar belakang usia pasien yang berbeda berpengaruh terhadap jenis tindak tutur dokter dan pasien.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada sebuah klinik kesehatan di Bandung. Klinik kesehatan tersebut berada di bawah yayasan yang menaungi sebuah Politeknik di Bandung. Klinik ini memberikan layanan kesehatan untuk mahasiswa politeknik tersebut serta masyarakat sekitarnya. Klinik ini terletak di jalan Gatot Subroto Bandung. Klinik ini memiliki fasilitas laboratorium untuk medical check-up. Ada beberapa dokter umum dan dokter gigi yang bertugas di klinik tersebut. Mereka secara bergantian memberikan pelayanan kesehatan. Penelitian dilakukan di ruang praktik dokter umum. Data didapat dari seorang dokter umum ketika berinteraksi dengan pasien-pasiennya.

(25)

3.4 Sumber Data

Tindak tutur (speech act) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan pembicara, pendengar, atau penulis dan pembaca serta tuturan yang dibicarakan. Data percakapan merupakan tindak tutur dalam interaksi dengan satu dokter dan 10 orang pasien. Interaksi percakapan berlangsung antara satu dokter dan satu pasien dalam kesempatan konsultasi kesehatan di ruang praktik dokter.

Tindak tutur dokter dan pasien diambil untuk dianalisis menggunakan jenis tindak tutur Searle (1979) guna mengetahui hubungan antara latar belakang pasien dan tuturan yang disampaikan. Sedangkan tuturan dokter dianalisis untuk mengetahui pengaruh kekuasaan terhadap interaksi dokter dan pasien.

Data yang diteliti adalah jenis tindak tutur yang lazim muncul pada interaksi dokter dan pasien, serta stategi komunikasi yang efektif dalam interaksi dokter dan pasien. Data penelitian ini berupa percakapan yang dilakukan oleh dokter dengan pasien-pasiennya. Dengan demikian, data terdiri atas sepuluh kelompok interaksi. Kesepuluh data penelitian dikelompokkan berdasarkan jenis-jenis ilokusi.

Data penelitian ini tidak dapat diperbincangkan dengan bebas di tempat umum. Untuk menjaga kehormatan orang-orang yang terlibat dalam penelitian, diterapkan langkah khusus dengan menyamarkan nama dokter dan nama para pasien. Alwasilah (2011:173) menjelaskan bahwa “untuk mendapat informasi mendalam dari kelompok penelitian, peneliti harus menjamin kerahasiaan

(26)

Dengan observasi langsung pada saat terjadi interaksi di antara dokter dan pasien-pasiennya, data didapatkan dengan cara direkam. Peneliti terlibat sebagai

participant as observer, yakni peran peneliti sebagai pengamat diketahui oleh

kelompoknya dan kegiatannya kurang dominan dibandingkan dengan dirinya sebagai peserta kelompok.

Dokter umum dipilih karena istilah kedokterannya lebih mudah dipahami dan lebih banyak ditemukan karena banyak jumlahnya. Selain itu, pasien yang datang ke dokter umum lebih banyak dan lebih variatif dari segi usia atau penyakit.

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu pola komunikasi antara dokter dan pasien dalam interaksi medis, maka data dianalisis dengan pemilihan jenis tindak tutur dan melihat hubungan latar belakang pasien dengan tuturan yang disampaikannya.

Penelitian dilakukan dengan observasi dan rekaman percakapan data alamiah. Dengan observasi langsung pada saat terjadi interaksi di antara dokter dan pasien-pasiennya peneliti mendapatkan ganbaran data berupa data tuturan dan mencatat tindakan komunikasi yang dilakukan. Ujaran-ujaran yang terjadi pada saat komunikasi tersebut merupakan sumber data penelitian ini.

(27)

3.4.1 Prosedur Pengumpulan Data

Subbab ini akan memaparkan sampel dan teknik pengambilan sampel data yang dibutuhkan, instrumen penelitian, dan teknik pengumpulan data.

3.4.1.1 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel hanya pada satu ruang praktik dokter dengan pertimbangan untuk mengetahui bahasa responden melalui metode observasi. Selain itu, pemilihan satu ruang praktik dokter disebabkan oleh terbatasnya waktu penelitian dan kesulitan untuk mendapatkan izin di tempat lain karena beberapa prosedur membutuhkan waktu yang lama.

Metode purposive sampling digunakan dalam penelitian ini karena penelitian ini tergantung pada hasil observasi yang berupa tuturan. Lecomplte & Preisse (1993) dalam (Alwasilah, 2011: 103) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif yang memilih purposive sampling bertujuan untuk mengetahui sebuah peristiwa dilihat dari latar belakang peserta interaksi serta upaya-upaya yang dilakukan oleh peserta-peserta dalam memberikan informasi penting.

Tabel 3.1

Latar Belakang Pasien

Pasien Usia Gender Pendidikan

P#1 50 tahun Wanita SMA

P#2 52 tahun Laki-laki Universitas (S1)

P#3 7 tahun Laki-laki SD

P#4 55 tahun Laki-laki Universitas (S1)

P#5 50 tahun Wanita SMA

P#6 18 tahun Wanita Universitas

P#7 20 tahun Wanita Universitas

P#8 22 tahun Wanita Universitas

P#9 50 Tahun Wanita Universitas

(28)

3.4.1.2 Instrumen Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik observasi untuk mengumpulkan korpus ujaran pada interakasi dokter dan pasien-pasiennya. Data yang menjadi fokus penelitian ini adalah setiap ujaran yang digunakan dan disesuaikan dengan fungsi tindak tuturnya. Penelitian ini menggunakan Format Observasi Lapangan sebagai berikut.

FORMAT OBSERVASI LAPANGAN

Untuk mendapatkan gambaran tentang fenomena yang ada dalam wacana medis dan stategi komunikasi dokter dan pasien, peneliti melakukan pengumpulan data berupa rekaman percakapan alami. Rekaman dilakukan di sebuah ruang praktik dokter A di sebuah klinik dalam kurun waktu 30 hari. Menurut Brown dan Yule (1988: 11) Analisis wacana berhubungan dengan peristiwa yang direkam, kemudian ditranskipsikan, diberikan keterangan sesuai dengan ketertarikan pada kondisi tertentu.

(29)

tuturannya. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan persetujuan direktur klinik dan ketua yayasan. Data yang diperoleh berjumlah 10 kelompok interaksi dengan jumlah tuturan 808.

Pengambilan data dilakukan dengan merekam percakapan antara dokter dan pasien dengan menggunakan alat perekam. Adapun pengambilan data dilakukan dengan lima kali kunjungan dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.2

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana profesi. Hal pertama yang dilakukan adalah mengkompilkasikan data percakapan dalam bentuk transkipsi verbal dari situasi percakapan dokter dan pasien menggunakan kategori percakapan dari Levinson (1983).

(30)

pagar) untuk menandai urutan pasien. Karena adanya beberapa pasien yang datang dengan ditemani anggota keluarganya, maka anggota keluarganya disamarkan dengan simbol tertentu simbol KP#1, KP#2, dan seterusnya. Dalam analisis tindak tutur, tuturan pendamping pasien dikelompokkan sebagai tuturan pasien.

Tahapan analisis data terdiri atas klasifikasi data, unit analisis data dan koding data, kemudian dilanjutkan dengan deskripsi data. Koding merupakan strategi terpenting untuk mengkategorikan temuan (Alwasilah, 2011: 115). Koding dianalisis mengunakan analisis wacana profesional dengan melihat kekuasaan dalam interaksi. Data dikategorikan berdasarkan jenis ilokusi dan hubungan latar belakang ( usia dan gender) pasien dengan jenis tindak tutur.

Data penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan: 1. Durasi percakapan;

2. jenis tindak tutur yang lazim muncul dalam Interaksi dokter dan pasien; dan 3. Realisisasi tindak tutur dokter terhadap pasien dilihat dari perbedaan usia dan

gender.

(31)

sedang memberikan jawaban atas pertanyaan dokter, bercerita atan mengingkari apa yang dikatakan dokter. Selain itu, kekuasaan seorang profesional (dokter) dalam tindak tutur dikaji dalam wacana untuk mengetahui hubungan asimetris dalam percakapan institusi( isntitusional talk).

Jenis tindak tutur yang diteliti merujuk kepada jenis tindak tutur menurut Searle (1979) karena lebih menekankan hubungan komunikasi antarpersonal dan menunjukkan hubungan antara penutur dan mirta tuturnya. Jenis tindak tutur Searle (1979) diberikan kode untuk memudahkan analisis. Jenis-jenis tindak tutur tersebut terdiri atas 1) Asertif yang berfungsi untuk menyampaikan Keluhan (AK), diagnosis (AD), Jawaban (AJ), cerita (AC), dan Pengingkaran (AP); 2) direktif yang terdiri atas perintah (DP), saran (DS), permintaan dengan ancaman (DSA), tanya (DT); 3) komisif untuk menyampaikan janji (K); dan 4) ekpresif untuk menyampaikan ketulusan seseorang (E), baik mengucapkan terima kasih atau memberikan selamat kepada mitra tuturnya

Tabel 3.3

Tabel Analisis Jenis tindak Tutur

Nomor Tuturan

Tuturan Responden Jenis tindak tutur

D P KP AK AD AC AJ AP DS DSA DT K E

(32)

Untuk mengetahui peranan kekuasaan dan penggunaan norma kesantunan yang ada dalam interaksi dokter dan pasien, tindak tutur direktif dikaji dalam penelitian ini. Ini dilakukan karena hubungan kekuasaan dalam tindak tutur dapat dilihat dari cara dokter dalam menentukan arah pembicaraan dan tindak tutur direktif. Kekuasaan merupakan konteks sosial dari sebuah interaksi yang menimbulkan hubungan asimetris. Salah satu bentuk kekuasaan dokter adalah dengan memberikan pertanyaan dan perintah kepada pasiennya. Kalimat tanya dan kalimat perintah merupakan bagian dari tindak tutur direktif yang membuat dokter mengatur agenda interaksi.

Tabel 3.4

(33)

Variabel sosial seperti usia, gender, latar belakang pendidikan peserta tutur dapat mempengaruhi tindak tutur yang disampaikan. Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti dua variabel yaitu usia dan gender karena keterbatasan waktu dan kurang beragamnya usia pasien-pasien yang berkunjung pada saat penelitian berlangsung. Ada tiga kelompok usia, yaitu 1) usia tujuh tahun (Pasien anak), 2) Usia 18-22 tahun (Pasien Remaja), dan 3) usia 50 -55 tahun (Pasien dewasa).

Dari pengelompokan data usia pasien di atas, terdapat ketidakseimbangan di setiap kelompoknya. Pada kelompok usia anak hanya ada anak laki-laki, tidak ada anak perempuan. Pada kelompok usia remaja, hanya ada pasien perempuan dan tidak ada pasien laki-laki. Oleh karena itu, kelompok pasien anak dan remaja tidak dapat diteliti karena tidak ada kelompok pembanding untuk mengetahui perbedaan realisasi tindak tutur. Berdasarkan realitas tersebut, penelitian ini hanya mengkaji realisiasi register dokter terhadap pasien usia dewasa dengan gender laki-laki dan perempuan.

3.6 Penutup

(34)
(35)

97 Pada Bab 5 ini akan disajikan simpulan dan saran berdasarkan hasil temuan dari dua pertanyaan penelitian dan pembahasan pada pada Bab 4. Bab ini diawali dengan simpulan dan ditutup dengan saran untuk penelitian selanjutnya.

5.1 Simpulan

Dari analisis dan pembahasan pada Bab IV, diperoleh temuan-temuan berupa pola tindak tutur dalam interaksi dokter dan pasien berdasarkan jenis tindak tutur dan register kedokteran yang dikaji berdasarkan faktor gender dan usia pasien. Hasil analisis menunjukkan bahwa tindak tutur yang lazim muncul pada interaksi dokter dan pasien dalam konsultasi medis, berdasarkan urutan terbanyak, adalah asertif, direktif, ekpresif, dan komisif. Hal ini terjadi karena keempat tindak tutur yang muncul saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan interaksi dokter dan pasien. Tindak tutur direktif tanya dan perintah merupakan kunci kerberhasilan dalam interaksi sekaligus menunjukkan kekuasaan seorang dokter untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang terbaik. Sedangkan tuturan asertif, ekspresif dan komisif merupakan respon dari tuturan direktif dalam wacana medis.

(36)

Berdasarkan data yang diperoleh dari sepuluh interaksi dokter dan pasien, bentuk tindak tutur yang sering digunakan adalah asertif, sebanyak 432 tuturan, dengan fungsi tuturan keluhan, jawaban, diagnosis, dan pengingkaran. Kemudian diikuti oleh tindak tutur direktif sebanyak 367 tuturan, dengan fungsi tuturan pertanyaan, saran, perintah, dan ancaman. Selanjutnya, terdapat tindak tutur komisif, sebanyak 5 tuturan, dengan fungsi tuturan berjanji. Terakhir, ada tindak tutur ekspresi, sebanyak 32 tuturan, dengan fungsi tuturan perasaan dan pujian.

Kemunculan tindak tutur asertif dengan jumlah terbanyak karena pasien menceritakan gejala penyakitnya dan dokter memberitahukan diagnosis, penyebab penyakit, dan cara pengunaan obat. Tindak tutur direktif yang menempati urutan kedua terbanyak didominasi oleh tuturan dokter, baik dalam bentuk tanya maupun perintah. Dokter menuturkan sebanyak 325 tuturan direktif. Kemunculan tindak tutur direktif ini menunjukkan bahwa dokter sebagai pemegang kekuasaan sangat berperan dalam pertukaran informasi dan menentukan arah interaksi medis. Analisis kekuasaan dalam interaksi medis tidak digunakan untuk melihat ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara dokter dan pasien. Kekuasaan dikaji untuk mengetahui bagaimana dokter dan pasien saling memahami tuturan satu sama lain dalam pencapaian tujuan interaksi guna mendapatkan diagnosis yang tepat.

(37)

99 selaras dengan penelitian Cerny (2007) keenganan pasien untuk bertanya yang menunjukkan bahwa hubungan asimetris diantara keduannya. Hal ini terjadi karena pasien mempunyai pengetahuan yang kurang tentang analisis yang terkait kesehatan, mereka lebih cenderung mengiyakan apa yang dianjurkan atau diputuskan dokter. Menurut mereka dokter lebih memahami pengobatan yang terbaik untuknya karena dokter mempunyai pengetahuan medis dan pengalaman yang luas.

(38)

Berdasarkan data penelitian, sebagian besar tuturan yang disampaikan oleh dokter atau pasien dapat dipahami satu sama lain berdasarkan fungsi tuturannya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar interaksi yang ada merupakan interaksi komunikatif antara dokter dan pasien. Paparan di atas menjelaskan tujuan penelitian pertama, yaitu untuk mendapatkan pengetahuan linguistik tentang tindak tutur dalam interaksi dokter dan pasien.

Untuk memahami konsep tindak tutur dan register yang berasal dari golongan sosial yang berbeda di sebuah institusi maka analisis data dalam penelitian ini menggunakan kerangka analisis wacana profesi. Kerangka analisis menggunakan entitas pragmatik, berupa tindak tutur dan kesopanan, serta sosiolinguistik, dengan mempertimbangkan register lisan yang dikaji berdasarkan variabel sosial dan kekuasaan dalam interaksi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan manfaat pengetahuan tentang pengaruh variable sosial terhadap pola bentuk tindak tutur yang tepat dalam interaksi dokter dan pasien. Hal tersebut membantu dokter dan pasien untuk menciptakan interaksi yang komunikatif dan efektif guna menghasilkan diagnosis dan pengobatan yang tepat untuk pasien. Register dokter dan pasien dalam penelitian ini adalah nama obat, istilah penyakit, dan jenis tes dalam pemeriksaaan kesehatan.

(39)

101 remaja atau anak-anak, dokter hanya menggunakan istilah-istilah kedokteran umum terkait gejala penyakit yang dirasakan oleh pasiennya.

Tindak tutur direktif menjadi titik tolak kajian pengaruh variabel sosial dengan realisasi tindak tutur dalam interaksi dokter dan pasien. Ini dilakukan karena tindak tutur direktif menunjukkan adanya konteks sosial dan kekuasaan seorang profesional (dokter) dalam menetapkan agenda interaksi agar tujuan interaksi tercapai. Selain itu, norma kesantunan dalam interaksi dikaji melalui tindak tutur direktif.

Dokter D adalah dokter yang menjunjung tinggi norma kesopanan. Hanya ada 3 tuturan ancaman (warning) dari 73 tuturan saran dan 242 tuturan tanya. Frekuensi kemunculan tindak tutur ancaman ini tergolong rendah, hanya 0,9 %. Dokter juga menuturkan permohonan maaf atau punten sebelum memeriksa pasiennya. Dokter juga menyelamatkan wajah mitra tuturnya( saving face-act) dengan merespon atau mengulang jawaban pasien. Dengan demikian, dokter memberikan wajah positif kepada lawan tuturnya (pasien), menunjukkan dirinya menghargai semua tuturan pasien dengan mengulang tuturan pasien.

(40)

Pasien wanita dewasa mengajukan 1-3 pertanyaan dan pasien laki-laki dewasa mengajukan 1-9 pertanyaan. Hal ini menunjukkan bahwa pasien wanita menunjukkan keenganan bertanya kepada dokternya, walaupun mereka mempunyai gender yang sama.

Pentingnya mempelajari register kedokteran adalah untuk menambah wawasan fenomena kebahasaan bahasa medis. Register kedokteran yang ditemukan dalam penelitian ini berupa nama-nama obat, jenis penyakit, cara menguji penyakit dan gejala-gejala penyakit baik yang berasal dari bahasa Indonesia, bahasa daerah (Sunda), bahasa latin dan bahasa asing lainnya.

5.2 Saran

Penelitian ini mempunyai keterbatasan data pembanding untuk kelompok usia dan gender yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya dapat mengkaji penelitian tindak tutur antara dokter dan pasien secara lebih komprehensif dan mendalam. Dengan data lengkap yang mencakup semua kelompok usia dan gender, akan didapatkan gambaran yang lebih mendalam tentang perbedaan register dan tindak tutur dalam interaksi dokter dan pasien.

(41)

103 dokter, perbedaan tindak tutur dokter dan pasien yang berpengaruh pada norma kesantunan di antara keduanya dapat tergambarkan.

Register kedokteran sangat dibutuhkan dalam konsultasi kesehatan dan oleh masyarakat pengguna medis. Oleh karena itu, penelitian yang komprehensif tentang register kedokteran yang dapat dikaji dari sudut pandang yang berbeda misalnya analisis istilah medis, implikatur, dan penggunaan aspek-aspek kebahasaan dalam wanana konsultasi kesehatan.

(42)

Interactions In English: An Analysis of Diagnosis in Medical Communication in Nigeria. Nordic Journal of African Studies 15(4): 499–519.

Allan, Keith (2011). Meaning and Speech Act [Online] Tersedia arts-web-updates@monash.edu Accessibility Information. [diakses 10 February 2012]

Allan, Keith. Jaszczolt, M.Kasia. (2012) The Cambridge Handbook of

Pragmatics. Series Cambridge Handbook in Language and linguistic.

Cambridge : Cambridge University Press.

Alwasilah, A. Chaedar.(2009). Pokoknya Kualitatif ; Dasar-dasar Merancang

dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Austin, J.L. (1962). How to Do Things with Words. Oxford : Clarendon Press. Aziz, E. Aminudin (2003). Usia dan Realisasi Kesantunan Berbahasa: Sebuah

Studi Pragmatik pada Para Penutur Bahasa Indonesia. Dipublikasikan dalam PELBBA 16 (Kumpulan Makalah Pertemuan Linguistik Pusat

Kajian Bahasa Atma Jaya: Keenam Belas). Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Blum-Kulka, S., House, J., & Kasper, G. (1989). Cross-cultural Pragmatics:

Requests and Apologies. Norwood, NJ: Alblex Publishing

Corporation.Tersedia di www.carla.umn.edu/.../anchor.pl?/...blumkulka

[diakses 8 February 2012]

Blommaert, Jan. (2005). Discourse A Critical Introduction. London: Cambridge University.

Bonvillain, Nancy. (2003). Language, Culture, and Communication. The

meaning of Messages. New Jersey : Prentice hall.

Brown, D.H. (2001). Teaching by Principles: An Interactive Approach to

Language Pedagogy. New York: Pearson Education Company.

Brown, P., & Levinson, S.( 1978). Politeness: Some Universals in Language

Usage. Cambridge University Press: Cambridge.

(43)

Cerny, M. (2007). Sociolinguistic and Pragmatic Aspects of Doctor-Patient

Communication. Ostrava: Ostravská univerzita, 2007. (online) tersedia : is.muni.cz/th/82342/ff-D-Ap.doc. [diakses 20 February 2010]

Chaer Abdul dan Agustina Leonie (1995). Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Coates, J.(1986). Women, Men and Language. London: Longman.

Cordella, Marisa.(2004). Dynamic consultation. a discourse analytical study of

doctor–patient communication. Amsterdam/Philadelphia : John Benjamins

Publishing Company.

Coupland, Nikolas. et al. (1991). Miscommunication and problematic talk. Sage publication.

Darmansyah, Iwan Pola Hubungan Dokter dan Pasien. (2010) (online ) Tersedia http://www.iwandarmansjah.web.id/popular.php?id=204 [tersedia 25 Maret 2013]

Definisi diagnostik dalam kamus besar sinonim kata dan rima kata (online) http://www.artikata.com/arti-352128-diagnostik.html [diakses 27 april 2013]

Holmes, Janet.1992. An Introduction to Sociolinguistics. London: Longman.

Hudson, R.A. 1996. Sociolinguistics. Cambridge: Cambridge University Press. Leech Geoffery (1993 )Prinsip-Prinsip Pragmatik. Penerjemah M.D.D Oka.

Jakarta : Universitas Indonesia.

Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatics. Cambrige : Cambridge University Press

Gunnarsson Louise Britt. (2009). Professional Discourse. New York. Continuum International Publishing Group.

Heritage, John. Clayman Steven. (2010). Talk in Action. Interactions. Identities

and institutions. Wiley Blackwell. A John Wiley & Sons, Ltd.,

Publication.

(44)

Muhammad, Mulyohadi Ali et.al.(2006). Manual Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Penyunting naskah Abidinsyah Siregar, Dad Murniah. Jakarta :

Konsil Kedokteran Indonesia.

Mulanny, Louise (2007) Gendered Discourse in the Professional Workplace. New York : Palgrave Macmillian.

Mulkan Dede (2007) Pola Ideal Hubungan Dokter dan Pasien.Sebuah Analisis

Kritis dengan Pendekatan Obyektif Kualitatif tentang Komunikasi yang dilakukan antara Dokter dengan Pasien ketika Berlangsung Proses Pemeriksaan Kesehatan. (online) [diakses 27 Februari 2010].

Nurhayati (2010) Ragam Bahasa di kota Makasar (online) tersedia di. http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4718 [diakses 25 Februari 2014]

Rani, Abdul,dkk 2000. Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Malang : Bayumedia Publishing

Searle, R. John (1979). Expression and Meaning. Studies in the Theory of Speech

Acts. Cambridge University Press.

(1980). Speech Act. An Essay in The Philosophy of Language. Cambridge University Press.

Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(45)
(46)

Gambar

Tabel 3.1 Latar Belakang Pasien
Tabel 3.2 Kegiatan  Observasi Lapangan
Tabel  Analisis Jenis tindak Tutur  Tabel  3.3

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example menggunakan alat peraga pada pokok bahasan kubus dan balok dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa

Table 6-4 PHP functions that read the entire contents of a text

Pendapat ini juga diperkuat dari hasil penelitian Lutfiani (2013), hasil penelitianya menjelaskan bahwa tingkat kedisiplinan belajar dan pemanfaatan waktu belajar diluar jam

Pendapat ini juga diperkuat dari hasil penelitian Lutfiani (2013), hasil penelitianya menjelaskan bahwa tingkat kedisiplinan belajar dan pemanfaatan waktu belajar diluar jam

Karena tidak dipungkiri bahwa upaya strategis jangka panjang untuk mewujudkannya menuntut satu sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan yang dapat

Setelah melakukan pembahasan, penulis memperoleh kesimpulan bahwa struktur pengendalian kas yang baik yaitu dengan adanya pemisahan fungsi yang tegas terhadap sistem pengeluaran

Dengan Balanced Scorecard, tujuan suatu unit usaha tidak hanya dinyatakan dalam suatu ukuran keuangan, melainkan dijabarkan lebih lanjut ke dalam bagaimana unit usaha

akhirnya membuat BASIC versi Windows yang dikenal dengan Microsoft