BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Hal itu termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 3 yang menyatakan:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Melihat definisi di atas, sesungguhnya pendidikan mempunyai dua tujuan
sekaligus. Pertama, sebagai kegiatan sosial kolektif. Artinya, pendidikan
ditujukan untuk mewujudkan nilai-nilai sosial atau cita-cita sosial. Kedua, realitas
diri, yaitu keinginan individu untuk mengembangkan potensi-potensi diri guna
mencapai kehidupan yang lebih baik bagi diri dan sesamanya dalam masyarakat
bangsa menuju masa depan. Fungsi pendidikan bukan sekadar pelaksanaan
kebijakan nasional atas nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, tetapi sebagai salah
satu kekuatan sosial yang memberi corak dan arah bagi kehidupan masyarakat di
Demi mencapai tujuan itu, pembangunan pendidikan di Indonesia
bertumpu pada tiga aspek, yaitu aspek pemerataan dan perluasan, mutu dan
relevansi, serta tata kelola yang baik. Ketiga aspek tersebut secara simultan
dibangun untuk mencapai hasil yang maksimal. Namun demikian, tak lantas
pembangunan pendidikan tersebut menjadi sederhana. Hal itu disebabkan
faktor-faktor lain yang membuat pembangunannya menjadi sedemikian kompleks,
misalnya pertambahan penduduk yang tinggi, kondisi geografis, budaya yang
beragam, dan kebijakan yang diskontinu.
Salah satu isu yang menarik dikaji dalam konstelasi pembangunan
pendidikan di Indonesia adalah mutu pendidikan yang rendah (Sholeh, 2007:
146). Gejala rendahnya mutu pendidikan di Indonesia semakin dirasakan dan
muncul sebagai topik diskusi di kalangan teoretisi, praktisi, juga orang awam,
sehingga setidaknya memunculkan empat pandangan.
Pandangan pertama melihat mutu pendidikan dari prestasi belajar siswa
yang mengukur pengetahuan kognitif. Dalam pandangan ini, mutu pendidikan
ditentukan oleh struktur dasar keilmuan yang ketat. Pembakuan secara terpusat
dilakukan mulai dari kurikulum, pokok bahasan, metode pengajaran, pengadaan
sarana dan prasarana, hingga evaluasi belajar. Pandangan kedua melihat mutu
pendidikan melalui prosesnya. Pandangan ini mengangggap kurikulum tidak perlu
berstruktur ketat, yang penting siswa dapat belajar aktif. Pandangan ketiga melihat
mutu pendidikan dari masukannya seperti guru, alat belajar, buku pelajaran,
perpustakaan, dan prasarana pendidikan. Pandangan keempat melihat mutu
Dibalik semua itu dapat dirasakan bahwa adanya ketertinggalan yang
signifikan mutu pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Hasil itu
diperoleh setelah kita membandingkannya dengan Negara lain. Pendidikan
memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia
Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karana itu, pendidikan seharusnya
dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing
dengan sumber daya manusia di Negara-negara lain.
Bila di amati, Nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di
berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal
itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat
penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan
untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Ada banyak penyabab
mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal,
dinilai rendah. Penyebab rendahnya mutu pendidikan adalah masalah efektifitas,
efisiensi dan standardisasi pengajaran.
Adapun menurut Mailani kasim permasalahan khusus dalam dunia
pendidikan yaitu:
Umaedi dalam http://www.ssep.net/director.html ada dua faktor yang
dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang
atau tidak berhasil.
Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented,
diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah
di Indonesia antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum, sistim
evaluasi, sarana pendidikan, materi ajar, mutu guru, dan tenaga kependidikan
lainnya. Namun, upaya tersebut belum memperlihatkan hasil yang signifikan
terhadap peningkatan mutu pendidikan. Hal ini diindikasikan dengan nilai hasil
evaluasi belajar untuk berbagai bidang studi pada jenjang SMP dan SMA yang
cenderung tidak menunjukkan peningkatan yang berarti bahkan dapat
dikategorikan konstan dari tahun ke tahun.
Oleh karena itu, Tedjasudhana (2005) mengatakan: merasa sangat prihatin
kelulusan yang ditetapkan untuk UN yaitu 4,50 dianggap terlalu tinggi, padahal di
Singapura nilai kelulusan adalah 6,5, di Malaysia 7, dan di Vietnam 5,5.
Dilihat dari kualitas SDM sebagai produk pendidikan, The Global
Competitiveness Report menempatkan daya saing Indonesia pada posisi ke-44
pada 2010-2011 atau naik dari posisi 54 pada 2009-2010. Sementara tentang
kemampuan ilmuwan (scientist) dan teknokrat (engineer), Indonesia berada pada
tingkat ke-31 dan dalam kerja sama teknologi antarindustri dan kerja sama
penelitian antara industri dan perguruan tinggi, berada pada rangking ke-26 dan
38. Di samping itu, tingkat kualitas penelitian Indonesia bertengger di peringkat
ke-44 dan kapasitas inovasi Indonesia berada pada urutan ke-30 (LPMP, 20)
Selanjutnya menurut Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau
education for all bahwa:
Di Indonesia menurun. Jika pada 2010 lalu Indonesia berada di peringkat 65, tahun ini merosot ke peringkat 69. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, indeks pembangunan pendidikan atau
education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80. Global Monitoring Report dikeluarkan setiap tahun yang berisi hasil pemonitoran reguler pendidikan dunia. Indeks pendidikan tersebut dibuat dengan mengacu pada enam tujuan pendidikan EFA yang disusun dalam pertemuan pendidikan global di Dakar, Senegal, tahun 2000.
Saat ini Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang berada di
peringkat ke-34. Brunai Darussalam masuk kelompok pencapaian tinggi bersama
Jepang, yang mencapai posisi nomor satu dunia. Adapun Malaysia berada di
halnya Indonesia. Posisi Indonesia jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja
(102), India (107), dan Laos (109). Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman
perolehan empat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar,
angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut
kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD).
http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/02/18555569/Indeks.Pendidikan.Indones
ia.Menurun
Penurunan EDI Indonesia yang cukup tinggi tahun ini terjadi terutama
pada kategori penilaian angka bertahan siswa hingga kelas V SD. Kategori ini
untuk menunjukkan kualitas pendidikan di jenjang pendidikan dasar yang
siklusnya dipatok sedikitnya lima tahun.
Masalah relevansi pendidikan sebagai cerminan mutu pendidikan yang
rendah setidaknya disebabkan dua hal.
Pertama, praktik pendidikan yang dirasakan selama ini terlalu teoretis dan
kurang strategis. Ashari (2009: 11) menyebutnya sebagai pendidikan yang kurang
membumi. Di banyak aspek, pendidikan tidak mampu mengakomodasi kebutuhan
masyarakat (aspek sosiologis), falsafah bangsa (aspek filosofis), hakikat anak
didik (aspek psikologis), dan hakikat pengetahuan (aspek bidang ilmu) secara
sinergis. Keempat aspek tersebut harus dipadukan secara sinergis dalam sebuah
sistem kehidupan yang nyata (real life sistem) yang lebih bermakna (meaningful),
sehingga dapat menciptakan manusia yang tidak hanya mempunyai pola pikir
Kedua, terjadi mismatch dunia pendidikan dengan kebutuhan (Bolton,
2000). Ashari (2009: 12) menyebutnya sebagai pendidikan yang antirealitas.
Lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan perguruan tinggi berjalan
terpisah. Lembaga-lembaga itu lebih mengedepankan profesionalitas dan
mengesampingkan adaptabilitas. Dampaknya tidak hanya terkait jumlah
pengangguran yang membengkak, tapi juga lulusan yang telah bekerja pun kurang
dapat berkontribusi secara proaktif bagi dirinya sendiri, keluarga, agama,
masyarakat, bangsa, dan negara. Tidak mengherankan bila sebagian orang yang
telah bekerja justru menjadi beban bagi lembaganya. Kasus korupsi, kolusi,
nepotisme, perebutan kekuasaan, rendahnya citra hukum dan disiplin masyarakat,
meningkatnya penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya serta kejahatan,
lambannya pemulihan krisis ekonomi dan sosial yang marak dewasa ini,
merupakan sebagian bukti bahwa pendidikan yang selama ini dilaksanakan
kurang bermakna (meaningful).
Mutu pendidikan dipengaruhi beberapa faktor. Sukmadinata, dkk. (2006:
8) merangkum masalah pendidikan terkait mutu sebagai berikut:
Banyak masalah mutu dihadapi dalam dunia pendidikan, seperti mutu lulusan, mutu pengajaran, bimbingan dan latihan guru, serta mutu profesionalisme dan kinerja guru. Mutu-mutu tersebut terkait dengan mutu manajerial para pimpinan pendidikan, keterbatasan dana, sarana dan prasarana, fasilitas pendidikan, media, sumber belajar, alat dan bahan latihan, iklim sekolah, lingkungan pendidikan serta dukungan dari pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan.
Di antara faktor tersebut, guru dan tenaga kependidikan lainnya
merupakan faktor utama yang memengaruhi mutu pendidikan (Sagala, 2007: 24).
pembinaan dan pengembangan secara berkelanjutan. Pembinaan dan
pengembangan tersebut dapat berupa peningkatan profesionalisme dasar atau
penyesuaian dengan kebijakan terbaru yang dikeluarkan pemerintah. Pembinaan
dan pengembangan profesionalisme guru tersebut dapat dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan dalam jabatan (bdk. Sagala, 2007: 26-27).
Sumber daya manusia (SDM) pendidikan merupakan hal penting dalam
sebuah organisasi. Peran SDM sangat penting untuk kemajuan dan perubahan
organisasi. Karena SDM memengaruhi efektivitas dan efisiensi peran, fungsi, dan
tujuan organisasi, perhatian terhadap SDM harus diberikan terus dengan
memelihara dan melatih SDM dengan berbagai cara melalui serangkaian kegiatan
dan program yang bersifat menambah pengetahuan dan keterampilan. Saat ini
banyak organisasi yang melakukan serangkaian kegiatan atau program guna
meningkatkan kinerja karyawannya.
Kegiatan atau program tersebut dapat dilakukan dengan pelatihan,
seminar, workshop, konseling, maupun studi banding guna meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan, perbaikan sikap, serta peningkatan kinerja atau
sekadar mendapatkan pengetahuan baru. Meski demikian, terkadang setelah
mengikuti pelatihan, kinerja individu tetap tidak sesuai dengan harapan.
Demikian juga lembaga pendidikan, jika ingin tujuannya tercapai sesuai
harapan, setiap individu di dalamnya (terutama guru atau tenaga pendidik) harus
dapat menjalankan tugas dengan efektif dan efisien. Pengetahuan dan
keterampilan tenaga pendidik akan memengaruhi tugas yang diberikan kepadanya
pengetahuan dan keterampilan akan menghambat keberhasilan lembaga
pendidikan. Karena itu, setiap tenaga pendidik harus melakukan pemeliharaan dan
pengembangan pengetahuan serta keterampilannya. Sikap dan nilai yang dimiliki
tenaga pendidik terhadap lingkungan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan
tugas. Guna mencapai keberhasilan dalam tugas dan tujuan lembaga pendidikan,
setiap tenaga pendidik atau guru harus terus mengembangkan sikap yang dimiliki
agar tercipta iklim belajar yang diinginkan.
Pengembangan SDM pendidikan, khususnya tenaga pendidik, sangat
penting untuk diperhatikan dan ditingkatkan dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan. Dengan peningkatan kualitas SDM tenaga pendidikan, diharapkan
kualitas pendidikan akan meningkat.
Masalah-masalah pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas perlu
segera dicarikan solusi. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, salah satunya
penerbitan Permendiknas Nomor 07/2007 yang mengatur bahwa Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) sebagai lembaga pemerintah pusat yang
ada di setiap provinsi berkewajiban mensupervisi dan membantu satuan
pendidikan pada sekolah dasar dan menengah dalam upaya penjaminan mutu
pendidikan.
Berdasarkan Peraturan Mendiknas RI Nomor 7 Tahun 2007, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, struktur
organisasi LPMP terdiri atas tiga seksi, yakni seksi program dan sistem informasi,
Satori dalam
(http://gurupembaharu.com/home/sistem-penjaminan-dan-peningkatan-mutu-pendidikan/) mempertegas bahwa:
Peraturan tersebut mengisyaratkan langkah pemberdayaan tugas pokok dan fungsi yang menyangkut: (1) pemetaan mutu pendidikan, (2) supervisi dalam rangka pengembangan mutu, (3) pengembangan sistem informasi mutu pendidikan, dan (4) fasilitasi pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam menjalankan peran dan tanggung jawab Quality Assurance and Improvement pemberdayaan LPMP difokuskan pada fungsi bimbingan, arahan, dan saran/bantuan teknis.
Oleh karena itu Satori dalam
(http://gurupembaharu.com/home/sistem-penjaminan-dan-peningkatan-mutu-pendidikan/) mengatakan juga bahwa :
LPMP sebagai institusi pelayanan Dirjen PMPTK melalui direktorat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan hendaknya mampu membangun jaringan kerja penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan yang melibatkan satuan pendidikan, pengawas sekolah, kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Kota. Karena tidak dipungkiri bahwa upaya strategis jangka panjang untuk mewujudkannya menuntut satu sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan yang dapat membangun kerjasama dan kolaborasi di antara berbagai institusi yang terkait dalam satu keterpaduan jaringan kerja nasional.
Berdasarkan uraian di atas, maka LPMP sebagai lembaga penjaminan
mutu pendidikan dapat mengoptimalkan peran dan fungsinya dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan peningkatan mutu kependidikan yang meliputi
berbagai aspek baik peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan
maupun mutu lulusan pada setiap jenjang pendidikan. Dalam pelaksanaan
kegiatan tersebut LPMP dapat menerapkan fungsi-fungsi manajemen yang
tersistem dan terstruktur dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar, kegiatan yang
dilaksanakan dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
Sama juga halnya di Inggris penjaminan mutu pendidikan di naungi oleh
sebuah lembaga penjaminan mutu yakni QAA (Quality Assurance Agency) yang
mempunyai kesamaan dengan LPMP. Misinya adalah untuk menjaga standar dan
meningkatkan kualitas pendidikan Inggris.
QAA Menawarkan saran, bimbingan dan dukungan untuk membantu
pendidikan Inggris dan lembaga lainnya memberikan pengalaman siswa terbaik.
QAA melakukan review lembaga dan mempublikasikan laporan merinci temuan.
Laporan QAA menyoroti praktek yang baik dan mengandung rekomendasi untuk
membantu meningkatkan kualitas. Para peer reviewer pada tim review QAA
memiliki pengalaman terbaik dalam memberikan penilaian pendidikan. Untuk
mendukung standar dan mempromosikan peningkatan kualitas pendidikan, QAA
mempublikasikan berbagai titik referensi dan bimbingan. Publikasi ini banyak
digunakan oleh staf akademik Inggris yang bertanggung jawab dalam membentuk
pengalaman siswa. QAA dalam menjamin mutu pendidikan di inggris memiliki
strategi untuk tahun 2011-14 adalah: (a).Memenuhi semua kebutuhan siswa dan
dihargai oleh mereka. (b).Menjaga standar pendidikan di Inggris dalam konteks
internasional (c).Perbaikan pendidikan yang bermutu tinggi di Inggris.
(d).Meningkatkan pemahaman publik akan standar pendidikan yang berkualitas.
http://www.qaa.ac.uk/aboutus/Pages/default.aspx
Di Amerika lembaga penjaminan mutu pendidikan yang terkenal dan
mempunyai pengaruh global pendidikan internasional yang dikenal CQAIE (the
center for quality assurance international education), pusat Jaminan Mutu dalam
Vietnam dan Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, adalah kegiatan kolaboratif dari
pendidikan dan kualitas dan jaminan kompetensi masyarakat baik di Amerika
Serikat dan antara Amerika Serikat dan negara-negara lain yang peduli dengan
masalah kualitas dan keadilan dalam akademis internasional dan mobilitas
profesional, credentialing dan pengakuan. Pusat memfasilitasi studi perbandingan
kualitas nasional dan mekanisme jaminan kompetensi untuk meningkatkan upaya
dalam negara dan mempromosikan mobilitas antara sistem nasional.
http://www.cqaie.org/
Untuk tujuan tersebut, kegiatan The Center terbagi dalam tiga kategori
utama: (a) Kegiatan Nasional, (b) Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan
Pelatihan dalam Jaminan Kualitas, akreditasi (c) Perencanaan Strategis untuk
Jaminan Kualitas pendidikan, advokasi dan perencanaan dalam globalisasi serta
transnasional profesi kualitas pendidikan.
CQAIE membantu negara dalam pengembangan atau peningkatan sistem
jaminan kualitas untuk pendidikan pasca sekolah menengah (termasuk pendidikan
tinggi dan pekerjaan / pelatihan kejuruan) melalui kerja dengan Departemen,
Lembaga Jaminan Mutu Nasional dan Lembaga. Stafnya memberikan bantuan
pada berbagai tahap: desain (termasuk legislasi penyusunan atau mengembangkan
kebijakan nasional); perencanaan strategis pada tingkat kelembagaan atau
sistemik untuk jaminan kualitas, implementasi (termasuk program pelatihan
nasional atau institusional) dan evaluasi (termasuk extern yang al internasional
Sejak didirikan pada tahun 1991, Pusat ini telah bekerja di negara dengan
sedikitnya dua pertiga dari negara dengan sistem jaminan kualitas nasional dan
global. Pusat ini bekerja melalui berbagai Departemen yang terkait dengan
Pendidikan Tinggi, Kejuruan / Pelatihan Kerja, Tenaga Kerja dan Kesehatan. Dr
Marjorie Perdamaian Lenn, Presiden Pusat, diminta oleh Bank Dunia untuk
kembali melakukan pengembangan kapasitas yang efektif antara sistem jaminan
kualitas nasional di Asia Timur dan Pasifik. Hal ini melibatkan 2004 Bank Dunia
publikasi Jaminan Penguatan Kualitas dan Akreditasi di Asia Timur dan Pasifik
yang mempromosikan regionalisasi jaringan lembaga jaminan mutu. Publikasi
ini menjadi dasar bagi kategori baru dari hibah pengembangan oleh Bank Dunia,
dimulai dengan Kualitas Jaringan Pasifik berkembang Asia dan diikuti oleh
jaringan regional baru untuk Amerika Latin , Afrika dan Arab Amerika . Pusat
diberikan yang pertama ini hibah pengembangan dan program hibah global kini
dikelola oleh UNESCO (United Nations Educational Organisasi, Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan dengan kantor pusat di Paris ).
Dari tugas dan fungsi lembaga penjaminan mutu Inggris dan amerika di
atas terlihat jelas bahwa betapa pentingnya penjaminan mutu yang dilakukan
lembaga QAA dan CQAIE untuk peningkatan penjaminan mutu pendidikan baik
secara nasional dan global.
Dengan demikian bahwa LPMP, QAA inggris dan CQAIE amerika
memiliki tugas pokok dan fungsi yang sama yakni sama-sama melakukan sistem
penjaminan mutu pendidikan melalui penguatan pencapaian standar nasional
Melihat kinerja LPMP provinsi Jambi berdasarkan hasil observasi awal
yang dilakukan oleh peneliti nampak bahwa kinerja LPMP dalam penjaminan
mutu pendidikan di Provinsi Jambi belum optimal. Hal tersebut nampak dari
masih rendahnya mutu pendidik dan tenaga kependidikan, dilihat dari masih
rendahnya capaian nilai siswa dari tiga mata pelajaran yang diujikan pada
UASBN di SD yakni IPA, matematika, bahasa Indonesia.
Dari tiga mata pelajaran yang diujikan pada kegiatan Ujian Akhir Sekolah
Berstandar Nasional (UASBN) , nilai matematika berada di posisi terendah, yakni
0,75. Sedangkan jumlah siswa yang memperoleh nilai 10 untuk pelajaran tersebut
sebanyak 360 siswa SD. „‟Untuk siswa dari Madrasah Ibtidakyah tidak ada," jelas
Kasubdin Pendidikan Dasar Menengah dan Tinggi (Dikmenti) Dinas Pendidikan
Provinsi Jambi, Ramli Samosir kepada Koran ini.
Menurutnya dari 2.296 SD dan 59 MI baik negeri maupun swasta yang mengikuti
ujian nasional dengan jumlah peserta UASBN 57.255, hanya SD 53/I Ladang
Peris Kabupaten Batanghari berhasil meraih nilai tertinggi. Perolehan nilai mereka
tersebut yakni 27,46. Dikatakannya, untuk kelulusan siswa sendiri ditentukan
oleh pihak sekolah. „‟Kita tidak bisa mengintervensi keputusan sekolah,‟‟
tegasnya.
http://www.jambiekspres.co.id/index.php/radar-jambi/3723-matematika-terendah-nilai-uasbn-diumumkan
Di Kota Jambi, tercatat 219 SD negeri dan swasta yang menggelar
UASBN. Jumlah peserta 9.800 orang. Pada tahun 2010 lalu, di Kota Jambi ada
lima siswa yang tidak lulus. Menurut Rifa‟i Kadis kota, hasil UASBN tersebut
independent.co.id/jio/index.php?option=com_content&view=article&id=12895:rata-rata-sekolah-lulus-100-persen&catid=1:metroja
Dari apa yang di sampaikan Ramli Samosir Kasubdin Pendidikan Dasar
Menengah dan Tinggi (Dikmenti) Dinas Pendidikan Provinsi Jambi dan Rifa‟i
Kadis kota bahwa rata-rata nilai hasil UASBN SD di provinsi Jambi masih
rendah, walaupun rata –rata kelulusan SD cukup tinggi , ini dikarenakan nilai
UASBN dihargai 60% sedangkan di tambah dengan nilai UAS sekolah dihargai
40%. Jadi sekolah mempunyai 40% untuk menutupi kekurangan nilai UASBN,
dengan demikian kelulusan SD cukup tinggi walaupun hasil UASBNnya sangat
rendah.
Jelas bahwa belum optimalnya kinerja LPMP pada penjaminan mutu
sekolah dasar hal ini dipengaruhi oleh penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam
pelaksanaan kegiatan penjaminan mutu pendidikan belum terlaksana dengan baik.
Berarti bahwa manajemen kinerja LPMP masih perlu ditingkatkan pelaksanaanya,
terutama pada aspek perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan review.
Dalam meningkatkan kinerja, suatu organisasi dalam pelaksanaan
pekerjaan menerapkan fungsi-fungsi manajemen. Hal tersebut dinyatakan oleh
Deming (dalam Amstrong dan Denton, 1998: 57):
mempengaruhi di antaranya adalah sumber daya manusia, fasilitas, nilai-nilai, budaya, dan kerjasama yang terdapat di dalam organisasi. Pada aspek monitoring, organisasi dapat melakukan perbaikan pada berbagai tahapan kegiatan mulai dari persiapan sampai dengan hasil. Dalam monitoring disediakan lembaran-lembaran pengamatan dan penilaian sehingga Monitoring program yang dilaksanakan dapat berhasil dengan baik. Pada tahapan review, dilakukan penilaian terhadap keseluruhan kegiatan yang direncanakan, mulai dari persiapan sampai dengan hasil akhir.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik meneliti kinerja LPMP
Provinsi Jambi dalam penjaminan mutu pendidikan sekolah dasar di wilayah
tersebut. Karena pengembangan sistem penjaminan dan peningkatan mutu dalam
kerangka sistem pendidikan nasional memerlukan investasi institusi (capacity
building) dengan fokus pada perubahan pola pemahaman (mind set) dan
perubahan budaya kerja (institutional/work culture) di antara orang-orang,
terutama yang menduduki posisi managerial. Strategi perubahan dimulai dari
membangun apa, untuk apa, mengapa, dan bagaimana dengan sensitivity training,
simulation, dan case analyses. Karena pada dasarnya penjaminan mutu
merupakan serangkaian proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan,
menganalisis, dan melaporkan data mengenai kinerja dan mutu tenaga pendidik
dan kependidikan, program dan lembaga pendidikan.
Ketertarikan itu diperkuat kenyataan bahwa kinerja LPMP provinsi Jambi
yang berperan melakukan pemetaan mutu, pengeloaan informasi manajemen
mutu, memberikan fasilitasi pada satuan pendidikan, dan melakukan evaluasi
mutu pendidikan di provinsi Jambi, masih ibarat jauh api dari panggangnya.
Karena sampai sekarang mind set-nya kebanyakan masih training minded. Hal ini
(Balai Pelatihan Guru) itu semata-mata menjadi tempat pelatihan (training
centre).
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Untuk melaksanakan penjaminan mutu pendidikan, LPMP tidak bisa
berjalan sendiri, namun bermitra dengan pemerintah kabupaten/kota, dalam hal ini
instansi pemerintahan yang terkait adalah Kementerian Pedidikan Nasional
Kabupaten/Kota.
Sedangkan untuk melaksanakan penjaminan mutu tersebut, LPMP
menyusun rencana strategis (Renstra) yang diarahkan untuk pencapain visi, misi,
dan nilai inti serta tupoksi dari LPMP. Selanjutnya dalam melaksanakan program
kerja LPMP yang telah ditetapkan dalam renstra tentunya membutuhkan
manajemen kinerja yang efektif agar visi dan misi yang menjadi tujuan LPMP
dapat tercapai secara optimal. Untuk menjalankan renstra tersebut di
implementasikan pada tiga seksi yakni seksi PSI (program sistem informasi),
seksi PMS (pemetaan mutu supervisi) dan seksi FSDP (fasilitasi sumberdaya
Pendidik dan kependidikan) yang di naungi oleh kapala bagian tata usaha. Seksi
mempunyai tugas pokok dan fungsi serta program kerja yang mengacu pada
renstra yang telah di tetapkan. Tentu di dalam pelaksanaan tugasnya seksi-seki
tidak terlepas dari tugas rutin membuat rencana kerja, pelaksanaan kerja,
monitoring kerja dan mereview hasil kerja.
Dari mekanisme kerja yang ada di LPMP hasil observasi ditemukan
kejanggalan implementasi program yakni tumpang tindihnya pelaksanaan
FSDP justru dikerjakan oleh seksi PMS, bahkan banyak program FSDP juga
dilaksanakan oleh seksi PSI. Tentu fenomena seperti ini akan mengganggu
harmonisasi kerja antar seksi. Hal ini terjadi atas persetujuan kepala LPMP
dengan SK kegiatan kepanitiaan.
Observasi menunjukkan juga bahwa konsistensi dalam menjalankan
program kerja yang telah di tetapkan masih rendah ini terlihat banyak program
yang tidak terlaksana pada tahun berjalan, serta ada pula kegiatan yang tidak
terprogram tapi dilaksanakan atau terkesan dengan program dadakkan.
Pada pelaksanaan monitoring dan review, LPMP melakukan tanpa
persiapan yang memadai sehingga hasil tidak optimal serta tidak ada follow-up
yang lintas cepat program (fast traffic). Sehinggga adanya program-program yang
seharusnya segera di tindak lanjuti cepat terlaksana tidak mesti menunggu masuk
program yang akan datang.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas tentu perlu dicarikan model
manajemen kinerja apa yang cocok dan sesuai untuk diterapkan dalam rangka
pencapaian visi dan misi LPMP tersebut.
Banyak sekali model-model manajemen kinerja yang dapat dikembangkan
dalam pelaksanaan program kerja LPMP, dan untuk mengetahui seberapa efektif
manajemen kinerja yang diterapkan dapat dilihat apakah pelaksanaan program
telah berhasil mencapai tujuan yang diinginkan dalam visi dan misi. Jika belum
tercapai, maka perlu adanya identifikasi terhadap faktor-faktor yang menjadi
mana yang perlu diperbaiki dan dipertahankan bahkan ditingkatkan dalam kinerja
yang akan datang.
Berdasarkan uraian di atas, berikut ini penulis kemukakan premis
penelitian yang dijadikan sebagai acuan dalam mengkaji, memaknai, dan
menganalisis fenomena yang berkaitan dengan kinerja LPMP dalam
meningkatkan mutu pendidikan, guna merumuskan model sistem kinerja yang
efektif dalam proses penjaminan mutu pendidikan di provinsi Jambi.
Karena mutu pendidikan menjadi salah satu tanggung jawab LPMP, dan
mutu itu sangat terkait dengan kinerja lembaga tersebut, muncul pertanyaan
“bagaimana kinerja LPMP Provinsi Jambi dalam proses penjaminan mutu sekolah
dasar?”.
Pertanyaan itulah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Secara lebih
spesifik dan untuk memfokuskan pada persoalan serta memudahkan tahapan
analisis, pertanyaan tersebut dapat dirinci lebih lanjut menjadi beberapa
pertanyaan berikut:
1. Bagaimana perencanaan program yang dilaksanakan LPMP dalam
penjaminan mutu pendidikan pada sekolah dasar di Propinsi Jambi?
2. Bagaimana pelaksanaan program LPMP dalam penjaminan mutu pendidikan
pada sekolah dasar di Propinsi Jambi?
3. Bagaimana Monitoring program yang dilaksanakan LPMP dalam penjaminan
mutu pendidikan pada sekolah dasar di Propinsi Jambi?
4. Bagaimana review program yang dilaksanakan LPMP dalam penjaminan mutu
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis tentang:
1. Kemampuan LPMP sebagai lembaga penjaminan mutu pendidikan di provinsi
Jambi memberikan konstribusi terhadap penjaminan mutu sekolah dasar
dalam perencanaan program yang berorientasi pada visi, misi dan tupoksi
yang mengakar pada kemampuan kinerja lembaga.
2. Konsistensi kinerja mengacu pada tupoksi LPMP pada pelaksanaan program
penjaminan mutu pendidikan sekolah dasar di Propinsi Jambi.
3. Keakuratan dan berdampak guna hasil kerja monitoring program yang
dilaksanakan LPMP dalam penjaminan mutu pendidikan sekolah dasar di
Propinsi Jambi.
4. Hasil Review program yang dilaksanakan LPMP guna perbaikan kinerja
kedepan dalam penjaminan mutu pendidikan sekolah dasar di Propinsi Jambi.
Penelitian ini tentunya harus diberikan batasan-batasan, karena banyak
sekali fakta-fakta yang ingin diungkap, keingintahuan yang ingin dibuktikan,
temuan-temuan lapangan yang memberikan kepenasaran untuk digali lebih dalam.
Namun demikian peneliti perlu membatasi kajian penelitian dengan menetapkan
fokus studi sebagai batas penelitian sehingga tidak menimbulkan kebingungan
dalam memverifikasi, mereduksi dan menganalisis data. (Satori dan Ruswandi,
2009: 30)
Adapun batasan dalam penelitian ini hanya terfokus pada permasalahan
provinsi Jambi.
D.Manfaat penelitian
Manfaat penelitian diharapkan meliputi 3 manfaat sekaligus yaitu:
1. Untuk pengembangan teori
Diharapkan hasil penelitian ini memberikan manfaat terhadap
pengembangan teori manajemen kinerja kedepan, karena dari teori-teori
manajemen kinerja yang ada masih bersifat universal dengan mengukur
keberhasilan kinerja dari sisi rencana, pelaksanaan, monitoring dan review
saja, tidak ada follow- up yang konkrit setelah hasil review di dapat.
Setidaknya harus ada follow-up sebelum masuk pada program perbaikan
perencanaan kerja yang akan datang. Jadi siklus manajemen kinerja deming,
setelah langkah review perlu di tambah dengan follow-up program cepat
(quick follow-up program) yakni hasil temuan review langsung ditindak
lanjuti sesegera mungkin pada tahun berjalan tidak menunggu di masukkan
pada perencanaan program kerja akan datang. Dengan demikian siklus
manajemen kinerja deming akan lebih bermakna serta berdampak luas dan
penting bagi perbaikan percepatan penjaminan mutu pendidikan pada sekolah
dasar di provinsi jambi.
2.Manfaat Secara praktis
Lembaga penjaminan mutu pendidikan di Indonesia pada umumnya
masih berorientasi sebagai lembaga DIKLAT (pendidikan dan pelatihan)
sehinggga tugas penjaminan yang mengacu pada 8 standar nasional pendidikan
memberikan kontribusi bagaimana seharusnya kinerja yang efektiv LPMP pada
perencaan program dengan melibatkan stakeholder yang peduli pada
penjaminan mutu pendidikan. Pada pelaksanaan komit dan konsisten pada
rencana kerja yang telah ditetapkan sebagai program kerja pada LPMP, tidak
terjadinya ketidak sesuaian antara program yang dirancang dengan kenyataan
pelaksanaan program dilapangan. Begitupun dengan monitoring dan review
banyak tahapan yang tertinggal sehingga hasil manitoring dan review terkesan
tidak optimal. Dengan demikian penelitian ini akan manfaat dan pencerahan
agar LPMP kembali kepada jalan yang benar dalam kinerja penjaminan mutu
pendidikan dengan target 8 standar pendidikan nasional sekolah dasar di
provinsi Jambi.
3. Manfaat untuk peneliti lebih lanjut
Penelitian ini belum lengkap kalau tidak dilengkapi oleh penelitian
lanjutan, karena masih banyak yang belum terungkap secara keseluruhan
dalam pelaksanaan penelitian ini. Dari segi teori dalam penelitian ini
menggunakan teori model siklus manajemen kinerja Deming dalam Michael
Amstrong dan Angela Baron, Ferformance Management. Sehingga tidak
terlepas dari pengungkapan penelitian mengacu pada siklus perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan review. Dengan demikian ada plus dan minusnya
jika dibandingkan dengan teori model kinerja lainnya. Ada hal lain yang
belum tersentuh dan perlu dilakukan penelitian lanjut sejenis yakni kinerja
LPMP dalam penjaminan mutu pada sekolah menegah pertama dan sekolah
menambah dan melengkapi penelitian terdahulu. Penelitian ini menggunakan
pendekatan metode penelitian kualitatif tentu juga memiliki kelemahan dalam
bentuk tidak bisa mengungkap secara detil angka-angka pencapain mutu
sekolah dasar yang memerlukan metode penelitian kuantitatif. Tentu
penelitian lanjut juga diharapkan mampu mengungkap angka-angka
pencapaian peningkatan mutu mengacu pada 8 standar nasional pendidikan.
Walaupun demikian setidaknya peneliti ini sudah memberi langka awal bagi
rekan-rekan peneliti lanjutan lainnya. Dengan demikian peneliti
mengharapkan adanya penelitian lebih lanjut. Kepada rekan-rekan peneliti
yang berminat dan konsisten terhadap dunia pendidikan, kiranya dapat
mengembangkan hasil penelitian ini dengan substansi dan perspektif yang
lebih luas dan mendalam. Karena keberhasilan pendidikan di Indonesia secara
langsung maupun tidak langsung menjadi beban dan tanggung jawab kita
bersama
E. Struktur organisasi Disertasi
Disertasi ini disusun dengan struktur organisasi sebagai berikut:
Pada bab I tentang Pendahuluan dijabarkan beberapa point yaitu Latar
Belakang Penelitian, Identifikasi dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian, dan Struktur Organisasi Disertasi
Pada bab II, tentang kajian pustaka dan kerangka pemikiran penelitian
dibahas beberapa aspek yaitu: Kinerja organisasi dalam konteks administrasi
pendidikan, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, Manajemen Kinerja
Model Manajemen Kinerja, Analisis Kinerja, Penelitian terdahulu, Kerangka
pemikiran penelitian.
Bab III, tentang metode penelitian dijabarkan beberapa aspek yaitu: Lokasi
dan subjek Penelitian, Desain Penelitian, Justifikasi penggunaan metode
penelitian, Teknik Pengumpulan data, dan Analisis Data.
Pada Bab IV tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan dibahas melalui
dua kegiatan yaitu: Hasil Penelitian tentang (1) Perencanaan program yang
dilaksanakan LPMP dalam proses penjaminan mutu pendidikan pada sekolah
dasar di Propinsi Jambi, (2) Pelaksanaan program dalam proses penjaminan
mutu pendidikan pada sekolah dasar di Propinsi Jambi, (3) Monitoring
program yang dilaksanakan LPMP dalam proses penjaminan mutu pendidikan
pada sekolah dasar di Propinsi Jambi, (4) Review program yang dilaksanakan
LPMP dalam proses penjaminan mutu pendidikan pada sekolah dasar di
Propinsi Jambi. Pembahasan, yaitu: Perencanaan program yang dilaksanakan
LPMP dalam proses penjaminan mutu pendidikan pada sekolah dasar di
Propinsi Jambi, Pelaksanaan program dalam proses penjaminan mutu
pendidikan pada sekolah dasar di Propinsi Jambi, Monitoring program yang
dilaksanakan LPMP dalam proses penjaminan mutu pendidikan pada sekolah
dasar di Propinsi Jambi, Review program yang dilaksanakan LPMP dalam
proses penjaminan mutu pendidikan pada sekolah dasar di Propinsi Jambi
Pada Bab V tentang kesimpulan dan saran diuraikan tentang kesimpulan