• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.8 Metodologi Penelitian

1.8.4 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Dalam teknik analisis data menurut Miles dan Huberman93 :

1. Pengumpulan Data: tahapan awal dalam melakukan teknik analisis data yang nantinya akan diolah.

2. Reduksi Data: berisi hal-hal yang berkenaan dengan merangkum dan memfokuskan data yang diperoleh menjadi informasi yang penting.

92 Saifuddin Azwar.2010.Metode Penelitian.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.hal.92

93 Miles dan Huberman, “Analisis Data Kualitatif”, dalam Fachrudin, “Teknik Analisis Data Kualitatif”, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013. Hal 5.

3. Penyajian Data: intinya ialah mengolah data setengah jadi ke dalam bentuk tulisan yang matang dengan alur jelas.

4. Kesimpulan: ialah tahapan akhir untuk teknik analisis data yang berisi jawaban untuk pertanyaan penelitian sebelumnya.

Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini penulis menjabarkan tulisannya kedalam 5 bab, yaitu sebagai berikut: Bab I akan membahas mengenai pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, kerangka teori, dan metodologi penelitian untuk melakukan penelitian ini. Bab II akan membahas tentang sejarah, lingkup, tujuan Cool Japan Strategy.

Bab III akan membahas Cool Japan Strategy di Indonesia. Pada bab V akan berisi kesimpulan dan saran saran yang diperlukan terhadap pembahasan yang telah dibahas bab sebelumnya.

BAB II

COOL JAPAN STRATEGY 2.1 Sejarah Cool Japan Strategy

Istilah “cool” dalam Cool Japan mempunyai arti tersendiri dimana pemerintah Jepang menggunakan nama tersebut didasari oleh alasan tertentu.

“Cool” merujuk pada kata “Coolness”, yang dimana kata tersebut menjadi kata kunci dalam strategi ini. Kata “cool” menjadi slogan pemerintah Jepang yang bersifat politis dan sengaja digunakan sebagai branding karena dianggap menarik ketika digunakan dalam sebuah kebijakan.94 Kata “cool” tersebut memiliki arti yang objektif dan relatif, yang tidak hanya berfokus kepada satu produk budaya saja. “Cool” mencakup semua aspek yang bersifat unik dan positif yang ada di Jepang, salah satunya adalah kebiasaan makan makanan yang sehat hingga kecanggihan toilet yang tersedia di negara adidaya tersbut.95

Cool Japan sejatinya merupakan sebuah strategi yang dikelola langsung dibawah program pemerintahan Jepang. Cool Japan pertama kali disebutkan oleh McGray seorang jurnalis yang berasal dari Amerika, pada tahun 2002. Jepang sempat mengalami krisis ekonomi dunia pada tahun 1990-an dan ketatnya persaingan ekonomi, dimana Korea bersaing mengandalkan industri baja, otomotif, dan alat elektronik, Amerika memimpin dalam revolusi informasi dan teknologi, begitu juga dengan Tiongkok yang mengalami pertumbuhan ekonomi, tetapi Jepang Kembali dengan produk yang merevitalisasi kepercayaan diri masyarakatnya. Nama-nama seperti Nintendo, Playstation, Hello Kitty, Doraemon, Pokemon, dan Tamagochi merasuk pada kehidupan sehari hari anak anak di dalam maupun luar Jepang. Pengaruh produk Jepang semakin kuat di luar Jepang Ketika Pokemon, salah satu film kartun milik Jepang, dijadikan sebagai sampul majalah Time Magazine dan pengaruh tersebut diperkuat dengan adanya prestasi Hayao

94 Halimun Muhammad, 2015, Cool Japan Answered: Origins, Development, and Purpose of Japan’s Creative Economy Strategy, KAORI Nusantara, diakses dalam https://www.kaorinusantara.or.id/english/82/cool-japan-answered-origins-development-andpurpose-of-japans-creative-economy-strategy, diakses pada 13 Februari 2021

95 Ibid

Miyazaki yang menerima penghargaan Academy Award, dengan karya Spirited Away, membuktikan bahwa anime bukan hanya sebagai hiburan di kalangan anak anak, tetapi merupakan sebuah seni kontemporer yang menarik perhatian penonton dewasa. Pencitraan Jepang yang baru ini disahkan melalui berita bahwa Miss ko2, sebuah figur setinggi 188 cm yang menyerupai kartun yang dibuat oleh seniman asal Jepang bernama Takashi Murakami, yang dijual seharga 567.500 US Dollar pada rumah lelang Christie’s di New York.96

Sebuah hipotesis mengenai negara Jepang sebagai sebuah kekuatan adidaya kebudayaan kemudian dipromosikan oleh Japan’s Gross National Cool pada tahun 2002 melalui artikel Foreign Affairs yang ditulis oleh Douglas McGray seorang jurnalis Amerika. Dalam artikel tersebut, McGray menyatakan pendapatnya mengenai potensi yang dimiliki oleh negara Jepang lebih mengacu kepada konteks kebudayaan. Ruang lingkup dalam pembahasan artikel Japan’s Gross National Cool terdiri atas beberapa bagian, dimulai dari sub-bab yang membahas karakter animasi khas Jepang seperti Pokemon dan Hello Kitty, membandingkan kebudayaan yang ada di Amerika Serikat dengan Jepang, hingga bagaimana Jepang mampu bangkit Kembali sebagai negara adidaya di tahun 1980-an dan mampu menjadi negara superpower yang mengandalkan bidang ekonomi dan kebudayaan setelah cukup lama terpuruk dalam kondisi ekonomi yang tidak baik. Melalui artikel tersebut, McGray juga menyadari bahwa banyaknya keanekaragaman budaya yang dimiliki Jepang, dalam beberapa divisi dengan segala kemampuan yang telah dimiliki oleh masyarakatnya mampu menciptakan sebuah tren baru dalam bidang industri teknologi dan seni yang membuat Jepang terlihat sebagai negara yang unik dan berbeda dimata negara lain.97

Namun perlu diketahui bahwa beberapa tahun sebelum terbitnya artikel karya McGray, pada tahun 1998, Inggris telah lebih dulu menerapkan sebuah kebijakan yang bernama Cool Britania, dimana kebijakan tersebut disponsori

96 ASIART Archive, 2007, (Takashi Murakami's Miss Ko2 Hits the Auction Price Record) Dalam http://www.aaa.org.hk/Collection/Details/31516, Diakses pada 13 Februari 2021

97 “Cool” Japan’s Economy Warms Up, JETRO, diakses dalam

https://www.jetro.go.jp/ext_images/en/reports/market/pdf/2005_27_r.pdf, diakses pada 13 Februari 2021

penuh oleh pihak pemerintah.98 Terdapat beberapa poin yang menarik dalam Cool Britania yang dapat menjadi justifikasi mengapa kebijakan tersebut masuk kedalam kebijakan yang bersifat short-term policy dan pelaksanaannya yang tidak terlalu mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat Inggris sendiri.

Istilah Cool Britania sendiri pertama kali terdengar pada tahun 1967 ketika sebuah band bernama “Bonzo Dog Doo-Dah” merilis sebuah lagu yang berjudul

“Cool Britania”.99 Berlanjut pada tahun 1996, istilah Cool Britania tidak lagi mengacu kepada karya musik, namun beralih pada rasa terbaru dari es krim milik perusahaan Ben & Jerry’s. Terdengar menarik, namun hal tersebut menyebabkan masyarakat Inggris mulai merasa jenuh dengan istilah Cool Britania, yang mana hal tersebut bukan lagi suatu hal yang baru. Kejenuhan masyarakat Inggris semakin buruk ketika pemerintah menetapkan sebuah kebijakan Cool Britania pada tahun 1990-an dan menjadi sebuah media pemasaran untuk mempromosikan Inggris ke masyarakat dunia pada masa pemerintahan Tony Blair.100 Namun pada kenyataannya, alih alih bersikeras untuk tetap menerapkan Cool Britania, akhirnya Inggris memutuskan membangun citra negara yang lebih positif dengan mengubah dan merancang Kembali gagasan yang lain.

Walaupun Cool Britania tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh Blair, namun setidaknya kebijakan tersebut telah menjadi patokan negara Jepang untuk mengadopsi istilah yang hampor sama dan menjadikannya sebuah kebijakan sebagai upaya dalam melanjutkan strategi yang telah diupayakan oleh Inggris.

Dalam Cool Japan Proposal yang diterbitkan oleh Cool Japan Movement Promotion Council, tertulis dengan jelas pada bagian pembukaan Alinea ke-3, bahwa inspirasi terbentuknya Cool Japan Strategy adalah dari Cool Britannia.101

Selain inspirasi dari Cool Britannia, “Coolness” yang menjadi poin utama dalam Cool Japan Strategy pertama kali ditemukan dan disahkan oleh Amerika

98 Cool Britannia, The Economist, diakses dalam http://www.economist.com/node/370877, pada 13 Fberuari 2021

99 Cool Britannia: Where it did all go wrong?, New Statesman, diakses dalam

http://www.newstatesman.com/1997/2017/05/cool-britannia-where-did-it-all-go-wrong, pada 13 Februari 2021

100 Cool Britannia, Loc. Cit.

101 Cool Japan Proposal, Cool Japan Movement Promotion Council, diakses dalam

http://www.cao.go.jp/cool_japan/english/pdf/published_document3.pdf, pada 13 Februari 2021

Serikat mengingat budaya popular Amerika telah menjadi kiblat bagi negara negara yang ada di dunia sekaligus memiliki peranan yang cukup besar bagi masyarakat Jepang selama bertahun tahun pasca kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II.102 Sejak era Restorasi Meiji, dimana kebijakan isolasi tidak lagi diterapkan dan Jepang mulai membuka diri terhadap dunia luar dengan adanya modernisasi dan globalisasi. Selain itu, Jepang juga membangun rezim baru yang bertujuan untuk membangun Jepang sebagai negara dengan industri modern dan gaya hidup mewah dengan memiliki produk hiburan kelas dunia.103

Hubungan luar negeri antara Jepang dan Amerika Serikat yang telah terjalin sejak pasca era Restorasi Meiji tidak hanya sebatas hubungan diplomatic, perdagangan, atau keamanan saja, namun juga dalam hal kebudayaan.104 Jepang dan Amerika Serikat telah terikat dalam ketertarikan mendalam terhadap budaya masing masing, bahkan hal ini sudah menjadi rahasia umum. Film Charlie Chaplin adalah satu bentuk pengaruh budaya popular Amerika Serikat yang berlaku di Jepang sejak sebelum Perang Dunia II.105 Walaupun budaya popular mulai berkembang ketika era Restorasi Meiji, minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia memiliki dampak terhadap jumlah pengangguran, hingga banyak masyarakat Jepang yang kekurangan kebutuhan sehari hari seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal telah mencerminkan bahwa Jepang masih berada dalam kondisi ekonomi yang belum stabil.106

Masuknya budaya Amerika Serikat menjadi sorotan tersendiri bagi masyarakat Jepang yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh kondisi sosial dan ekonomi Jepang yang masih belum stabil dan menjadikan hal tersebut sebagai latar

102 Takeshi Matsui, 2014, Nation Branding through Stigmatized Popular Culture: The “Cool Japan” Craze Among Central Ministries in Japan, Hitotsubashi Journal of Commerce and Management 48, hlm. 82, Hitotsubashi University, diakses dalam

https://hermes-ir.lib.hitu.ac.jp/rs/bitstream/10086/26980/1/HJcom0480100810.pdf, pada 13 Februari 2021

103 William M. Tsutsui, 2010, Japanese Popular Culture and Globalization, Michigan: Assosication for Asian Studies, hlm. 7, diakses dalam

http://www.ucis.pitt.edu/ncta/pdfiles/2013CourseMaterials/JapanesePopularCulture.pdf, pada 13 Februari 2021

104 John Friberg, The ABCs of U.S.-Japan Relationship: Alliance, Business and Culture, Japan Society, diakses dalam

http://aboutjapan.japansociety.org/content.cfm/the_abcs_of_the_usjapan_relationship#sthash.eEcqKtDq.dpbs, pada 13 Februari 2021

105 Takeshi Matsui, Loc. Cit.

106 Ibid

belakang mereka dalam memiliki keinginan dan ketertarikan terhadap gaya hidup masyarakat Amerika Serikat yang mayoritas sudah mengalami kemakmuran yang tinggi. Tidak hanya dalam kemakmuran dari segi materi semata, masyarakat Jepang juga terinspirasi dengan produk budaya Amerika Serikat mulai dari music hingga fashion, yang menjadikan produk milik Amerika Serikat tersebut mendapat popularitas yang tinggi di Jepang.107 Hal tersebut menjadi sebuah pembenaran bahwa produk budaya Amerika Serikat memiliki peranan yang besar dalam perkembangan budaya popular Jepang.

Setelah Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat pada tahun 1950-an, sedikit demi sedikit pengaruh budaya popular dari Amerika Serikat tergantikan oleh budaya popular yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Jepang sendiri. Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Jepang menyebabkan munculnya keinginan yang lebih akan produk hiburan. Akibatnya, budaya populer Jepang semakin berkembang pesat dan berhasil menarik perhatian dunia. Hal tersebut juga menjadi alasan kekaguman masyarakat Jepang terhadap kebudayaan Amerika Serikat semakin menurun pada tahun 1980-an, mengingat Jepang sudah terlalu sibuk dalam mengembangkan perekonomian dan ekspansi budaya popular yang menjadi ciri khas tersendiri bagi negara mereka.108

Pasca perkembangan budaya popular yang terjadi dengan pesat, Jepang menjadi salah satu negara yang sangat gencar dalam mengembangkan produk budaya yang diproduksi secara massal.109 Modernitas menjadi ciri khas produk budaya popular Jepang dan menjadi konsumsi umum para masyarakat urban, dan hal ini menjadi salah satu kekuatan negara Jepang dalam era globalisasi. Salah satu komponen penting dalam kebangkitan nasionalisme dan pembangun ekonomi Jepang adalah budaya popular. Besarnya peran budaya popular dalam perkembangan Jepang menjadi dorongan tersendiri bagi pemerintah dalam mengaplikasikannya dalam sebuah kebijakan atau strategi, dimana hal tersebut

107 Ibid

108 Ibid

109 A History of Popular Culture in Japan, diakses dalam

https://bluewater.co.uk/shopping/product/797542f00343/history-popular-culture-japan, pada 14 Februari 2021

tidak hanya berkontribusi dalam kegiatan diplomatik dan perekonomian, namun juga sebagai sebuah Tindakan nyata dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan Jepang sendiri. Dengan adanya perkembangan budaya popular, terdapat beberapa cakupan yang masuk di dalamnya, antara lain yaitu dimensi ekonomi, social budaya, dan politik.110 Dari segi ekonomi sendiri dapat dilihat dari bagaimana kerja keras dan kreativitas masyarakat Jepang dalam memanfaatkan budaya pop sebagai salah satu produk ekonomi terutama dalam lingkup pariwisata.

Mengenai kebijakan atau strategi pemerintah dalam menggunakan aspek budaya, jika dalam kebijakan Cool Britania, pemerintah berkeinginan membangun citra positif Inggris dengan memanfaatkan industri kreatif yang telah ada, tetapi hal tersebut sedikit berbeda dengan apa yang terjadi dalam proses dilaksanakannya strategi Cool Japan di Jepang. Tidak hanya berfokus dalam pengembangan budaya popular, namun pemerintah juga menunjukkan perhatian yang lebih terhadap industri kreatif yang ada di Jepang. Sebelum Cool Japan Strategy dilaksanakan, keadaan industri industri keratif yang ada di Jepang sama seperti keadaan umumnya yang artinya adalah industri industri kreatif tersebut masing masing dijalankan oleh pihak swasta tanpa adanya campur tangan oleh pemerintah.

Eksistensi dan potensi budaya masih belum begitu diperhatikan langsung oleh pemerintah dan ajang promosi nasional sebagai pemanfaatan budaya pun jarang dilakukan.

Inisiasi pembentukan Cool Japan Strategy bermula dari besarnya antusias masyarakat global terhadap kekayaan budaya yang dimiliki Jepang, sehingga pemerintah Jepang memanfaatkan energi positif tersebut dalam memgembangkan potensi budaya yang dimiliki Jepang dalam lingkup global. Produk Jepang mudah ditemui dibeberapa benua seperti Eropa, Amerika, dan Asia. Seni animasi (anime dan manga), kuliner, layangan pengiriman ekspres, ryoukan atau tempat penginapan khas Jepang hingga kerajinan tradisional merupakan produk produk

110 Tonny Dian Effendi, 2011, Diplomasi Publik Jepang: Perkembangan dan Tantangan, Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 82

yang dihasilkan oleh industri kreatif Jepang.111 Popularitas dari setiap aspek yang dimiliki Cool Japan berdampak positif yang mengarah pada revitalisasi ekonomi regional dalam hal memenuhi permintaan domestik, penggabungan permintaan luar negeri dan tranformasi struktur industri.112

Awal mula Cool Japan diterapkan sebagai salah satu kebijakan yang berbasis pada bidang kebudayaan, strategi tersebut hanya berfokus pada kata kunci diplomasi budaya.113 Pada saat Cool Japan masih berfokus pada satu tujuan, yaitu diplomasi budaya, pelaksanaan proyek masih berada dibawah peraturan dari Ministry of Foreign Affairs (MOFA). Namun, terjadi perubahan yang signifikan ketika salah satu divisi dari Departemen Riset Ekonomi Jepang, Japan External Trade Organization (JETRO), pada tahun 2005 mulai rutin melaporkan bahwa ada pengelolaan yang baik pada industri kreatif dan pop culture akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Jepang.114 Hingga akhirnya, pemerintahan memutuskan untuk mengoptimalkan pengelolaan soft power yang dimiliki Jepang melalui sector budaya pop yang pada saat itu berfokus pada pemanfaatkan manga dan anime.

Tercantum dalam Diplomatic Bluebook 2006 bahwa, Cool Japan telah diketahui oleh masyarakat global oleh karena itu Jepang lebih focus untuk membangun citra yang positif pada Jepang, pemerintah menugaskan MOFA untuk bekerja sama dengan sector swasta, dimana focus Kerjasama tersebut terjalin antara Lembaga diplomatik luar negeri dengan Japan Foundation.115

Pada awal tahun 2000-an pelaksanaan Cool Japan pertama kali bermula dari siaran secara terbuka melalui sebuah program layanan penyiar publik internasional, NHK (Nippon Hōsō Kyōkai) World.116 NHK World merupakan sebuah layanan penyiaran internasional yang beroperasi dari tahun 1935 dan telah

111 Cool Japan Strategy, Creative Industries Division from Ministry of Economy, Trade and Industri, diakses dalam http://www.meti.go.jp/english/policy/mono_info_service/creative_industries/pdf/120116_01a.pdf, pada 14 Februari 2021

112 Ibid

113 Takeshi Matsui, Loc. Cit.

114 Cool’s Japan Economy Warms Up, Loc. Cit.

115 Yamamoto Nobuto, After Fukushima: New Publik, NHK and Japan’s Publik Diplomacy, Keio Communication Review No. 35, diakses dalam

http://www.mediacom.keio.ac.jp/publikation/pdf2013/yamamotonobuto.pdf, pada 14 Februari 2021

116 Ibid

berdiri selama kurang lebih 80 tahun.117 Sebuah program yang bertajuk Cool Japan memuat konten dan program acara yang berhubungan dengan keunikan negara Jepang dan diperuntukkan bagi penonton non Jepang menjadi siaran perdana dalam NHK World.

Tujuan awal dari Cool Japan adalah sebagai nation branding atau menciptakan citra yang positif bagi Jepang di mata dunia, namun terdapat beberapa laporan mengenai efisiensi ekonomi untuk kedepannya jika pemerintah memanfaatkan budaya pop Jepang. Seiring berjalannya waktu, budaya pop semakin menyebar luas dan pengembangan industri kreatif yang semakin menjanjikan, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menempatkan pelaksanaan Cool Japan Strategy dibawah pengelolaan Ministry of Economy, Trade and Industri (METI).118 Ditempatkannya strategi Cool Japan dibawah naungan METI menjelaskan situasi saat itu bahwa pemanfaatan budaya popular tidak hanya untuk menciptakan citra yang positif bagi negara Jepang, tetapi berkontribusi dalam pengembangan ekonomi Jepang.

Dengan adanya fakta bahwa pelaksanaan strategi Cool Japan berada dibawah kontrol METI, dapat diketahui bahwa Jepang memiliki kepentingan nasional dengan ambisi yang kuat dengan cara menghubungkan strategi tersebut dengan berbagai bisnis pribadi, sektor industri kreatif adalah salah satunya, yang kemudian disebarkan ke seluruh penjuru dunia.119 Disamping industri besar yang berfokus pada bidang otomotif dan peralatan elektronik yang menjadi sector produktif terbesar di Jepang, roda perekonomian Jepang mulai digerakkan Kembali dengan adanya kerjasama antara pemerintah denga sektor industri kreatif.

Kerjasama tersebut dapat dilihat dari upaya Jepang dalam mengubah daya tarik

117 About NHK World, NHK World, diakses dalam https://www3.nhk.or.jp/nhkworld/en/about/, pada 14 Februari 2021

118 Cool Japan / Creative Industri Policy, Loc. Cit.

119 Cool Japan Initiative, METI, diakses dalam

http://www.meti.go.jp/policy/mono_info_service/mono/creative/file/1406CoolJapanInitiative.pdf, pada 14 Februari 2021

budayanya sendiri menjadi salah satu nilai tambah dengan menjadikannya sebagai aspek komersial.120

2.2 Lingkup Cool Japan Strategy

Cool Japan termasuk kedalam budaya popular dan industri kreatif yang dimana di dalamnya terdapat masing masing spesifikasi berbeda dengan berbagai macam kebudayaan yang dimiliki. Pada tahun 2012, dengan rilisnya data mengenai Tokyo dan Jepang sebagai ibukota dan negara paling kreatif, tidak mengherankan bila kekayaan Jepang akan kebudayaannya maka mendatangkan keuntungan yang baik bagi masyarakat dalam negeri maupun pemerintah Jepang secara keseluruhan.121 Produk budaya popular yang dimiliki Jepang seperti karakter animasi seperti anime dan manga, film, program televisi, music pop, hingga fashion, telah menjadi salah satu pelopor sirkulasi regional budaya khususnya dikawasan Asia Timur.122 Dengan keaneka ragaman bentuk konten yang dimiliki Jepang yang termasuk dalam budaya popular Jepang, hal tersebut menjadi keunggulan tersendiri yang dapat dimaksimalisasi lagi bagi pemerintah Jepang.

Kekayaan akan aneka ragam budaya dan industri kreatif yang dimiliki Jepang terus tumbuh dan berkembang yang memberikan keuntungan tersendiri bagi negara Jepang. Berbagai macam industri kreatif di Jepang sendiri meliputi 2 jenis industri yaitu service industri dan manufacturing industri.123 Service industri meliputi periklanan, seni drama, kesenian, desain, film, music & video, TV &

radio, software & computer service, penerbitan, hingga arsitektur. Sedangkan, untuk variasi industri yang termasuk kedalam golongan manufacturing industri adalah serat & pakaian jadi, kerajinan, mainan, mebel, barang pecah belah,

120 Ibid

121 Cool Japan Initiative – July 2014, diakses dalam

http://www.meti.go.jp/policy/mono_info_service/mono/creative/file/1406CoolJapanInitiative.pdf, pada 15 Februari 2021

122 Lynn Moyers, 2016, From Hello Kitty to Japan: The Political Economy of Japanese Popular Culture in Asia, Japan-America Society of Oregon, diakses dalam http://jaso.org/2016/11/fromhello-kitty-to-cool-japan-the-political-economy-of-japanese-popular-culture-in-asia/, pada 15 Februari 2021

123 Emiko Kakiuchi & Kiyoshi Takeuchi, Creative Industries: Reality and Potential in Japan, GRIPS Discussion Paper, diakses dalam http://www.grips.ac.jp/r-center/wp-content/uploads/14- 04.pdf, pada 15 Februari 2021

perhiasan, alat tulis dan olahan kulit. Dalam konteks ini, anime dan manga termasuk kedalam produk industri kreatif variasi service industri.124

Cakupan yang sangat luas dari Cool Japan Strategy membuat kebijakan ini sempat mendapatkan kritikan. Karena, dikhawatirkan terlalu banyak cakupan aspek dalam Cool Japan yang akan manjadi permasalahan tersendiri dalam pelaksanaannya. Meskipun dengan berbagai kritikan yang ada, Cool Japan Strategy tetap berlanjut dengan penuh semangat sebagai landasan dan acuan dalam setiap event event yang diselenggarakan setiap tahunnya.

2.3 Tujuan Cool Japan Strategy

Keinginan negara Jepang dalam menghilanhgkan citra buruk negaranya dimata dunia dengan segala ciri khasnya yang selalu berhubungan dengan hard power, militer maupun kekuasaan, menjadi salah satu penyemangat bagi Jepang sendiri dalam terus mengupayakan yang terbaik dalam membangun citranya dalam tataran global. Setiap tahunnya kemitraan bagi Jepang merupakan salah satu poin

Keinginan negara Jepang dalam menghilanhgkan citra buruk negaranya dimata dunia dengan segala ciri khasnya yang selalu berhubungan dengan hard power, militer maupun kekuasaan, menjadi salah satu penyemangat bagi Jepang sendiri dalam terus mengupayakan yang terbaik dalam membangun citranya dalam tataran global. Setiap tahunnya kemitraan bagi Jepang merupakan salah satu poin

Dokumen terkait