• Tidak ada hasil yang ditemukan

COOL JAPAN STRATEGY DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI JEPANG INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "COOL JAPAN STRATEGY DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI JEPANG INDONESIA"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

COOL JAPAN STRATEGY DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI JEPANG – INDONESIA

ADE LIA BR PURBA 170906049

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

(2)
(3)

ABSTRAK

Negara Jepang yang mengalami kekalahan pada perang dunia ke II dan memiliki citra yang buruk di kalangan masyarakat internasional menggunakan diplomasi budaya dengan negara lain, salah satunya adalah Indonesia. Dengan menggunakan diplomasi budaya Jepang telah berhasil memperbaiki citranya menjadi negara yang dikenal sebagai melestarikan dan menyebarkan keunikan serta nilai nilai positif budayanya.

Seiring dengan perkembangan zaman, budaya yang dimiliki oleh Jepang semakin popular di negara Indonesia. Baik itu budaya populernya maupun budaya tradisional, seperti di bidang kuliner, perfilm-an, gaya berpakaian, musik, dan lain sebaginya. Pemerintah Jepang pun menyadarinya dan menggunakan diplomasi budaya untuk menyebarluaskan budayanya di Indonesia dengan dibentuknya Cool Japan. kemudian Jepang menggunakan elemen soft power-nya yaitu budaya popular Jepang dan mulai mengkomersialkan budaya tersebut menjadi industri kreatif demi mencapai kepentingan nasionalnya.

Kata Kunci: Jepang, Indonesia, Cool Japan, Kepentingan Nasional

(4)

ABSTRACT

Japan, which experienced defeat in World War II and has a bad image among the international community, uses cultural diplomacy with other Countries, one of which is Indonesia. Using Japanese cultural diplomacy has succeeded in improving its image to become a country known as preserving and spreading uniqueness and values positive cultural value.

Along with times, Japanese culture is increasingly popular in Indonesia.

Whether it’s popular culture or traditional culture, such as in the fields of culinary, film, fashion, music, etc. the Japanese government realized this and used cultural diplomacy to spread its culture in Indonesia with the formation of Cool Japan. then Japan used its soft power element, namely Japanese popular culture and began to commercialize this culture into a creative industry in order to achieve its national interests.

Keyword: Japan, Indonesia, Cool Japan, National Interest

(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi serta masa perkuliahan ini. Atas kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “COOL JAPAN STRATEGY DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI JEPANG-INDONESIA”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh gelar Sarjana (S1) pada Program Sarjana Ilmu Politik, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penulis sangat bersyukur karena masih dimampukan untuk menyusun skripsi ini dalam keadaan sehat walafiat, tidak kekurangan suatu apapun, dan selalu dicukupkan atas berkat pemberian Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan penulis yang sangat luar biasa.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, karena itu dengan rendah hati penulis menerima segala bentuk saran dan kritik yang membangun untuk dijadikan perbaikan bagi penulis dalam referensi penelitian selanjutnya.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih dengan hati yang paling dalam kepada keluarga terkasih yang sangat berperan besar setiap harinya dalam kehidupan penulis sebagai pembimbing untuk tetap berada di jalur kebaikan dalam hidup di dunia ini yang sanhgat besar pengaruhnya terhadap hidup penulis terkhususnya kepada Ilham Purba dan Semiati selaku ibu dan bapak saya yang sangat saya sayangi yang sudah membesarkan dan merawat penulis sejak lahir serta memberikan kasih sayang, dukungan dan fasilitas untuk mengejar cita cita saya. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Dewi Novita dan Rika Ilmiati selaku saudara perempuan saya yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada saya.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak berkontribusi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini, diantaranya:

(8)

1. Bapak Dr. Warjio selaku Ketua Program Studi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang hanya saya dapat ucapkan kepada bapak atas bimbingan yang bapak berikan selama ini. Terima kasih karena bapak telah memberikan semangat kepada saya dalam kegiatan kampus. Saya juga mengucapkan terima kasih atas kepercayaan dan dukungan yang bapak berikan kepada saya dalam menjalankan Lembaga Kajian Political Entrepreneurship.

2. Bapak Indra Kesuma Nasution, S.IP, M.Si, Ph.D selaku Dosen Pembimbing. Terimakasih untuk arahan, kesabaran, kerelaan hatu dan waktu yang diberikan kepada penulis dari awal sampai skripsi ini selesai. Semoga bapak dan keluarga selalu diberi kesehatan, serta berkatNya senantiasa.

3. Seluruh dosen dan semua staff Departemen Ilmu Politik FISIP USU, yang telah memberi ilmu dan membantu saya selama perkuliahan, semoga bapak dan ibu selalu diberi kesehatan.

4. Daniswara Prayitno selaku sahabat spesial penulis yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada saya, mengingatkan untuk ibadah serta menemani saya dalam proses pengerjaan skripsi ini, dan terima kasih atas kebaikan yang telah memberikan tempat untuk bercerita keluh kesah selama masa kuliah terkhusus dalam pengerjaan skripsi ini.

5. Samuel Silalahi, Novriza Diana, Maulana Hardi, Nurian Tya, Farid Halim, Clarencia Milka, Rahmah Zhafirah, Arif Hidayat, Hotasi Silalahi, Ade Tashia, Doli Togar, Putra, dan Amar selaku keluarga kecil serta sahabat terbaik yang pernah penulis miliki yang terkadang menyusahkan saya. Walaupun begitu, terimakasih telah membantu saya dalam menyelesaikan tugas semasa kuliah, membantu dalam ujian sehingga mendapatkan nilai yang baik, membantu dalam pengisian absen saya semasa kuliah, serta menemani saya dalam proses pengerjaan skripsi ini.

(9)

6. Winda Mei, Melisa Ekarina, Eva Valen, Syikis, Horas, Kevin Torong, dan Novita Silalahi selaku sahabat penulis sejak masa SMA, kuliah, sampai saat ini yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada saya. Terima kasih atas waktu dan pengalaman yang sudah kita lewati bersama.

7. Putri Mazia, Juningsih, Fatin, Wina Arafah, Ade Shifa, Putri Rizki, dan Caca selaku teman satu asrama dan kontrakan. Terimakasih sudah menjadi keluarga kecil penulis selama berada di kota Medan yang selalu meningatkan penulis akan hal kebaikan dan memberikan keceriaan serta motivasi selama masa kuliah hingga saat ini.

8. Lembaga Kajian Political Entrepreneurship yang menjadi keluarga saya dikampus sejak awal masuk ke Departemen Ilmu Politik. Terima kasih atas ilmu dan bimbingan yang telah saya dapatkan disini, karena disinilah saya dapat melatih kesabaran dan mental serta rasa ikhlas.

Terima Kasih Political Entrepreneurship.

9. Kepada adik adik saya di Political Entrepreneurship Hambali, Miya, Lovita, Amel, Nafisyah, Zara, Madhan, Reza dan adik adik saya yang lainnya yang sangat saya sayangi, terima kasih telah memberikan waktu bersama selama masa perkuliahan serta menjalankan organisasi tersebut.

10. Untuk para senior saya dalam Lembaga Kajian Political Entreprenurship, terima kasih kepada abang dan kakak stambuk 2014, 2015, dan 2016 yang telah memberikan saya ilmu dan memberikan saya pembelajaran mengenai organisasi yang kelak akan berguna bagi saya untuk kedepannya.

11. Untuk teman-teman saya di jurusan Ilmu Politik 2017 terkhusus di Konsentrasi Perbandingan, saya mengucapkan terima kasih atas waktu- waktu yang telah kita lalui bersama dalam perkuliahan di Departemen Ilmu Politik.

Demikian ucapan syukur dan terimakasih penulis. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada setiap pihak yang terlibat di dalam

(10)

pembuatan skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis berharap skripsi ini dpaat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Medan, 9 Mei 2021 Yang Menyatakan

Ade Lia Br Purba NIM: 170906049

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Batasan Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penulisan ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.6 Literature Riview ... 9

1.7 Kerangka Teori dan Konsep ... 12

1.7.1 Diplomasi ... 12

1.7.2 Kepentingan Nasional ... 18

1.7.3 Cool Japan ... 21

1.7.4 Nation Branding... 23

1.8 Metodologi Penelitian ... 25

1.8.1 Metode Penelitian ... 25

1.8.2 Jenis Penelitian ... 25

1.8.3 Teknik Pengumpulan Data ... 26

(12)

1.8.4 Teknik Analisis Data ... 26

SISTEMATIKA PENULISAN ... 28

BAB II COOL JAPAN STRATEGY 2.1 Sejarah Cool Japan Strategy ... 29

2.2 Lingkup Cool Japan Strategy ... 37

2.3 Tujuan Cool Japan Strategy ... 38

2.4 Kepentingan Nasional Jepang ... 41

2.4.1 Tujuan Jangka Pendek ... 42

2.4.2 Tujuan Jangka Menengah ... 45

2.4.2.1 Meningkatkan Peluang Ekonomi ... 45

2.4.2.2 Meningkatkan Martabat Negara ... 51

2.4.2.3 Perluasan Diri... 56

2.4.3 Tujuan Jangka Panjang ... 59

BAB III COOL JAPAN STRATEGY DAN INDONESIA 3.1 Masuknya Budaya Populer Cool Japan di Indonesia ... 65

3.2 Bentuk Cool Japan yang Mewabah di Indonesia ... 67

3.3 Kepentingan Jepang Melalui Cool Japan Strategy di Indonesia ... 77

3.3.1 Promosi Budaya Jepang ... 77

3.3.2 Nation Branding ... 81

3.3.3 Kepentingan Ekonomi ... 84

3.3.4 Kepentingan Politis untuk Menjaga Hubungan Bilateral dengan Indonesia ... 86 3.3.5 Kepentingan untuk mempertahankan Kebutuhan Bahan Baku Industri89

(13)

BAB IV PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 92 5.2 Saran ... 94 DAFTAR PUSTAKA ... 95

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Tujuan Cool Japan Strategy ...39

Gambar 2.2 Emerging Social Issues in Japan ...60

Gambar 2.3 Homestay in the U.S...61

Gambar 3.1 Cosplay Jakarta-Japan Matsuri ...75

(15)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 2.1 Kontribusi Ekspor-Impor Jepang Tahun 2011-2017 ...46 Grafik 2.2 Support for Japanese Popular Culture...49 Grafik 2.3 Jumlah Wisatawan Asing Jepang pada Tahun 1965-2020 ...51

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Daftar Matsuri di Beberapa Daerah di Indonesia ... 73 Tabel 3.2 Perbedaan Antara Matsuri di Indonesia dan Jepang ... 73

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Budaya bukanlah suatu topik baru dalam dinamika hubungan internasional, budaya telah dijadikan sebagai instrumen diplomasi bagi negara untuk saling berinteraksi. Kajian budaya terus berkembang seiring perkembangan zaman. Salah satu isu kontemporer mengenai budaya yang tumbuh dan berkembang di dunia adalah budaya popular.1

Jepang adalah negara yang memiliki nilai-nilai budaya tradisional dan masih sangat kental hingga saat ini. Nilai nilai budaya tradisional yang telah ratusan tahun dianut oleh masyarakat Jepang tetap tumbuh dan berkembang di masyarakat meskipun di tengah era globalisasi.2 Jepang mengadaptasi dan mengolah kembali nilai-nilai asing tersebut menjadi nilai-nilai budaya baru yang kemudian berkembang dan dikenal sebagai Budaya Populer3 Jepang. Adapun contoh budaya Populer Jepang tersebut adalah; cosplay4, harajuku fashion street5, visual kei6, anime7, serta manga8 yang telah lama menjadi ciri khas Negeri Sakura ini.

1 Budaya Populer adalah budaya berupa gaya hidup, style, ide, perspektif, dan sikap yang melintasi batas budaya tradisional. Budaya yang menarik massa. http://ab-fisipupnyk.com/files/perilaku_konsumen_Bab_3.pdf diakses pada 9 Desember 2020 jam 09.00 WIB

2 Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan

ketergantungan antarbangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. The Definition of Globalization. Microsoft Encarta Dictionary. Free Ensiklopedia, 2005

3 Budaya populer sering diartikan sebagai “mass culture” atau budaya massal. Definisi ini merujuk bahwa budaya popular merupakan budaya yang disukai oleh banyak orang. Budaya populer berdasarkan definisi ini menegaskan bahwa budaya populer merupakan produk budaya yang dihasilkan untuk konsumsi massal.

4 Cosplay adalah singkatan dari Kosupure (コスプレ) yaitu istilah dari bahasa Inggris buatan Jepang berupa singkatan dari Costume and Play. Dimana suatu hobi berpakaian beserta aksesoris dan rias wajah seperti yang dikenakan oleh tokohtokoh dalam Anime, Manga, Games, musisi idola,dll. Para pelaku Cosplay disebut Cosplayer. http://www.harajukustyle.net/cosplay.htm diakses pada 9 Desember 2020 jam 10.00 WIB

5 Harajuku ( 原 宿 ) merupakan nama daerah di Jepang yang dijadikan tempat berkumpulnya anak-anak muda Jepang yang mengenakan pakaian-pakaian unik sebagai bentuk pengekspresian diri dan di hari Minggu akan dipadati dengan para cosplayer. http://www.harajukustyle.net/Japanese_street_fashi on diakses pada 9 Desember 2020 jam 10.00 WIB

6 Style dengan make up yang mencolok, style rambut yang tidak biasa, dan pakaian yang mencolok. Tak adanya pembeda antara pakaian wanita dan pria dan siapapun yang memakainya adalah khas dari style ini, terutama dibidang entertainment adalah hal yang populer dalam style ini. Dipopulerkan oleh band-band rock di Jepang. http://www.harajukustyle.net/visual_kei.htm di akses pada 9 Desember 2020 jam 10.00 WIB

(18)

Pasca Perang Dunia kedua, Jepang kehilangan kapasitasnya sebagai salah satu negara adidaya di bidang militer. Tidak hanya itu, Jepang juga menjadi negara dengan citra buruk pasca perang dikarenakan adanya upaya kolonialisasi sehingga menyebabkan Jepang kesulitan mengembalikan kondisi ekonominya yang hancur pasca perang. Krisis ekonomi ini juga pada dasarnya mendorong Jepang untuk mengubah image negaranya menjadi lebih baik agar bisa mempermudah revitalisasi ekonominya.9

Jepang sudah melalui berbagai fase perubahan image (Citra) negara, mulai dari citra peaceloving nation10 yang didapat dari sanksi pasca perang yang menyebabkan Jepang harus memberikan kompensasi dan ikut serta dalam misi perdamaian dunia, image negara industrial yang disebabkan perkembangan pesat ekonominya yang memanfaatkan industri baja dan otomotif, hingga image negara eksportir budaya populer dan konten kreatif.11

Perubahan citra negara ini tentunya beralasan, khususnya di fase perubahan negara industrial ke eksportir industri kreatif. Pilihan pemerintah untuk melakukan perubahan citra ini ini tidak lain diakibatkan masa krisis ekonomi (1945-1954) yang menyebabkan industri konvensional Jepang yang sebelumnya menjadi penopang utama ekonomi. Jepang pasca perang kehilangan kapasitasnya sehingga tidak bisa lagi dikatakan sebagai negara industrial, Jepang harus mampu menemukan potensi kekuatan baru yang bisa membantu perkembangan ekonomi.

Disaat ekonomi Jepang berada di kondisi yang kurang baik12, musik pop Jepang, manga, dan anime mulai terkenal di luar negeri di tahun era 90-an. Perusahaan pembuat game seperti SEGA dan Nintendo menyebar luas secara global di tahun 1990-an. Tidak ada yang memprediksi bahwa ini bisa menjadi “kunci” dari

7 Kartun Jepang (anime adalah singkatan dari pelafalan animation)

8 Komik Jepang

9 Sidik Ali Mustaqim. 2018. Upaya Jepang Dalam Mempopulerkan Program Cool Japan Sebagai National Branding. Jurnal Hubungan Internasional. Vol. 6 No. 4. Hal. 1405-1408.

10 Peaceloving Nation adalah Negara Negara cinta damai.

11 Ibid

12 Kondisi ekonomi Jepang kurang baik pada saat paska Perang Dunia II yang berlangsung dari tahun 1945- 1954 akibat kekalahan selama Perang Dunia II yang sangat banyak menyita sumber daya yang dimiliki oleh negara Jepang.

(19)

national power di abad ke-21, dimana industri kultural13 bisa menjadi salah satu instrumen yang bisa dimanfaatkan dalam perkembangan ekonomi.

Keunikan dari budaya populer Jepang dijadikan sebagai pintu masuk oleh Pemerintah Jepang untuk memulai atau menjalankan diplomasi dengan negara- negara lain. Dengan pengenalan nilai-nilai budaya yang dilakukan Jepang misalnya melalui sarana manga dan anime, Jepang berhasil memberikan kesan yang kuat terhadap masyarakat di beberapa negara.14 Jepang yang pada awalnya berfokus untuk melakukan diplomasi budaya hanya untuk mengubah image pada Indonesia, berubah haluan dengan memanfaatkan diplomasi tersebut secara lebih luas, yakni untuk kepentingan perekonomian Jepang.15 Sebab, bagi Jepang, Indonesia dipandang sebagai pasar ekonomi yang potensial untuk perkembangan industri budaya tradisional maupun populer serta industri kreatif Jepang, ditambah lagi dengan data-data yang menunjukkan masyarakat Indonesia ternyata merespons positif budaya Jepang yang masuk ke tanah air.16 Dewasa ini, industri kreatif 17 memang dipandang memiliki andil dalam mendukung kesejahteraan dalam perekonomian negara dan inilah yang kemudian dimanfaatkan Jepang.

Tidak terlepas dari hal tersebut, segmen usia muda merupakan salah satu penentu daya tarik keberhasilan diplomasi budaya yang berperan sebagai target pasar industri kreatif Jepang, ditambah dengan fakta bahwa lebih dari 50% jumlah penduduk Indonesia berada pada usia produktif (15-54 tahun).18 Kekayaan Jepang akan kebudayaannya membuat pemerintah memanfaatkan hal tersebut dengan membentuk beberapa program yang berkaitan dengan kebudayaan. Pada tahun

13 Industri kultural adalah budaya yang meliputi percetakan, penerbitan, produksi multimedia, audio-visual, fonografi (rekaman suara), dan sinematografi yang termasuk kerajinan dan desain. Industri kultural bertujuan menumbuh kembangkan kreativitas serta mendorong pembaharuan produksi dan komersialisasi.

14 Ibid

15 Bagus Yudoprakoso, diwawancara oleh Halimun Muhammad dalam “Diskusi Ilmiah Mengenai Cool Japan:

Asal-usul, Perkembangan dan Tujuan Strategi Ekonomi Kreatif Jepang”, 2014.

http://www.kaorinusantara.or.id/newsline/23003/diskusi-ilmiah-mengenai-cool-japan-asal-usul- perkembangan-dan-tujuan-strategi-ekonomi-kreatif-Jepang/amp.

16 Masao Yokota dan Tze-yue G. Hu, “Anime, Cool Japan, dan Globalisasi Budaya Populer Jepang”, dalam tinjauan buku oleh Firman Budianto.Jurnal Kajian Wilayah Vol.6 No.2, hal 183- 184.

17 Department of Culture, Media and Sport (DCMS) Inggris menyatakan industri kreatif merupakan industri yang menunjukkan kreativitas individual, keahlian dan bakat yang orisinil, serta berpotensi untuk kesejahteraan dan peluang kerja melalui generasi ke generasi dan pemanfaatan kekayaan intelektual.

18 Okky Gilang Matahari, “Analisis Implementasi Strategi Diplomasi Budaya Populer Jepang di Indonesia Tahun 2008-2013”, Jurnal Analisis Hubungan Internasional Vol. 3 No. 2, 2014. Hal 503-504.

(20)

2002, sebuah artikel berjudul Japan’s Gross National Cool karya jurnalis Amerika Serikat, Douglas McGray, diterbitkan dalam sebuah jurnal diplomatik.19 Dalam artikel tersebut, McGray sangat mengapresiasi potensi budaya pop Jepang dengan segala aspek yang terdapat di dalamnya, yang kemudian membuat McGray beranggapan bahwa Jepang telah menjadi negara yang khas dengan keberagaman budayanya. Artikel karya McGray tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang, yang akhirnya mendapatkan apresiasi baik dari kaum intelektual dan pihak pemerintah.20

Hal tersebut kemudian mendorong pemerintah Jepang dalam membentuk sebuah kebijakan Cool Japan, yang bermula dari Gross National Cool (GNC) pada tahun 2002 dan strategi tersebut digunakan oleh pemerintah Jepang untuk mengomersialkan kebudayaan Jepang ke seluruh penjuru dunia.21 Dalam Diplomacy Bluebook pada tahun 2004, tercantum bahwa Jepang telah memulai sebuah program diplomasi publik yang dikenal sebagai Cool Japan yang berfokus pada pemanfaatan budaya pop Jepang.22 Strategi Cool Japan sejatinya merupakan upaya yang bertujuan untuk membuat masyarakat dunia lebih tertarik akan kebudayaan Jepang, terutama budaya pop, sekaligus untuk menunjang pertumbuhan ekonomi domestik melalui program-program yang telah dilaksanakan maupun yang masih menjadi rencana dari pemerintah Jepang.23 Cool Japan sendiri, mulai tahun 2011, gencar dipromosikan oleh Divisi Industri Kreatif dari Ministry of Economy, Trade and Industri (METI), sehingga diharapkan dengan adanya strategi

19 Watanabe Hirotaka, Shouldn’t Cool Japan be Changed?, Japan Foreign Policy Forum, diakses dalam http://www.japanpolicyforum.jp/archives/diplomacy/pt20161114034339.html (09/12/2020)

20 Roland Kelts, Cool Japan – Beginnings, The Journal, diakses dalam https://journal.accj.or.jp/cool-japan- beginnings/ (09/12/2020)

21 Gross National Cool (GNC) merupakan sebuah gagasan dari seorang jurnalis bernama Douglas McGray, dimana McGray menyebutkan bahwa Jepang bukan hanya sebagai negara yang kaya secara ekonomi namun juga budaya. National cool merupakan sebuah ide sekaligus pengingat bahwa ketika sebuah negara mampu mengorganisir tren dan produk komersial yang dimiliki negara tersebut dengan baik, hal tersebut akan berdampak baik pula terhadap tujuan politik dan ekonominya. GNC menjadi potensi soft power yang menjanjikan bagi Jepang untuk terus memanfaatkan popularitas budaya populer sehingga dapat berpengaruh pada citra baik Jepang.

22 Toshiya Nakamura, 2013, Japan’s New Publik Diplomacy: Coolness in Foreign Policy Objectives, メディア と社会 (Studies in Media and Society), diakses dalam https://www.lang.nagoya-

u.ac.jp/media/publik/mediasociety/vol5/pdf/nakamura.pdf (09/12/2020, 14:00 WIB)

23 Cool Japan Strategy Publik-Private Collaboration Initiatve, Cool Japan Strategy Promotion Council, diakses dalam http://www.cao.go.jp/cool_japan/english/pdf/published_document2.pdf (09/12/2020, 14:20 WIB)

(21)

ini, angka wisatawan asing yang berkunjung ke Jepang dapat mengalami peningkatan sehingga berpengaruh pada pariwisata domestik.24

Terdapat total 18 sektor yang dinaungi oleh Cool Japan, dimana di dalam 18 sektor tersebut dimulai dari budaya populer (anime dan manga), film, musik, serial drama, arsitektur, kesenian, kerajinan, desain, pertunjukan seni, penerbitan, mainan hingga kuliner dan industri fashion, digarap secara serius oleh pemerintah Jepang.25 Nilai lebih dari kebijakan Cool Japan ini ialah bukan hanya sebagai alat untuk diplomasi budaya tetapi juga dimanfaatkan sebagai alat pencapaian kepentingan perekonomian Jepang yang diperankan pihak oleh pemerintah dan pihak swasta. Di sisi lain Jepang juga memiliki kepentingan untuk bisa mengatasi penurunan angka kelahiran, banyaknya populasi lansia, isu-isu lingkungan dan energi, serta rekonstruksi ekonomi yang akan dihadapi oleh dunia global. Jepang ingin menunjukkan diri sebagai leader yang bisa memberikan solusi untuk kesamaan permasalahan yang ada di dunia sebagai misi dari Cool Japan.26

Seiring berjalannya waktu, hubungan Kerjasama bilateral antara Jepang dan Indonesia semakin membaik pada masa reformasi. Kerjasama yang dilakukan meliputi bidang ekonomiyang telah menghasilkan beberapa perjanjian diantaranya yakni : “Treaty of Amity and Commerce,” “Perjanjian Hubungan Negara”,

“Kerjasama di Bidang Ilmu Pengetahuan”, “Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda”.27 Terhitung dari tahun 1996 hingga tahun 2016, pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang sudah menjalankan kurang lebih sebanyak 200 kesepakatan yang melipiuti Kerjasama di bidang pertanian, perikanan, kehutanan, penambahan produk bahan pangan dan bantuan dana langsung dari Jepang.28

24 Kazuaki Nagata, Exporting Culture via ‘Cool Japan’: METI promoting art, food, fashion abroad to cash in on ‘soft power’, Japan Times, diakses dalam

http://www.japantimes.co.jp/news/2012/05/15/reference/exporting-culture-via-cooljapan/#.WMvwFn22168 (09/12/2021, 14:20 WIB)

25 Ibid, hal 183.

26 Minister in charge of the Cool Japan Strategy, “Declaration of Cool Japan’s Mission : Japan, a Country Providing Creative Solutions to the World’s Challenges”, Agustus 2014. Hal 1-2.

http://www.cao.go.jp/cool_japan/english/index-e.html (diakses pada 10 Desember 2020 pukul 10.00 WIB)

27 Pemerintah Jepang, 2010. Diakses dari laman http://www.id.emb-japan.go.jp/birel_id.html

28 "Bab 19 Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan - Bappenas."

https://www.bappenas.go.id/files/5813/5228/3225/bab-19revitalisasi- pertanian__20090202212311__1757__18. Diakses pada 20 Apr. 2021.

(22)

Meskipun tergolong baik, hubungan diplomatik keduanya tidak selalu berjalan dengan mulus, selalu ada kesenjangan berpendapat diantara keduanya meski pada akhirnya akan terselesaikan. Berakhirnya masa orde baru membawa Indonesia pada masa reformasi, pergantian kepemimpinan tentunya akan membawa perubahan kepada bentuk kebijakan serta Kerjasama luar negeri yang berbeda dari sebelumnya. Selain dikarenakan pergantian kepemimpinan, perubahan corak politik luar negeri juga dipengaruhi oleh isu isu yang berkembang dan juga dialami oleh negara Indonesia.

Hubungan Indonesia dan Jepang semakin baik memasuki tahun 1980.

Persoalan investasi, perdagangan, ahli teknologi, dan bantuan keuangan menjadi isu paling diminati, meski pada dasarnya persoalan ekonomi tetap menjadi topik utama, Jepang merupakan investor asing terbanyak pada dasawarsa ini. Tercatat 24,8% dari investasi asing yang ada di Indonesia adalah investasi Jepang. Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi penting di mata Jepang. Terlebih neraca perdagangan Jepang Indonesia menunjukkan defisit bagi Jepang. Pada 1989, ekspor Jepang ke Indonesia hanya 3,3 milyar dolar Amerika Serikat. Jumlah itu tentunya lebih sedikit disbanding impor Jepang dari Indonesia yang mencapai 11 milyar dolar Amerika Serikat. Meski defisit, Jepang tetap membutuhkan dan mengimpor bahan mentah dari Indonesia untuk menjalankan produksinya.29 Sebagai negara maju dengan pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang cepat, Jepang dapat menjadi kepala yang aktif berpikir dalam pengelolaan ekonomi nasional Indonesia. Analisa tentang system penyusunan anggaran belanja negara di Jepang menunjukkan adanya keunikan karena tidak mengikuti standar internasional.

Terlepas dari adanya kelemahan system ini, banyak kelebihan yang bisa dipelajari dan dipikirkan kemungkinan pengembangannya di Indonesia.30

Dalam hal ini Indonesia menyadari bahwa Jepang merupakan negara dengan kapasitas ekonomi yang tinggi, sehingga Jepang merupakan negara mitra dagang dari Indonesia sendiri, begitu pula dengan Jepang menyadari bahwa

29 Bahri, M.M., “International Aid for Development? An Overview Japanese ODA to Indonesia, Makara, Sosial Humaniora, 20024, hal 39-44.

30 Ibid

(23)

Indonesia merupakan negara mitra dagangnya. Pada tahun 2008 merupakan tahun persahabatan Jepang dengan Indonesia, yang mana terjadi peringatan 50 tahun jalinan kerjasama diantara keduanya. Dengan adanya peringatan di tahun 2008, diadakan berbagai kegiatan di bidang seperti Pendidikan, Kebudayaan dan Ekonomi. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memperluas pertukaran antara rakyat kedua negara dan memperdalam pengertian antar generasi.31

Kerjasama Indonesia dan Jepang dalam bidang ekonomi terus berkembang, pada akhir tahun 2013, dimasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia dan Jepang semakin mempererat hubungan dengan menyepakati Kerjasama dibidang perdagangan, penanaman modal, pembangunan infrastruktur agar dapat tumbuh Bersama berdasarkan kesepakatan pada tingkat Menteri untuk lebih mendorong Kerjasama Metropolitan Priority Area (MPA) di wilayah Jabodetabek, yang mana dengan adanya kesepakatan tersebut total nilai perdagangan Januari-Agustus tahun 2013 telah mencapai 31,24 Miliar.32

Seiring berjalannya waktu kedua negara telah memiliki rasa kepercayaan dan keakraban yang kemudian meningkatkan peluang Kerjasama yang lebih luas.

Jepang tidak hanya berfokus pada Kerjasama bisnis dan ekonomi, tetapi juga meningkatkan peluang Kerjasama pada bidang energi, politik, teknologi, pertahanan, dan keamanan, serta budaya. Jepang telah memiliki citra sebagai negara mitra dengan Indonesia, tidak lagi sebagai negara penjajah.33

Masuknya budaya popular Jepang ke Indonesia diterima dengan berbagai variable berbeda. Misalnya, media hiburan kebudayaan Jepang menggunakan Bahasa Jepang tanpa diterjemahkan. Selain itu, salah satu grup lokal Indonesia JKT 48. Disandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia dan Thailand menunjukkan ketertarikan terhadap komik dan Anime asal Jepang, serta melihat

31 Embassy of Japan in Indonesia, ―Apakah Tahun Persahabatan Indonesia-Jepang 2008‖, dimuat dalam http://www.id.emb-japan.go.jp/ijff_apa_id.html, diakses pada 9 Januari 2021.

32 "Deputi Bidang Ekonomi - Bappenas."

https://www.bappenas.go.id/blocks/policy_paper_viewer/FINALL_2_LAPORAN_TRIWULANAN_III_2013_

BAPPENAS.pdf. Diakses pada 20 Apr. 2021.

33 Rizki Valentine, “Dinamika Hubungan Indonesia-Jepang di Era Reformasi”, Academia,

https://www.academia.edu/19966043/DINAMIKA_HUBUNGAN_INDONESIA_JEPANG_DI_ERA_REFOR MASI, diakses pada 10 Desember 2020

(24)

Jepang sebagai negara dengan citra yang baik. Sedangkan Myanmar dan Singapura menunjukkan hasil yang lebih rendah.34

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, tujuan METI dalam kebijakan Cool Japan adalah pertumbuhan pasar global industri kreatif. Poin yang menarik adalah Soft power memanfaatkan Cool Japan dan brand state dalam menegaskan pentingnya pertumbuhan dalam industri kreatif bagi negara dengan menyebarkan industri kreatif ke negara-negara tujuan, seperti Hongkong, Thailand dan Filipina.

Negara-negara ini merupakan negara yang berpotensi membuka pasar industri kreatif Jepang di Asia, maka menurut saya hal ini patut diteliti karena Jepang memanfaatkan Cool Japan untuk melancarkan soft diplomacy dalam hubungan Kerjasama Indonesia-Jepang guna mencapai kepentingan nasionalnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan uraian penelitian tersebut, maka Peneliti merumuskan masalah yang akan dikaji melalui pertanyaan dalam penelitian yaitu:

Bagaimana Cool Japan Strategy Sebagai Instrumen Soft Diplomacy dalam Hubungan Jepang-Indonesia?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah peneliti hanya berfokus pada analisis Cool Japan Strategy sebagai instrument soft diplomacy yang dimanfaatkan oleh Jepang sebagai upaya meningkatkan hubungannya dengan Indonesia dalam mencapai kepentingan nasional.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah untuk

34 Seungik Han, “Indonesia, Japanophile: Japanese Soft Power in Indonesia”, GSCIS Singapore,

http://web.isanet.org/Web/Conferences/GSCIS%20Singapore%202015/Archive/8d437e87-52cf-421c-b17f- 659bd2fl3546.pdf,diakses pada 10 Desember 2020.

(25)

menganalisis strategi diplomasi soft power Jepang dalam mencapai kepentingan nasionalnya.

1.5 Manfaat Penelitian

Apabila tujuan penelitian tercapai, maka penelitian ini diharapkan :

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi manfaat dan sumbangsih bagi kepustakaan Ilmu Politik, khususnya dalam bidang Politik Luar Negeri dan Hubungan Internasional serta pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan kajian diplomasi kebudayaan dalam melakukan diplomasi terkait.

2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berkontribusi bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan hal yang sama seperti Soft Diplomacy (Cool Japan Strategy) untuk mencapai Kepentingan Nasional Indonesia dengan cara mengeksplorisasi kebudayaan.

3. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan menciptakan karya tulis sebagai bekal dalam mencapai gelar sarjana.

1.6 Literature Review

Pertama, penelitian karya Irfan Hakim mengenai peran Japan Foundation dalam menyebarkan kebudayaan Jepang di Indonesia pada tahun 2013- 2015.35 Menurut Irfan, Japan Foundation memiliki peran yang cukup besar dalam memenuhi kepentingan nasional Jepang. Japan Foundation sendiri merupakan sebuah lembaga pemerintahan Jepang yang bertujuan untuk menciptakan kesepahaman antar masyarakat Jepang dengan masyarakat dari negara lain melalui pertukaran kebudayaan. Japan Foundation pertama kali mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1979, dan hal tersebut menandakan bangkitnya hubungan diplomasi antara Jepang dengan Indonesia. Program yang dijalankan oleh Japan Foundation di beberapa negara, termasuk Indonesia, pada umumnya memiliki aktivitas yang sama yakni berkaitan dengan pendidikan dan kebudayaan. Namun,

35 Irfan Hakim, Peran Japan Foundation dalam Menyebarluaskan Kebudayaan Jepang di Indonesia tahun 2013- 2015, Universitas Komputer Indonesia, diakses dalam http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/697/jbptunikompp- gdl-irfanhakim-34809-1-unikom_i-l.pdf (03/1/2021, 13:48 WIB)

(26)

pihak Japan Foundation tetap memperhatikan keadaan masing-masing negara, sehingga realisasi program dapat terlaksana dengan baik sehingga esensi dari pelaksanaan program tersebut dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, termasuk di Indonesia.

Walaupun citra buruk Jepang di mata Indonesia tidak bisa dilupakan begitu saja, namun dengan adanya upaya-upaya diplomasi dari Jepang, hubungan antara Indonesia dengan Jepang dapat berangsur-angsur membaik. Sentimen anti- Jepang yang sempat berkembang di Indonesia perlahan menghilang, terutama ketika Jepang gencar melakukan diplomasi budaya yang berfokus pada penyebaran popculture. Penyebarluasan kebudayaan yang dilakukan Jepang menjadi salah satu faktor penting terjalinnya hubungan yang lebih baik bagi Indonesia – Jepang.

Bahkan, dari beberapa survey, hampir semua masyarakat Indonesia menganggap bahwa Jepang merupakan negara yang ramah.

Penjelasan dan argumen yang tercantum dalam penelitian Irfan dilandasi dengan beberapa konsep seperti politik luar negeri, kepentingan nasional, diplomasi, soft power hingga institusi nasional. Walaupun topik pembahasan antara penelitian Irfan sama dengan penelitian penulis, dimana persamaan tersebut terletak pada pembahasan mengenai Jepang, soft power dan diplomasi, namun penelitian penulis dengan Irfan tetap dua penelitian yang berbeda. Hal tersebut terlihat pada objek pembahasan penelitian Irfan yang hanya fokus pada Japan Foundation sedangkan penulis berfokus pada Cool Japan.

Kedua, penelitian karya Bagus Fitrian Yudoprakoso dan Asra Virgianita yang menggunakan metode kualitatif ini menjelaskan bagaimana Cool Japan menjadi komoditas dan strategi yang tidak hanya berfokus pada pelaksanaan diplomasi publik, namun juga berfungsi sebagai penunjang dalam menghasilkan profit.36 Cool Japan merupakan kebijakan pengelolaan budaya populer Jepang dalam politik luar negeri maupun ekonomi global Jepang. Strategi Cool Japan

36 Bagus Fitrian Yudoprakoso & Asra Virgianita, 2013, Analisis Cool Japan dalam Politik dan Ekonomi Luar Negeri Jepang Periode 2002–2013, Universitas Indonesia, diakses dalam

http://www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S53716-bagus%20fitrian%20yudoprakoso (03/01/2021, 14:51 WIB)

(27)

tidak hanya berperan sebagai bagian dari diplomasi publik, namun juga pengembangan industri kreatif Jepang. Strategi Cool Japan dianggap memiliki keunggulan tersendiri, mengingat pelaksanaannya yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah.

Namun, awal mula kemunculan kebijakan Cool Japan sempat menerima beberapa kritik, seperti adanya anggapan bahwa kreativitas tidak muncul dari sektor marketing, industri video game yang mulai tidak relevan, hingga budaya populer tidak semudah itu untuk dilaksanakan sebagai peluang bisnis. Menurut Bagus dan Asra, diperlukan adanya inovasi berkelanjutan dalam produktivitas produk dalam industri kreatif. Alasan bagi Bagus dan Asra melakukan riset dengan rentang waktu 2002-2013 adalah karena dari rentang waktu tersebut, Jepang mengalami berbagai dinamika situasi politik dan ekonomi global yang kemudian munculnya kesadaran dari pemerintah Jepang bahwa Jepang memiliki keunggulan dalam diplomasi publik dan industri kreatif.

Awalnya, Cool Japan berada dibawah kendali Ministry of Foreign Affairs (MOFA), namun ketika pada tahun 2005 Japan External Trade Organization (JETRO) mengeluarkan laporan bahwa budaya populer juga dapat dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan finansial. Momentum tersebut akhirnya berakibat pada berpindahnya otoritas pelaksanaan Cool Japan dari MOFA ke Ministry of Economy, Trade and Industri (METI). Sejak dibentuknya divisi khusus Cool Japan dalam METI, Cool Japan tidak lagi hanya slogan dalam pelaksanaan diplomasi, namun juga strategi untuk mengembangkan industri kreatif Jepang di pasar global.

Keunggulan yang dimiliki masing-masing tujuan strategi Cool Japan menjadi dasar bagi pemerintah Jepang dalam mendukung penggunaan strategi Cool Japan.

Penelitian ini menggunakan konsep diplomasi publik dan benar-benar berfokus pada aspek-aspek ekonomi dan politik luar negeri Jepang melalui strategi Cool Japan dan juga analisa mengenai pelaksanaan strategi Cool Japan itu sendiri.

Terdapat perbedaan penelitian oleh Bagus dan Asra dengan penelitian penulis, perbedaan tersebut terletak pada perbedaan fokus penelitian dimana Bagus dan Asra berfokus pada analisa Cool Japan dalam perspektif ekonomi dan politik luar

(28)

negeri, sedangkan penulis berfokus pada diplomasi kebudayaan dan kepentingan nasional untuk menjelaskan sekaligus memahami kepentingan Jepang dalam melakukan diplomasi budayanya.

1.7 Kerangka Teori dan Konsep 1.7.1 Diplomasi

Dalam hubungan internasional, negara akan berusaha untuk melindungi dan memenuhi kepentingan nasional sehingga diperlukan sebuah kebijakan yang menguntungkan.37 Kebijakan yang dibentuk oleh suatu negara dapat menggunakan dua jenis kekuatan, yaitu hard power38 dan soft power. Soft power adalah kemampuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan oleh kelompok A melalui cara yang menarik perhatian dan bersifat persuasive terhadap kelompok lain dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kelompok A.39 Soft power dalam praktiknya menggabungkan budaya suatu negara termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral dan kapabilitas lainnya serta kebiasaan yang dibentuk oleh masyarakat.40 Lahirnya soft power dari budaya, nilai, dan kebijakan domestik serta implikasinya terhadap kebijakan luar negeri memunculkan diplomasi budaya sebagai aktivitas yang signifikan dalam hubungan internasional.41

Diplomasi menjadi salah satu bentuk kebijakan negara untuk mencapai kepentingannya42 baik dengan menggunakan hard power maupun soft power.

Terdapat beberapa defenisi diplomasi oleh tokoh politik dunia. Sir Ernest Satow mendefenisikan diplomasi sebagai aplikasi inteljen dan taktik untuk menjalankan

37 Glenn Palmer dan T. Clifton Morgan, “ A Theory of Foreign Policy,” (New Jersey : Princeton University Press, 2006):4

38 Hard Power menurut Joseph Nye adalah kemampuan untuk membuat orang lain bertindak dengan cara yang bertentangan dengan preferensi dan strategi awal mereka, dimana dalam hal ini menggunakan kemampuan untuk memaksa melalui ancaman dan paksaan, atau seringkali disebut dengan istilah carrot and stick. Sumber:

Joseph Nye, “ The Future of Power,” ( New York: Publik Affairs, 2011):11

39 Joseph Nye, “ Propaganda Isn’t the Way: Soft Power,” The International Herald Tribune, 10 Januari 2003, http://www.belfercenter.org/publikation/propaganda-isnt-way-soft-power, diakses pada 11 Januari 2021.

40 Hwajung Kim, “Cultural Diplomacy as the Means of Soft Power in an Information Age,”

culturaldiplomacy.org, Desember 2011, http://www.culturaldiplomacy.org/pdf/case-

studies/Hwajung_Kim_Cultural_Diplomacy_as_the_Means_of_Soft_Power_in_the_Information_Age.pdf, diakses pada 11 Januari 2021

41 Joseph S. Nye, “Soft Power and American Foreign Policy,” Political Science Quarterly, Academy of Political Science 119, no 2 (2004): 255-270.

42 Sukawarsini Djelantik, “Diplomasi antara Teori dan Praktik,” (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012):13.

(29)

hubungan resmi antara pemerintah yang berdaulat.43 Barston mendefenisikan diplomasi sebagai manajemen hubungan antar negara dengan aktor aktor hubungan internasional lainnya.44 Inti dari diplomasi adalah aktivitas yang dilakukan oleh suatu aktor hubungan internasional terhadap aktor lainnya untuk menciptakan atau menjaga hubungan antar negara serta mencapai kepentingan negara.

Pengertian diplomasi menurut Sumaryo Suryokusumo adalah cara-cara di mana negara melalui wakil- wakil resmi maupun wakil-wakil lainnya termasuk juga para pelaku lainnya, membicarakan dengan baik, mengkoordinasikan dan menjamin kepentingan- kepentingan tertentu atau yang lebih luas dengan mengadakan pertukaran pandangan, pendekatan, kunjungan-kunjungan dan bahkan sering dengan ancaman-ancaman dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan lainnya .45

Seiring pendapat diatas, S.L. Roy bahwa diplomasi sangat berkaitan dengan penelaahan hubungan antar negara. Diplomasi adalah seni mengedepankan kepentingan sesuatu (negara) melalui negoisasi yang dilakukan dengan cara-cara damai apabila dimungkinkan untuk dilaksanakan.46 Apabila cara-cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang diinginkan diplomasi memberikan pilihan untuk menggunakan ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diplomasi diartikan sebagai urusan penyelengaraan perhubungan resmi antara satu Negara dengan negara lain. Bisa juga diartikan sebagai urusan kepentingan sebuah Negara dengan perantaraan wakil-wakilnya di Negara lain.

Berbeda dengan pendapat diatas, G.R. Berridge menjelaskan bahwa konsep diplomasi merujuk pada aktivitas politik yang dilakukan oleh para aktor untuk mengejar tujuannya dan mempertahankan kepentingannya melalui negosiasi, tanpa menggunakan kekerasan, propaganda, atau hukum. Diplomasi terdiri dari

43 Sukawarsini Djelantik, “Diplomasi antara Teori dan Praktik,” (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012):4.

44 Ibid

45 Sumaryo Suryokusumo. 2004. Praktik Diplomasi. Jakarta: STIH IBLAM. Hal. 11-12.

46 Jusuf Badri. 1994. Kiat Diplomasi, Mekanisme dan Pelaksanaannya. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hal.

15

(30)

komunikasi antar sejumlah pihak yang didesain untuk mencapai kesepakatan.47 Tugas utama diplomasi untuk melindungi kepentingan negara yang meyangkut politik, hubungan ekonomi, budaya, penyelesaian sengketa, dan juga bisa untuk membela hak asasi manusia. Diplomasi bisa terjadi dalam konteks bilateral dan multilateral.48

Era globalisasi memunculkan aktor dan isu baru dalam hubungan internasional, sehingga pemerintah tidak lagi menjadi aktor satu satunya dalam proses pengambilan keputusan.49 Perubahan karakter diplomasi ini disebut juga sebagai modern diplomacy, dimana pasca Perang Dingin terjadi perubahan agenda internasional sehingga diplomasi menjadi lebih global, rumit, dan fragmentaris.50 Hal ini menyebabkan adanya keterlibatan aktor non negara yang signifikan dalam aktivitas diplomasi sebagai akibat dari perkembangan informasi dan teknologi yang dikenal sebagai diplomasi publik.51 Diplomasi publik muncul untuk melengkapi aspek aspek diplomasi tradisional yang aktornya adalah negara, seperti membentuk opini publik untuk menciptakan sikap positif terhadap negara pelaku diplomasi.52 Tujuan dari diplomasi publik adalah sebagai salah satu inisiatif untuk mempromosikan negara, meningkatkan eksistensi, atau menyebarkan pengaruhnya ke negara lain untuk kepentingan nasional.53 Jika diplomasi tradisional hanya merupakan sebuah mekanisme suatu negara untuk mengatur hubungannya dengan negara lain dalam dunia internasional, diplomasi publik berbeda karena melibatkan publik dalam aktivitasnya untuk mengatur hubungan negara di dunia internasional.54

47 Rizki Rahmadini Nurika. 2017. “Peran Globalisasi di Balik Munculnya Tantangan Baru Bagi Diplomasi di Era Kontemporer”. Jurnal Sospol, Vol. 3 No. 1, hal 128.

48 Federal Departmen of Foreign Affairs. “ABC of Diplomacy”,FDFA.3

49 Taehwan Kim, “Paradigm Shift in Diplomacy: A Conceptual Model for Korea’s “New Publik Diplomacy”,”

Korea Observer 43, no 4 (2012): 527-555

50 Didzis Klavins, “Understanding the Essence of Modern Diplomacy,” The ICD Annual Academic Conference on Cultural Diplomacy 2011: Cultural Diplomacy and International Relations: New Aktors, New Initiatives, New Targets (Berlin, December 15-18,2011)

51 Sukawarsini Djelantik, “Diplomasi dalam Politik Global ,” (Bandung: Unpar Press, 2016):xxi.

52 Marta Ryniejska Kieldanowicz, “Diplomacy as a Form of International Communication,” instituteforpr.org, http://www.instituteforpr.org/wp-content/uploads/Ryniesjska_Kieldanowicz.pdf, diakses pada 11 Januari 2021

53 KM Panikkar, “The Principle and Practice Diplomacy,” (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995): 3

54 Nicholas J. Cull, “Publik Diplomacy : Lessons From the Past,” ( University of Southern California: Figueroa Press, 2009), hal 12.

(31)

Sebagaimana diplomasi merupakan salah satu bentuk kebijakan negara untuk mencapai kepentingannya, Nicholas J. Cull menyatakan bahwa diplomasi publik adalah upaya aktor hubungan internasional dalam menjalankan kebijakan luar negerinya dengan cara menjalin hubungan dengan publik, dimana tujuan dari diplomasi publik ini adalah untuk menciptakan pandangan sesuai yang diproyeksikan oleh aktor diplomasi terhadap publik.55 Aktor hubungan internasional yang dimaksudkan Cull bukan hanya negara, tetapi juga non negara.56 Milton Cumiings menyatakan hal serupa bahwa diplomasi budaya seharusnya melibatkan aktor non negara dalam mendukung negara mencapai tujuannya untuk menciptakan hubungan hubungan baik dengan negara lain dan mempromosikan citra negara.

Salah satu sumber daya diplomasi publik adalah budaya.57 Budaya merupakan sebuah system berisi makna yang dipelajari, terdiri dari pola pola tradisi, kepercayaan, nilai, norma, makna, dan simbol yang diberikan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya dan dibagikan dalam beberapa tingkat melalui interaksi dalam kelompok.58 Secara tradisional, budaya yang digunakan dalam diplomasi dapat meliputi karya seni tinggi seperti lukisan, teater, tari, dan musik59. Pada era globalisasi, diplomasi budaya meliputi budaya popular, yaitu aktivitas budaya yang menarik massa sebagai instrument diplomasi.60 Instrumen lainnya yang juga merupakan budaya suatu negara yang dapat dipakai sebagai alat diplomasi adalah makanan.61

55 Nicholas J. Cull, “The Cold War and the United States Information Agency: American propaganda and public diplomacy, 1945-1989,” (New York: Cambridge University Press, 2008).

56 J.Cull, Loc.Cit.

57 Kim, Loc. Cit.

58 S. Ting Toomey S. dan L. C. Chung, “Understanding Intercultural Communication,” (Los Angeles, CA:

Roxbury Publishing Co, 2012):16.

59 Simon Mark, “ A Greater Role for Cultural Diplomacy,” Netherlands Institue of International Relations

‘Clingendael’ April 2009,

https://www.clingendael.nl/sites/default/files/20090616_cdsp_discussion_paper_114_mark.pdf, diakses pada 11 Januari 2021.

60 Ibid

61 Carly Schmitt, “Food as an Emerging Diplomatic Tool in Contemporary Publik Art,”

http://www.culturaldiplomacy.org/academy/content/pdf/participant-papers/2012-03-cdp/Food-as-an-Emerging- Diplomatic-Tool-in-Contemporary-Publik-Art---Carly-Schmitt.pdf.

(32)

Sumber diplomasi publik seperti budaya dan ideologi bukan merupakan hal yang baru, walaupun pada prakteknya baru banyak digunakan di era globalisasi.62 Milton Cumming Mendefenisikan diplomasi budaya sebagai pertukaran ide-ide, informasi, seni dan aspek-aspek lain dari budaya diantara bangsa-bangsa dan masyarakat serta manusia untuk mendorong rasa saling pengertian.63 Nicholas J.

Cull juga menjelaskan bahwa diplomasi budaya merupakan salah satu komponen dari diplomasi publik, dimana diplomasi budaya didefenisikan sebagai upaya aktor internasional dalam mengatur hubungan internasional melalui pengenalan budaya negaranya agar dikenal diluar negeri.64 Oleh karena itu, penggunaan budaya dalam diplomasi melalui acara multikultural, pameran budaya, pertunjukan seni, wisata budaya dan berbagai festival budaya.65

Diplomasi budaya tidak bisa lepas dari istilah diplomasi publik dan soft power. Istilah soft power sendiri yang dikemukakan oleh Joseph Nye, bisa diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi aktor lain untuk mendapatkan kepentingannya dengan memanfaatkan daya tarik dibanding kekerasan atau militer.66 Di sini dapat disimpulkan bahwa soft power ialah kekuatan daya tarik yang dimiliki negara, sehingga dapat dikatakan bahwa diplomasi budaya merupakan salah satu strategi negara yang efektif dengan biaya murah, sebab hanya mengandalkan daya tarik. Tidak seperti hard power yang didominasi oleh kekuatan militer bersifat high politics dengan unsur kekerasan, sehingga negara akan membutuhkan lebih banyak cost untuk pencapaian kepentingannya.

Diplomasi kebudayaan juga bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional, yakni membangun dukungan dari luar negara untuk pencapaian ekonomi dan politik.67 Untuk pencapaian tujuan tersebut, diplomasi kebudayaan berperan untuk menciptakan rasa sepaham atas masyarakat internasional dengan negara.

Upaya-upaya dalam diplomasi kebudayaan ialah memahami, mempengaruhi dan

62 Toomey, Chung, Loc. Cit.

63 John Lenczowski, “Full Spectrum Diplomacy and Grand Strategy : Reforming The Structure and Culture of US Foreign Policy”. Lexington Books : United Kingdom, 2011. Hal 159.

64 J Cull, Op. Cit., hlm.19.

65 Kim, Loc. Cit.

66 Liang Xu, “Cultural Diplomacy and Social Capital in China”, United Kingdom, Lancaster University. Hal 1.

67 Liang Xu, hal 1-2.

(33)

menginformasikan bangsa untuk internasional. Dengan melakukan diplomasi kebudayaan, segala aspek bisa dengan baik terpenuhi dengan membangun citra dan saling pengertian yang berdampak positif. Sebab, diplomasi kebudayaan sendiri bersifat soft power yang lebih halus dan meminimalisir cost.

Unsur-unsur dalam diplomasi kebudayaan biasanya bersifat bahasa dan kesenian, sehingga tidak jauh-jauh dari dua komponen tersebut. Dalam pelaksanaannya diplomasi kebudayaan tidak dapat berdiri sendiri, ia membutuhkan pelaku atau aktor yang berperan di dalamnya. Tidak berbeda dengan diplomasi publik, pelaku atau aktor yang berperan ialah pemerintah dan non-pemerintah, yakni individu maupun masyarakat, bisa pula aktor- aktor lain diluar yang disebutkan. Publik merupakan sasaran utama dalam diplomasi kebudayaan karena melibatkan banyak aktor dan pelaku, sehingga tidak bisa hanya fokus pada satu aktor saja, seperti negara.

Penyebaran kebudayaan pun harus bisa mempengaruhi pendapat khalayak umum agar bisa tercapainya kepentingan nasional yang diinginkan. Potensi yang dimiliki Jepang dengan segala aspek soft power yang ada memang begitu besar.

Belum lagi, budaya populer Jepang semakin booming dan diterima keberadaannya sebagai bagian lifestyle bagi masyarakat dunia. Penggunaan soft power bagi Jepang merupakan sesuatu yang bernilai efisien dan efektif. Hal tersebut dikarenakan sifat

“lunak” yang menjadi ciri khas dari sebuah soft power, sehingga menghilangkan kesan kekuasaan yang selama ini bersifat memaksa, merugikan dan hampir selalu menimbulkan korban. Maka dari itu, pengembangan soft power lebih dapat diterima oleh masyarakat karena tidak adanya unsur-unsur paksaan dalam pelaksanaannya. Anime, manga, j-pop, kuliner hingga fashion Jepang merupakan beberapa contoh dari budaya pop yang memiliki peran penting dalam diplomasi budaya Jepang, terutama dalam konteks pengembangan soft power yang dimilikinya. Jepang secara eksplisit mengacu pada konsep soft power, dimana hal tersebut dapat terlihat dalam Diplomacy Bluebook pada tahun 2004, yang

(34)

menyatakan bahwa Jepang memulai program dengan berfokus pada budaya populer.68

Soft power menjadi salah satu alasan negara-negara kini berlomba untuk mengembangkan “kekuatan lunak” yang mereka miliki. Elemen utama dari soft power suatu negara mencakup cultures (ketika budaya tersebut dapat menyenangkan orang lain), values (ketika nilai tersebut menarik dan dapat dipraktikkan secara konsisten) dan policies (ketika kebijakan tersebut dilihat sebagai inklusif dan merupakan sesuatu yang sah).69

Sesuai penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa diplomasi budaya merupakan salah satu cara mempengaruhi negara lain dalam mengenal budaya yang Jepang miliki. Melalui diplomasi Jepang memanfaatkan hubungan baik antarnegara untuk menampilkan kebudayaan yang merupakan keunggulan Jepang dalam menerapkan Cool Japan, sehingga bidang-bidang industri seperti pakaian dan fashion, manufaktur dan produk regional, kuliner, content, dan pariwisata yang ditawarkan dapat tersebar ke negara tujuan dan mendatangkan keuntungan bagi perekonomian Jepang.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa keberadaan diplomasi kebudayaan yang dilakukan oleh sebuah negara, dianggap sebagai sebuah jalan dalam menciptakan kepentingan nasional dan juga nation branding dengan mengedepankan peningkatan rasa pengertian dan toleransi melalui pemahaman kebudayaan yang dilakukan, yang dimana hal itu dapat mempengaruhi peningkatan hubungan bilateral Negara tersebut dengan Negara lain.

1.7.2 Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional diakui sebagai kunci dalam politik luar negeri.

Sepanjang mengenai kepentingan nasional, orang bisa berorientasi kepada ideologi

68 Toshiya Nakamura, 2013, Japan’s New Publik Diplomacy: Coolness in Foreign Policy Objectives, メディア と社会 (Studies in Media and Society), diakses dalam https://www.lang.nagoya-

u.ac.jp/media/publik/mediasociety/vol5/pdf/nakamura.pdf (12/12/2020, 21:19 WIB)

69 Joseph S. Nye, 2004, Soft Power – The Means to Success in World Politics, New York: PublikAffairs, dalam Tim Quirk, Soft Power, Hard Power and Our Image Aboard, diakses dalam

https://www.lagrange.edu/resources/pdf/citations/2010/22Quirk_PoliticalScience.pdf (12/12/2020, 22:13 WIB)

(35)

atau sistem nilai sebagai pedoman perilaku. Artinya keputusan dan tindakan politik luar negeri yang dilakukan oleh aktor-aktor politik dapat berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan ideologis atau atas pertimbangan pertimbangan kepentingan. Dalam kepentingan nasional negara sebagai aktor yang mengambil keputusan dan memerankan peranan penting dalam hubungan internasional yang berpengaruh bagi masyarakatnya sendiri. Demikian pentingnya karena ini yang akan menjadi kemaslahatan bagi masyarakat yang hidup di negara tersebut.

Thomas Hobbes menjelaskan bahwa negara dipandang sebagai pelindung wilayah, penduduk, dan cara hidup yang khas dan berharga. karena negara merupakan sesuatu yang esensial bagi kehidupan warga negaranya. Tanpa negara dalam menjamin alat-alat maupun kondisi-kondisi keamanan ataupun dalam memajukan kesejahteraan, kehidupan masyarakat jadi terbatasi.70 Sehingga ruang gerak yang dimiliki oleh suatu bangsa menjadi kontrol dari sebuah negara.

Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara. Para penganut realis menyamakan kepentingan nasional sebagai upaya negara untuk mengejar kekuatan dimana kekuatan adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol atas suatu negara terhadap negara lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini dapat melalui teknik paksaan, atau kerjasama (cooperation). Karena itu, kekuasaan nasional dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup dalam politik internasional.71

Dalam teori ini menjelaskan bahwa untuk kelangsungan hidup suatu negara maka negara harus memenuhi kebutuhan negaranya dengan kata lain yaitu mencapai kepentingan nasionalnya. Dengan tercapainya kepentingan nasional maka negara akan berjalan dengan stabil, baik dari segi politik, ekonomi, sosial, maupun pertahanan keamanan dengan kata lain jika kepentingan nasional terpenuhi maka negara akan tetap bertahan. Menurut Morgenthau Kepentingan nasional

70 Robert Jackson dan Georg Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal 89.

71 M. Finnemore. 1996. National Interest in International Society (terj). London: Cornell University Press. hal.

32

(36)

adalah kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama atau konflik.72

Morgenthau yakin bahwa kepentingan nasional sebagi suatu konsep harus diartikan sebagai power. Oleh karena itu dia berulangkali menunjuk kepentingan nasional berdasarkan defenisi power artinya bahwa posisi power yang harus dimiliki negara merupakan pertimbangan utama yang memberikan bentuk kepentingan nasional. Konsekuensi dari pemikiran tersebut bahwa suatu situasi atau tujuan nasional harus dievaluasi dan diukur dengan menggunakan tolok ukur posisi power negara.73 Konsisten dengan rumusannya mengenai power, Morgenthau menyamakan kepentingan nasional dengan usaha negara untuk mengejar power dimana power dipandang sebagai sesuatu yang apat dipergunakan untuk memelihara mauun mengembangkan kontrol suatu negara terhadap negara lain. Oleh karena itu menurutnya, strategi diplomasi harus dimotivasi oleh kepentingan nasional bukan oleh karena moralistik, legalistik.74

Hakikat kepentingan nasional menurut Frankel, sebagai keseluruhan nilai yang ditegakkan oleh suatu bangsa. Lebih lanjut Frankel mengatakan bahwa kepentingan nasional dapat melukiskan aspirasi negara, dan kepentingan nasional dapat dipakai secara operasional yang dapat dilihat dalam aplikasinya pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang aktual serta rencana-rencana yang dituju.75 Jadi dapat diartikan bahwa setiap kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh aparat pemerintah maupun rancangan yang dituju berorientasi kepada kepentingan nasional.

Kepentingan nasional sering dijadikan tolak ukur atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah

72 H.J. Morgenthau. 1951. In Defense of the National Interest: A Critical Examination of American Foreign Policy (terj). New York: University Press of America. hal. 43.

73 R.Soeprapto.1997Hal.143

74 Ibid.Hal.151

75 Ibid, hal 144.

(37)

kebijakan luar negeri (foreign policy) perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai “Kepentingan Nasional”.76 Dalam kajian politik internasional, kemampuan untuk mengetahui dan menganalisa kepentingan nasional suatu negara akan menjadi kunci dalam menjelaskan dan memahami serangkaian kebijakan luar negeri (salah satu power) suatu negara. Dalam cakupan selanjutnya, kepentingan nasional tersebut akan menjadi dasar dalam pengembangan kepentingan negara yang paling vital, seperti pertahanan, keamanan, militer dan kesejahteraan ekonomi.77

1.7.3 Cool Japan

Cool Japan merupakan sebuah istilah yang digunakan dalam mendefinisikan budaya populer yang dimiliki Jepang. Keberadaan Cool Japan telah ada di antara kehidupan aktivitas keseharian masyarakat Jepang yang dianggap biasa oleh orang Jepang namun unik dan suatu yang baru bagi orang yang berasal dari negara lain. Anime, manga, karakter dan permainan, robot serta teknologi tinggi, makakanan dan komoditas tradisional Jepang serta segala hal mengenai Jepang yang dianggap sebagai hal baru yang belum pernah ditemuinya merupakan suatu hal yang termasuk kedalam istilah Cool Japan. (Headquarters, 2012)

Berangkat dari Cool Japan, Jepang memanfaatkan budaya baru dan tradisional sebagai salah satu instrumen diplomasi dengan negara-negara lainnya di lingkup internasional. Salah satu negara yang menjadi sasaran Jepang dalam praktik diplomasi kebudayaan tersebut ialah Indonesia yang menerima baik dan antusias terhadap kebudayaan Jepang. Cool Japan adalah sebuah program yang dimulai tahun 2002, dimana Jepang mengungkapkan rasa antusiasmenya dalam memperkenalkan budayanya kepada negara lain. Program ini merupakan sebuah ide dari industri kreatif yang mulai dipikirkan dari awal tahun 2000an, yang

76 T. Rudy. 2002. Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang dingin. Bandung:

Refika Aditama. hal. 42.

77 K.J. Holsti. 1983. INTERNATIONAL POLITICS A Framework for Analysis. London. Prentice-Hall.Hal.

140

Gambar

Gambar 2.1: Tujuan Cool Japan Strategy
Grafik 2.1. Kontribusi Ekspor-Impor Jepang tahun 2011-2017 (Million ¥)
Grafik 2.2 Support for Japanese Popular Culture
Grafik 2.3. Jumlah Wisatawan Asing Jepang pada tahun 1965-2020
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sayangnya, sekitar 90% kejadian hipertensi tidak  diketahui penyebabnya (kemungkian perubahan pada jantung dan pembuluh darah) dan hanya 10% saja yang diketahui penyebabnya,

Prinsip pari passu pro rata parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional diantara

Tingkat kesukaan yang dianalisis meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur pada ikan kembung kering yang dihasilkan yaitu untuk melihat tingkat kesukaan panelis

Kajian ini dilakukan dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menjadikan teory Ministry Of Agriculture and Fishery-Japan sebagai dasar dalam

Judul dari skripsi ini adalah ”Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Urin Domba”, yang merupakan salah satu syarat

penjual tidak perlu memiliki toko online pribadi atau membuat situs pribadi. Penjual hanya perlu menyediakan foto produk yang menarik dan kemudian mengunggahnya dengan

secara praksis dengan melihat realitas penduduk lndonesia 87% dan 235 juta beragama Islam memerlukan advokasi terhadap justifikasi hukrun Islam yang rationable bahwa

Pembantu Dekan III, KTU dan Kasubag Kemahasiswaan membuat rencana penggunaan dana Potmatek tiap-tiap semester sesuai dengan alokasi penggunaan yang telah ditetapkan