• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan pengalaman karies dan karies yang tidak dirawat dengan kualitas hidup pada remaja usia 12-18 tahun di Kecamatan Medan Sunggal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan pengalaman karies dan karies yang tidak dirawat dengan kualitas hidup pada remaja usia 12-18 tahun di Kecamatan Medan Sunggal"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

BESAR SAMPEL

n = Z21-α/2 . P (1-P) N

d2 (N-1) + Z21-α/2 . P (1-P) Keterangan:

n : Jumlah sampel yang dibutuhkan

Z21-α/2 : Nilai baku normal error type I (α=0,05) yang ditentukan 1,962

P : Dari penelitian S.C. Leal prevalensi PUFA di negara Brazil yaitu sebesar 26,2% = 0,262

N : Populasi yaitu 1.777 orang

d : 0,05

Jadi: n = 1,962 . (1-0,262) 1777

0,052 (1777-1) + 1,962 . 0,262 (1-0,262)

= 3,842 . 0,262 . 1777

0,0025 (1776 + 3,842) 0,262

= 3,842 . 465,574

0,025 . 466,319

= 1788,735

11,658

n = 153,4

Jadi jumlah sampel adalah 153,4 dibulatkan menjadi 160. 80 orang siswa

(2)

Lampiran 2

Universitas Sumatera Utara Fakultas kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

HUBUNGAN PENGALAMAN KARIES DAN KARIES YANG TIDAK DIRAWAT DENGAN KUALITAS HIDUP PADA REMAJA USIA

12-18 TAHUN DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Nama:... No. Kartu:

Umur:... Sekolah : ...

Kelas:... Pemeriksa: ...

1. Jenis kelamin: 1. Laki-laki 1

2. Perempuan

Pengukuran indeks DMF-T dan PUFA:

(3)

Kode Kondisi

P Pulpitis

U Ulserasi

F Fistula

A Abses

4. Skor PUFA: P + U + F + A

Skor P

Skor U

Skor F

Skor A

(4)

Nama:... No. Kartu:

Umur:... Sekolah : ...

Kelas: ... Pemeriksa: ...

PERTANYAAN ORAL HEALTH IMPACT PROFILE (OHIP)

Seberapa seringkah anda mengalami masalah dibawah ini selama satu bulan terakhir. Lingkari (O) pada nomor jawaban anda

No Pertanyaan gigi yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda?

0 1 2 3 4

2.

Pernahkah anda merasa tidak dapat mengecap rasa makanan dengan baik, karena gigi yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda? anda yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda? yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda?

0 1 2 3 4

6. Pernahkah anda merasa tegang karena gigi anda yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda?

(5)

Ketidakmampuan Fisik

7.

Pernahkah anda merasa tidak puas dengan makanan yang anda konsumsi karena gigi anda yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda? anda yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda?

rileks/santai karena gigi anda yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda?

0 1 2 3 4

10.

Pernahkah anda merasa malu dalam berbicara karena nafas yang bau akibat gigi yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda?

0 1 2 3 4

Ketidakmampuan Sosial

11.

Pernahkah anda merasa mudah tersinggung karena gigi anda yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda?

0 1 2 3 4

12.

Pernahkah anda merasa sulit dalam belajar atau kegiatan sehari-hari karena gigi anda yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda?

0 1 2 3 4

Handicap/hambatan

13.

Pernahkah anda merasa secara umum hidup anda menjadi tidak menyenangkan/kurang memuaskan karena adanya gigi yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda?

0 1 2 3 4

14.

Pernahkah anda izin dari sekolah karena gigi yang berlubang serta luka dan bengkak pada gusi anda?

(6)

5. TOTAL SKOR OHIP-14 5

6. Kategori OHIP-14

a. Baik : <32 6

b. Sedang : 33-44

(7)

Lampiran 6

Std. Deviation 1.25737 .82407 .37534 1.67528

Frequency Table

Decay

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 41 25.6 25.6 25.6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 109 68.1 68.1 68.1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 137 85.6 85.6 85.6

1.00 22 13.8 13.8 99.4

2.00 1 .6 .6 100.0

Total 160 100.0 100.0

DMFT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(8)

6.00 5 3.1 3.1 98.8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 92 57.5 57.5 57.5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 150 93.8 93.8 93.8

1.00 10 6.3 6.3 100.0

Total 160 100.0 100.0

Fistula

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 150 93.8 93.8 93.8

1.00 10 6.3 6.3 100.0

Total 160 100.0 100.0

Abses

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(9)

1.00 15 9.4 9.4 100.0

Total 160 100.0 100.0

PUFA

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 79 49.4 49.4 49.4

1.00 50 31.3 31.3 80.6

2.00 20 12.5 12.5 93.1

3.00 6 3.8 3.8 96.9

4.00 5 3.1 3.1 100.0

Total 160 100.0 100.0

Frequencies

Statistics

Pert_1 pert_2 Pert_3 Pert_4 Pert_5 Pert_6 Pert_7 Pert_8 Pert_9 Pert_10 Pert_11 Pert_12 Pert_13 Pert_14

N Valid 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pert_1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 59 36.9 36.9 36.9

1.00 34 21.3 21.3 58.1

2.00 60 37.5 37.5 95.6

3.00 7 4.4 4.4 100.0

Total 160 100.0 100.0

pert_2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 58 36.3 36.3 36.3

1.00 62 38.8 38.8 75.0

(10)

3.00 2 1.3 1.3 100.0

Total 160 100.0 100.0

Pert_3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 52 32.5 32.5 32.5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 28 17.5 17.5 17.5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 39 24.4 24.4 24.4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(11)

1.00 43 26.9 26.9 65.0

2.00 42 26.3 26.3 91.3

3.00 14 8.8 8.8 100.0

Total 160 100.0 100.0

Pert_7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 45 28.1 28.1 28.1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 33 20.6 20.6 20.6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(12)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 75 46.9 46.9 46.9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 57 35.6 35.6 35.6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 60 37.5 37.5 37.5

1.00 44 27.5 27.5 65.0

2.00 39 24.4 24.4 89.4

3.00 16 10.0 10.0 99.4

(13)

Pert_4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 28 17.5 17.5 17.5

1.00 48 30.0 30.0 47.5

2.00 59 36.9 36.9 84.4

3.00 19 11.9 11.9 96.3

4.00 6 3.8 3.8 100.0

Total 160 100.0 100.0

Pert_14

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 120 75.0 75.0 75.0

1.00 16 10.0 10.0 85.0

2.00 20 12.5 12.5 97.5

3.00 4 2.5 2.5 100.0

Total 160 100.0 100.0

DMFT * Kualias_hidup

Crosstab

Kualias_hidup

Total Baik Sedang

DMFT Baik Count 107 0 107

% within DMFT 100.0% .0% 100.0%

Sedang Count 40 6 46

% within DMFT 87.0% 13.0% 100.0%

Buruk Count 3 4 7

% within DMFT 42.9% 57.1% 100.0%

(14)

Crosstab

Kualias_hidup

Total Baik Sedang

DMFT Baik Count 107 0 107

% within DMFT 100.0% .0% 100.0%

Sedang Count 40 6 46

% within DMFT 87.0% 13.0% 100.0%

Buruk Count 3 4 7

% within DMFT 42.9% 57.1% 100.0%

Total Count 150 10 160

% within DMFT 93.8% 6.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 41.699a 2 .000

Likelihood Ratio 29.629 2 .000

N of Valid Cases 160

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,44.

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .455 .000

(15)

PUFA * Kualias_hidup

Crosstab

Kualias_hidup

Total Baik Sedang

PUFA 0 Count 78 1 79

% within PUFA 98.7% 1.3% 100.0%

1 Count 50 0 50

% within PUFA 100.0% .0% 100.0%

2 Count 17 3 20

% within PUFA 85.0% 15.0% 100.0%

3 Count 3 3 6

% within PUFA 50.0% 50.0% 100.0%

4 Count 2 3 5

% within PUFA 40.0% 60.0% 100.0%

Total Count 150 10 160

% within PUFA 93.8% 6.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 53.549a 4 .000

Likelihood Ratio 32.131 4 .000

N of Valid Cases 160

a. 6 cells (60,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,31.

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .501 .000

(16)

Manual chi-square skor DMFT dengan Kualitas Hidup

Ho : Tidak ada hubungan antara skor DMFT dengan Kualitas hidup

Ha : Ada hubunngan antara skor DMFT dengan Kualitas hidup

Derajat kemaknaan : 0,05

DMF-T OHIP

107 -12,4787 6,6875 44,72265625 0,445833333

0 50,69455 -6,6875 44,72265625 6,6875

40 -0,49222 -3,125 9,765625 0,226449275

6 1,99966 3,125 9,765625 3,39673913

3 -3,87166 -3,5625 12,69140625 1,933928571 4 15,7286 3,5625 12,69140625 29,00892857

X2 41,69937888

Perhitungan dengan Yate’s correction

O E 0-E-1/2 (0-E-1/2)2 (0-E-1/2)2/E

107 100,313 6,1875 38,28515625 0,38165888

0 6,6875 -7,1875 51,66015625 7,72488318

40 43,125 -3,625 13,140625 0,30471014

6 2,875 2,625 6,890625 2,39673913

3 6,5625 -4,0625 16,50390625 2,51488095

4 0,4375 3,0625 9,37890625 21,4375

X2 34,7603723

Nilai X2 hitung tanpa Yate’s correction = 41,699 Nilai X2 hitung dengan Yate’s correction = 34,760

Dengan df = 2 dan nilai X2 = 64,811 , probalitasnya = p < 0,001 Dengan df = 2 dan nilai X2 = 59,745 , probalitasnya = p < 0,001

(17)

Manual chi-square skor PUFA dengan Kualitas Hidup

Ho : Tidak ada hubungan antara skor PUFA dengan Kualitas hidup

Ha : Ada hubunngan antara skor PUFA dengan Kualitas hidup

Derajat kemaknaan : 0,05

PUFA OHIP Total

78 74,0625 3,9375 15,50390625 0,209335443

50 46,875 3,125 9,765625 0,208333333

17 18,75 -1,75 3,0625 0,163333333

3 5,625 -2,625 6,890625 1,225

2 4,6875 -2,6875 7,22265625 1,540833333

1 4,9375 -3,9375 15,50390625 3,140031646

0 3,125 -3,125 9,765625 3,125

78 74,0625 3,4375 11,81640625 0,159546414

50 46,875 2,625 6,890625 0,147

17 18,75 -2,25 5,0625 0,27

3 5,625 -3,125 9,765625 1,736111111

2 4,6875 -3,1875 10,16015625 2,1675

1 4,9375 -4,4375 19,69140625 3,988132911

0 3,125 -3,625 13,140625 4,205

3 1,25 1,25 1,5625 1,25

3 0,375 2,125 4,515625 12,04166667

3 0,3125 2,1875 4,78515625 15,3125

(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dewi O. Analisa hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja SMU

kota Medan tahun 2007. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008.

2. Tampubolon NS. Dampak karies gigi dan penyakit periodontal terhadap kualitas

hidup. http://library.usu.ac.id/download/e-book/Nurmala%20/Situmorang.pdf.

(Juli 10.2013)

3. Sriyono NW. Pencegahan penyakit gigi dan mulut guna meningkatkan kualitas

hidup. http://lib.ugm.ac.id/digitas/upload/1251_pp1003006.pdf. (Agustus 12.

2013)

4. Sondang P, Harmada T. Menuju gigi dan mulut sehat, pencegahan dan

pemeliharaan. Medan: USU Press, 2008: 1-28.

5. Grossman L, Oliet S, Rio D. Ilmu endodontik dalam praktek. Edisi 11. Alih

bahasa. Abyono R. Jakarta: EGC, 65-71.

6. Ford Pitt.T.R. Restorasi gigi. Alih bahasa. Sumawinata N. Jakarta, 1993:1-10.

7. Monse B, Heinrich-Weltzein R, Benzian H, Holmgren C, Van Palenstein

Helderman W. PUFA – An in index of clinical consequences of untreated dental

caries. Community Dent Oral Epidemiol 2010; 38:77-82.

8. Dinda D. Status kesehatan gigi dan mulut murid dan pelaksanaan usaha

kesehatan gigi sekolah pada Sekolah Dasar Negeri 060880 dan 060890

Kecamatan Medan Polonia.

http://devi-dinda.blogspot.com/2011/07/status-kesehatan-gigi-dan-mulut-murid.html (Juli 10.2013)

9. Slade, Gary D. Measuring oral health and quality of life. USA: University of

North Carolina.

http://proqolid.org/Measuring-oral-health-and-quality-of-life/ohipprotocol.pdf. (Agustus 25.2013)

10. Brennan DS, Spencer J. Health and quality of life outcomes. BioMed 2004, 2:35.

11. Eduardo C, Solis M, Uanez AB. Prevalence and severity of dental caries in

adolescents aged 12 and 15 living in communities with various fluoride

concentration. http://pajjakadoi.blogspot.com/2010/04/prevalensi-dan

(19)

12. Papalia D, Old S, Feldman R. Human development (Psikologi Perkembangan).

Edisi 9. Alih bahasa. Anwar A. Jakarta: Kencana, 2008: 541-4.

13. Tarigan Rasinta. Karies gigi. Jakarta: Hipokrates, 1995: 1.

14. Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-dasar karies. Edisi 2. Alih bahasa. Sumawinata N,

Faruk S. Jakarta: EGC, 1995: 1-8.

15. Putrijulica M. Hipersensitivitas dentin. http://mawarputrijulica.wordpress.com/

category/fkg/tugas/ (September 25.2013).

16. Suryanto R. Pulpitis kronis hiperplastika. http://ceritapasienrio.com

/2012/08/06/kasus-36/ (Juli 9 2014)

17. Langlais R, Miller C. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang lazim. Alih

bahasa. Susetyo B. Jakarta: Hipokrates, 2012: 36.

18. Ahmed MU, Udin MN. Oral ulceration at primary care-a review. Aust Dent J

2010; 55(1): 17.

19. Brook MD. Anaerobic infections: odontogenic infections caused by anaerobes.

http://anaerobicinfections.blogspot.com/p/central-nervous-system-eye-and-dental.html. (September 25.2013).

20.Suryanto R. Gigi 21 abses apikalis kronis. http:// ceritapasienrio. com/2012/

04/20/ kasus-27-2/ (Juli 9.2014).

21. Janjua S. Dental caries and periapical abscess. http://globalskinatlas.com/

imagedetail.cfm?topLevelID=1347&imageID=3176&did=6 (Juli 9.2014).

22. Mehta Abhishek. Comprehensive review of caries assessment systems developed

over the last decade. RSBO 2012; 9(3):316-21.

23. Benzian H, Monse B, Weltzien HR, Hobdell M, Mulder J, Heldermain WP.

Untreated severe dental decay: a neglected determinant of low body mass index

in 12-years-old Filipino children. BMC Public Health 2011; 11:558.

24. Leal S, Bronkhorst E, Fan M, Frencken J. Untreated cavitated dentine lesions:

impact on children’s quality of life. Caries Res 2012; 46:102-106.

25. Nuca C, Amariei C, Martoncsak E, Tomi D. Study regarding the correlation

between the child-OIDP index and the dental status in 12-years-old children from

(20)

26. Tjahja Indirawati, Sintawati, Yovita Tince. Gambaran karies gigi permanen di

beberapa puskesmas. Media Litbang Kesehatan 2006; 4(15):26-31.

27. Ningrum AV. Early childhood caries (ecc).

http://vikaasriningrum.com/its-smile/early-childhood-caries-ecc-in-depth/2011/20/06. (Juli 6. 2014)

28. Murthy KA, Pramila M, Ranganath S. Prevalence of clinical consequences of

untreated dental caries and its relation to dental fear schoolchildren in Bangalore

City, India. Eur Arch Paediatr Dent 2014; 15: 45-49.

29. Purwoko Saktiyono. Psikologi remaja. http://saktiyono-wordpress.com/

(21)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian menggunakan rancangan penelitian cross sectional, yaitu

mempelajari hubungan pengalaman karies (skor DMFT), karies tidak diawat (skor

PUFA) dengan tingkat kualitas hidup pada remaja.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Sunggal. Dipilihnya sekolah

SMP N 9 dan SMAN 15 di Kec. Medan Sunggal karena jumlah populasi yang cukup

untuk dilakukan penelitian, dan adanya akses ke sekolah tersebut yang dapat

dijangkau oleh peneliti.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian adalah remaja yang berstatus pelajar dari SMPN 9

dan SMAN 15 di Kec. Medan Sunggal yang berjumlah 1.777 orang siswa, yang

terdiri atas 610 orang siswa dari SMPN 9 dan 1167 orang siswa dari SMAN 15.

Alasan dipilih siswa SMP dan SMA untuk mewakili remaja adalah karena usia siswa

SMP dan SMA berkisar antara 12 sampai 18 tahun merupakan remaja tahap awal dan

akhir yang mulai mengembangkan pemikiran tentang bagaimana pandangan orang

terhadap penampilan dan bersosialisasi terhadap teman sebaya.

3.3.2 Sampel

Pengukuran besar sampel menggunakan rumus:

n = Z21-α/2 . P (1-P) N

(22)

Keterangan:

n : Jumlah sampel yang dibutuhkan

Z21-α/2 : Nilai baku normal error type I (α=0,05) yang ditentukan 1,962 P : Dari penelitian S.C. Leal prevalensi PUFA di negara Brazil yaitu sebesar

26,2% = 0,262

N : Populasi yaitu 1.777 orang

d : 0,05

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas maka diperoleh

besar sampel yang digunakan adalah 160 orang siswa, dengan pembagian sampel 80

orang dari SMPN 9 dan 80 orang dari SMAN 15 Kec. Medan Sunggal (Lampiran 1).

Pengambilan sampel pada masing-masing sekolah dilakukan dengan teknik simple

random sampling.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, skor DMF-T, skor PUFA

dan kualitas hidup remaja yang menggunakan Oral Health Impact profile (OHIP-14).

3.4.2 Definisi Operasional

1. Jenis kelamin responden: laki-laki dan perempuan.

2. Usia responden: dihitung hingga ulang tahun terakhir, yaitu usia 12-18

tahun.

3. Pengalaman karies, diukur menggunakan indeks DMF-T oleh Klein H pada

tahun 1938, terdiri atas D, M dan F:

a. D (Decayed)= Gigi dicatat sebagai karies apabila pit dan fisur berwarna

kehitaman dan ujung sonde menyangkut; jaringan permukaan gigi terasa lunak dan

ujung sonde terasa masuk ke dalam; gigi yang mempunyai tambalan sementara.

b. M (Missing), terdiri atas Mi (missing indicated) dan Me (missing

extracted)= Mi (missing indicated) adalah gigi tetap dengan lesi karies yang tidak

dapat ditambal lagi dan harus dicabut, yaitu karies gigi yang meluas, gigi tinggal

(23)

yang sudah dicabut.

c. F (Filling)= gigi tetap dengan lesi karies yang sudah ditambal sempurna dan

permanen, tidak ada karies sekunder atau karies primer.

Perhitungan indeks DMF-T adalah penjumlahan dari: D + M + F

Pembagian kategori DMF-T yaitu nilai minimum dan nilai maksimum yang

diperoleh dibagi menjadi 3 kategori dengan jarak interval yang sama, maka kategori

DMF-T:

a. Baik = skor 0-2,

b. Sedang = skor 3-5 dan

c. Buruk = skor 6-8.

4. Karies yang tidak dirawat, diukur dengan menggunakan indeks PUFA yang

diperkenalkan pertama kali oleh Monse pada tahun 2010. Indeks PUFA terdiri atas

P, U, F dan A:

a. P (Pulpitis) adalah keterlibatan pulpa, dicatat apabila kamar pulpa terbuka

dan kelihatan struktur korona gigi rusak karena proses karies atau hanya akar gigi

yang tersisa.

b. U (Ulserasi) akibat ujung yang tajam dari gigi yang telah rusak, dicatat

apabila ada sisi yang tajam dari gigi dengan keterlibatan pulpa atau sisa akar

menyebabkan traumatik ulser di sekitar jaringan lunak seperti lidah atau mukosa

bukal.

c. F (Fistula) dicatat bila ada saluran pus yang berhubungan dengan gigi yang

memiliki keterlibatan pulpa.

d. A (Abses) dicatat jika terdapat pembengkakan yang mengandung pus yang

berhubungan dengan gigi yang memiliki keterlibatan pulpa.

Perhitungan indeks PUFA adalah penjumlahan dari: P + U + F + A

5. Kualitas hidup:

Kualitas hidup yaitu respons terhadap gejala yang dialami oleh remaja SMP

dan SMA akibat DMF-T dan PUFA dalam kehidupan sehari-harinya yang diukur

(24)

tersebut adalah keterbatasan fungsi fisik, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis,

ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis, ketidakmampuan sosial dan

hambatan.

Masing-masing terdiri atas dua pertanyaan dan ditanyakan seberapa sering

dialami dalam satu bulan terakhir dan diukur menggunakan skala likert, yaitu:

0 = tidak pernah

1= sangat jarang (1-2 kali/bulan)

2= kadang-kadang (>2 kali/bulan)

3 = sering (hampir setiap minggu)

4 = sangat sering (hampir setiap hari)

Total skor antara 0-56 dengan nilai tertinggi adalah 56. Total skor diperoleh

dari menambahkan skor dari masing-masing pertanyaan. Total skor yang tinggi

menunjukkan kualitas hidup yang rendah begitu pula sebaliknya. Kualitas hidup

dikategorikan berdasarkan Singarimbun, yaitu:

a. Baik bila <59% dari total skor yaitu <32,

b. Sedang 60%-79% dari total skor yaitu 33-44 dan

c. Buruk bila >80% dari total skor yaitu >45.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara dan pemeriksaan klinis. Prosedur pengumpulan data adalah:

1. Pengambilan data siswa dilakukan di ruang yang telah disediakan oleh

pihak sekolah.

2. Setiap sepuluh siswa sesuai dengan absensi dipanggil dari kelasnya dan

dikumpulkan di ruang sekolah.

3. Peneliti mewawancarai siswa untuk mendapatkan data tentang identitas

siswa dan mencatatnya pada kuesioner yang telah disediakan.

4. Pemeriksaan gigi dan mulut dilakukan dengan menggunakan kaca mulut

dan sonde untuk mengetahui kondisi rongga mulut anak yang meliputi pengukuran

(25)

5. Peneliti mengembalikan kuesioner kepada siswa untuk dapat dijawab

pertanyaan tentang kualitas hidup. Indeks pengukuran kualitas hidup yang digunakan

adalah indeks OHIP-14. Setelah diisi dengan lengkap kuesioner dikembalikan lagi

kepada peneliti.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. Analisis data dilakukan

dengan menghubungkan skor DMF-T, PUFA dengan kategori kualitas hidup yang

menggunakan Oral Health Impact Profile (OHIP-14). Analisis data menggunakan uji

(26)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 160 orang responden, persentase

responden usia 12, 13, 14, 15, 16 dan 17 tahun memiliki jumlah yang hampir sama

yaitu 13,75 - 15,62% dan paling rendah adalah persentase responden usia 18 tahun

yaitu 11,25%. Persentase responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu

57,50% dan 42,50% (Tabel 4).

Tabel 4.Persentase karakteristik responden remaja berdasarkan usia dan jenis kelamin di Kec. Medan Sunggal (n=160)

Karakteristik n %

Usia (tahun)

12 22 13,75

13 24 15,00

14 23 14,38

15 24 15,00

16 24 15,00

17 25 15,62

18 18 11,25

Jenis Kelamin

Laki-laki 68 42,50

Perempuan 92 57,50

4.2 Pengalaman Karies dan Karies yang Tidak Dirawat

Persentase responden yang mengalami pengalaman karies 79,37% dan tidak

karies 20,63%. Persentase responden yang mengalami karies yang tidak dirawat

(27)

Tabel 5. Prevalensi pengalaman karies dan karies yang tidak dirawat remaja usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal (n=160)

Prevalensi n %

Rata-rata pengalaman karies pada responden adalah 2,08 1,66 dengan

rata-rata decay 1,44 , missing 0,49 , dan filling 0,15±0,37 (Tabel 6).

Tabel 6. Rata-rata pengalaman karies pada remaja usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal (n=160)

Pengalaman Karies X±SD

Decayed (D) 1,44

Missing (M) 0,49

Filling (F) 0,15

DMF-T 2,08

Rata-rata pengalaman karies yang tidak dirawat (PUFA) pada responden

(28)

4.3 Kualitas Hidup

Pada dimensi keterbatasan fungsi, persentase kadang-kadang siswa sulit

mengucapkan kata/kalimat adalah 37,50% dan sangat jarang adalah 21,25%. Tidak

mengecap rasa dengan baik sebanyak 38,75% sangat jarang dialami siswa dan

kadang-kadang dialami siswa adalah 23,75%.

Pada dimensi sakit fisik, persentase sangat sakit pada rongga mulut sangat

jarang dialami siswa yaitu 36,87% dan yang kadang-kadang dialami siswa adalah

24,38%. Tidak nyaman/enak saat mengunyah kadang-kadang dialami siswa adalah

33,12% dan sangat jarang 26,25%.

Pada dimensi ketidaknyamanan psikis, persentase kadang-kadang siswa

merasa cemas/khawatir yaitu 36,87% dan sangat jarang 30%, sedangkan merasa

tegang persentase sangat jarang dialami siswa adalah 26,87% dan kadang-kadang

26,25%.

Pada dimensi ketidakmampuan fisik, persentase siswa kadang-kadang merasa

tidak puas dengan makanan adalah 31,87% dan yang sangat jarang 23,12%. Berhenti

tiba-tiba saat makan yang kadang-kadang dialami siswa 38,75% dan sangat jarang

28,75%.

Pada dimensi ketidakmampuan psikis, persentase kadang-kadang siswa sulit

merasa santai/rileks persentasenya 24,38% dan sangat jarang 36,87%, sedangkan

merasa malu karena nafas bau yang kadang-kadang dialami siswa adalah 28,75% dan

sangat jarang 23,75%.

Pada dimensi ketidakmampuan sosial, persentase kadang-kadang siswa

menjadi mudah tersinggung adalah 23,13% dan sangat jarang 25%, sedangkan sulit

dalam belajar sangat jarang dialami siswa persentasenya 33,13% dan yang

kadang-kadang terjadi 23,75%.

Pada dimensi hambatan, merasa hidup kurang menyenangkan sangat jarang

dialami oleh siswa yaitu 27,5% dan kadang-kadang terjadi 24,37%, dan izin sekolah

karena sakit gigi kadang-kadang terjadi persentasenya 12,5% dan sangat jarang

(29)
(30)

Tabel 9 menunjukkan persentase responden yang memiliki kategori kualitas

hidup yang baik 93,75%, sedang 6,25% dan buruk 0%.

Tabel 9. Karakteristik kualitas hidup remaja usia 12-18 tahun di Kec.Medan Sunggal (n=160)

4.4 Hubungan skor DMF-T dan PUFA dengan Kualitas Hidup

Persentase responden yang memiliki kategori DMF-T baik dengan tingkat

kualitas hidup baik adalah 100%. Persentase responden yang memiliki kategori

DMF-T sedang dengan tingkat kualitas hidup baik adalah 86,94%. Persentase

responden yang memiliki kategori DMF-T buruk dengan tingkat kualitas hidup

sedang 57,14%. Secara statistik ada hubungan antara skor DMF-T dengan kualitas

hidup pada remaja (p<0,05) (Tabel 10).

Tabel 10. Persentase kategori kualitas hidup berdasarkan DMF-T pada remaja usia12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal

Skor DMF-T n %

Persentase responden yang memiliki skor PUFA 0 dengan tingkat kualitas

hidup baik adalah 98,73%. Persentase responden yang memiliki skor PUFA 1 dengan

tingkat kualitas hidup baik adalah 100%. Persentase responden yang memiliki skor

(31)

dengan skor PUFA 3 dengan tingkat kualitas hidup baik dan sedang memiliki besar

yang sama yaitu 50%. Persentase responden yang memiliki skor PUFA 4 dengan

tingkat kualitas hidup sedang adalah 60%. Secara statistik ada hubungan antara skor

PUFA dengan kategori kualitas hidup pada remaja (p < 0,05) (Tabel 11).

Tabel 11. Persentase kategori kualitas hidup berdasarkan PUFA pada remaja usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal

Skor

PUFA n %

Skor OHIP Hasil

Baik (<32) Sedang (33-44) Uji

n % n % Statistik

0 79 49,38 78 98,73 1 1,27 p = 0,000

1 50 31,25 50 100 0 0 X2 = 41,277

2 20 12,5 17 85 3 15

3 6 3,75 3 50 3 50

4 5 3,12 2 40 3 60

(32)

BAB 5 PEMBAHASAN

Rata-rata skor DMF-T remaja usia 12-18 tahun pada SMPN 9 dan SMAN 15

di Kecamatan Medan Sunggal adalah 2,08±1,66. Hasil penelitian ini lebih tinggi

dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indirawati pada responden

remaja di kota Bandung yaitu 1,5.26 Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh lingkungan tempat tinggal responden yang berada di pinggiran Kota Medan yang

dominan dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Menurut US Department of

Health and Human Services, anak-anak dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi

rendah mengalami jumlah karies dua kali lebih tinggi dan kecenderungan tidak

mendapatkan perawatan gigi dibanding anak dengan tingkat sosial ekonomi yang

tinggi.27

Rata-rata skor PUFA remaja usia 12-18 tahun pada SMPN 9 dan SMAN 15 di

Kecamatan Medan Sunggal adalah 0,78±0,99. Hasil penelitian ini hampir sama bila

dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murthy pada responden remaja

di Kota Bangalore India yaitu 0,85.28 Hal ini mungkin disebabkan oleh sosial ekonomi responden yang rendah dan mempengaruhi perilaku responden dalam

mencari pelayanan kesehatan, sehingga tidak ada upaya atau rendahnya kesadaran

untuk merawat kerusakan giginya.

Dari seluruh dimensi kualitas hidup dapat dilihat dampak yang paling sering

atau hampir tiap minggu bahkan hampir tiap hari terjadi pada dimensi

ketidakmampuan fisik yaitu tidak puas dengan makanan yang dikonsumsi akibat gigi

yang berlubang dengan persentase 16,88%. Pada dimensi sakit fisik tidak nyaman

atau enak saat mengunyah akibat gigi yang berlubang paling sering atau hampir tiap

minggu bahkan hampir tiap hari terjadi dengan persentase 16,25%. Hal ini mungkin

disebabkan rasa sakit pada gigi akibat karies yang tidak dirawat.

Pada dimensi ketidaknyamanan psikis, paling sering atau hampir tiap minggu

(33)

dengan persentase 15,63%. Pada dimensi ketidakmampuan psikis, paling sering atau

hampir tiap minggu bahkan hampir tiap hari terjadi adalah merasa malu karena nafas

bau memiliki persentase 11,87%. Menurut Papalia dan Olds masa remaja adalah masa

di mana anak mulai menghabiskan waktu diluar rumah dengan teman sebaya untuk

mencapai kemandirian emosional dari orangtuanya. Akibat keadaan rongga mulut

yang tidak nyaman tersebut menyebabkan remaja mempunyai masalah dalam

interaksi sosialnya serta menyebabkan kecanggungan dan kekakuan dalam pergaulan

seperti merasa malu saat berbicara dengan orang yang berada disekitarnya karena

nafas bau, juga kehilangan kepercayaan diri seperti merasa cemas atau khawatir. Hal

ini yang dapat menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan dalam diri remaja dan

berdampak pada kualitas hidupnya.1,29

Pada dimensi hambatan, remaja sering merasa hidupnya kurang memuaskan

yaitu dengan persentase 10,63%, hal ini mungkin terjadi karena beberapa dampak

yang dirasakan oleh responden seperti tidak nyaman saat mengunyah, memilih-milih

makanan, merasa cemas dan khawatir dengan keadaan rongga mulutnya, juga

responden sulit merasa santai saat beristirahat yang diakibatkan dari rasa sakit karena

karies yang tidak dirawat.

Pada dimensi ketidakmampuan sosial, persentase yang sering atau hampir tiap

minggu dialami remaja adalah sulit dalam belajar 7,50%, hal ini mungkin terjadi

karena rasa sakit pada gigi yang timbul mengganggu rasa nyaman remaja saat belajar

sehingga membuat remaja sulit belajar. Dimensi keterbatasan fungsi yang sering atau

hampir tiap minggu dialami remaja adalah sulit mengucapkan kata/kalimat 4,38%,

hal ini mungkin disebabkan karena adanya rasa sakit dan pembengkakan akibat abses

yang mengganggu fungsi fonetik dari remaja.

Persentase responden yang memiliki kategori kualitas hidup yang baik adalah

93,75%, kategori sedang 6,25%, dan kategori buruk 0%. Hal ini mungkin disebabkan

karena pada umumnya remaja masih menganggap penyakit gigi dan mulut cukup

mengganggu tetapi bukanlah suatu penyakit yang serius.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara skor DMF-T

(34)

Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan rongga mulut yang buruk merupakan faktor

penting yang dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup remaja dan

mengganggu ketika makan karena tidak nyaman saat mengunyah dan anak lebih

(35)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Rata-rata skor DMFT remaja usia 12-18 tahun pada SMPN 9 dan SMAN 15

di Kec. Medan Sunggal yaitu 2,08±1,66. Rata-rata decayed 1,44±1,25, missing

0,49±0,82, dan filling 0,15±0,37.

2. Rata-rata skor PUFA remaja usia 12-18 tahun pada SMPN 9 dan SMAN 15

di Kec. Medan Sunggal yaitu 0,78±0,99. Rata-rata pulpitis 0,56±0,76, ulserasi

0,06±0,24, fistula 0,06±0,24, dan abses 0,10±0,29.

3. Persentase responden yang memiliki kategori kualitas hidup yang baik

adalah 93,75%, kategori sedang 6,25%, dan kategori buruk 0%.

4. Hasil uji statistik ada hubungan antara kategori DMF-T dengan tingkat

kualitas hidup remaja usia 12-18 tahun pada SMPN 9 dan SMAN 15 di Kec. Medan

Sunggal (p=0,000).

5.Hasil uji statistik ada hubungan antara skor PUFA dengan tingkat kualitas

hidup remaja usia 12-18 tahun pada SMPN 9 dan SMAN 15 di Kec. Medan Sunggal

(p=0,000)

6.2 Saran

1. Diharapkan tenaga kesehatan baik dokter gigi atau perawat gigi dapat

secara aktif melaksanakan program UKGS yang tidak hanya penyuluhan saja tetapi

juga memberikan pelayanan kesehatan gigi, sehingga tidak terjadi karies gigi atau

kerusakan yang semakin parah akibat karies yang tidak dirawat (PUFA) dan

menimbulkan rasa sakit.

2. Diharapkan guru dapat melakukan pembinaan kesehatan kepada siswa

khususnya mengenai pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut secara rutin agar siswa

(36)

3. Diharapkan siswa lebih memperhatikan dan menjaga kesehatan rongga

mulutnya seperti rajin menyikat gigi dan pemeriksaan rutin ke praktek dokter gigi,

sehingga karies yang lebih parah dapat dicegah, karena apabila karies tidak dirawat

(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies

Karies gigi merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia. Karies

gigi dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau

lebih dan dapat meluas kebagian yang lebih dalam, misalnya dari email ke dentin atau

ke pulpa. Karies gigi tidak dapat sembuh dengan sendirinya.13

Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies

ditandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh

kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri,

proses ini dimulai dari timbulnya white spot pada permukaan email gigi. Bila tak

segera dibersihkan dan ditambal, karies akan menjalar hingga pada jaringan pulpa

serta terjadi penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.4

2.1.1 Etiologi Karies

Teori Multifaktorial Keyes menyatakan penyebab karies gigi mempunyai

banyak faktor seperti: host atau tuan rumah yang rentan, agen atau mikroorganisme

yang kariogenik, substrat atau diet, dan waktu yang lama. Untuk terjadinya karies,

maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling berhubungan. Faktor-faktor tersebut

digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang tindih.4

a. Faktor host atau tuan rumah

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah

terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel,

faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan

terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut

(38)

dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.

Enamel terdiri atas kristal hidroksiapatit yang tersusun dalam prisma. Kepadatan

kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel

mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin

resisten. Sampai saat ini diketahui bahwa email yang mengandung garam-garam fluor

akan lebih tahan karies dibanding yang tidak mengandung fluor. 4,5,13 Daerah yang mudah diserang karies adalah:14

1. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar, pit bukal molar

dan pit palatal insisif;

2. Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak;

3. Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva;

4. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya

plak pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodonsium;

5. Tepi tumpatan yang tidak baik;

6. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

b. Faktor agen atau mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies.

Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang

berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk pada gigi dan melekat erat

pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Pada awal pembentukan plak, kokus

gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptococcus

mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis, dan Streptococcus salivarius

serta beberapa strain lainnya.4

W.D. Miller menunjukkan bahwa bakteri merupakan penyebab inflamasi di

dalam pulpa. Bakteri atau produk-produknya masuk kedalam pulpa melalui suatu

keretakan pada dentin, karies maupun terbukanya pulpa. Reaksi pada pulpa yang

meradang juga berbeda dari reaksi organ lainnya, yaitu tidak adanya ruangan yang

tersedia bagi pulpa yang bengkak karena pulpa seluruhnya tertutup oleh dentin yang

(39)

lebih dalam ke dalam pulpa dan gejala suatu reaksi akut akan mulai dirasakan.

Eksudat inflamasi yang banyak bertumpuk menyebabkan rasa sakit karena mulai

menekan ujung saraf pulpa, hal ini menyebabkan gangguan dalam suplai nutrisional,

banyak leukosit polimorfonuklear mati, dan terbentuk nanah, selanjutnya mengiritasi

sel saraf, dan daerah nekrosis mulai berkembang. 6

c. Faktor substrat atau diet

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena

membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada

permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak

dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta

bahan lain dan menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami

kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung

lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal

ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam

terjadinya karies.4

d. Faktor waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang

berkembang dalam beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan

karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48

bulan.4

2.1.2 Karies pada Remaja

Karies gigi merupakan penyakit mulut yang paling umum pada remaja

meskipun berpotensi untuk dapat dicegah, dan akan memerlukan perawatan yang

mahal ketika penyakit ini telah berkembang sampai tahapan yang lebih parah.11 Dari sudut pandang epidemiologi, karies gigi banyak tersebar di seluruh dunia

dan dapat dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang umum di Mexico. Di

(40)

70%, dengan rata-rata DMFT yang lebih dari 1,5. Strategi-strategi berbeda telah

dilakukan untuk mengontrol masalah karies gigi, terutama dengan menggunakan

teknik fluoridasi.8

Pada gigi yang telah mengalami karies dan tidak dirawat, maka gigi akan mati

dan memerlukan perawatan yang lebih rumit. Karies yang dibiarkan dan tidak dirawat

akan mencapai pulpa gigi, pulpa akan terinfeksi, fistula (jalan dari nanah) dan abses

dapat terbentuk. Rencana perawatan yang dapat dilakukan adalah restorasi dan

perawatan endodontik. Apabila tidak segera dilakukan perawatan, kerusakan pada

gigi dan jaringan pendukungnya akan menjadi lebih parah, bahkan dapat

mengakibatkan pencabutan gigi pada usia muda, sehingga diperlukan biaya

perawatan gigi yang semakin mahal.8,15

2.1.3 Karies yang Tidak Dirawat

Bila sudah terdapat karies maka terjadi progresivitas yang tidak dapat berhenti

sendiri, dan bila karies tersebut tidak dirawat maka seiring penjalarannya akan

menyebabkan karies yang melibatkan pulpa.5

a. Pulpitis

Inflamasi merupakan reaksi jaringan ikat vaskuler yang sangat penting

terhadap cedera. Inflamasi pulpa disebut pulpitis, dan seperti layaknya jaringan lain

inflamasi pulpa dapat akut atau kronis. Bentuk pulpitis akut umumnya mengalami

rasa sakit berat, sebentar dan terkadang terasa sangat sakit. Bentuk pulpitis kronis

hampir tanpa gejala atau hanya terasa sakit sedikit dan berjalan lama. Gejala dapat

bervariasi dari mulai nyeri tajam yang hanya sebentar, nyeri berkepanjangan tapi

masih dapat ditahan, sampai nyeri berdenyut yang sangat parah. Nyeri juga dapat

timbul jika diberi rangsangan, seperti makanan, atau timbul secara spontan. 5,6 Pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang

yang timbul jika diberi stimulasi. Pada umumnya gampang terjadi reaksi bila diberi

stimulasi dingin, tetapi pulpa mampu kembali menjadi normal setelah stimuli

dihentikan.5,6

(41)

simtomatik atau asimtomatik, tetapi jika nyeri timbul dapat berlangsung lama.

Walaupun pada umumnya nyeri timbul karena rangsangan makanan atau perubahan

suhu, nyeri dapat pula timbul secara spontan misalnya pada waktu malam hari. Rasa

sakit bertahan untuk beberapa menit sampai beberapa jam, dan tetap ada setelah

stimuli dihilangkan.5,6

Nekrosis pulpa tidak mudah dideteksi kecuali gigi sudah nekrosis seluruhnya.

Walaupun demikian penegakkan diagnosisnya dipermudah karena biasanya nekrosis

sering disertai pulpitis ireversibel dan ada perubahan di jaringan sekitar apeks yang

terlihat melalui radiografi.5,6

Gambar 1. Pulpitis16

b. Ulserasi

Ulserasi oral adalah suatu keadaan akibat dari beberapa penyebab, yang mana

trauma merupakan penyebab yang paling umum. Lokasi ulser yaitu pada mukosa

pipi, mukosa bibir, palatum dan tepi perifer lidah ini diakibatkan oleh kontak dengan

ujung gigi yang tajam atau gigi yang patah. Ulkus biasanya tampak sedikit cekung

dan oval. Pada awalnya eritematous dijumpai di daerah perifer, yang perlahan

(42)

Gambar 2. Ulserasi18

c. Fistula

Fistula terjadi karena peradangan kronis dan aktifitas eksudat purulen (pus)

pada daerah akar gigi. Penyebab terjadinya fistula adalah karies yang tidak dirawat.

Karies gigi yang lama menyebabkan peradangan pada daerah sekitar fragmen akar.

Peradangan ini menyebabkan kerusakan tulang dan jaringan penyangga gigi.

Peradangan yang terlalu lama dan infeksi karies gigi dapat menimbulkan nanah pada

sekitar fragmen akar yang karies, pertahanan tubuh akan berusaha melawan, dan juga

mengeluarkan jaringan yang telah rusak dengan cara mengeluarkan nanah keluar

tubuh melalui permukaan yang terdekat. Daerah yang terdekat adalah menembus

tulang tipis dan gusi yang menghadap ke pipi, melalui saluran yang disebut fistula.

Jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi pengumpulan nanah.19

Gambar 3. Fistula20

d. Abses

Abses gigi adalah komplikasi karies gigi yang telah melibatkan pulpa yang

(43)

penyakit infeksi yang ditandai oleh pembengkakan jaringan lunak yang berisi bahan

purulen yang berasal dari infeksi bakteri di dalam pulpa gigi.17,19

Gambar 4. Abses21

2.2 Indeks DMF-T

Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H pada tahun 1938 untuk mengukur

pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi semua gigi

kecuali molar tiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau

tidak dapat berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia

diisi kode D (gigi yang karies/decay), M (gigi yang hilang/missing), F (gigi yang

ditumpat/filling) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode.4

Tabel 1. Indeks DMF-T Klein untuk Gigi Permanen4

DMF-T Klein

D (decay) Gigi yang mengalami karies

Karies sekunder Tambalan sementara M

Mi (missing indicated) Me (missing extracted)

Gigi yang hilang/dicabut atau diindikasikan untuk dicabut karena karies

F (filling) Gigi dengan tumpatan sempurna

Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar

Untuk DMF-T rata-rata adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah

(44)

2.3 Indeks PUFA

Keterbatasan indeks DMF-T dalam memberikan informasi tentang akibat

karies gigi yang tidak dirawat, seperti abses pulpa atau hal lebih serius seperti

terjadinya lesi pada daerah tersebut, menjadi dasar pengembangan indeks PUFA.

Indeks ini diperkenalkan pertama kali oleh Monse et al. pada tahun 2010. Indeks ini

mencatat tahap-tahap lesi karies gigi yang tidak dirawat, dengan demikian indeks ini

dapat digunakan untuk membuat kebijakan prosedur kesehatan, yang mana tidak

mungkin dapat dilakukan dengan indeks DMFT.7,22

Cara perhitungan skor indeks PUFA individual hampir sama dengan cara

penghitungan DMFT, tetapi dicatat secara terpisah dari indeks DMFT. Skor ini terdiri

atas pulpa yang terbuka (P/p), ulserasi mukosa oral yang disebabkan ujung akar yang

tajam (U/u), fistula (F/f) dan abses (A/a). Ulser yang tidak disebabkan oleh gigi karies

dengan ruang pulpa yang terbuka tidak dicatat. Pada kasus yang mengalami infeksi

odontogenic yang meluas diberikan skor P/p (untuk keterlibatan pulpa). Bila pada

gigi susu dan gigi tetapnya mengalami tahap infeksi odontogenic, maka keduanya

diberikan skor. Huruf kapital (PUFA) untuk menghitung kerusakan pada gigi tetap,

dan huruf kecil (pufa) untuk menghitung kerusakan pada gigi susu. Penilaian ini

dilakukan secara visual tanpa harus menggunakan alat. Kriteria indeks PUFA

diuraikan pada Tabel 2.7,22-24

Tabel 2. Kode dan kriteria indeks PUFA7,22-24

Kode Kriteria

P/p Terlihatnya ruang pulpa yang terbuka atau struktur dasar gigi yang

telah rusak yang melibatkan pulpa disebabkan karies, hanya akar atau

pecahan akar saja yang tertinggal. Tidak perlu dilakukan probing

untuk mendiagnosa peradangan ini.

U/u Ulserasi akibat trauma ujung akar gigi yang tajam yang telah rusak.

Ulserasi karena trauma yang melibatkan pulpa dan pecahan akar ini

dapat dijumpai pada jaringan lunak seperti mukosa bukal, mukosa

(45)

Tabel 2. Lanjutan

F/f Fistula dilihat dari adanya gigi dengan karies yang mengenai pulpa

disertai saluran pus yang berasal dari gigi yang mengalami

peradangan pulpa.

A/a Abses ditandai adanya pembengkakan berisi pus yang berasal dari

gigi yang mengalami peradangan pulpa.

2.4 Kualitas Hidup

Berdasarkan sudut pandang kesehatan, kualitas hidup mencakup kehidupan

sosial, emosional dan kesejahteraan pasien, sedangkan WHO mendefinisikannya

sebagai dampak dari penyakit dan pengobatan terhadap kecacatan dan fungsi

sehari-hari. Sehat biasanya dihubungkan dengan tidak adanya penyakit (diseases), keluhan

sakit (illness) dan tidak ada gangguan dalam menjalankan peranan sosialnya

sehari-hari.2,3

Pengukuran status kesehatan didasarkan pada penyimpangan kondisi sehat,

yaitu keadaan sakit. Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992

memberikan batasan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan

sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental dan

sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan

atau menghasilkan secara ekonomi. Bagi yang belum bekerja seperti anak-anak dan

remaja, berlaku produktif secara sosial diartikan mempunyai kegiatan, misalnya

sekolah atau kuliah bahkan kegiatan lainnya.1-3

WHO menyarankan agar status kesehatan penduduk diukur dalam tiga hal,

yaitu melihat ada tidaknya kelainan patofisiologis, mengukur fungsi, dan penilaian

individu atas kesehatannya. Dengan demikian indikator prevalensi dan keparahan

penyakit belum dapat menggambarkan status kesehatan masyarakat secara

menyeluruh. Oleh karena itu untuk menggambarkan status kesehatan gigi dan mulut

haruslah mencakup ada tidaknya penyakit, bagaimana status fungsi fisik

(46)

dan kepuasan terhadap kesehatannya. Dapat disimpulkan bahwa kesehatan ini perlu

dicapai untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang.1,2

Saat ini, adanya hubungan kualitas hidup dengan kesehatan mendapat

perhatian para ahli sehingga menjadi sebuah gagasan utama dalam menentukan

kebijakan kesehatan pada negara-negara berkembang. Salah satu penyebabnya adalah

karena kondisi kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi kualitas hidup.

Dampak yang ditimbulkan akibat kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi

kesehatan fisik, psikologis, sosial dan kegiatan sehari-hari.25

2.4.1 Definisi Kualitas Hidup

Pada umumnya kualitas hidup dapat didefenisikan sebagai tingkat kepuasan

terhadap hidup. Kualitas hidup merupakan konsep yang lebih luas dari status

kesehatan seseorang dan kesehatan sosial. Menurut Bowling, ada beberapa komponen

yang terdapat dalam kualitas hidup yaitu kemampuan fungsional (kemampuan

sehari-hari, kemampuan untuk bekerja), tingkat kualitas sosial dan interaksi dalam

masyarakat, kesehatan psikologi, kesehatan fisik dan kepuasan hidup. Shin dan

Johnson menyatakan bahwa kualitas hidup terdiri atas kepentingan seseorang untuk

memiliki kebahagiaan individu, kebutuhan, keinginan dan impian, keikutsertaan

dalam berbagai aktivitas dan kepuasan terhadap diri sendiri dan orang lain.1,3

Dalam pandangan kesehatan saat ini, aspek kualitas hidup perlu diperhatikan.

Campbell menyatakan bahwa aspek kesehatan hanya salah satu dari 12 bagian

kehidupan yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup manusia seperti

bagian komunitas, pendidikan, kehidupan keluarga, persahabatan, perumahan,

pernikahan, kebangsaan, rukun tetangga, diri sendiri, tingkat kehidupan dan

pekerjaan.1

2.4.2 Pengukuran Kualitas Hidup

Hubungan antara kualitas hidup dan kesehatan rongga mulut didefinisikan

sebagai suatu evaluasi, baik dari pandangan pribadi dan dunia medis, dipandang dari

fungsional, psikologis, faktor sosial (interaksi dan persepsi) dan pengalaman trauma

(47)

mempengaruhi kesejahteraan individu.25 Pengukuran kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan ternyata telah dimulai dari tahun 1963 hingga saat ini, diantaranya

Health Utilities Index Mark 3 (HUI-3) dari Torrance dengan atribut: vision, hearing,

speech, ambulation, dexterity, emotion, cognition, dan pain. Ada juga menurut Rosser

indeks pada tahun 1982, yang disempurnakan oleh Centre for Health Economics,

York University, Inggris 1994 dengan EuroQol-5D yang mengarah pada pengukuran

5 status kesehatan manusia, yaitu mobility, self-care, usual activities, pain/discomfort,

dan anxiety/depression.1,3

Di Indonesia juga dikembangkan model pengukuran kualitas hidup manusia

Indonesia yang terkait dengan kesehatan, yaitu Indonesia Health Related Quality of

Live (INA-HRQol), yang menghasilkan 12 komponen status kesehatan yang terdiri

komponen fisik dan komponen non fisik. Komponen fisik diantaranya mobilitas,

aktifitas/kegiatan pribadi, aktifitas/kegiatan umum/sosial, pandangan/penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa makanan, berbicara/komunikasi, pergerakan tangan,

jari dan kaki, dan rasa sakit. Sedangkan komponen non fisik adalah emosi dan

ingatan.1,3

Di Australia Slade GD dan Spencer Aj mengembangkan alat ukur kualitas

hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut, yaitu Oral Health Impact profile

(OHIP-49). Konsep kualitas hidup ini dikembangkan dari konsep sehat WHO, yaitu

respons individu dalam kehidupan sehari-hari terhadap fungsi fisik, psikis, dan sosial

akibat suatu penyakit. Dalam teori ini terdapat tujuh dimensi dan tiap dimensi terdiri

dari 4-9 butir pertanyaan sehingga keseluruhan pertanyaan terdiri dari 49 butir yang

dikelompokan dalam teori Locker. Tujuh dimensi tersebut adalah keterbatasan fungsi,

rasa sakit, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis,

ketidakmampuan sosial, dan hambatan yang urutannya menurut hierarki. 1,2

Tahun 1997, Slade GD menyederhanakan OHIP yang terdiri dari 49 butir

pertanyaan (OHIP-49) menjadi OHIP dengan 14 butir pertanyaan (OHIP-14).

Penelitian ini dilakukan di Australia Selatan dan menggunakan 1217 sampel.

OHIP-14 ini juga berhubungan dengan tujuh dimensi yaitu keterbatasan fungsi, rasa sakit,

(48)

mampuan sosial, dan hambatan. Setiap dimensi terdiri dari dua pertanyaan, dan

menggunakan lima skala likert, yaitu 0 = tidak pernah, 1=sangat jarang,

2=kadang-kadang, 3=sering, dan 4=sangat sering. Total skor yang tinggi menunjukkan kualitas

hidup yang rendah begitu pula sebaliknya.9,10

Tabel 3. Alat ukur dimensi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut (Oral Health Impact Profile -14 oleh Slade GD) 9,10

No. Dimensi Kualitas Hidup Butir Pertanyaan

1 Keterbatasan fungsi  Kesulitan dalam mengucapkan kata-kata

 Tidak dapat mengecap rasa dengan baik

2 Rasa sakit fisik  Sakit yang sangat dirongga mulut

 Tidak nyaman mengunyah makanan

3 Ketidaknyamanan psikis  Merasa khawatir

 Merasa tegang

4

 Diet (jumlah makanan yang dikonsumsi)

Ketidakmampuan fisik kurang memuaskan

 Terhenti saat makan

5 Ketidakmampuan psikis  Sulit merasa rileks

 Merasa malu

6 Ketidakmampuan sosial  Mudah tersinggung

 Sulit melakukan pekerjaan sehari-hari

7 Hambatan  Hidup terasa kurang memuaskan

(49)

2.5 Kerangka Konsep

Kualitas Hidup Remaja

Keterbatasan Fungsi

Rasa Sakit Fisik

Ketidaknyamanan Psikologis

Ketidakmampuan Fisik

Ketidakmampuan Psikologis

Ketidakmampuan Sosial

Hambatan

Skor DMF-T:

D (decay) M (missing) F (filling)

Skor PUFA:

(50)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan sepanjang hidup,

peranannya cukup besar dalam mempersiapkan zat makanan sebelum absorbsi nutrisi

pada saluran pencernaan, selain fungsi estetis dan bicara. Berbagai penyakit maupun

kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi rongga mulut, salah

satunya adalah gigi berlubang atau yang disebut dengan karies. Sampai sekarang

karies merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara-negara

berkembang.1,2

Karies gigi disebabkan banyak faktor seperti faktor host atau tuan rumah, agen

atau mikroorganisme, substrat atau diet dan faktor waktu. Faktor-faktor tersebut harus

ada dan saling berinteraksi, dan dikenal dengan multifactorial disease.3,4 Proses karies mulai dari permukaan gigi dan terus berpenetrasi semakin kedalam, ketika mencapai

dentin perkembangannya semakin cepat sehingga menyebabkan email menggaung.

Perubahan berikutnya adalah inflamasi pulpa atau pulpitis. Reaksi inflamasi pada

pulpa berbeda dengan reaksi organ lainnya, yaitu tidak adanya ruangan yang tersedia

bagi pulpa yang bengkak karena pulpa seluruhnya tertutup oleh dentin yang keras,

kecuali pada bagian foramen apikal. Terinfeksinya pulpa terjadi pada karies yang

sudah lanjut dan akhirnya dapat menyebar keseluruh jaringan pulpa dan akar

sehingga akan mengakibatkan infeksi di tulang periapeks, yang disebut abses.5,6 Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 dilaporkan

bahwa prevalensi karies di Indonesia telah mencapai 90,05% dengan rata-rata indeks

DMFT sebesar 4,85 yang berarti sebagian besar penduduk Indonesia rata-rata

mempunyai 5 gigi yang karies. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007

didapatkan prevalensi karies gigi untuk anak remaja (>12 th) sebesar 36,1% dengan

DMFT 0,91, kelompok usia 35-44 th prevalensi karies gigi mencapai 80,5% dengan

(51)

Angka ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

Hasil penelitian di Sumatera Utara pada tahun 2007 menunjukkan penduduk berusia

>12 tahun mengalami karies sebesar 62,1% dengan rata-rata indeks DMFT sebesar

3,43.3,7,8

Hasil National Oral Health Survey (NOHS) di Filipina, menunjukkan anak

usia 6 tahun mengalami karies sebesar 97% dan pada umur 12 tahun sebesar 82%.

Data The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) mengenai

prevalensi karies yang tidak dirawat pada remaja di Amerika Serikat adalah 16,91%

untuk usia 12-15 tahun dan 22,24% untuk usia 16-19 tahun, 19,31% untuk remaja

wanita dan 19,89% untuk remaja laki-laki. Selain itu, hal yang lebih parah lagi

ditemukan hampir 50% anak menderita infeksi dentogenic dengan karakteristik

adanya karies yang sudah mencapai ke pulpa yang menyebabkan terjadinya pulpitis,

ulserasi, fistula dan abses (PUFA) yang disertai nyeri yang menyebabkan keadaan

tidak nyaman dan bahkan mengurangi kapasitas belajar pada anak.7

PUFA adalah indeks yang digunakan untuk menilai adanya kondisi mulut

akibat karies yang tidak dirawat. Indeks ini dicatat terpisah dari DMFT dan skor

indeks ini menilai adanya pulpa yang terlihat, ulserasi pada rongga mulut yang

disebabkan sisa akar yang tajam, jalan nanah dan pembengkakkan dari gigi yang

mengalami karies. Kriteria untuk indeks PUFA adalah pulpitis, ulserasi, fistula, dan

abses.7

Akhir-akhir ini perhatian pada penelitian tentang akibat penyakit yang

mempengaruhi fungsi, kenyamanan dan kemampuan untuk melakukan tugas

sehari-hari sedang ditingkatkan. Tindakan ini merupakan bagian dari promosi kesehatan

terutama dalam hubungan dengan “hidup sehat sepanjang umur” (healthy years of live). Organisasi kesehatan sedunia (WHO) merumuskan konsep sehat bukan hanya

dengan tidak adanya penyakit dan kecacatan, melainkan juga mencakup keadaan

sehat baik fisik, mental maupun sosial.1,3

Dari segi hambatan sosial dan psikologi, PUFA dapat menyebabkan sulit

mengucapkan kata-kata, nafas bau, sakit yang sangat di mulut, rahang dan kepala,

(52)

cepat marah, menghindari bersama dengan orang lain, dan merasa hidupnya kurang

memuaskan. Penampilan yang tidak menarik mempunyai dampak yang tidak

menguntungkan pada perkembangan psikologis seseorang, terutama pada usia

remaja. Terjadinya perubahan fisik, mental dan psikososial dapat berdampak pada

aspek kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini remaja lebih mementingkan daya

tarik penampilan dalam bersosialisasinya.1,2

Kualitas hidup berhubungan dengan kepuasan kebutuhan manusia untuk

tumbuh, sejahtera, kebebasan dan kenyamanan dalam kehidupan sosial dan

pekerjaan. Kualitas hidup merupakan suatu pertimbangan penting dalam perawatan

medis, beberapa pengobatan medis juga dapat mengganggu kualitas hidup. Tindakan

pencegahan terhadap penyakit gigi dan mulut perlu dilakukan agar tidak terjadi

gangguan fungsi dan aktivitas sehari-hari yang akan mempengaruhi kualitas hidup.3 Slade mengembangkan Oral Health Impact Profile (OHIP-49) yang

didasarkan pada konsep kesehatan mulut dari Locker. Model ini terkait gangguan

rongga mulut dengan konsekuensi biologis, perilaku dan psikososial, dengan

menggunakan kerangka kerja dari WHO, yaitu International Classification of

Impairments, Disabilities and Handicap (ICIDH). Pada model WHO, disebutkan

kelainan yang terjadi pada rongga mulut berdampak kepada perilaku lalu ketingkat

sosialnya. Oral Health Impact Profile (OHIP) oleh Slade adalah untuk memberikan

ukuran dampak sosial akibat gangguan kesehatan rongga mulut.Oral Health Impact

Profile terdiri atas 49 pertanyaan (OHIP-49) dengan 7 dimensi, diantaranya

keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, disabilitas fisik,

disabilitas psikis, disabilitas sosial dan hambatan lainnya. Pada tahun 1977

dikembangkan menjadi Oral Health Impact Profile yang terdiri atas 14 butir

pertanyaan (OHIP-14) yang mana membuang pertanyaan yang tidak penting untuk

digunakan dan untuk mempersingkat waktu, memiliki 7 dimensi dengan 2 pertanyaan

untuk tiap dimensinya.9,10

Menurut WHO dikatakan remaja apabila anak telah mencapai usia 10-19

tahun, yaitu usia 10-14 tahun sebagai remaja awal dan usia 15-19 tahun sebagai

(53)

Indonesia dibagi menjadi 2 kelompok yaitu remaja awal pada usia 13-15 tahun dan

remaja akhir pada usia 16-18 tahun.11,12 Masa remaja merupakan tahap penting dalam kurun kehidupan manusia karena masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa. Pada masa ini remaja lebih mementingkan daya tarik fisik dalam proses

sosialisasi. Kecantikan dan kesempurnaan fisik sangat didambakan oleh setiap

remaja. Remaja dapat merasa tidak puas terhadap penampilan wajahnya yang tidak

hanya menyebabkan mereka merasa tertekan tapi juga akan menurunkan fungsinya

dalam kehidupan sosial, bahkan dapat menurunkan aktivitas belajar karena sering

tidak masuk sekolah akibat malu untuk bertemu dengan orang lain atau merasa

dicemoohkan.1 Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti hubungan pengalaman karies dan karies yang tidak dirawat dengan kualitas hidup pada remaja

usia 12-18 tahun yang mewakili remaja awal dan akhir di Kecamatan Medan

Sunggal.

1.2Rumusan Masalah

Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai

berikut: “Bagaimana hubungan pengalaman karies dan karies yang tidak dirawat

dengan kualitas hidup pada remaja usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal?”

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui skor DMF-T pada remaja usia 12-18 tahun di Kec.

Medan Sunggal.

2. Untuk mengetahui skor PUFA pada remaja usia 12-18 tahun di Kec. Medan

Sunggal.

3. Untuk mengetahui tingkat kualitas hidup pada remaja usia 12-18 tahun di

Kec. Medan Sunggal.

4. Untuk mengetahui hubungan skor DMF-T dengan tingkat kualitas hidup

pada remaja usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal.

5. Untuk mengetahui hubungan skor PUFA dengan tingkat kualitas hidup

(54)

1.4 Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan antara skor DMF-T dan tingkat kualitas hidup pada remaja

usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal.

2. Ada hubungan antara skor PUFA dan tingkat kualitas hidup pada remaja

usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1. Masyarakat: sebagai bahan penyuluhan untuk masyarakat umum mengenai

pentingnya memelihara kesehatan gigi dan rongga mulut terhadap kualitas hidup.

2.Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat:

untuk menambah kepustakaan.

3. Dinas Kesehatan: sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pembuat

kebijakan di lingkungan Dinas Kesehatan khususnya bagian pelayanan kesehatan gigi

di Puskesmas dan Upaya Kesehatan Gigi di Sekolah untuk mengoptimalkan status

kesehatan remaja.

Gambar

Tabel 4.Persentase karakteristik responden remaja berdasarkan usia dan jenis kelamin di Kec
Tabel 5. Prevalensi pengalaman karies dan karies yang tidak dirawat remaja usia 12-18 tahun di Kec
Tabel 8. Distribusi frekuensi kualitas hidup pada remaja usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal (n=160)
Tabel 10. Persentase kategori kualitas hidup berdasarkan DMF-T pada remaja usia12-18 tahun di Kec
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini telah mengukur bagaimana nilai kualitas hidup antara responden yang memiliki jumlah karies dan kedalaman karies, hubungan antara keduanya terhadap

Untuk mengetahui hubungan jumlah karies gigi dengan kualitas hidup. yang terkait dengan kesehatan gigi

hubungan yang bermakna antara volume saliva dengan pengalaman karies gigi pada.. anak sindrom Down usia 12-18

PENGARUH GAME-ONLINE TERHADAP PERILAKU MENYIMPANG REMAJA DI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN.. SUNGGAL

PENGARUH GAME-ONLINE TERHADAP PERILAKU MENYIMPANG REMAJA DI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN.. SUNGGAL

Hubungan antara kondisi saliva (volume, laju aliran, kapasitas buffer, pH) dengan pengalaman karies pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan.. x + 41

Hubungan antara kondisi saliva (volume, laju aliran, kapasitas buffer, pH) dengan pengalaman karies pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan.. x + 41

karies gigi anak sindrom Down pada usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan. Menganalisis hubungan antara kondisi kapasitas buffer saliva