BAB III. METODE PENELITIAN
H. Instrumen Penelitian
I. Teknik Analisis Data
Untuk membuktikan apakah tahap kemoterapi Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) berpengaruh terhadap status gizi penderita anak tersebut, data yang diperoleh diuji dengan uji analisis Bivariat dengan menggunakan Chi
Square (X2) – SPSS 17 for Windows untuk melihat ada tidaknya asosiasi antar
variable (Taufiqurrahman, 2004).
Sedangkan untuk menguji kekuatan hubungan antara tahap kemoterapi LLA terhadap status gizi penderita anak menggunakan Odds Ratio (OR) (Murti, 2006).
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Sampel
Penelitian yang dilakukan selama bulan April - Agustus 2011 didapatkan 52 sampel dari catatan rekam medis penderita Rawat Inap di Bangsal Anak RSUD Dr. Moewardi, yang terbagi menjadi 3 kategori berdasarkan tahap kemoterapi:
1. Tahap induksi: 22 penderita 2. Tahap konsolidasi: 15 penderita
3. Tahap rumatan (maintenance): 15 penderita
Dari data tersebut, diperoleh karakteristik sampel sebagai berikut:
Tabel 1. Karakteristik Sampel Menurut Usia pada Tahap Induksi
Usia Jumlah Persentase
0 tahun sampai 5 tahun 16 72,73% 5 tahun sampai 10 tahun 5 22,73% 10 tahun sampai 18 tahun 1 4,54%
Jumlah Total 22 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas, sampel yang berusia antara 0 tahun sampai 5 tahun berjumlah 16 (72,73%) orang, 5 tahun sampai 10 tahun berjumlah 5 (22,73%) orang, dan 10 tahun sampai 18 tahun berjumlah 1
Tabel 2. Karakteristik Sampel Menurut Usia pada Tahap Konsolidasi
Usia Jumlah Persentase
0 tahun sampai 5 tahun 7 46,67%
5 tahun sampai 10 tahun 2 13,33% 10 tahun sampai 18 tahun 6 40,00%
Jumlah Total 15 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas, sampel yang berusia antara 0 tahun sampai 5 tahun berjumlah 7 (46,67%) orang, 5 tahun sampai 10 tahun berjumlah 2 (13,33%) orang, dan 10 tahun sampai 18 tahun berjumlah 6 (40,00%) orang.
Tabel 3. Karakteristik Sampel Menurut Usia pada Tahap Rumatan
(Maintenance)
Usia Jumlah Persentase
0 tahun sampai 5 tahun 8 53,34%
5 tahun sampai 10 tahun 5 33,33%
10 tahun sampai 18 tahun 2 13,33%
Jumlah Total 15 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas, sampel yang berusia antara 0 tahun sampai 5 tahun berjumlah 8 (53,34%) orang, 5 tahun sampai 10
tahun berjumlah 5 (33,33%) orang, dan 10 tahun sampai 18 tahun berjumlah 2 (13,33%) orang.
Tabel 4. Karakteristik Sampel Menurut Jenis Kelamin pada Tahap Induksi
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 15 68,18%
Perempuan 7 31,82%
Jumlah Total 22 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa sampel jenis kelamin laki-laki berjumlah 15 (68,18%) orang dan perempuan berjumlah 7 (31,82%) orang.
Tabel 5. Karakteristik Sampel Menurut Jenis Kelamin pada Tahap
Konsolidasi
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 9 60,00%
Perempuan 6 40,00%
Jumlah Total 15 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa sampel jenis kelamin laki-laki berjumlah 9 (60,00%) orang dan perempuan berjumlah 6
Tabel 6. Karakteristik Sampel Menurut Jenis Kelamin pada Tahap Rumatan
(Maintenance)
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 11 73,33%
Perempuan 4 26,67%
Jumlah Total 15 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa sampel jenis kelamin laki-laki berjumlah 11 (73,33%) orang dan perempuan berjumlah 4 (26,67%) orang.
Tabel 7. Karakteristik Sampel Menurut Status Gizi pada Tahap Induksi
Status gizi Jumlah Persentase
Baik 12 54,55%
Kurang 10 45,45%
Jumlah Total 22 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas didapatkan 12 (54,55%) orang dengan status gizi baik dan 10 (45,45%) orang dengan dengan status gizi kurang.
Tabel 8. Karakteristik Sampel Menurut Status Gizi pada Tahap Konsolidasi
Status gizi Jumlah Persentase
Baik 4 26,67%
Kurang 11 73,33%
Jumlah Total 15 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas didapatkan 4 (26,67%) orang dengan status gizi baik dan 11 (73,33%) orang dengan dengan status gizi kurang.
Tabel 9. Karakteristik Sampel Menurut Status Gizi pada Tahap Rumatan
(Maintenance)
Status gizi Jumlah Persentase
Baik 11 73,33%
Kurang 4 26,67%
Jumlah Total 15 100%
Sumber : data sekunder, 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas didapatkan 11 (73,33%) orang dengan status gizi baik dan 4 (26,67%) orang dengan dengan status gizi kurang.
B. Uji Statistik
Data penelitian yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan dengan menggunakan analisis bivariat (analisis Chi Square) antara variabel dependen (tahap kemoterapi leukemia limfoblastik akut) dengan variabel independen (status gizi BB/U). Dilakukan analisis ini karena data tersebut merupakan data dengan skala pengukuran kategorikal, tidak berpasangan, dan termasuk data non parametrik.
Tabel 10. Hubungan Tahap Kemoterapi Leukemia Limfoblastik Akut
dengan Status Gizi.
Variabel Status Gizi
Kurang Baik Total OR X2 p Tahap Kemoterapi Induksi 10 12 22 5.2 4.967 0.026 (45,45%) (54,55%) (100%) Konsolidasi 11 4 15 5.45 2.386 0.122 (73,33%) (26,67%) (100%) Rumatan 4 11 15 8.00 6.652 0.010 (Maintenance) (26,67%) (73,33%) (100%)
Sumber : data sekunder, 2011
Perhitungan menggunakan uji statistik Chi Square dengan p < 0,05 yang berarti signifikan atau bermakna. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kemoterapi leukemia tahap induksi dan
rumatan (maintenance) dengan status gizi pada penderita LLA. Namun tidak ada hubungan yang bermakna antara kemoterapi leukemia tahap konsolidasi dengan status gizi pada penderita LLA.
Selanjutnya, untuk mengetahui kuatnya hubungan antara tahap kemoterapi leukemia fase induksi, konsolidasi, dan rumatan (maintenance) dihitung dengan rumus Odds Ratio sebagai berikut :
1. Tahap Induksi OR = ad/bc = (13)(12) / (10)(3) 5,2 2. Tahap konsolidasi OR = ad/bc = (15)(4) / (1)(11) 5,45
3. Tahap rumatan (maintenance)
OR = ad/bc
= (12)(10) / (5)(3)
Tabel 11. Besar Odds Ratio Dan Interpretasi tentang Kekuatan Hubungan
antara Paparan dan Risiko.
OR Interpretasi Meningkatkan Risiko Menurunkan Risiko
1.0 1.0 Tidak terdapat Hubungan
> 1.0 - < 1.5 > 0.67 - < 1.0 Hubungan lemah > 1.5 - < 3.0 > 0.33 - ≤ 0.67 Hubungan sedang ≥ 3.0 - < 10.0 > 0.10 - ≤ 0.33 Hubungan Kuat
≥ 10.0 ≤ 0.10 Hubungan sangat Kuat
Hasil analisis data dengan menggunakan rumus odds ratio pada tahap induksi memberikan hasil 5,2, pada tahap konsolidasi memberikan hasil 5,45, dan pada tahap rumatan (maintenance) memberikan hasil 8,00. Dimana ketiga hasil tersebut berkisar antara ≥ 3.0 - < 10.0 yang dapat diinterpretasikan sebagai hubungan yang kuat antara tahap kemoterapi leukemia limfoblastik akut baik tahap induksi, konsolidasi, maupun rumatan (maintenance) dengan status gizi penderita anak. Meskipun pada tahap konsolidasi hubungan tersebut dalam penelitian secara statistik tidak signifikan (p < 0,05).
BAB V PEMBAHASAN
Leukemia Limfoblastik Akut merupakan leukemia yang paling sering terjadi terhitung kira-kira 71% dari kasus keganasan pada anak-anak, untuk Leukemia Mieloblastik Akut kira-kira 11%, Leukemia Mieloblastik Kronik kira-kira 2 - 3%, dan untuk Leukemia Mieloblastik Kronik Juvenil kira-kira 1 - 2%. Puncak insiden LLA ini terjadi pada anak berusia 2 - 4 tahun (Behrman, 2004; Porth, 2005).
Pada tabel 1. yaitu tabel karakteristik sampel menurut usia pada tahap induksi didapatkan distribusi sampel terbanyak terdapat pada kelompok usia 0 tahun sampai 5 tahun sebanyak 72,73%. Begitu pula pada tabel 2. yaitu tabel karakteristik sampel menurut usia pada tahap konsolidasi dan pada tabel 3. yaitu tabel karakteristik sampel menurut usia pada tahap rumatan (maintenance), didapatkan distribusi sampel terbanyak pada kelompok usia 0 tahun sampai 5 tahun. Hasil ini sesuai dengan penjelasan Porth, 2005 sebelumnya bahwa puncak insiden LLA ini terjadi pada anak berusia 2 - 4 tahun. Kemudian ada pula yang menyatakan bahwa puncak insiden LLA terjadi pada anak usia 3 - 5 tahun (Fianza, 2009).
Pada tabel 4. yaitu tabel karekteristik sampel menurut jenis kelamin pada tahap induksi didapatkan sampel dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada wanita. Pada tabel 5. yaitu tabel karekteristik sampel menurut jenis kelamin pada tahap konsolidasi dan tabel 6. yaitu tabel karakteristik sampel
serupa dimana sampel dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada wanita. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fianza, 2009 bahwa LLA lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada wanita.
Pada tabel 7. yaitu tabel menurut status gizi pada tahap induksi diperoleh sampel bahwa pada tahap ini jumlah penderita yang memiliki status gizi baik lebih banyak daripada penderita yang memiliki status gizi kurang, walaupun tidak begitu jauh perbedaannya. Sedangkan pada tabel 8. yaitu tabel menurut status gizi pada tahap konsolidasi diperoleh sampel dimana jumlah penderita yang memiliki status gizi baik lebih sedikit daripada penderita yang memiliki status gizi kurang, dimana jumlahnya jauh berbeda. Kemudian pada tabel 8. yaitu tabel menurut status gizi pada tahap rumatan (maintenance) diperoleh sampel dimana jumlah penderita yang memiliki status gizi baik mengalami peningkatan sehingga jumlahnya lebih banyak daripada penderita yang memiliki status gizi kurang. Salah satu obat pada kemoterapi tahap induksi dan rumatan (maintenance) menggunakan kortikosteroid, baik prednison maupun deksametason (Hoffbrand, 2005). Dalam sebuah studi kecil menyatakan bahwa penggunaan prednison atau deksametason pada kemoterapi memberikan kontrol yang baik pada sistem saraf pusat dan sistemik dalam kaitannya menjaga status gizi seorang penderita (Pui
and Evans, 2006). Obat-obat yang diberikan pada kemoterapi tahap induksi
hampir selalu menggunakan glukokortikoid (prednison, prednisolon, deksametason), vinkristin, dan sedikitnya obat golongan lain (biasanya asparaginase, antrasiklin, atau keduanya). Obat-obat yang diberikan pada kemoterapi tahap konsolidasi berupa vinkristin, siklofosfamid, sitosin arabinosida,
dauronubisin, etoposid, thioguanin, atau merkaptopurin. Lalu pada tahap rumatan (maintenance), obat-obat yang diberikan berupa merkaptourin oral, metotreksat oral, vinkristin intravena, dan juga pemberian kortikosteroid oral (Hoffbrand, 2005; Pui and Evans, 2006). Sebuah penelitian menyatakan bahwa efek dari penggunaan kortikosteroid dapat memberikan kontrol yang baik terhadap sistemik dan sistem saraf pusat sehingga mampu menjaga status gizi penderita yang menjalani kemoterapi (Pui and Evans, 2006). Selain itu penelitian lain juga menyebutkan bahwa kortikosteroid dapat digunakan sebagai anti mual dan muntah yang manjur pada kemoterapi (Ioannidis JP, Hesketh PJ, Lau J, 2000). Penelitian yang dilakukan Dalton, et al. pada tahun 2003 menyatakan bahwa penurunan berat badan pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut terjadi selama pengobatan dengan kemoterapi kemudian membaik karena pemberian glukokortikoid atau kortikosteroid. Penjelasan ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa jumlah penderita yang memiliki status gizi baik lebih banyak dibandingkan penderita dengan status gizi buruk karena pada tahap induksi diberikan kortikosteroid. Sedangkan pada tahap konsolidasi, penderita dengan status gizi kurang meningkat lebih banyak dibandingkan penderita dengan status gizi lebih, dikarenakan pada tahap konsolidasi tidak diberikan obat golongan kortikosteroid. Kemudian pada tahap rumatan (maintenance), penderita dengan status gizi baik meningkat lebih banyak daripada penderita dengan status gizi buruk karena ada pemberian kortikosteroid, selain itu pada tahap ini sebagian besar sel-sel tumor telah mati oleh pengobatan 2 tahap sebelumnya.
Data selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan Chi Square yang dijelaskan dalam tabel 9. didapatkan nilai p pada tahap induksi adalah 0.026, nilai p pada tahap konsolidasi adalah 0,122 dan nilai p pada tahap rumatan (maintenance) adalah 0,010. Hasil penelitian dikatakan signifikan apabila nilai p < 0,05, yang berarti tahap induksi dan rumatan (maintenance) memberikan hasil yang signifikan terhadap status gizi, sedangkan tahap konsolidasi tidak signifikan dalam mempengaruhi status gizi. Pada uji tersebut didapatkan odds ratio pada tiap tahap kemoterapi, OR induksi = 5,2, OR konsolidasi = 5,45, dan OR rumatan (maintenance) = 8,00. Ketiga odds ratio ini terletak pada kisaran angka ≥ 3.0 - < 10.0 yang menunjukkan bahwa penelitian ini memiliki hubungan yang kuat antara tahap kemoterapi baik tahap induksi, konsolidasi, dan rumatan (maintenance) dengan status gizi penderita anak. Pada tahap konsolidasi memiliki nilai p > 0,05 yang menunjukkan bahwa hasil ini tidak signifikan, akan tetapi hasil odds ratio menunjukkan hubungan yang kuat sehingga bisa disimpulkan bahwa tahap konsolidasi memiliki hubungan yang kuat dengan penurunan status gizi namun kurang bermakna. Tahap konsolidasi memberikan hasil yang tidak signifikan dalam menurunkan status gizi dikarenakan faktor-faktor yang menurunkan status gizi pada penderita LLA tidak hanya bersumber dari pengobatan saja tetapi juga dari sel kanker itu sendiri. Studi pada manusia maupun pemeriksaan eksperimen pada binatang percobaan menunjukkan adanya peningkatan protein turnover pada penderita kanker. Selanjutnya ditemukan adanya kenaikan sintesis protein dalam jaringan hepar, penurunan sintesis protein dalam otot rangka. Kurangnya massa otot terutama akibat penurunan sintesis protein dan adanya kenaikan aktivitas
sintesis protein dalam hepar. Selain itu hilangnya massa lemak bebas sering ditemukan pada penderita kanker. Hal ini disebabkan karena terjadinya pengurangan jumlah lemak. Di samping itu juga pada penderita kanker terjadi oksidasi lemak yang meningkat yang berarti terdapat peningkatan lipolisis (Velde
et al., 2005). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyaningrum,
2009 menguji tentang hubungan kemoterapi dengan status gizi dan asupan protein didapatkan hasil adanya hubungan bermakna antara kemoterapi dengan status gizi pada pasien Leukemia Limfoblastik Akut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, tetapi didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara kemoterapi dengan asupan protein. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang Peneliti lakukan, karena penelitian sebelumnya tidak menguji hubungan tiap tahap kemoterapi dengan status gizi akan tetapi menguji semua tahap kemoterapi dengan status gizi pasien.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, di antaranya adalah jumlah sampel penderita Leukemia Limfoblatik Akut masih tergolong sedikit. Peneliti menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan waktu yang lebih panjang sehingga dapat meningkatkan jumlah sampel serta dapat mengontrol faktor-faktor perancu yang belum sempat diteliti.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian mengenai hubungan antara tahap kemoterapi pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dengan status gizi dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan kuat dan bermakna antara tahap kemoterapi pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dengan status gizi, meskipun pada tahap konsolidasi memberikan hasil yang kurang bermakna secara statistik.
2. Penderita dengan status gizi baik lebih banyak daripada status gizi kurang pada tahap induksi dan rumatan (maintenance). Sedangkan penderita dengan status gizi baik lebih sedikit daripada status gizi kurang pada tahap konsolidasi.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka saran-saran penulis adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya sedini mungkin melakukan screening pada leukemia limfoblastik akut pada anak mengingat kasus leukemia limfoblastik akut adalah kejadian terbanyak pada kelompok keganasan.
2. Bagi para dokter dan tenaga medis agar dapat memberikan penatalaksanaan yang adekuat dengan efek samping seminimal mungkin sehingga komplikasi yang ditimbulkan dari kemoterapi pada kasus leukemia bisa ditekan angka kejadiannya.
3. Selain itu, baik dokter maupun tenaga medis dapat mempertahankan atau memperbaiki status gizi pasien menjadi lebih baik dengan pemberian nutrisi secara langsung maupun melalui konseling gizi terhadap keluarga pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulmuthalib. 2009. Prinsip Dasar Terapi Sistemik pada Kanker Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing.
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Behrman R. E. 2004. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th Ed. Philadelphia. Saunders An Imprint of Elsevier.
Dalton, V. K., et al. 2003. Height and Weight in Children Treated for Acute Lymphoblastic Leukemia: Relationship to CNS Treatment. Journal of Clinical Oncology. 21: 2953-2960.
Dorland, W. A. N. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Fianza P. I. 2009. Leukemia Limfoblastik Akut Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing.
Hesketh, Paul J. 2008. Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting. N Engl J Med. 358: 2482 – 2494.
Hoffbrand A.V., Petit J. E., Moss P. A. H. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hoffman R., et al. 2009. Hematology Basic Principles and Practice. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier.
Ioannidis JP, Hesketh PJ, Lau J, 2000. Contribution of Dexamethasone to Control of Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting: A Meta-Analysis of Randomized Evidence. J Clin Oncol .18: 3409-22.
Murti B. 1997. Penelitian Epidemiologi. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.
Murti B. 2006. Besar Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.
Nafrialdi and Sulistia G. 2003. Anti Kanker Dalam: Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru.
Porth C. M. 2005. Patophysiology Concepts of Altered Health States. 7th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Price, S. A. and Wilson L. M. 2006. Gangguan Sel Darah Putih dan Sel Plasma
Dalam: Patofisiologi.. Jakarta: Penerbit Buku EGC.
Pui C. H. and Evans W. E. 2006. Treatment of Acute Lymphoblastic Leukemia.
N Engl J Med. 354: 166 – 178.
Pui C. H., Relling M. V., Downing J. R. 2004. Acute Lymphoblastic Leukemia. N
Engl J Med. 350: 1535 – 1548.
Reksodiputro, A. H., et al. 2004. Kemoterapi Kanker Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.
Salmon, S. E. and Alan C. S. 2001. Kemoterapi Kanker Dalam: Farmakologi
Dasar dan Klinik Edisi VIII. Jakarta: EGC.
Setyaningrum, Kusti Marbawani. Hubungan Kemoterapi dengan Asupan Energi
Protein dan Status Gizi pada Pasien Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
http://heryfosil.blogspot.com/2009_07_01_archive.html. (3 Desember 2011).
Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta, pp: 56-69.
Supariasa, I. D. N. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Velde, et al. 2005. Onkologi. Houten: Bohn Stafleu Van Loghum.
World Health Organization. 2005. WHO Anthro (version 2.02) and Macros. http://www.who.int/childgrowth/software/en/ (16 Februari 2011).
World Health Organization. 2006. Interpreting Growth Indicators.
http://www.who.int/childgrowth/training/interpreting.pdf (16 Februari 2011).
World Health Organization. 2006. WHO Child Growth Standards: Methods and
Developmental.
http://www.who.int/childgrowth/standards/technical_support.pdf. (16 Februari 2011).
Winick N. J., Carroll W. L., Hunger S. P. 2004. Childhood Leukemia – New Advances and Challenges. N Engl J Med. 351: 601 – 603.
Yinski T. 2010. Leukemia Limfoblastik Akut.
http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran /2010/10/13/ leukemia-limfoblastik-akut/ (16 Februari 2011).