• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

F. Teknik Analisis Data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian berdistribusi normal atau tidak. Data yang berdistribusi normal apabila dibuat dalam bentuk kurva akan menghasilkan kurva normal. Pengujian normalitas data hasil penelitian dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk (uji W) dengan bantuan software SPSS. Syarat penggunaan uji Shapiro-Wilk ini adalah jumlah data yang akan diujikan ≤ 50, dan data berasal dari sampel yang dipilih secara acak dari suatu populasi.11 Adapun beberapa rumus yang digunakan dalam uji Shapiro-Wilk ini yaitu :12

a. Pembagi (d) uji W :

n : jumlah data yang akan di ujikan

b. Pembatas (k) uji W :

c. Rumus Whitung (W) :

Nilai d berasal dari perhitungan rumus yang pertama.

Nilai batas sigma (k) berasal dari perhitungan rumus yang kedua.

11Richard, O. Gilbert, Statistical Methods for Environmental Pollution Monitoring, (New York : Vam Nostrand Reinhold Company Inc, 1987) p. 159

12Ibid., p. 159

Jika n genap

Seperti halnya uji normalitas lainnya uji Shapiro-Wilk ini juga memiliki 2 buah hipotesis yang diujikan, yaitu :

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Kriteria pengujian yang digunakan dalam uji Shapiro-Wilk ini adalah apabila nilai Whitung ≤ 0,05 maka data dikatakan tidak berdistribusi normal (H0 ditolak). Sebaliknya apabila nilai Whitung > 0,05 maka data dikatakan berdistribusi normal (H0 diterima).13

Sesuai dengan desain penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya sampel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelas dan masing-masing kelas dibagi kembali menjadi 3 kelompok berbeda berdasarkan level kognitif yang dimiliki siswa. Pembahasan hasil uji normalitas akan dibahas pada bab selanjutnya.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel memiliki kesamaan karakteristik (homogen) atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian homogenitas menggunakan uji Levene. Pemilihan uji Levene berdasar pada desain penelitian yang memunculkan data dengan jumlah kelompok lebih dari dua. Penghitungan uji Levene dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software SPSS. Adapun rumus yang digunakan dalam uji Levene ini adalah sebagai berikut :14

Adapun pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

H0 : Kelompok sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians sama atau homogen

H1 : Kelompok sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians berbeda atau tidak homogen

13Ibid., h. 160

14National Institute of Standards and Technology : Levene Test, 2013 http://www.itl.nist.gov/div898/software/dataplot/refman1/auxillar/levetest

32

Kriteria pengujian yang digunakan dalam uji Levene ini adalah apabila nilai Whitung ≤ 0,05 maka kelompok data dikatakan memiliki varians yang tidak homogen (H0 ditolak). Sebaliknya apabila nilai Whitung > 0,05 maka kelompok data dikatakan memiliki varians yang homogen (H0 diterima). Dengan desain dan hasil penelitian yang diperoleh akan dicari nilai homogenitas bersama yang melibatkan empat kelompok data sekaligus.

3. Pengujian Hipotesis

Apabila uji normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen maka analisis dilanjutkan dengan melakukan uji hipotesis penelitian. Dalam penelitian ini uji hipotesis penelitian menggunakan uji analisis varians atau disingkat menjadi ANAVA. Uji ANAVA dilakukan untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan dua atau lebih nilai rata-rata. Lebih spesifik lagi uji ANAVA yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji ANAVA 2 jalur yang digunakan untuk menguji hipotesis tentang perbedaan rata-rata antara kelompok sampel yang dibagi berdasarkan Two Factorial Design atau Treatmen by Level Design.

Sesuai dengan rumusan masalah dan hipotesis dalam penelitian ini uji ANAVA dua jalur dilakukan untuk mengetahui 3 hal, yang pertama apakah terdapat pengaruh metode terhadap kemampuan komunikasi matematis?. Kedua, apakah terdapat pengaruh tingkat kemampuan kognitif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa?. Ketiga, apakah interaksi antar dan metode dengan tingkat kemampuan kognitif turut mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa?. Ketiga hipotesis akan diuji dengan kriteria pengujian yang berbeda-beda untuk masing-masing bagiannya. Dalam penelitian ini penghitungan ANAVA menggunakan software SPSS dengan memanfaatkan fasilitas analisis univariate. Dengan menetapkan kategori faktor analisis yang melibatkan dua variabel yaitu metode pembelajaran dan tingkat kemampuan kognitif maka akan diperoleh tiga hasil nilai signifikansi yang berbeda. Pembahasan mengenai hasil uji ANAVA akan dilakukan pada bab berikutnya.

Untuk mengerjakan ANAVA 2 jalur harus dipersiapkan tabel kerja seperti pada tabel 3.5. Tabel 3.6 Struktur Data Level Kognitif (A) Metode (B) Total WPS (B1) Konvensional (B2) Rendah (A1) Sedang (A2) Total

Untuk melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan ANAVA 2 jalur, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :15

a. Menghitung Jumlah kuadrat total (JKt), Antar A (JkA), Antar B (JkB), Interaksi A x B (JkAB), dan Dalam kelompok (Jkd), dengan formula sebagai berikut.

15

Tulus Winarsunu, Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan, (Malang: UMM Press, 2009) h. 108-112

34

b. Menghitung derajat kebebasan total (dbt), antar A (dbA), antar B (dbB), interaksi A x B (dbAB), dan dalam kelompok (dbd)

dbt = N – 1, dbA = K – 1, dbB = K – 1, dbAB = dbA X dbB

dbd = dbt – (dbA +dbB +dbAB)

c. Menghitung rata-rata kuadrat antar A (RkA), antar B (RkB), interaksi A x B (RkAB), dan dalam kelompok (RkD)

,

, d. Menghitung rasio FA, FB, FAB

, , dan .

Kriteria pengujian, jika Fhitung ˃Ftabel pada taraf signifikan yang dipilih dengan db pembilang adalah db yang sesuai, maka H0 ditolak. Jadi terdapat perbedaan rata-rata antara kelompok-kelompok yang diuji, sebaliknya untuk Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima. Untuk ANAVA 2 jalur, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan pengujian terhadap hipotesis statistik pengaruh interaksi, yaitu F(OAB). Jika F(OAB) ≤ Ftabel atau H0 diterima berarti tidak terdapat pengaruh interaksi, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis pengaruh utama (main effect), yaitu uji F(OA) untuk melihat perbedaan rerata antar A, dan uji F(OB) untuk mempelajari perbedaan antar B. Sebaliknya jika F(OAB) > Ftabel atau H0 ditolak, berarti terdapat pengaruh interaksi yang signifikan, maka konsekuensinya harus diuji pengaruh sederhana (simple effect). Simple effect adalah perbedaan rerata antar A pada tiap kelompok Bi (i = 1,2,3,... ) atau perbedaan rerata antar B pada tiap kelompok Ai (i = 1,2,3,... ).16

16

Kadir, Statistika untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: PT Rosemata Sampurna, 2010), h. 216-217

G. Hipotesis Statistik

Adapun hipotesis statistik yang akan diuji adalah sebagai berikut : 17 1. Masalah 1

Baris (Metode Pembelajaran) H0 :

H1 : ada

2. Masalah 2

Kolom (Level kognitif siswa) H0 :

H1 : ada

3. Masalah 3

Interaksi antara baris dan kolom (metode pembelajaran dan level kognitif siswa)

H0 :

H1 : ada . Keterangan :

: Pengaruh metode WPS terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa : Pengaruh metode konvensional terhadap kemampuan komunikasi

matematis siswa

: Pengaruh tingkat kemampuan kognitif rendah terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa

: Pengaruh tingkat kemampuan kognitif sedang terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa

: Pengaruh interaksi metode pembelajaran dan tingkat kemampuan kognitif siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis.

Adapun kriteria pengujian untuk uji ANAVA dua jalur ini adalah: Jika maka H0 ditolak

Jika maka H0 diterima

17

Richard Lungan, Aplikasi Statistika dan Hitung Peluang, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), h. 295-296

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Penelitian dilakukan di kelas VII SMP Negeri 3 Parungpanjang. Dengan kelas VII-7 ditetapkan sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-8 sebagai kelas kontrol. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 79 siswa, 40 siswa kelas eksperimen dan 39 siswa kelas kontrol. Siswa kelas eksperimen belajar dengan menggunakan metode Write Pair Switch (WPS) sementara kelas kontrol belajar dengan menggunakan metode konvensional. Kemampuan yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi matematis dan materi yang dipelajari adalah Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV).

Dari 40 siswa kelas eksperimen dibentuk kembali 3 kelompok berdasarkan tingkat kemampuan kognitif siswa. Pembagian ini dilakukan dengan acuan tes kemampuan prasyarat yang diberikan sebelum penerapan metode pembelajaran di kedua kelas dilakukan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tes kemampuan prasyarat diketahui 14 siswa kelas eksperimen masuk ke dalam kategori siswa dengan kemampuan kognitif sedang, 26 siswa masuk kategori kemampuan kognitif rendah dan tidak ada siswa yang masuk kategori kemampuan kognitif tinggi. Dengan cara yang sama dilakukan pembagian kepada 39 siswa kelas kontrol berdasarkan kemampuan kognitifnya. Diperoleh hasil 12 siswa masuk kategori kemampuan kognitif sedang, 27 siswa masuk kategori kemampuan kognitif rendah dan tidak ada siswa yang masuk kategori kemampuan kognitif tinggi.

Kelompok siswa ini kemudian diberikan perbedaan perlakuan berupa metode pembelajaran yang digunakan di dalam kelas. Kelas Eksperimen belajar dengan metode WPS sedangkan kelas kontrol belajar dengan metode Konvensional. Setelah itu kedua kelas diberikan tes akhir berupa instrumen tes kemampuan komunikasi matematis yang telah melalui uji kelayakan instrumen sebelumnya.

Data hasil tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1

Struktur Data Hasil Penelitian

Level Kognitif Metode Pembelajaran

WPS Konvensional Rendah 40 65 30 55 45 65 35 55 45 70 35 65 50 70 40 60 50 70 45 60 55 70 45 60 55 70 45 60 55 70 45 65 ̅. 57.45 60 75 50 65 Sd. 11,25 60 75 50 65 60 75 50 70 60 50 75 65 55 65 55 65 55 ̅ 61,73 ̅ 53,33 Sd 9,89 Sd 11,09 Sedang 65 85 60 85 70 85 60 85 75 85 65 75 90 70 75 70 80 75 ̅. 76.53 80 75 Sd. 8,09 80 75 80 80 85 80 ̅ 79,28 ̅ 73,33 Sd 6,75 Sd 8,61 ̅. 67,87 59,48 ̅.. 63.73 Sd. 12,24 13,89 Sd.. 13.67

38

1. Siswa Kemampuan Kognitif Rendah di Kelas Eksperimen

Kemampuan komunikasi matematis siswa diukur menggunakan instrumen tes kemampuan komunikasi matematis yang sebelumnya telah lolos uji validitas, reliabilitas, dan serangkaian uji lainnya. Pada tabel 4.1 terlihat siswa berkemampuan kognitif rendah di kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis sebesar 61,73 dengan simpangan baku sebesar 9,89. Dapat kita lihat pula sebanyak 14 siswa atau sekitar 53% dari siswa kelompok rendah kelas eksperimen memiliki nilai lebih baik dari nilai rata-rata kelompoknya.

Lebih lanjut lagi deskriptif data hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelompok rendah di kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel hasil penghitungan dengan menggunakan SPSS di bawah ini :

Tabel 4.2

Deskriptif Data Kelompok Rendah Kelas Eksperimen

Dari tabel 4.2 dapat dilihat nilai rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa di kelas eksperimen sebesar 61,73. Nilai lower bound dan upper bound menunjukan dinamika nilai rata-rata apabila sampel diperbanyak. Upper bound menunjukan batas atas nilai rata-rata yang akan diperoleh jika sampel diperbanyak, sedangkan lower bound menunjukan batas bawah nilai rata-rata. Terlihat selisih nilai rata-rata hasil penelitian tidak terlalu jauh dari nilai estimasi

rata-rata sesungguhnya. Hal ini menunjukan rata-rata yang diperoleh dapat dikatakan representatif atau dapat mewakili dengan baik nilai rata-rata populasi yang ingin diketahui.1

Nilai tertinggi yang diperoleh siswa kelompok rendah di kelas eksperimen adalah 75 dan nilai terendahnya 40. Nilai median yang diperoleh sebesar 65 dengan nilai kemiringan/skewness -0,591 menunjukan bahwa kurva sebaran nilai condong ke arah kanan. Hal ini dapat dilihat pada uji normalitas pada bagian selanjutnya.

2. Siswa Kemampuan Kognitif Sedang di Kelas Eksperimen

Pada tabel 4.1 terlihat siswa berkemampuan kognitif sedang di kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis sebesar 79,28 dengan simpangan baku sebesar 6,75. Jika kita bandingkan kedua kelompok ini terlihat perbedaan nilai rata-rata sebesar 17,55 dengan keunggulan nilai dimiliki siswa kelompok sedang. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh yang diberikan tingkat kemampuan kognitif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen, dengan hasil menunjukan bahwa siswa dengan tingkat kemampuan kognitif yang lebih baik akan memiliki kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik pula. Jika ditinjau dari nilai simpangan baku dapat diketahui bahwa siswa kelompok rendah dari kelas eksperimen memiliki nilai yang lebih bervariasi dari siswa kelompok sedang. Dapat kita lihat pula sebanyak 9 siswa atau sekitar 64% dari siswa kelompok sedang di kelas eksperimen memiliki nilai lebih baik dari nilai rata-rata kelompoknya. Hal ini lebih baik jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh siswa kelompok rendah dari kelas eksperimen dimana hanya 53% siswa yang memiliki nilai di atas rata-rata kelompoknya.

Lebih lanjut lagi deskriptif data hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelompok sedang di kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel hasil penghitungan dengan menggunakan SPSS di bawah ini :

1Introduction to SAS. UCLA : Annotated SPSS Output Descriptive Statistics, 2013 www.ats.ucla.edu/stat/spss/output/descriptives.htm

40

Tabel 4.3

Deskriptif Data Kelompok Sedang Kelas Eksperimen

Dari tabel 4.3 dapat dilihat nilai rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelompok sedang di kelas eksperimen sebesar 79,28. Sama halnya dengan hasil pada kelompok rendah, terlihat selisih nilai rata-rata hasil penelitian tidak terlalu jauh dari nilai estimasi rata-rata sesungguhnya. Hal ini menunjukan rata-rata yang diperoleh dapat dikatakan representatif terhadap nilai rata-rata populasi.

Nilai tertinggi yang diperoleh siswa kelas kontrol adalah 90 dan nilai terendahnya 65. Nilai median yang diperoleh sebesar 80 dengan nilai kemiringan/skewness -0,575 menunjukan bahwa kurva sebaran nilai juga condong ke arah kanan, hal ini sejalan dengan keterangan bahwa 64% nilai siswa diatas atau sama dengan nilai rata-rata kelas.

Hasil perbandingan dua kelompok pada kelas eksperimen ini mengindikasikan adanya pengaruh tingkat kemampuan kognitif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen. Hal ini terlihat dari selisih nilai yang diperoleh siswa kelompok rendah dan siswa kelompok sedang pada kelas eksperimen. Namun untuk dapat menyimpulkan adanya pengaruh signifikan masih harus memperhatikan hasil dari kedua kelompok di kelas kontrol dan juga analisis dari uji empiris menggunakan ANAVA dua jalur.

3. Siswa Kemampuan Kognitif Rendah di Kelas Kontrol

Pada tabel 4.1 dapat kita lihat nilai rata-rata siswa kelompok rendah di kelas kontrol sebesar 53,33 dengan nilai simpangan baku sebesar 11,09. Jika dibandingkan dengan nilai rata-rata siswa kelompok rendah dari kelas eksperimen, nilai siswa kelas kontrol ini lebih rendah dengan selisih nilai sebesar 8,40. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh yang diberikan metode pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa berkemampuan kognitif rendah. Namun untuk dapat menyatakan adanya pengaruh signifikan harus mempertimbangkan hasil yang diperoleh siswa kelompok sedang dari kelas kontrol.

Nilai simpangan baku siswa kelompok rendah di kelas kontrol mengindikasikan bahwa variasi nilai pada kelompok ini merupakan yang terbanyak dibandingkan tiga kelompok lainnya. Dari tabel 4.1 juga dapat kita lihat sebanyak 15 siswa atau 55% dari total siswa kelompok rendah di kelas kontrol memiliki nilai lebih besar dari rata-rata kelompoknya.

Lebih lanjut lagi deskriptif data hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelompok rendah di kelas kontrol dapat dilihat pada tabel hasil penghitungan dengan menggunakan SPSS di bawah ini :

Tabel 4.4

42

Pada tabel 4.4 dapat dilihat nilai rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelompok rendah di kelas kontrol sebesar 53,33. Sama halnya dengan hasil dari dua kelompok sebelumnya, terlihat selisih nilai rata-rata hasil penelitian tidak terlalu jauh dari nilai estimasi rata-rata sesungguhnya. Hal ini menunjukan rata-rata yang diperoleh dapat dikatakan representatif terhadap nilai rata-rata populasi.

Nilai tertinggi yang diperoleh siswa kelas kontrol adalah 75 dan nilai terendahnya 30. Nilai median yang diperoleh sebesar 55 dengan nilai kemiringan/skewness -0,228 menunjukan bahwa kurva sebaran nilai juga condong ke arah kanan, hal ini sejalan dengan keterangan bahwa 55% nilai siswa di atas atau sama dengan nilai rata-rata kelas.

4. Siswa Kemampuan Kognitif Sedang di Kelas Kontrol

Pada tabel 4.1 terlihat siswa berkemampuan kognitif sedang di kelas kontrol memiliki nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis sebesar 73,33 dengan simpangan baku sebesar 8,61. Jika kita bandingkan dengan kelompok rendah di kelas yang sama terlihat perbedaan nilai rata-rata sebesar 20,00 dengan keunggulan nilai dimiliki siswa kelompok sedang. Hal ini sejalan dengan apa yang diperoleh ketika kita membandingkan nilai siswa kelompok rendah dengan kelompok sedang di kelas eksperimen. Berdasarkan hasil tersebut terdapat indikasi adanya pengaruh yang diberikan tingkat kemampuan kognitif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa, dengan hasil menunjukan bahwa siswa dengan tingkat kemampuan kognitif yang lebih baik akan memiliki kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik pula. Hal ini terjadi di kedua kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Jika ditinjau dari nilai simpangan baku dapat diketahui bahwa siswa kelompok rendah dari kelas kontrol memiliki nilai yang lebih bervariasi dari siswa kelompok sedang. Dapat kita lihat pula sebanyak 7 siswa atau sekitar 58% dari siswa kelompok sedang di kelas kontrol memiliki nilai lebih baik dari nilai rata-rata kelompoknya. Hal ini lebih baik jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh siswa kelompok rendah dari kelas

kontrol dimana hanya 55% siswa yang memiliki nilai di atas rata-rata kelompoknya.

Lebih lanjut lagi deskriptif data hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelompok sedang di kelas kontrol dapat dilihat pada tabel hasil penghitungan dengan menggunakan SPSS di bawah ini :

Tabel 4.5

Deskriptif Data Kelompok Sedang Kelas Kontrol

Dari tabel 4.5 dapat dilihat nilai rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelompok sedang di kelas kontrol sebesar 73,33. Sama halnya dengan hasil pada tiga kelompok sebelumnya, terlihat selisih nilai rata-rata hasil penelitian tidak terlalu jauh dari nilai estimasi rata-rata sesungguhnya. Hal ini menunjukan rata-rata yang diperoleh dapat dikatakan representatif terhadap nilai rata-rata populasi.

Nilai tertinggi yang diperoleh siswa kelas kontrol adalah 85 dan nilai terendahnya 60. Nilai median yang diperoleh sebesar 75 dengan nilai kemiringan/skewness -0,275 menunjukan bahwa kurva sebaran nilai juga condong ke arah kanan. Hal ini sesuai dengan keterangan bahwa 58% nilai siswa di atas atau sama dengan nilai rata-rata kelas. Temuan ini sejalan dengan hasil yang diperoleh sebelumnya tentang pengaruh metode dan tingkat kemampuan kognitif. Proses selanjutnya adalah meninjau hasil penelitian sesuai kategorinya.

44

5. Perbandingan Siswa Kelas Eksperimen dengan Siswa Kelas Kontrol Dari hasil pemaparan dapat kita lihat adanya indikasi pengaruh metode pembelajaran dan tingkat kemampuan kognitif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini terlihat dari perbedaan hasil uji kemampuan komunikasi matematis siswa baik dari kelas eksperimen maupun kelas kontrol dengan melihat pada tingkat kemampuan kognitif siswa.

Selanjutnya hasil penelitian akan ditinjau secara khusus dengan melihat dua kelas yang dijadikan sampel yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada tabel 4.1 dapat dilihat siswa kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis sebesar 67,87 dengan simpangan baku 12,24. Siswa kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis sebesar 59,48 dengan simpangan baku 13,89. Hal ini menunjukan bahwa nilai siswa pada kelas kontrol lebih bervariasi dari nilai siswa kelas eksperimen. Namun apabila kita meninjau dari segi nilai yang diperoleh siswa kelas eksperimen memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan siswa kelas kontrol dengan selisih nilai rata-rata keseluruhan sebesar 8,39. Temuan ini sejalan dengan hasil paparan sebelumnya yang menunjukan bahwa siswa yang belajar dengan metode WPS pada kelas eksperimen cenderung memiliki nilai kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dibandingkan siswa yang belajar dengan metode konvensional pada kelas kontrol. Secara keseluruhan perbandingan perolehan nilai siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 4.6 :

Tabel 4.6

Perbandingan Nilai Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kognitif

\

Kelas Eksperimen Kontrol

Rendah 61,73 53,33

Sedang 79,28 73,33

Secara visual perbandingan sebaran data antara siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol dapat dilihat pada gambar 4.1 :

Gambar 4.1

Grafik Perbandingan Nilai Kemampuan Komunikasi Matematis

Pada gambar 4.1 dapat kita lihat bahwa secara keseluruhan siswa kelas eksperimen memperoleh hasil tes yang lebih baik dibandingkan dengan siswa kelas kontrol. Secara visual terlihat kurva yang mewakili nilai perolehan kelas eksperimen selalu berada di atas kurva yang mewakili perolehan kelas kontrol. Contoh lainnya, apabila kita ambil angka 70 maka kita dapat melihat bahwa hanya 11 orang siswa dari kelas kontrol yang mampu mencapai nilai tersebut, sedangkan pada kelas eksperimen terdapat 22 siswa dengan nilai sama atau lebih dari 70. Hal ini menunjukan perbedaan kemampuan komunikasi matematis yang dimiliki siswa dari kedua kelas yang menjadi sampel penelitian ini.

Langkah selanjutnya adalah melihat perbandingan hasil perolehan siswa jika ditinjau dari kemampuan kognitif masing-masing kelompoknya dan mengabaikan kelas, yakni siswa berkemampuan kognitif rendah dan siswa berkemampuan kognitif sedang. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 30 38 46 54 62 70 78 86 94 Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Fr ek u ensi

46

6. Perbandingan Siswa Kemampuan Kognitif Rendah dengan Siswa Kemampuan Kognitif Sedang

Jika ditinjau dari tingkat kemampuan kognitifnya dengan mengabaikan kelas asal siswa maka kita akan memperoleh dua kelompok berbeda, yakni kelompok siswa berkemampuan kognitif rendah dengan kelompok siswa berkemampuan kognitif sedang. Dari tabel 4.1 dapat kita lihat nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa berkemampuan kognitif rendah sebesar 57,45 dengan simpangan baku 11,25 dan nilai rata-rata kemampuan matematis siswa berkemampuan kognitif sedang sebesar 76,54 dengan simpangan baku 8,09.

Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa nilai yang diperoleh siswa berkemampuan kognitif rendah lebih variatif dibandingkan nilai yang diperoleh siswa berkemampuan kognitif sedang. Sedangkan jika ditinjau dari nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis dapat dikatakan bahwa siswa berkemampuan kognitif sedang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dibandingkan siswa berkemampuan kognitif rendah dengan selisih nilai rata-rata sebesar 19,09. Hal ini sejalan dengan hasil temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa siswa dengan kemampuan kognitif lebih tinggi akan memiliki kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik.

7. Nilai Rata-rata Keseluruhan

Pada tabel 4.1 dapat kita lihat nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa dari penelitian ini adalah sebesar 63,73. Jika kita tinjau berdasarkan kelas maka diperoleh hasil bahwa nilai rata-rata siswa kelas eksperimen lebih besar dari nilai rata-rata keseluruhan, sedangkan nilai rata-rata siswa kelas kontrol lebih rendah dari nilai rata-rata keseluruhan. Hal ini

Dokumen terkait