• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Balanja Modal (Studi Kasus Pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Balanja Modal (Studi Kasus Pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL

(Studi Kasus Pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat)

ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF THE ORIGINAL REVENUE (PAD) AND THE GENERAL ALLOCATION FUND (DAU) OF

CAPITAL EXPENDITURES

(Case Study On The Provincial Government Of West Java)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

Irvan Hardiyansyah 21109113

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(2)

vi

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN MOTTO

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah ... 12

1.2.1 Identifikasi Masalah ... 12

1.2.2 Rumusan Masalah ... 12

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 13

1.3.1 Maksud Penelitian ... 13

1.3.2 Tujuan Penelitian... 13

1.4 Kegunaan Penelitian ... 13

(3)

vii

1.4.2 Akademis ... 14

1.5 Lokasi dan waktu penelitian ... 14

1.5.1 Lokasi penelitian ... 14

1.5.2 Waktu Penelitian ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka ... 16

2.1.1 Pendapatan Asli Daerah ... 16

2.1.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah ... 16

2.1.1.2 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah ... 18

2.1.2 Dana Alokasi Umum ... 20

2.1.2.1 Pengertian Dana Alokasi Umum ... 20

2.1.2.2 Tujuan dan Fungsi Dana alokasi Umum... 23

2.1.2.3 Tranfer Dana dan alokasi Umum ... 24

2.1.3 Belanja Modal ... 27

2.1.3.1 Pengertian Belanja Modal ... 27

2.1.3.2 Belanja Modal Tanah ... 28

2.1.3.3 Belanja Modal Peralatan dan Mesin ... 28

2.1.3.4 Belanja Modal Gedung dan Bangunan ... 28

2.1.3.5 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan ... 28

2.1.3.6 Belanja Modal Belanja Modal Fisik Lainn ... 29

2.2 Kerangka Penelitian ... 29

2.2.1 Hubungan Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal ... 32

(4)

viii

3.1 Objek Penelitian ... 40

3.2 Metode Penelitian ... 41

3.2.1 Desain Penelitian ... 42

3.3 Operasionalisasi Variabel ... 45

3.4 Sumber Data ... 49

3.5 Populasi dan Penarikan Sampel ... 49

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 51

3.7 Metode Pengujian Data ... 52

3.7.1 Rancangan Analisis ... 52

3.7.2 Pengujian Hipotesis ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 67

4.1.1 Gambaran Umum Biro Keuangan ... 67

4.1.1.1 Sejarah Singkat Biro Keuangan ... 68

4.1.1.2 Struktur Organisasi Keuangan ... 75

4.1.1.3 Urain Tugas Biro Keuangan ... 77

4.1.1.4 Aktivitas Biro Keuangan ... 81

4.1.2 Analisis Deskriptif... 86

4.1.2.1 Pendapatan Asli Daerah ... 86

(5)

ix

4.1.2.3 Belanja Modal ... 99

4.1.3 Analisi Verifikatif ... 105

4.1.3.1 Pengaruh Pendapatn Asli Daerah dan Dana alokasi Umum Terhadap Belanja Modal ... 105

4.1.3.2 Analisis Regresi Linier Berganda ... 106

4.1.3.3 Pengujian Asumsi Klasik ... 109

4.1.3.4 Analisis Korelasi Berganda ... 113

4.1.3.5 Koefisien determinasi ... 113

4.1.3.6 Analisis Pengaruh Parsial ... 114

4.1.3.7 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F) ... 115

4.1.3.8 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Secara Parsial Terhadap Belanja Modal ... 116

4.2 Pembahasan ... 120

4.2.1 Pendapatan Asli Daerah (X1) Terhadap Belanja Modal (Y) ... 120

4.2.2 Dana Alokasi Umum (X2) Terhadap Belanja Modal (Y) ... 121

4.3.3 Pendapatan Asli Dearah (X1) dan Dana Alokasi Umum (X2) Terhadap Belanja Modal (Y) ... 122

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 124

5.2 Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 126

LAMPIRAN - LAMPIRAN ... 128

(6)
(7)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Illahi Robbi, karena atas ridho dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Belanja Modal (Studi Kasus Pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat)”. Selama menyusun laporan ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Untuk itu penulis hanya dapat menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Prof. Dr. Hj. Ernie Tisnawati Sule, SE., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

3. Dr. Surtikanti, SE., M.Si., Ak selaku Ketua Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

4. Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, M.S., Ak Selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan semangat kepada penulis sehingga usulan penelitian ini bisa terselesaikan.

(8)

iv

Akuntansi sektor Publik.

8. Staf Kesekretariatan Progam Studi Akuntansi (Mba Senny dan Mba Dona).

9. Seluruh Staf Dosen Pengajar Universitas Komputer Indonesia yang telah membekali penulis dengan pengetahuan.

10.Dindin Mahpudin, SE., Ak., M.Ak Selaku Kepala Sub Bagian Akuntansi dan Pelaporan.

11.Seluruh Staf Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat. 12.Ibu dan Bapak tercinta yang tak pernah bosan memberikan dorongan

semangat dan limpahan kasih sayangnya selama ini.

13.Kakakku Eko Suhartanto, adikku Rully Jatmiko dan teman spesialku Yuli

Triwahyuni terima kasih atas dorongan semangat dan doanya selama ini.

14.Teman senasib seperjuangan 4 AK 3 angkatan 2009, terima kasih atas ilmu

dan bantuannya.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu penulis selama ini.

(9)

v

Akhir kata penulis berharap semoga laporan usulan penelitian dapat bermanfaat dan menjadi pendorong untuk lebih maju serta semangat berbuat yang terbaik untuk diri sendiri dan orang lain.

Terima kasih.

Wassalamua’laikum Wr. Wb.

Bandung, Juli 2013

(10)

126

Andirfa, Mulia. 2009. Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah terhadap pengalokasian anggaran belanja modal

Arif, Bahtiar, Muchlis dan Iskandar. 2009. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta : Akademia.

Ayu, diah Kusuma dewi dan Arief Rahman. 2007. Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota di Indonesia

Bambang, kesit Prakosa. 2004. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah (studi kasus Empirik di Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY).

Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta : BFEE UGM.

Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Jakarta : Erlangga.

Bhuno, Agung Nugroho. 2005. Strategi Jitu “Memilih Metode Statistik Penelitian dengen SPSS”. Yogyakarta : Andi Offset.

Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik. 2006. SAP “Telaah Kritis PP No. 24 Tahun 2005. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta

Nordiawan, Deddi, Putra, Iswahyudi Sondi dan Rahmawati, Maulidah. 2008. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta : Salemba Empat.

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tentang Retribusi Daerah.

Mohammad Nazir, 2003, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Halim, Abdulah. Dkk, 2012. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Jakarta : Salemba Empat.

(11)

127

Husein Umar, 2005, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Indah, nur Rahmawati. 2010. Pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi umum (DAU) terhadap alokasi belanja daerah

Lailatul, Mubarokah. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Besarnya Belanja Pelayanan Publik pada Kabupaten/kota Jawa Timur.

Nugroho,Fajar dan Abdul Rohman. 2012. Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah Dengan Pendapatan asli daerah Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus di Propinsi Jawa Tengah)

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tentang Retribusi Daerah.

Siti khairani. 2008. Pengaruh dana aloksi umum (DAU) dan Pendapatan asli daerah (PAD) terhadap belanja pelayanan aparatur dan belanja pelayanan publik pada pemerintah

Soleh, Chabib dan Rochmansjah, Heru. 2010. Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Bandung : Fokusmedia

Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. ALFABETA. Bandung. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. ALFABETA. Bandung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. ALFABETA. Bandung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. ALFABETA. Bandung.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1947 Tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang PerimbanganKeuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

(12)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Kebijakan desentralisasi fiskal Indonesia mulai diberlakukan secara efektif per Januari tahun 2001. Kebijakan tersebut tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. UU ini dalam perkembangannya diperbarui dengan dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigm ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang yaitu Undang-undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan tentang tanggung jawab politik dan administrasi pemerintah pusat, Provinsi dan Daerah. Undang-Undang No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan dasar hukum tentang desentralisasi fiskal, menjelaskan pembagian baru mengenai sumber pemasukan dan transfer antar pemerintah.

(13)

2

Memutuskan: bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu direvisi dan terbitlah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sedangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah direvisi menjadi Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 (UU. RI, No.32 dan 33, 2004).

Tujuan otonomi daerah adalah lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan No. 25 Tahun 1999 yang menjadi landasan otonomi tersebut dijelaskan lebih jauh bagaimana pengaplikasian hal-hal tersebut melalui beberapa Peraturan Pemerintah (PP), yang kemudian dipandu dengan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, yang sekarang sudah diganti dengan Peraturan Mentri Dalam negeri No. 13 Tahun 2006.

(14)

Belanja modal sebagai bentuk perubahan yang cukup fundamental di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) telah mulai dilakukan pasca reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah terutama UU No 22/1999, UU No 25/1999, PP No 105/2000, dan PP No 108/2000 (Halim, 2002:18). Sebelumnya di dalam APBD, pengalokasian untuk jenis belanja berupa investasi, diklasifikasikan ke dalam belanja pembangunan. Layaknya belanja pembangunan, belanja modal dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) untuk pengadaan asset daerah sebagai investasi, dalam rangka membiayai pelaksanaan otonomi daerah yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Armayani (dalam Halim, 2004:237) menyatakan bahwa peran pemerintah di dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator, karena pihak pemerintahlah yang lebih mengetahui sasaran tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sebagai pihak katalisator dan fasilitator maka pemerintah daerah memerlukan sarana dan fasilitas pendukung yang direalisasikan melalui belanja modal guna meningkatkan pelayanan publik.

(15)

4

kurang produktif dibandingkan untuk meningkatkan pelayanan publik, sebab dari 100% belanja daerah rata-rata hanya 21,69% yang digunakan untuk belanja modal dalam rangka pengadaan asset untuk investasi dalam rangka meningkatkan pelayan publik.

Berkaitan dengan pelayanan publik, alokasi belanja modal merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena akan meningkatkan produktivitas perekonomian daerah. Semakin banyak belanja modal maka semakin tinggi pula produktivitas perekonomian karena belanja modal berupa infrastruktur jelas berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja (Media Indonesia, 2008). Senada dengan hal tersebut Hariyanto dan Hari Adi (2006) menjelaskan bahwa tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, belanja modal sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang, terutama pembiayaan untuk pemeliharaan aset tetap yang dihasilkan dari belanja modal tersebut. Konsep multi-term expenditure framework (MTEF) menyatakan bahwa kebijakan belanja modal harus memperhatikan kemanfaatan (usefulness) dan kemampuan keuangan pemerintah daerah (budget capability) dalam pengelolaan aset tersebut dalam jangka panjang (Allen dan Tommasi, 2001).

(16)

kesejahteraan publik, sebab pengelolaan belanja daerah terutama belanja modal masih belum terorientasi pada publik. Salah satunya disebabkan oleh pengelolaan belanja yang terbentur dengan kepentingan golongan semata. Keefer dan Khemani (dalam Halim dan Abdullah, 2006:18) menyatakan bahwa adanya kepentingan politik dari lembaga legislatif yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran menyebabkan alokasi belanja modal terdistorsi dan sering tidak efektif dalam memecahkan masalah di masyarakat. Padahal menurut Pasal 66 UU No. 33 Tahun 2004 menyatakan bahwa: “Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada

peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatuhan, dan manfaat untuk masyarakat”. UU tersebut mengisyaratkan kepada Pemda untuk mengelola

(17)

6

Tabel 1.1

Anggaran Belanja Modal dan Realisasi Belanja Modal Pemerintah Provinsi JawaBarat

Tahun

Anggaran Belanja Modal

Realisasi Belanja

Modal %

2002 Rp260.004.638.000 Rp260.004.638.000 100% 2003 Rp172.163.219.000 Rp172.163.219.000 100% 2004 Rp81.742.829.000 Rp81.742.829.000 100% 2005 Rp80.212.643.000 Rp80.212.643.000 100% 2006 Rp126.055.706.000 Rp126.055.706.000 100% 2007 Rp378.019.591.759 Rp360.690.911.836 95% 2008 Rp441.447.077.799 Rp354.305.896.944 80% 2009 Rp1.063.311.992.617 Rp726.481.161.889 68% 2010 Rp1.163.021.783.484 Rp1.055.536.741.017 91% 2011 Rp964.101.774.524 Rp718.650.834.808 75% 2012 Rp1.284.574.197.469 Rp1.284.574.197.469 100% Sumber : Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2012 (diolah)

(18)

Dengan adanya otonomi daerah ini berarti Pemerintah Daerah dituntut untuk lebih mandiri, tak terkecuali juga mandiri dalam masalah financial. Meski begitu Pemerintah Pusat tetap memberi dana bantuan yang berupa Dana Alokasi Umum (DAU) yang di transfer ke Pemerintah Daerah. Dalam praktiknya, transfer dari Pemerintah Pusat merupakan sumber pendanaan utama Pemerintah Daerah untuk membiayai operasional daerah, yang oleh Pemerintah Daerah “dilaporkan” di perhitungan anggaran. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri (Maemunah, 2006).

Pemberian dana perimbangan ditujukan untuk mengurangi adanya disparitas fiskal vertikal (antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah) dan juga untuk membantu daerah dalam membiayai kewenangannya. Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi DAU terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk Pendapatan Asli Daerah (Adi, 2006). Hal ini menunjukkan masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana dari pemerintah pusat. DAU merupakan dana hibah murni (grants) yang kewenangan penggunaannya diserahkan kepada pemerintah daerah penerima, sehingga dapat disimpulkan bahwa DAU merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan disisi lain merupakan sumber pembiayaan daerah. Hal ini berarti pemberian DAU lebih di prioritaskan kepada daerah yang mempunyai kapasitas fiskal rendah.

(19)

8

begitu Pemerintah Pusat tetap memberi dana bantuan yang berupa Dana Alokasi Umum (DAU) yang di transfer ke Pemerintah Daerah. Dalam praktiknya, transfer dari Pemerintah Pusat merupakan sumber pendanaan utama Pemerintah Daerah untuk membiayai operasional daerah, yang oleh Pemerintah Daerah “dilaporkan” di perhitungan anggaran. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri (Maemunah, 2006).DAU diberikan pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan PAD-nya. DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

DAU terdiri dari:

a. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Propinsi

b. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten /Kota

Dana Alokasi Umum dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.

(20)

a. Menjamin terciptanya perimbangan secara vertikal di bidang keuangan antar tingkat pemerintahan

b. Menjamin terciptanya perimbangan horizontal di bidang keuangan antar pemerintah di tingkat yang sama

c. menjamin terselenggaranya kegiatan-kegiatan tertentu di daerah yang sejalan dengan kepentingan nasional. Menurut Adi (2006) proporsi DAU terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibandingkan dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk PAD (Pendapatan Asli Daerah).

Tabel 1.2

Anggaran Dana Alokasi Umum dan Realisasi Dana Alokasi Umum Pemerintah Provinsi JawaBarat

Tahun Anggaran DAU Realisasi DAU % 2002 Rp560.630.000.000 Rp560.630.000.000 100% 2003 Rp429.570.000.000 Rp429.570.000.000 100% 2004 Rp573.778.000.000 Rp573.778.000.000 100% 2005 Rp570.660.000.000 Rp570.660.000.000 100% 2006 Rp565.753.000.000 Rp565.753.000.000 100% 2007 Rp933.436.000.000 Rp933.436.000.000 100% 2008 Rp904.231.860.000 Rp904.358.915.200 100% 2009 Rp977.237.620.000 Rp984.297.824.000 101% 2010 Rp1.086.123.940.000 Rp1.086.123.940.000 100% 2011 Rp1.181.553.108.000 Rp1.181.553.108.000 100% 2012 Rp1.269.960.760.000 Rp1.269.960.760.000 100% Sumber : Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2012 (diolah)

(21)

10

laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi, yaitu telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah dengan meningkatkan kualitas layanan publik (Mardiasmo, 2002).

(22)

adanya perbedaan yang sangat besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis (berdampak pada biaya relative mahal) dan kemampuan masyarakat, sehingga dapat mengakibatkan biaya penyediaan pelayanan kepada masyarakat sangat bervariasi.

Tabel 1.3

Anggaran Pendapatan Asli Daerah dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Provinsi JawaBarat

Tahun Anggaran PAD Realisasi PAD % 2002 Rp1.184.619.500.000 Rp1.551.490.967.000 131% 2003 Rp1.537.980.990.000 Rp2.107.593.641.000 137% 2004 Rp2.028.447.050.000 Rp2.846.800.735.000 140% 2005 Rp2.619.535.100.000 Rp3.604.767.566.000 138% 2006 Rp3.399.855.350.000 Rp3.399.855.352.000 100% 2007 Rp3.721.038.994.558 Rp4.221.668.696.233 113% 2008 Rp4.609.149.010.485 Rp5.275.051.504.266 114% 2009 Rp5.099.622.444.134 Rp5.520.994.690.390 108% 2010 Rp6.252.651.060.299 Rp7.252.242.912.554 116% 2011 Rp7.000.143.180.678 Rp8.502.566.839.986 121% 2012 Rp8.176.352.694.291 Rp8.176.352.694.000 100% Sumber : Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2012 (diolah)

(23)

12

Menyikapi hal tersebut peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja modal. Objek penelitian yang akan di ambil kali ini adalah Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat dan , Peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian pada sekertariat daerah.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan berjudul :

“Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Belanja Modal (Studi Kasus Pada Pemerintah

Provinsi Jawa Barat)”.

1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Permasalahan yang dapat di identifikasikan dalam penelitian tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap belanja modal berdasarkan survey awal yang telah peneliti lakukan antara lain:

1. Terdapat Alokasi anggaran belanja modal dari tahun ke tahun jumlahnya selalu lebih tinggi dibandingkan dengan realisasinya.

(24)

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

a) Bagaimanakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

b) Apakah Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh secara signifikan Terhadap Belanja Modal baik secara parsial maupun simultan pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahan yang lebih mendalam mengenai pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum serta belanja modal pemerintah daerah.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Untuk mengetahui Bagaimanakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

(25)

14

1.4 Kegunaan Penelitian

Suatu penelitian sudah selayaknya memiliki kegunaan baik untuk penulis maupun pihak lain yang memerlukan. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Kegunaan Praktis

Adapun kegunaan praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam melakukan belanja modal dalam upaya meningkatkan pelayanan publik.

1.4.2 Kegunaan Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi serta masukan atau pertimbangan untuk mengembangkan keilmuan akuntansi, khususnya mengenai mata kuliah akuntansi sektor publik terutama dalam bahasan tentang Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum serta Belanja Modal pemerintah daerah.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

Penulis melaksanakan penelitian di Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Jalan Diponegoro No. 22 Bandung.

1.5.2 Waktu Penelitian

(26)
(27)

16 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pendapatan Asli Daerah

2.1.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Menurut Halim dan Kusufi (2012:101) menjelaskan Pendapatan asli daerah sebagai berikut :

“Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah

yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”.

Menurut Halim dan Nasir (2006: 44) menjelaskan Pendapatan asli daerah sebagai berikut :

“Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang

dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 (pasal 3) adalah :

“Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah dari hasil pajak, hasil

retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan”.

(28)

Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal (Elita dalam Pratiwi, 2007).

Proporsi Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di lain pihak menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan, dibiayai dari dana perimbangan, terutama Dana Alokasi Umum. Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari Pendapatan Asli Daerah (Pratiwi, 2007).

(29)

18

2.1.1.2 Sumber-sumber Pendapatan Asli daerah

Menurut Halim dan Kusufi (2012:101) adapun kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu

“1. Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. 2. Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi

daerah. Dalam struktur APBD baru dengan pendekatan kinerja, jenis pendapatan yang berasal dari pajak daerah dan restribusi daerah berdasarkan UU No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Rertibusi Daerah.

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan”.

Berdasarkan uraian diatas pajak daerah dan retribusi daerah terdiri dari : a. Pajak Provinsi Pajak ini terdiri atas:

 Pajak kendaraan bermotor.

 Pajak kendaraan di air.

 Bea balik nama kendaraan bermotor.

 Bea balik nama kendaraan di air.

 Pajak bahan bakar kendaran bermotor.

 Pajak air permukaan.

 Pajak rokok.

b. Jenis pajak Kabupaten/kota. Pajak ini terdiri atas:

 Pajak Hotel.

 Pajak Restoran.

 Pajak Hiburan.

(30)

 Pajak penerangan Jalan.

 Pajak pegambilan Bahan Galian Golongan C.

 Pajak lingkungan.

 Pajak mineral bukan logam dan batuan.

 Pajak Parkir.

 Pajak sarang burung walet.

 Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan.

 BPHTB.

c. Retribusi ini dirinci menjadi:

 Retribusi Jasa Umum.

 Retribusi Jasa Usaha.

 Retribusi Perijinan Tertentu.

d. Jenis hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:

 Bagian laba perusahaan milik daerah.

 Bagian laba lembaga keuangan bank.

 Bagian laba lembaga keuangan non bank.

(31)

20

2.1.2 Dana Alokasi Umum

2.1.2.1 Pengertian Dana Alokasi Umum

Menurut Deddi Nordiawan (2008:56) menyatakan bahwa:

“Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”.

Menurut Bastian (2003:84) menyatakan bahwa:

“Dana Alokasi Umum adalah dana perimbangan dalam rangka untuk

pemerataan kemampuan keuangan antar daerah”.

Menurut Brojonegoro dan C. Risyana (2002:160) menyatakan bahwa: “Dana Alokasi Umum adalah transfer bersifat umum yang jumlahnya

(32)

dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai (Halim : 2009)

Ketimpangan ekonomi antara satu Provinsi dengan Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi fiskal. Disebabkan oleh minimnya sumber pajak dan Sumber Daya Alam yang kurang dapat digali oleh Pemerintah Daerah. Untuk menanggulangi ketimpangan tersebut, Pemerintah Pusat berinisiatif untuk memberikan subsidi berupa DAU kepada daerah. Bagi daerah yang tingkat kemiskinanya lebih tinggi, akan diberikan DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya dan begitu juga sebaliknya. Selain itu untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penugasaan pajak antara pusat dan daerah telah diatasi dengan adanya kebijakan bagi hasil dan Dana Alokasi Umum minimal sebesar 26% dari Penerimaan Dalam Negeri. Dana Alokasi Umum akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah (Halim, 2009).

Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut (Halim : 2009)

(33)

22

b. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum sebagaimana ditetapkan diatas.

c. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

d. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Dalam UU No.32/2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemda, Pempus akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan Sumber Daya Alam. Disamping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.

(34)

celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada.

2.1.2.2 Tujuan dan Fungsi Dana Alokasi Umum

Beberapa alasan perlunya dilakukan pemberian Dana Alokasi Umum dari Pemerintah pusat ke daerah, yaitu:

1. Untuk mengatasi permasalahan ketimpangan fiscal vertical. Hal ini disebabkan sebagian besar sumber-sumber penerimaan utama di Negara bersangkutan. Jadi pemerintah daerah hanya menguasai sebagian kecil sumber-sumber penerimaan Negara atau hanya berwenang untuk memungut pajak yang bersifat lokal dan mobilitas yang rendah dengan karakteristik besaran penerimaan relatife kurang signifikan.

2. Untuk menanggulangi persoalan ketimpangan fiscal horizontal. Hal ini disebabkan karena kemampuan daerah untuk menghimpun dana pendapatan sangat bervariasi, tergantung kepada kondisi daerah dan sangat bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki daerah tersebut.

3. Untuk menjaga standar pelayanan minimum di setiap daerah tersebut. 4. perekonomian daerah sedang melaju pesat, dan dapat ditingkatkan ketika

ketika perekonomian sedang lesu.

Sedangkan tujuan umum dari Dana Alokasi Umum adalah untuk: a. Meniadakan dan meminimumkan Ketimpangan fiscal vertical. b. Meniadakan dan meminimumkan Ketimpangan fiscal horizontal.

(35)

24

d. Sebagai bahan edukasi bagi pemerintah daerah agar secara intensif menggali sumber-sumber penerimaannya, sehingga hasil yang diperoleh menyamai bahkan melebihi kapasitasnya.

2.1.2.3 Transfer Dana dan Alokasi Umum (DAU)

Di Indonesia, seperti ditegaskan dalam UU No. 25/1999, bentuk transfer yang paling penting adalah DAU dan DAK, selain bagi hasil (revenue sharing). Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya kemampuan keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu, tujuan transfer adalah mengurangi kesenjangan keuangan horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertikal Pusat-Daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk menciptakan stabilisasi aktifitas perekonomian di daerah.

Transfer atau grants dari Pempus secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yakni matching grant dan non-matching grant. Kedua grants tersebut digunakan oleh Pemda untuk memenuhi belanja rutin dan belanja pembangunan. Belanja rutin adalah belanja yang sifatnya terus menerus untuk setiap tahun fiskal dan umumnya tidak menghasilkan wujud fisik (contoh: belanja gaji dan honorarium pegawai), sementara belanja pembangunan umumnya menghasilkan wujud fisik, seperti jalan, jalan bebas hambatan (higway), jembatan, gedung, pengadaan jaringan listrik dan air minum, dan sebagainya. Belanja pembangunan non-fisik diantaranya mencakup pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pemeliharaan keamanan masyarakat.

(36)

terdahulu menggunakan berbagai pendekatan untuk menjelaskan perilaku Pemda dalam mengalokasikan dana yang dimilikinya, baik dana yang bersumber dari transfer pemerintah di atasnya ataupun dari pendapatanya sendiri. Pemda bisa merespon transfer dari Pempus secara simetris dan tidak simetris (Gamkhar & Oates, 1996). Beberapa peneliti menemukan bahwa respon Pemda berbeda untuk transfer dan pendapatan sendiri (seperti pajak). Artinya, ketika penerimaan daerah berasal dri transfer, maka stimulus atas belanja yang ditimbulkan berbeda dengan stimulus yang muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah). Ketika respon (belanja) daerah lebih besar terhadap transfer, maka disebut flypaper effect (Oates, 1999).

Dalam perspektif teori keagenan, Inman (1979) dan Rubinfeld(1987) (dalam Holzt-Eakin et al, 1994), Aaberge & Langorgen (1997), dan Slack (1980) menyatakan bahwa agen (agents) atau politisi di Pemda bersikap seolah-olah mereka memaksimalkan utilitas individu (voter) berpendapatan menengah ke bawah di dalam masyarakat. Apabila dikaitkan dengan belanja publik untuk periode tertentu, agen akan mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya berdasarkan pada ekspektasinya terhadap lingkungan ekonomi pada masa yang akan datang. Secara teoritis diasumsikan bahwa semua pengeluaran pada suatu periode tertentu tergantung pada ketersediaan sumber daya pada periode yang bersangkutan, namun dengan batasan aturan anggaran yang ada, misalnya anggaran berimbang (balanced-budget rule).

(37)

26

bagaimana pengeluaran harus diprioritaskan atau bagaimana komponen-komponen pengeluaran ditentukan (Holzt-Eakin et al, 1994). Oleh karena itu, pemda dapat melakukan smoothing atas pengeluaran-pengeluarannya karena memang tidak ada aturan yang secara efektif digunakan untuk mencegahnya. Hal ini juga terjadi di Norwegia (Aaberge & Langorgen, 1997), dimana Pemda memiliki kebebasan untuk membuat prioritas atas pengeluaran untuk tujuan melayani masyarakatnya, meskipun tidak mutlak. Misalnya belanja untuk pendidikan untuk usia anak 7-15 tahun harus tetap dianggarkan dalam jumlah tertentu. Menurut Inman (1983, dalam Holzt-eakin et al, 1994), pembuatan keputusan dalam sektor publik bersifat backward-looking. Di sisi lain, time horizon agen lebih panjang dari satu tahun anggaran, sehingga pada praktiknya beberapa Pemda membentuk rainy day funds untuk memudahkan smooth atas pengeluarannaya atau penyususnan anggaran untuk siklus beberapa tahun (multiyear budget)

Analisis Zou (1994) berhasil mengidentifikasi beberapa kosekuensi dari perubahan grants, yakni:

1. Kenaikan permanen dalam matching grants akan mempercepat investasi publik, memperbesar kapital jangka panjang, dan memperbesar belanja rutin jangka panjang.

2. Kenaikan permanen dalam matching grants untuk investasi dan belanja rutin mungkin mempercepat atau memperlambat investasi.

(38)

4. Kenaikan temporer non-matching grants pada masa yang akan datang akan mengurangi investasi sekarang dan meningkatkan belanja rutin sekarang.

5. Kenaikan temporer matching grants pada masa yang akan datang untuk belanja rutin akan mengurangi investasi publik sekarang dan memperbesar belanja rutin sekarang, tapi (6) kenaikan sementara dalam matching grants pada masa yang akan datang untuk investasi mempunyai dampak ambigu terhadap investasi publik. Esensi dari temuan-temuan tersebut adalah adanya perubahan dalam total belanja daerah (rutin dan pembangunan) sebagai akibat perubahan dalam grants atau transfer dari Pempus.

2.1.3 Belanja Modal

2.1.3.1 Pengertian Belanja Modal

Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

Belanja modal menurut Halim & Kusufi (2012:107) adalah :

(39)

28

2.1.3.2 Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan / pembeliaan / pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertipikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2.1.3.3 Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2.1.3.4 Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2.1.3.5 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

(40)

menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2.1.3.6 Belanja Modal Fisik Lainnya

Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian / peningkatan pembangunan /- pembuatan serta perawatan terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam criteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

Menurut Halim (2004), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Bahwa belanja modal memiliki karakteristik spesifik menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya. Pemerolehan aset tetap juga memiliki konsekuensi pada beban operasional dan pemeliharaan pada masa yang akan datang (Bland & Nunn, 2002).

2.2 Kerangka Penelitian

Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (13), adalah:

“Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai

(41)

30

PAD ini merupakan sumber penerimaan daerah yang dikelola dan dipungut oleh pemerintah daerah sendiri berdasarkan potensi, jenis dan tariff pungutan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 3, PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Dalam upaya meningkatkan PAD dilarang:

a. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi; dan

b. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan ekspor/impor.

PAD merupakan pendapatan daerah yang berasal dari sumber-sumber penerimaan murni daerah. PAD dipergunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah. Untuk itu, PAD harus diupayakan agar selalu meningkat seiring dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, sejak Indonesia merdeka sampai saat ini pajak daerah dan retribusi daerah telah menjadi sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah. Akan tetapi, secara umum untuk kabupaten/kota, besarnya kontribusi dari pajak daerah dan retribusi daerah terhadap APBN sangat bervariatif sesuai potensi yang dimiliki daerah masing masing.

(42)

“DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan

tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”.

Dana alokasi umum (DAU) diberikan pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan PAD-nya. DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai

dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. DAU terdiri dari:

a. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Propinsi

b. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten /Kota.

Dana alokasi umum (DAU) dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.

Belanja Modal Menurut Halim (2004:73) adalah :

“Belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah serta akan menimbulkan konsekuensi menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan”.

(43)

32

pembelian yang dilakukan umumnya dilakukan melalui sebuah proses lelang atau teneder yg cukup rumit.

2.2.1 Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal Selama ini Pendapatan Asli Daerah memiliki peran untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah guna mencapai tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah yang ingin meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah (Mardiasmo, 2002:46). Bermula dari keinginan untuk mewujudkan harapan tersebut, Pemerintah Provinsi melakukan berbagai cara dalam meningkatkan pelayanan publik, yang salah satunya dilakukan dengan melakukan belanja untuk kepentingan investasi yang direalisasikan melalui belanja modal.

Berdasarkan buku teori Bahtiar Arif, Muchlis dan iskandar (2009:171) Menyatakan :

“Pendapatan merupakan bagian utama dari suatu anggaran, baik untuk entitas bisnis maupun pemerintahan. Anggaran pendapatan merupakan target yang akan dicapain untuk membiayai anggaran belanja-belanja diantaranya termasuk belanja modal”.

(44)

belanja modal, maka Pemda harus berusaha keras untuk menggali PAD yang sebesar-besarnya.

2.2.2 Hubungan antara Dana Alokasi Umum dengan Belanja Modal

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebenarnya merupakan andalan utama daerah untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pembiayaan pembangunan (Saragih, 2003:55). Tetapi penerimaan daerah dari unsur Pendapatan Asli Daerah saja belum mampu memenuhi kebutuhan daerah apalagi dengan penambahan wewenang daerah jelas akan membutuhkan dana tambahan bagi daerah (Saragih, 2003:49) sehingga daerah masih tetap membutuhkan bantuan atau dana yang berasal dari pusat. Bantuan pusat ini biasa disebut dengan Dana Alokasi Umum (DAU).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Saragih (2006:6) menyatakan : “Setiap transfer DAU yang diterima daerah akan ditujukan untuk belanja pemerintah daerah,maka tidak jarang apabila pemerintah daerah menetapkan rencana daerah secara pesimis dan rencana belanja cenderung optimis supaya transfer DAU yang diterima daerah lebih besar, Berbagai pemaparan ini menunjukkan bahwa besarnya Dana Alokasi Umum (DAU) akan memberikan dampak yang berarti bagi peningkatan Belanja Modal. Dengan demikian hipotesis yang bisa dikembangkan Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Modal”

(45)

34

meratanya fasilitas pendidikan dan kesehatan, sector usaha kecil masih terabaikan contoh Pedagang kaki lima).

Berdasarkan dari kerangka pemikiran diatas bahwa Pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja modal.

(Bahtiar Arif, Muchlis dan iskandar, 2009:171)

(Saragih, 2006:6). Gambar 2.1 Paradigma Penelitian 2.2.3 Penelitian Sebelumnya

Adapun tabel yang menjelaskan mengenai perbedaan dan perbandingan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu seperti berikut ini :

(46)
(47)
(48)
(49)

38

DIY) model prediksi BJD, daya prediksi DAU terhadap BJD tetap lebih tinggi

dibanding daya prediksi PAD. Hal ini menunnjukkan telah terjadi flypaper effect.

2.3 Hipotesis

Berdasarkan uraian pembahasan permasalahan, teori, konsep, serta kerangka pemikiran yang sebelumnya disajikan, maka hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah :

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Menurut Uma Sekaran (2006: 135) mengemukakan pengertian hipotesis sebagai berikut:

“Hipotesis adalah hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua

atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji”.

(50)

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka penulis mencoba merumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara dari penelitian sebagai berikut:

“Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU)

berpengaruh Terhadap Belanja Modal”.

H1 = Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

(51)

40 BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, seorang peneliti harus dapat menentukan objek penelitiannya. Ini dimaksudkan agar setiap penelitian yang kita lakukan dapat terselesaikan dengan baik dan benar serta terarah dan fokus terhadap permasalahan yang terjadi atas objek penelitian. Menurut Sugiyono (2009:41) menerangkan bahwa :

“Sebelum peneliti memilih variabel apa yang akan diteliti perlu melakukan studi pendahuluan pada obyek yang akan diteliti. Jangan sampai terjadi membuat rancangan penelitian dilakukan di belakang meja, tanpa mengetahui terlebih dahulu permasalahan yang ada di obyek penelitian”.

Selain penjelasan diatas, pengertian objek penelitian menurut Husein Umar (2005:303), menerangkan bahwa :

“Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi

obyek penelitian. Juga di mana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu”.

(52)

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara penulis dalam menganalisis data. Pengertian dari Metode Penelitian adalah sebagai berikut:

Menurut Sugiyono (2010:2) menjelaskan bahwa:

“Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa merupakan cara pemecahan masalah penelitian yang dilaksanakan secara terencana dan cermat dengan maksud mendapatkan fakta dan kesimpulan agar dapat memahami, menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan keadaan. Metode penelitian juga merupakan cara kerja untuk memahami dan objek yang menjadi sasaran.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif, yaitu hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya, artinya penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric (angka), dengan menggunakan metode penelitian ini akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti, sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

Menurut Sugiyono (2008:147) menyatakan bahwa:

(53)

42

Menurut Sugiyono (2010:8) metode penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut :

“Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada sampel filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunkan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif merupakan metode yang bertujuan menggambarkan secara sistematis dan faktual tentang fakta-fakta serta hubungan antar variabel yang diselidiki dengan cara mengumpulkan data, mengolah, menganalisis, dan menginterpretasi data dalam pengujian hipotesis statistik.

Penulis menggunakan metode tersebut, karena penelitian ini ditunjukan untuk menggambarkan dengan jelas bagaimana pengaruh pendpatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja modal. Sedangkan, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuatitatif, karena data biaya kualitas, biaya produksi dan profitabilitas yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif.

3.2.1 Desain Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu dilakukan perencanaan dan perancangan penelitian, agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sistematis.

Menurut Moh. Nazir (2003:84) memaparkan bahwa:

“Desain Penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam

(54)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa desain penelitian merupakan suatu cara bagi penulis untuk dapat melakukan penelitian secara baik dan sistematis. Oleh karena itu, membuat desain penelitian sangat penting agar dalam melaksanakan penelitian mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Desain penelitian ini menggunakan pendekatan paradigma sederhana. Paradigma sederhana adalah desain penelitian yang hanya terdapat dua variabel saja. Variabel tersebut yaitu satu variabel bebas (independen) dan satu variabel terikat (dependen).

Desain Penelitian tersebut dapat di gambarkan sebagai brikut :

Keterangan :

X1 = Pendapatan Asli Daerah Y = Belanja modal

X2 = Dana Alokasi Umum

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menerapkan desain penelitian yang lebih luas, yang mencakup proses-proses berikut ini :

1. Mencari dan menetapkan fenomena yang terjadi pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

X1

Variabel Independen

X2

Variabel Independen

Y

(55)

44

2. Menetapkan judul dari fenomena yang didapat, sehingga dapat diketahui apa yang akan diteliti kemudian menentukan identifikasi masalah dalam penelitian.

3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini dibagi menjadi yaitu:

a) Bagaimanakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

b) Apakah Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh secara signifikan Terhadap Belanja Modal baik secara parsial maupun simultan pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

4. Merumuskan masalah penelitian termasuk membuat spesifikasi dari tujuan luas jangkauan (Scope), hipotesis untuk diuji. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah, Peranan optimalisasi PAD dan DAU (Variabel independen) sebagai variabel bebas dan belanja modal (Variabel dependen) sebagai variabel terikat.

5. Memilih serta memberi definisi terhadap setiap pengukuran variabel. Penelitian ini hanya terdapat dua variabel yaitu satu variabel independen dan satu variabel dependen.

6. Memilih prosedur dan teknik yang digunakan. 7. Menyusun alat serta teknik pengumpulan data-data.

(56)

kepustakaan atau data yang di peroleh dari sumber lain, seperti buku, literatur, ataupun catatan-catatan perkuliahan.

8. Menghitung pengaruh peranan optimalisasi pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja modal dengan menggunakan Regresi linier sederhana dan mengetahui keeratan hubungannya menggunakan Korelasi Pearson.

9. Pelaporan hasil penelitian termasuk proses penelitian dan interpretasikan data.

3.3 Operasionalisasi Variabel

Penjelasan variabel penelitian menurut Sugiyono (2010: 31) yaitu:

“variabel adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan”.

Sedangkan definisi operasionalisasi variabel menurut Nur Indriantoro (2002:69) sebagai berikut:

“Definisi operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu dapat digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran construct yang lebih baik”.

(57)

46

1. Variabel Independent (X)

Variaber Independent adalah variabel yang tidak terkait oleh faktor-faktor lain, tetapi mempunyai penerapan terhadap variabel lain. Variabel independen ini adalah PAD dan DAU.

Pengertian variabel independent menurut Sugiyono (2009:39) yaitu: “Variabel independent (bebas) adalah merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat)”.

Variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini ada dua, pertama (X1)

adalah PAD dan kedua (X2) adalah DAU.

a. Pendapatan asli daerah (X1)

Menurut Marihot P. Siahaan (2005:15), menjelaskan PAD sebagai berikut: “yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipunggut berdasarkan perturan daerah sesuai dengan perturan perundang-undangan, meliputi Pajak daerah, Retribusi Daerah, termasuk hasil dan pelayanan badan umum (BLU) daerah. Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga dan Lain-lain PAD yang sah. Pendapatan Asli Daerah adalah hasil berupa uang maupun barang yang dijadikan sebagai kekayaan daerah dalam rangka pembiayaan pembangunan masyarakat dikota”.

b. Dana alokasi umum (X2)

Menurut Kurniawan (2010) menjelaskan DAU sebagai berikut:

“DAU bersifat Block Grant yakni hibah yang penggunaannya cukup fleksibel (dalam artian tidak banyak larangan) seperti halnya hibah kategori. Hibah ini dapat digunakan untuk banyak tujuan sesuai dengan kebutuhan”.

(58)

2. Variabel Dependent (Y)

Pengertian Variabel dependent menurut Sugiyono (2009:39) yaitu:

“Variabel dependent (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akikibat, karena adanya variabel bebas”.

Karena itu yang menjadi variabel dependent atau variabel terikat (Y) pada penelitian ini adalah belanja modal.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rasio, berikut ini penjelasan mengenai rasio.

Menurut Sujoko Efferin, Stevanus Haddi Darmadji, dan Yuliawati Tan (2004:87) memaparkan bahwa:

Ratio Scale adalah skala dimana angka mempunyai makna yang

sesungguhnya sehingga angka nol dalam skala ini diperlukan sebagai dasar perhitungan dan pengukuran objek penelitian”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa skala rasio adalah bahwa angka nol mempunyai makna, sehingga angka nol dalam skala ini diperlukan sebagai dasar dalam perhitungan dan pengukuran terhadap objek yang diteliti.

Adapun pengertian operasionalisasi variabel menurut Husein Umar (2002:33) adalah:

“Penentuan suatu construct sehingga menjadi variabel atau variabel-variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang dapat digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasi construct sehingga memungkinkan penelitian yang lain untuk melakukan replikasi (pengulangan) pengukuran dengan cara yang sama, atau mencoba untuk mengembangkan cara construct yang lebih baik”.

(59)

48

kriteria yang dapat diuji secara khusus bagi suatu penelitian menjadi variabel – variabel yang dapat di ukur.

Operasionalisasi variabel dapat dilihat pada tabel di bawah ini, sebagai berikut:

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep Variabel Indikator Skala

(Variabel X1)

(Elita dalam Pratiwi, 2007).

- Pajak daerah - Retribusi daerah - Lain-lain pendapatan daerah yang sah

(Elita dalam Pratiwi, 2007)

Rasio perolehan aset tetap dan aset lainnya yang meberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

( Halim dan Kusufi, 2012)

- Belanja tanah

- Belanja peralatan dan mesin

( Halim dan Kusufi, 2012)

(60)

3.4 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, di mana data yang diperoleh penulis merupakan data yang diperoleh secara langsung, artinya data-data tersebut berupa data sekunder yang telah diolah lebih lanjut dan data yang disajikan oleh pihak lain.

Menurut Sugiyono (2010:137) mengungkapkan bahwa:

“Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen”.

Data sekunder dapat diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber pada literatur dan buku-buku perpustakaan atau data-data dari perusahaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3.5 Populasi dan Penarikan Sampel

Dalam sebuah penelitian untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan diperlukan teknik – teknik dalam pengumpulan data. Oleh karena itu, peneliti memerlukan populasi dari data yang akan diteliti. Tetapi dalam menentukan populasi tersebut tidak semua kita ambil, kita hanya akan mengambil sample yang akan kita jadikan bahan analisis dalam menentukan kesimpulan dari variabel-variabel yang peneliti ambil.

(61)

50

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2010:80), mengemukakan mengenai populasi yaitu: “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.

Berdasarkan pengertian di atas, populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian. Populasi yang digunakan adalah data laporan realisasi anggaran, yaitu dari tahun 2002 sampai dengan sekarang tahun 2012. 2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan dijadikan objek dalam melakukan penelitian dan pengujian data. Metode yang digunakan dalam penarikan sampel ini adalah sampling jenuh atau sensus. Pengertian dari sampling jenuh atau sensus menurut Sugiyono (2008: 122), adalah: “Sampling jenuh atau sensus adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel”.

(62)

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian tentang peranan optimalisasi PAD dan DAU terhadap belanja modal ada beberapa langkah, antara lain:

1. Field Research (Penelitian lapangan)

Yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung di dinas yang menjadi objek penelitian. Data yang diperoleh merupakan data primer yang diperoleh dengan cara:

a. Observasi langsung, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara pencarian dan pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan pengamatan dan penelitian tentang kegiatan-kegiatan yang terjadi pada sekertaris.

b. Interview, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan tatap muka langsung dengan pihak yang bersangkutan untuk diwawancarai sehingga data-data yang diperlukan dapat membantu dalam memecahkan masalah yang akan dibahas.

c. Document, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara penelitian dan pengumpulan data PAD untuk belanja modal.

2. Library Research (Penelitian Kepustakaan)

(63)

52

berkaitan dengan Akuntansi Biaya, Akuntansi Manajemen, Metode Penlitian dan Sebagainya.

3.7 Metode Pengujian Data 3.7.1 Rancangan Analisis

Rancangan analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh dari hasil observasi lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang lebih penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Peneliti melakukan analisa terhadap data yang telah diuraikan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. a. Analisis Kualitatif

Menurut Sugiyono (2010:14) analisis kualitatif adalah sebagai berikut: “Metode penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama dilapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan dilapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail”.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penelitian kuantitatif adalah sebuah penelitian dimana penelitian turut berpartispasi di lapangan dengan mencatat segala kejadian yang terjadi, melakukan analisis terhadap berbagai dokumen yang ditemukan dilapangan untuk dibuatkan laporan hasil penelitiannya. b. Analisis Kuantitatif

(64)

nonparametris. Peneliti menggunakan statistik inferensial bila penelitian dilakukan pada sampel yang dilakukan secara random. Data hasil analisis selanjutnya disajikan dan diberikan pembahasan. Penyajian data dapat berupa tabel, tabel ditribusi frekuensi, grafik garis, grafik batang, piechart (diagram lingkaran), dan pictogram. Pembahasan hasil penelitian merupakan penjelasan yang mendalam dan interpretasi terhadap data-data yang telah disajikan”.

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan analisis kuantitatif dimana analisis datanya menggunakan statistik inferensial/induktif atau yang disebut juga sebagai statistik probabilitas. Statistik yang digunakan adalah statistik parametris dimana statistik tersebut digunakan untuk menganalisis data interval dan rasio. Statistik parametris memerlukan terpenuhnya banyak asumsi. Asumsi yang utama adalah data yang dianalisis harus berdistribusi normal. Selanjutnya dalam penggunaan salah satu test mengharuskan data kelompok atau lebih.

Adapun langkah-langkah analisis kuantitatif yang diuraikan diatas adalah sebagai berikut :

A. Analisis Regresi Linier Berganda

Sugiyono (2004:149) mengemukakan bahwa:

“Analisis linier regresi digunakan untuk melakukan prediksi bagaimana

perubahan nilai variabel dependen bila nilai variabel independen dinaikan/diturunkan”.

Penjelasan garis regresi menurut Andi Supangat (2007:352) yaitu:

(65)

54

Dalam penelitian ini, analisis regresi linier berganda digunakan untuk membuktikan sejauh mana peranan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja modal.

Analisis regresi ganda digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (pendapatan asli daerah), bila dua atau lebih variabel independen (pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum) sebagai indikator. Analisis ini digunakan dengan melibatkan dua atau lebih variabel bebas antara variabel dependen (Y) dan variabel independen (X1 dan X2 ). Persamaan regresinya sebagai berikut:

Sumber: Sugiyono (2010:192) Dimana:

Y = variabel tak bebas (belanja modal) a = bilangan berkonstanta

b1,b2 = koefisien arah garis

X1 = variabel bebas X1 (pendapatan asli daerah) X2 = variabel bebas X2 (dana alokasi umum)

Regresi linier berganda dengan dua variabel bebas X1 dan X2 metode kuadrat kecil memberikan hasil bahwa koefisien-koefisien a, b1, dan b2 dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 1.3
Tabel 1.4 Waktu Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN PENGALAMAN KARIES DAN KARIES YANG TIDAK DIRAWAT DENGAN KUALITAS HIDUP PADA REMAJA USIA9. 12-18 TAHUN DI KECAMATAN

al divergence in Gossypium occurred between the ancestor of the A-, D-, E-, and AD-taxa and the ancestor of the C-, G-, and K-genome species (Wendel and Albert, 1992; Seelanan et

Masalah yang kami kaji dalam penelitian ini adalah melakukan perbaikan prototipe protesa yang dilakukan pada penelitian sebelumnya baik dari segi desain dan

Jika aost yang menerima broadcast memiliki MAC Address yang sama dengan Destination MAC Address (PC0), maka aost akan menerima pesan ping (reply) tersebut

Artinya : menceritakan kepada kami ali ibn abdullah, ia berkata, menceritakan kepada kami sufyan, ia berkata, menceritakan kepadaku umar, ia berkata, memberitakan kepadaku wahabibn

Gambar 3.3 Instalasi Modem Internal terhubung ke internet apabila Anda memiliki komputer, modem, line telepon dan mendaftar pada sebuah perusahan penyedia

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh return on asset (ROA), earning per share (EPS), debt to equity ratio (DER), dan market value added (MVA) terhadap

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Karakterisasi kimia Andisols di Jawa Barat dan Jawa Tengah, (2) Karakterisasi pola pelepasan nitrat pada Andisols di Jawa Barat dan