RENCANA ANGGARAN PENELITIAN
1. Alat-alat
Sonde : 5 @ Rp 20.000,- : Rp 100.000,-
Kaca mulut : 5 @ Rp 25.000,- : Rp 125.000,-
Masker : 1 @ Rp 32.000,- : Rp 32.000,-
Sarung tangan : 2 @ Rp 35.000,- : Rp 70.000,-
Nierbeken/tray : 5 @ Rp 30.000,- : Rp 150.000,-
Gelas plastik : 50 @ Rp 500,- : Rp 25.000,-
Saliva Check Buffer Kit : 2 @ Rp 1,090.000,- : Rp 2,180.000,- 2. Bahan-bahan
Desinfektan : 2 @ Rp 25.000,- : Rp 50.000,-
Kapas : 1 @ Rp 20.000,- : Rp 20.000,-
Alkohol 70 % : 5 @ Rp 10.000 : Rp 50.000,-
3. Biaya fotokopi lembar pengamatan : Rp 82.000,-
4. Biaya pembuatan proposal : Rp 150.000,-
5. Biaya seminar : Rp 100.000,-
6. Biaya lain-lain : Rp 200.000,-
Total : Rp 3,334.000,-
Keterangan: Seluruh biaya penelitian ditanggung oleh peneliti.
Medan, 01 April 2015
Peneliti,
Curriculum Vitae
1. Nama Lengkap : Gwee Shi Hoan
2. Tempat/Tanggal Lahir : Malaysia/ 22 Juni 1993
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Buddha
5. Alamat : Jl. Dr. Mansyur Baru 2, Medan Sunggal
6. Orang tua
Ayah : Gwee Chong Poh
Ibu : Foo Wan Seng
7. Riwayat Pendidikan
2000 - 2005 : SJK (C) Chung Hua Port Dickson
2006 - 2010 : SMK Tinggi Port Dickson
2011 - 2011 : Geomatika College
2011 - sekarang : Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan
8. Prestasi
Crosstabs
% within KapasitasBufferGroup 90.9% 9.1% .0% 100.0%
% of Total 27.8% 2.8% .0% 30.6%
Rendah Count 6 2 3 11
% within KapasitasBufferGroup 54.5% 18.2% 27.3% 100.0%
% of Total 16.7% 5.6% 8.3% 30.6%
Sangat Rendah Count 2 4 8 14
% within KapasitasBufferGroup 14.3% 28.6% 57.1% 100.0%
% of Total 5.6% 11.1% 22.2% 38.9%
Total Count 18 7 11 36
% within KapasitasBufferGroup 50.0% 19.4% 30.6% 100.0%
% of Total 50.0% 19.4% 30.6% 100.0%
Fisher's Exact Test 15.469 .002
Linear-by-Linear Association 14.071b 1 .000 .000 .000 .000
N of Valid Cases 36
a. 6 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.14.
LajuAliranGroup * StatusKaries
Fisher's Exact Test 29.547 .000
Linear-by-Linear Association 23.862b 1 .000 .000 .000 .000
N of Valid Cases 36
a. 6 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.14.
VolumeGroup * StatusKaries
Fisher's Exact Test 29.547 .000
Linear-by-Linear Association 23.862b 1 .000 .000 .000 .000
Chi-Square Tests
Fisher's Exact Test 29.547 .000
Linear-by-Linear Association 23.862b 1 .000 .000 .000 .000
N of Valid Cases 36
a. 6 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.14.
b. The standardized statistic is 4.885.
Chi-Square Tests
Fisher's Exact Test 10.469 .022
Linear-by-Linear Association 9.303b 1 .002 .002 .001 .001
N of Valid Cases 36
a. 6 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.75.
b. The standardized statistic is 3.050.
Frequency Table
Sekolah
Frequency Percent Valid Percent
JK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki 21 58.3 58.3 58.3
Perempuan 15 41.7 41.7 100.0
Total 36 100.0 100.0
Age
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 12 6 16.7 16.7 16.7
13 6 16.7 16.7 33.3
14 8 22.2 22.2 55.6
15 3 8.3 8.3 63.9
16 3 8.3 8.3 72.2
17 5 13.9 13.9 86.1
18 5 13.9 13.9 100.0
DAFTAR PUSTAKA
1. Biwi M. Down syndrome facts. https://aaglobalsourcing.com. ( 01 September
2014).
2. World Health Organisation. Genes and chromosomal diseases: Down syndrome
prevalence. http://www.who.int/genomics/public/geneticdiseases/en/index1.html.
( 01 September 2014 ).
3. Cheng RHW, Yiu CKY, Leung WK. Oral health in individuals with Down
syndrome. Prenatal diagnosis and screening for Down syndrome. 2011; 1(5):
69-73.
4. Franco G, Saab R, Pizatto LV, Torres MF, Fregoneze AP, Brancher JA. Analysis
of salivary pH, flow rate, buffering capacity, concentrations of calcium, urea, and
total proteins in 2-8 years old children with Down syndrome. RSBO. 2014; 11(1):
66-70.
5. Radhi NJ, Samarrai SKE, Alkhafaji JT. Dental caries in relation to salivary
parameters and immunoglobulins among Down syndrome children in comparison
to normal children. Journal Bagh College Dentistry. 2009; 21(3): 118-124.
6. Amano A, Murakami J, Akiyama S, Morisaki I. Etiologic factors of early-onset
periodontal disease in Down syndrome. Japanese Dental Science Review. 2008;
(44): 118-127.
7. Raurale A, Viddyasagar M, Dahapute S, Joshi S, Chandrashekhar B, Mitesh K et
al. Evaluation of oral health status, salivary characteristics and dental caries,
experience in Down syndrome children. NJIRM. 2013; 4(6): 59-65.
8. Davidovich E, Aframian DJ, Shapira J, Peretz B. A comparison of the
sialochemistry, oral pH, and oral health status of Down syndrome children to
healthy children. International Journal of Paediatric Dentistry. 2010; 10(136):
9. Normastura AR, Norhayani Z, Azizah, Mohd Khairi MD. Saliva and dental caries
in Down syndrome children. Sains Malaysiana. 2013; 42(1): 59-63.
10.Global Down syndrome Foundation. Facts and FAQ about Down syndrome.
http://www.globaldownsyndrome.org/about-down-syndrome/facts-about-down-syndrome/. ( 02 Oktober 2014 ).
11.NHS. Characteristics of Down syndrome: Physical appearance.
http://www.nhs.uk/conditions/downs-syndrome/pages/symptoms.aspx. ( 02
Oktober 2014).
12.Hamilton NNP. Chromosal and genetic abnormalities on Down syndrome.
http://www.merckmanuals.com/home/childrens_health_issues/chromosomal_and
_genetic_abnormalities/down_syndrome_trisomy_21_trisomy_g.html. ( 02
Oktober 2014 ).
13.Goldstein S, Reynolds CR. Handbook of neurodevelopmental and genetic
disorders in children, 2nd ed. New York: The Guilford Press; 2011. Pg 363-365 14.Anonymous. Mental retardation: Definition, levels, causes, prevention, and
treatment.
http://education-portal.com/academy/lesson/mental-retardation-definition-levels-causes-prevention-and-treatment.html#lesson. ( 02 Oktober
2014 ).
15.Satish C, Shaleen C, Girish C. Textbook of operative dentistry. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers (p) Ltd.; 2007. Pg 29-33
16.Walsh D. Dental hygiene: theory and practice, 4th ed. Missouri: Elsevier Saunders; 2015. Pg 294-296
17.Edwina A, M Kidd. Essentials of dental caries, 3rd ed. New York: Oxford University; 2005. Pg128-131
18.Welbury R, Duggal MS, Hosey MT. Paediatric dentistry, 4th ed. United Kingdom: Oxford University Press; 2012. Pg 87
20.Almeida PDV, Gregio AMT, Machado MAN, Lima AAS, Azevedo LR. Saliva
composition and functions: A comprehensive review. The Journal of
Contemporary Dental Practice 2008; 9(3): 1-11.
21.Rhoades RA, Bell DR. Medical physiology: principles for clinical medicine, 3rd ed. Baltimore: Lippincott Williams &Wilkins; 2009. Pg 498-499
22.Pramod JR. Textbook of oral medicine, 3rd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2014. Pg 60 - 64
23.GC Saliva Check Buffer. How to use saliva check buffer kit.
http://www.gcasia.info/ProdDoc/Doc1/instructions.pdf. ( 05 Maret 2015 ).
24.Yazeed AE, Taha S, Shehaby E, Salem. Relationship between salivary
composition and dental caries among a group of Egyptian Down syndrome
children. Australian Journal of Basic and Applied Science. 2009; 3(2): 720-730.
25.Palomares CF, Montagud JVM, Sanchiz V, Herreros B, Hernandez V, Minguez
M et al. Unstimulated salivary flow rate, pH and buffer capacity of saliva in
healthy volunteers. Revista Espanola DE Enfermedades Digestivas. 2004; 96(11):
773-783.
26.Siqueira WL, Bermejo PR, Mustacchi Z, Nicolau J. Buffer capacity, pH, and flow
rate in saliva of children aged 2-60 months with Down syndrome. Clinical Oral
Invest. 2004; 2005(9): 26-29.
27.Asokan S, Muthu MS, Sivakumar N. Dental caries prevalence and treatment
needs of Down syndrome children in Chennai, India. Indian J Dent Res. 2008; 19
(3): 224-9.
28.Al-khadra TA. Prevalence of dental caries and oral hygiene status among Down’s
syndrome patients in Riyadh Saudi Arabia. Pakistan Oral Dent J. 2011; 31 (1):
115-7.
29.Wijaya S. Prevalensi karies gigi dan relasi gigi anterior pada anak sindrom Down
di Kota Makassar. http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/1886. (18
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian cross sectional.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
1. SLB-C YPAC Medan
2. SLB-C Abdi Kasih Medan
3. SLB-C Taman Pendidikan Islam Medan
4. SLB-C Musdalifah Medan
5. SLB-C Al-Azhar Medan
6. SLB-C Pembina Negeri Medan
7. SLB-C Markus Medan
8. SLB-C Karya Tulus
3.2.2 Waktu Penelitian
Penyusunan proposal berlangsung selama 7 bulan yaitu bulan Augustus 2014-
Maret 2015. Waktu penelitian berlangsung selama 1 bulan yaitu bulan Mei-Juni 2015.
Pengumpulan data 4 minggu, pengolahan analisis data 2 minggu, serta penyusunan
laporan 2 minggu.
3.3 Populasi Dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian adalah anak sindrom Down pada usia 12-18 tahun di
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel yang diambil adalah seluruh populasi (total sampling) pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun di seluruh SLB-C Kota Medan dan jumlahnya adalah
36 orang.
Kriteria Inklusi:
1. Anak sindrom Down yang terdaftar dan aktif di SLB-C Kota Medan
2. Anak sindrom Down yang berusia 12-18 tahun pada saat dilakukannya penelitian.
3. Anak sindrom Down yang telah diizinkan orangtuanya untuk menjadi sampel
penelitian
Kriteria Eksklusi:
Anak yang tidak kooperatif
3.4 Variabel- variabel
Variabel bebas: volume, laju aliran, kapasitas buffer, pH saliva
Variabel terikat: pengalaman karies
Variabel terkendali: anak sindrom Down, usia 12-18 tahun
3.5 Definisi Operasional
1. Volume saliva adalah banyaknya saliva yang dikumpulkan selama 5 menit
yang dicatatkan dalam ml. Hasil ukur yang < 1,5 ml adalah rendah, 1,5- 2,5 ml adalah
normal, dan > 2,5 ml adalah tinggi. Skala ukur adalah secara ordinal.
2. Laju aliran saliva adalah kecepatan aliran saliva yang dicatat dalam ml/menit.
Hasil ukur yang menunjukkan < 0,3 ml/menit adalah rendah, 0,3- 0,5 ml/menit adalah
normal dan > 0,5 ml/menit adalah tinggi, skala ukur laju aliran adalah secara ordinal.
3. Kapasitas buffer saliva adalah pengukuran kapasitas buffer saliva dilakukan
merah= 0 point berdasarkan indikator GC saliva Check Buffer. Hasil pengukuran adalah perjumlahan dari 3 pad pada strip buffer. Hasil ukur yang 0-5 adalah sangat
rendah, 6-9 adalah rendah, 10-12 adalah normal. Skala ukur adalah secara ordinal.
Gambar 6. Indikator kapasitas buffer GC saliva check buffer20
4. pH saliva adalah angka derajat keasaman saliva yang ditentukan dengan
menggunakan indikator pH saliva berdasarkan indikator GC saliva Check Buffer. Hasil ukur 5,0-5,8 akan menunjukkan kondisi yang sangat asam, 6,0-6,6 akan
menunjukkan kondisi yang asam, dan 6,8-7,8 akan menunjukkan saliva yang normal,
skala ukur pH saliva adalah secara ordinal.
Gambar 7. Indikator pH GC saliva check buffer20
5. Pengalaman karies merupakan batas ukur nilai DMF-T (indeks pengukuran
karies gigi permanen menurut WHO). Cara perhitungannya adalah dengan
menjumlah semua DMF. Komponen D meliputi penjumlahan kode 1 dan 2,
komponen M untuk kode 4 pada subjek < 30 tahun. Komponen F hanya untuk kode 3.
Hasil ukur indeks WHO dibagi menjadi 5, yaitu: sangat rendah, rendah, sedang,
tinggi, sangat tinggi. Pada penelitian ini, peneliti menggabungkan kategori sangat
tinggi menjadi satu kategori sehingga menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan
tinggi.
Tabel 1. Kriteria pemeriksaan karies dengan indeks WHO
Kriteria (Gigi Permanen) Kondisi/ Status
0 Permukaan gigi sehat/ keras
1 Gigi karies
2 Gigi dengan tumpatan, ada karies
3 Gigi dengan tumpatan baik, tidak ada karies
4 Gigi yang hilang karena karies
5 Gigi yang hilang karena sebab lain
6 Gigi dengan tumpatan silen
7 Jembatan, mahkota gigi atau viner/implan
8 Gigi yang tidak erupsi
T Trauma/ fraktur
9 Dan lain-lain: pesawat cekat ortodonti atau gigi
yang mengalami hypoplasia enamel berat
DMF individual= D + M + F
Rerata DMF populasi = Jumlah DMF/ Total responden yang diperiksa
Hasil ukur (Rerata DMF populasi) yang didapat dinyatakan dalam skala
ordinal meliputi:
a. Rendah : 0,0 – 2,6
b. Sedang : 2,7 – 4,4
c. Tinggi : > 4,5
4. Usia 12-18 tahun adalah usia kelahiran anak yang berumur 12-18 tahun dihitung
3.6Cara Pengambilan Data
Cara pengambilan data pada penelitian ini adalah:
1. Responden penelitian adalah anak-anak sindrom Down berusia 12-18 tahun di
Kota Medan. Sesudah mendapat surat dari Komisi Etik, dilakukan pengurusan
administrasi dengan pihak sekolah, dilanjutkan dengan meminta izin untuk
mengumpulkan orang tua responden penelitian. Kepada orang tua diminta kesediaan
anaknya untuk menjadi responden penelitian. Pemeriksaan saliva akan dilakukan
dengan GC Saliva Check Buffer. Pemeriksaan gigi akan dilakukan dengan sonde, kaca mulut.
2. Responden diinstruksikan untuk tidak mengonsumsi makanan dan minuman,
minimal selama satu jam sebelum diteliti untuk memastikan saliva tersebut adalah
bebas dari stimulasi. Prosedur ini dilakukan untuk memastikan keakuratan tes saliva.
3. Tes saliva dilakukan pada unstimulated saliva. Responden diinstruksikan untuk duduk dalam posisi tegak dengan kepala sedikit membungkuk ke depan, untuk
membantu dalam pengumpulan saliva selama 5 menit. Responden diminta untuk
meludahkan saliva kedalam saliva collection cup selepas 5 menit tersebut. Saliva yang diperoleh diukur volumenya dan dicatat dalam ml.
4. Untuk laju aliran saliva, total volume yang terkumpul dibagi 5 menit. Hasil
laju aliran saliva yang diperoleh dicatat dalam ml/menit.
5. Strip pH dicelupkan kedalam saliva selama 10 detik, kemudian dikeluarkan.
Bandingkan strip pH saliva subjek penelitian dengan kertas indikator pH pada GC Saliva check buffer. Penghitungan skor pH harus dilakukan segera sebelum strip pH mengering karena ini akan mempengaruhi interpretasi visual warna kertas.
6. Untuk pengukuran kapasitas buffer saliva, 3 ml saliva diambil dengan pipet
kemudian diteteskan pada buffer strip, masing-masing 1 ml untuk 1 kolom pad pada
tes strip. Sekiranya terdapat kelebihan saliva, buffer strip dimiringkan sebesar 90o. Setelah 5 menit, perubahan warna pada buffer strip dibandingkan dengan indikator
7. Sesudah pemeriksaan saliva, pemeriksaan gigi dilakukan dengan
menggunakan sonde, kaca mulut. Cara pemeriksaanya yaitu dengan memeriksa gigi
responden untuk melihat apakah gigi anak tersebut terdapat karies, tumpatan, dan
pencabutan pada gigi permanen. Karies, tumpatan, dan pencabutan gigi permanen
dijumlahkan dan dicatat pada form yang telah disediakan.
3.7Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi. Data yang diperoleh
kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Chi square untuk menganalisis apakah
ada hubungan antara kondisi saliva, yaitu laju aliran, volume, pH, dan kapasitas
buffer saliva dengan status karies pada anak sindrom Down. Program statistik
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan pada 36 orang anak sindrom Down usia 12-18
tahun di delapan Sekolah Luar Biasa (SLB-C) seluruh Kota Medan. Pengambilan
data dilakukan selama 1 bulan yaitu bulan Mei 2015.
4.1 Karakteristik Responden Anak
Karakteristik responden anak meliputi jenis kelamin dan usia. Berdasarkan
jenis kelamin, persentase anak laki-laki sebesar 58,3% dan perempuan sebesar 41,7%.
Berdasarkan usia, anak yang berusia 12 tahun dan 13 tahun masing-masing sebanyak
16,7%, usia 14 tahun sebesar 22,2%, usia 15 tahun dan 16 tahun masing-masing
sebesar 8,3%, dan usia 17 tahun dan 18 tahun masing-masing sebanyak 13,9%.
4.2 Pengalaman Karies Berdasarkan Jenis Kelamin pada Anak Sindrom
Down
Rerata pengalaman karies gigi pada anak sindrom Down di seluruh SLB-C
Kota Medan adalah 3,19 ± 2,34. Menurut WHO, hasil rerata pengalaman karies ini
termasuk dalam kategori sedang. Rerata pengalaman karies berdasarkan jenis kelamin
anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki yaitu 3,4±2,2 dan anak laki-laki
2,95±2,64 dan hasil keduanya termasuk dalam kategori sedang. Pengalaman karies
anak sindrom Down terbanyak pada kategori rendah sebesar 50,0% dimana anak
laki-laki persentasenya sebanyak 30,6% dan perempuan adalah 19,4%. Selanjutnya
pengalaman karies pada kategori tinggi sebanyak 30,6% pada laki-laki 19,4% dan
perempuan 11,1% sedangkan pengalaman karies kategori sedang sebanyak 19,4%
dimana pada laki-laki sebanyak 8,3% dan perempuan 11,1%.
Tabel 3. Pengalaman karies berdasarkan jenis kelamin pada anak sindrom Down
Pengalaman
4.3 Analisis Statistik Hubungan Volume Saliva dengan Pengalaman
Karies pada Anak Sindrom Down
Hasil pada tabel 4 menunjukkan bahwa volume saliva anak sindrom Down
terbanyak pada kategori normal yaitu 36,1%, tinggi 33,3% dan rendah 30,6%. Pada
kategori volume normal (36,1%) tersebut, persentase pengalaman karies rendah
sebanyak 16,7%, sedang 13,9%, dan tinggi 5,6%. Pada kategori volume saliva tinggi
(33,3%) persentase pengalaman karies rendah 33,3% dan tidak ada yang termasuk ke
dalam pengalaman karies sedang dan tinggi. Pada kategori volume saliva rendah
tidak ada yang termasuk dalam pengalaman karies rendah. Secara statistik ada
hubungan yang bermakna antara volume saliva dengan pengalaman karies gigi pada
anak sindrom Down usia 12-18 tahun (p=0,000).
Tabel 4. Hasil analisis statistik volume saliva dengan pengalaman karies pada anak
4.4 Analisis Statistik Hubungan Laju Aliran Saliva dengan Pengalaman
Karies pada Anak Sindrom Down
Hasil pada tabel 5 menunjukkan bahwa laju aliran saliva anak sindrom Down
terbanyak pada kategori normal yaitu 36,1%, kategori tinggi 33,3% dan kategori
rendah 30,6%. Pada kategori laju aliran normal (36,1%) tersebut, pengalaman karies
rendah sebanyak 16,7%, sedang 13,9%, dan tinggi 5,6%. Pada kategori laju aliran
saliva tinggi (33,3%), pengalaman karies rendah sebanyak 33,3% dan tidak ada yang
termasuk ke pengalaman karies sedang dan tinggi. Pada kategori laju aliran saliva
rendah (30,6%), pengalaman karies tinggi sebanyak 25,0%, kategori sedang 5,6% dan
tidak ada yang termasuk pengalaman karies rendah. Secara statistik ada hubungan
yang bermakna antara laju aliran saliva dengan pengalaman karies gigi pada anak
Tabel 5. Hasil analisis statistik laju aliran saliva dengan pengalaman karies pada anak sindrom Down
Kategori Laju Aliran
Saliva
Pengalaman Karies Total Hasil
analisis
4.5 Analisis Statistik Hubungan Kapasitas Buffer dengan Pengalaman
Karies pada Anak Sindrom Down
Hasil pada tabel 6 menunjukkan bahwa kapasitas buffer saliva anak sindrom
Down terbanyak pada kategori sangat rendah yaitu 38,9%, kategori rendah dan sehat
30,6%. Pada kategori kapasitas buffer sangat rendah (38,9%) tersebut, pengalaman
karies tinggi sebanyak 22,2%, pengalaman karies sedang 11,1%, dan pengalaman
karies rendah 5,6%. Pada kategori kapasitas buffer saliva rendah (30,6%),
pengalaman karies rendah 16,7%, tinggi 8,3% dan sedang 5,6%. Pada kategori
kapasitas buffer saliva sehat (30,6%), pengalaman karies rendah sebanyak 27,8%,
sedang 2,8% dan tidak ada yang termasuk pengalaman karies tinggi. Secara statistik
ada hubungan yang bermakna antara kapasitas buffer saliva dengan pengalaman
Tabel 6. Hasil analisis statistik kapasitas buffer saliva dengan pengalaman karies pada
4.6 Analisis Statistik Hubungan pH Saliva dengan Pengalaman Karies
pada Anak Sindrom Down
Hasil pada tabel 7 menunjukkan bahwa pH saliva anak sindrom Down
terbanyak pada kategori asam yaitu 47,2%, kategori sehat 27,8% dan kategori sangat
asam 25,0%. Pada kategori pH asam (47,2%) tersebut, pengalaman karies rendah
sebanyak 19,4%, tinggi 16,7%, dan sedang 11,1%. Pada kategori pH saliva sehat
(27,8%), pengalaman karies rendah 25,0%, sedang 2,8% dan tidak ada yang termasuk
ke pengalaman karies tinggi. Pada kategori pH saliva sangat asam (25,0%),
pengalaman karies tinggi sebanyak 13,9%, sedang dan tinggi sebanyak 5,6%. Secara
statistik ada hubungan yang bermakna antara pH saliva dengan pengalaman karies
gigi pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun (p=0,022).
4.7 Rerata Pengalaman Karies Gigi Anak Sindrom Down Usia 12-18
Tahun di Masing-masing SLB-C Kota Medan
Rerata pengalaman karies gigi yang di seluruh SLB-C Kota Medan adalah
3,19 ± 2,34 dan ini termasuk ke dalam kategori sedang. Rerata pengalaman karies
gigi pada masing-masing SLB-C Kota Medan diperoleh yang paling tinggi adalah di
SLB-C Abdi Kasih yaitu 5,29±2,36 termasuk dalam kategori tinggi dan yang paling
rendah adalah di SLB-C Negeri Pembina yaitu 1,00±0,71 dan ini termasuk ke dalam
kategori rendah.
Tabel 8. Rerata Pengalaman karies gigi anak sindrom Down usia 12-18 tahun di masing-masing SLB-C Kota Medan
No. Sekolah Luar Biasa C
(SLB-C)
n
Pengalaman Karies (Skor DMFT)
D M F Mean ± SD
1. Taman Pendidikan Islam 6 2,17 0 0 2,17 ± 2,04
2. Abdi Kasih 7 5,00 0,29 0 5,29 ± 2,36
3. Markus 3 1,67 0 0 2,00 ± 1,00
4. Muzdalifah 3 3,33 0 0 3,67 ± 3,79
5. Al-Azhar 3 3,67 0 0 4,00 ± 2,65
6. Karya Tulus 3 1,67 0 0,33 2,00 ± 1,73
7. Negeri Pembina 2 1,50 0 0 1,00 ± 0,71
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini telah dilakukan pada 36 orang anak sindrom Down usia 12-18
tahun di delapan Sekolah Luar Biasa (SLB-C) seluruh Kota Medan. Karakteristik
respoden anak meliputi jenis kelamin yaitu sebanyak 58,3% atau 21 orang laki-laki
dan 41,7% atau 15 orang perempuan. Berdasarkan hasil penelitian, rerata pengalaman
karies pada laki-laki adalah 2,95±2,64 sedangkan rerata pengalaman karies pada
perempuan adalah 3,4±2,2.
Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan volume saliva dengan
pengalaman karies (Tabel 4), kategori volume saliva pada anak sindrom Down
SLB-C Kota Medan diperoleh volume saliva anak sindrom Down terbanyak pada kategori
normal yaitu 36,1%, kategori volume saliva tinggi sebanyak 33,3% dan kategori
volume saliva rendah sebanyak 30,6%. Hasil ini menunjukkan bahwa kebanyakan
anak sindrom Down adalah dalam kategori volume saliva yang normal. Pada kategori
volume normal (36,1%) tersebut, persentase pengalaman karies rendah sebanyak
16,7%, sedang 13,9%, dan tinggi 5,6%. Pada kategori volume saliva tinggi (33,3%),
persentase pengalaman karies rendah 33,3% dan tidak ada yang termasuk ke dalam
pengalaman karies sedang dan tinggi. Pada kategori volume saliva rendah (30,6%),
persentase pengalaman karies tinggi sebanyak 25,0%, sedang 5,6% dan tidak ada
yang termasuk dalam pengalaman karies rendah. Secara statistik ada hubungan yang
bermakna antara volume saliva dengan pengalaman karies gigi pada anak sindrom
Down usia 12-18 tahun (p=0,000). Hasil ini tidak jauh berbeda dari hasil penelitian
Raurale et al. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sekresi kelenjar
saliva anak yang sedikit menyebabkan anak rentan untuk terkena karies karena
penurunan volume saliva anak diikuti penurunan efek mechanical cleansing untuk membersihkan bakteri dan debris makanan dari permukaan gigi yang akan
Down dikatakan bukan karena hipersalivasi tapi adalah karena postur mulut mereka
terbuka, protruding tongue, dan hipotonik otot orofasial.3
Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan laju aliran saliva dengan
pengalaman karies (Tabel 5), kategori laju aliran saliva pada anak sindrom Down
SLB-C Kota Medan diperoleh laju aliran saliva anak sindrom Down terbanyak pada
kategori normal yaitu 36,1%, kategori laju aliran saliva tinggi sebanyak 33,3% dan
kategori laju aliran saliva rendah sebanyak 30,6%. Pada kategori laju aliran normal
(36,1%) tersebut, pengalaman karies rendah sebanyak 16,7%, sedang 13,9%, dan
tinggi 5,6%. Pada kategori laju aliran saliva tinggi (33,3%), pengalaman karies
rendah sebanyak 33,3% dan tidak ada yang termasuk ke pengalaman karies sedang
dan tinggi. Pada kategori laju aliran saliva rendah (30,6%), pengalaman karies tinggi
sebanyak 25,0%, sedang 5,6% dan tidak ada yang termasuk pengalaman karies
rendah. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara laju aliran saliva dengan
pengalaman karies gigi pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun (p=0,000).
Rerata laju aliran penelitian ini adalah 0,41±0,79 sedangkan pada hasil
penelitian Raurale et al diperoleh laju aliran anak sindrom Down adalah 0,30±0,034
serta hasil penelitian Radhi et al adalah 0,47±0,08. Hasil ini menunjukkan bahwa
hasil penelitian Raurale et al serta Radhi et al tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian ini. Hasil ini sesuai dengan teori bahwa peningkatan sekresi saliva dapat
menurunkan risiko terjadinya karies. Penurunan laju aliran saliva akan
mengakibatkan volume saliva kurang, dan ini dapat menyebabkan efek mechanical
cleansing yang kurang. Penurunan laju aliran saliva juga dapat menyebabkan
konsentrasi protein, sodium, dan bikarbonat menurun. Protein dalam saliva
berkontribusi terhadap lubrikasi mukosa, remineralisasi gigi dan buffering.
Konsentrasi ion bikarbonat sodium yang tinggi dapat menyebabkan pH saliva lebih
basa.20,21 Semakin tinggi laju aliran saliva maka semakin banyak volume saliva sebagai cleansing untuk membuang debris dan gula dari rongga mulut sehingga dapat mengurangi keberadaan bakteri asidogenik yang dapat menyebabkan demineralisasi
Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan kapasitas buffer saliva dengan
pengalaman karies (Tabel 6), kategori kapasitas buffer saliva pada anak sindrom
Down SLB-C Kota Medan diperoleh terbanyak pada kategori sangat rendah yaitu
38,9%, kategori kapasitas buffer saliva rendah dan sehat sebanyak 30,6%. Pada
kategori kapasitas buffer sangat rendah (38,9%) tersebut, pengalaman karies tinggi
sebanyak 22,2%, pengalaman karies sedang 11,1%, dan pengalaman karies rendah
5,6%. Pada kategori kapasitas buffer saliva rendah (30,6%), pengalaman karies
rendah 16,7%, tinggi 8,3% dan sedang 5,6%. Pada kategori kapasitas buffer saliva
sehat (30,6%), pengalaman karies rendah sebanyak 27,8%, sedang 2,8% dan tidak
ada yang termasuk pengalaman karies tinggi. Secara statistik ada hubungan yang
bermakna antara kapasitas buffer saliva dengan pengalaman karies gigi pada anak
sindrom Down 12-18 tahun (p=0,000).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Radhi et al menunjukkan kapasitas
buffer pada kebanyakan anak sindrom Down adalah tinggi. Hasil penelitian Radhi et
al adalah berbeda dari hasil penelitian ini yang menunjukkan kapasitas buffer saliva
pada kebanyakan anak sindrom Down adalah rendah. Hasil penelitian Davidovich et
al juga menyatakan bahwa kapasitas buffer pada anak sindrom Down adalah rendah
dan Davidovich et al percaya bahwa metode pengambilan mungkin mempengaruhi
hasilnya karena saliva tidak mewakili lingkungan mikro intra-oral, sistem buffer
mungkin berubah setelah saliva dikeluarkan dari rongga mulut.8 Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raurale et al dan Siqueira et al
yang menyatakan ada hubungan signifikan antara kapasitas buffer dengan
pengalaman karies pada anak sindrom Down. Kapasitas buffer yang baik tergantung
pada konsentrasi ion bikarbonat yang tinggi. Konsentrasi ion bikaborbnat yang tinggi
dapat menetralisasi asam yang dihasilkan oleh bakteri kariogenik dan ini dapat
menyebabkan penurunan risiko terjadinya karies gigi. Protein dalam saliva
berkontribusi terhadap lubrikasi mukosa, remineralisasi gigi dan buffering.
Konsentrasi ion bikarbonat sodium yang tinggi dapat menyebabkan pH saliva lebih
sedangkan ion-ion lainnya memungkinkan remineralisasi pada permukaan gigi yang
terkikis. Demineralisasi akan meningkat jika buffer saliva kurang dan ini akan
meningkatkan risiko terjadinya karies gigi.20-22 Kapasitas buffer yang sehat akan menunjukkan pengalaman karies yang rendah. Fungsi kapasitas buffer saliva adalah
untuk mencegah suasana asam dalam rongga mulut dan menetralkan penurunan pH
yang terjadi pada saat plak memetabolisme gula.20 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Raurale et al, dikatakan anak sindrom Down memiliki kapasitas buffer
yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal dan ini akan menyebabkan
prevalensi karies gigi mereka rendah karena sistem buffer ini adalah untuk
memfasilitasi proses netralisasi asam yang diproduksi oleh bakteri dalam rongga
mulut ini dikatakan salah satu penyebab dapat menurunkan prevalensi karies gigi.7 Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan pH saliva dengan pengalaman
karies (Tabel 7), kategori pH saliva pada anak sindrom Down SLB-C Kota Medan
diperoleh pH saliva anak sindrom Down terbanyak pada kategori asam yaitu 47,2%,
kategori pH saliva sehat sebanyak 27,8% dan kategori pH saliva sangat asam
sebanyak 25,0%. Pada kategori pH asam (47,2%) tersebut, pengalaman karies rendah
sebanyak 19,4%, tinggi 16,7%, dan sedang 11,1%. Pada kategori pH saliva sehat
(27,8%), pengalaman karies rendah 25,0%, sedang 2,8% dan tidak ada yang termasuk
ke pengalaman karies tinggi. Pada kategori pH saliva sangat asam (25,0%),
pengalaman karies tinggi sebanyak 13,9%, sedang dan tinggi sebanyak 5,6%. Secara
statistik ada hubungan yang bermakna antara pH saliva dengan pengalaman karies
gigi pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun (p=0,001).
Berdasarkan hasil penelitian dilakukan oleh Normastura et al dan Davidovich
et al, pH saliva pada anak sindrom Down adalah asam. Secara teoritis, seseorang
yang berisiko tinggi memiliki pH saliva di bawah pH kritis (5,5) sehingga dapat
terjadinya proses demineralisasi enamel dan ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa pH saliva yang rendah mendukung lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan bakteri kariogenik seperti Lactobacilli dan Streptococcus mutans.
terjadinya karies gigi.27,28 Bakteri kariogenik yang banyak dapat menurunkan lagi pH rongga mulut dan ini akan mengakibatkan demineralisasi gigi yang lebih lanjut.
Hasil penelitian diperoleh data rerata pengalaman karies (DMFT) secara
keseluruhan pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun di seluruh SLB-C Kota
Medan adalah 3,19 ± 2,34. Berdasarkan kriteria dari WHO, rerata DMFT ini
termasuk tingkat keparahan sedang (2,7 – 4,4).2 Berdasarkan hasil penelitian ditemukan prevalensi karies gigi permanen pada anak sindrom Down cenderung
tinggi yaitu 86.11% dari total 36 orang anak sindrom Down. Hasil penelitian ini mirip
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Normasutra et al dan Asokan et al yaitu
74% dan 79%. Insidensi karies gigi yang tinggi pada anak sindrom Down
kemungkinan disebabkan karena keterbatasan motorik dan masih rendahnya
pengetahuan mengenai faktor risiko karies, kurangnya kesadaran tentang kunjungan
ke dokter gigi, kekurangan perhatian dari orangtua dalam menjaga kesehatan dan
kebersihan rongga mulut, kekurangan fluor, kebiasaan makan yang kurang teratur,
dan diet yang kariogenik.24,27,29
Berdasarkan tabel 8, rerata skor DMFT tertinggi ditemukan di SLB-C Abdi
Kasih yaitu 5,29 sedangkan rerata skor DMFT terendah ditemukan di SLB-C Negeri
Pembina yaitu 1,00. Hasil penelitian ini berbeda mungkin adalah karena sosial
ekonomi SLB-C masing masing berbeda. Anak- anak sindrom Down yang ada di
SLB-C Abdi Kasih mempunyai fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan
anak-anak sindrom Down yang ada di SLB-C Negeri Pembina. Anak- anak-anak sindrom Down
di SLB-C yang memiliki rerata skor DMFT tinggi lebih sulit diberikan arahan
mengenai kesehatan gigi oleh guru dan orangtua sehingga anak-anak tersebut sulit
diajak untuk melakukan pemeriksaan gigi.29 Anak-anak sindrom Down yang memiliki rerata skor DMFT rendah memiliki guru-guru dan orangtua yang kooperatif
Pada tabel 8 ditemukan bahwa rerata filling anak sindrom Down adalah 0,03. Rerata filling ini menunjukkan bahwa anak sindrom Down tidak mendapatkan perawatan gigi apapun. Hal ini kemungkinan terjadi karena rendahnya kesadaran
tentang kunjungan ke dokter gigi dan ekonomi keluarga yang cenderung rendah.
Kebanyakan orangtua lebih mementingkan perawatan pada penyakit kongenital yang
diderita oleh anak sindrom Down daripada penyakit mulutnya.28
Pada penelitian ini terbukti bahwa karakteristik saliva yang meliputi volume
saliva, laju aliran saliva, kapasitas buffer saliva dan pH saliva mempunyai hubungan
dengan pengalaman karies pada anak sindrom Down (p<0,05). Pengukuran
karakteristik saliva sebagai faktor risiko karies ini bermanfaat sebagai anamnesis,
diagnosis, dan upaya pencegahan terhadap karies gigi. Anak sindrom Down yang
berisiko karies tinggi harus mendapatkan perhatian khusus karena perawatan intensif
dan ekstra harus dilakukan untuk menghilangkan karies atau untuk mengurangi
terjadinya karies tinggi menjadi rendah. Kerjasama dengan orangtua disini
dibutuhkan karena membantu anak sindrom Down yang sulit menjaga kebersihan dan
kesehatan rongga mulut, usaha untuk melakukan pencegahan primer diberikan
kepada orangtua seperti meningkatkan pengetahuan ibu tentang pola makan anak
yang baik, cara dan waktu menyikat gigi yang benar serta tindakan perlindungan
terhadap gigi anak yang dapat diberikan. Keadaan ini berhubungan karena
kemampuan anak sindrom Down terbatas dan sebagai orangtua harus lebih
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh
pembelahan sel yang abnormal dan menghasilkan materi genetik ekstra dari
kromosom 21. Karies gigi adalah sejenis penyakit multifaktorial dan penyakit
mikrobiologis struktur keras gigi. Salah satu faktor risiko karies adalah saliva yang
dilakukan pada penelitian ini yang meliputi 4 karakteristik saliva, yaitu volume saliva,
laju aliran saliva, kapasitas buffer saliva, dan pH saliva. Pada penelitian ini diperoleh
kesimpulan bahwa :
1. Ada hubungan bermakna volume saliva pada anak sindrom Down usia
12-18 tahun dengan status karies di SLB-C Kota Medan.
2. Ada hubungan bermakna laju aliran saliva pada anak sindrom Down usia
12-18 tahun dengan status karies di SLB-C Kota Medan.
3. Ada hubungan bermakna kapasitas buffer saliva pada anak sindrom Down
usia 12-18 tahun dengan status karies di SLB-C Kota Medan.
4. Ada hubungan bermakna pH saliva pada anak sindrom Down usia 12-18
tahun dengan status karies di SLB-C Kota Medan.
5. Rerata pengalaman karies (DMFT) pada 36 responden anak sindrom Down
usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan adalah 3,19 ± 2,34.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor risiko lain, terutama
faktor risiko yang lebih berperan sebagai penyebab dalam proses terjadinya karies.
2. Perlu dilakukan program pencegahan melalui program pengukuran risiko
3. Perlu peran dari orangtua khususnya ibu dalam membantu dan
memperhatikan perilaku anak untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut anak,
misalkan dengan mengajarkan sikat gigi sesuai waktu yang dianjurkan.
4. Perlu dilakukan program penyuluhan khususnya pada SLB-C Kota Medan
seperti kegiatan penyuluhan rutin dan demonstrasi sikat gigi yang dilakukan oleh
dokter gigi untuk lebih memahami pentingnya kesehatan dan kebersihan gigi dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sindrom Down
Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh
pembelahan sel yang abnormal dan menghasilkan materi genetik ekstra dari
kromosom 21.1-5 Sindrom Down dinama oleh seorang dokter British yaitu, John Langdon Haydon Down, orang pertama yang mengemukakan sindrom Down adalah
sejenis kelainan genetik.1,3 Kondisi tersebut selanjutnya diidentifikasi sebagai kromosom trisomi 21 oleh Jérôme Lejeune pada tahun 1959.1,3 Trisomi kromosom 21 disebabkan oleh non disjunction, dimana materi genetik gagal untuk dipisahkan selama pembentukan gamet sehingga terjadinya tambahan kromosom.1-3 Sindrom Down ini telah mempengaruhi sekitar 1 dari 600-700 kelahiran hidup secara global.2 Setiap tahun kira-kira ada 3000 sampai 5000 orang anak yang lahir dengan kelainan
ini.2
Gambar 1. Kromosom pada sindrom Down1
Beberapa teori telah menyatakan bahwa abnormalitas hormon, sinar-X,
infeksi virus, masalah imunologi, kecenderungan genetik, dan ketidakseimbangan
usia ibu hamil yang lebih dari 35 tahun mempunyai risiko yang lebih tinggi dalam
melahirkan anak sindrom Down.10
2.2 Kondisi Fisik dan Sistemik pada Anak Sindrom Down
Anak sindrom Down mempunyai beberapa penampilan fisik yang khusus
seperti profil yang datar, fisura palpebral yang miring, lipatan epikantus, hidungnya
datar, nuchal flat pad,dan kepala pendek, mulut mereka kecil, mata miring ke atas, ruang besar antara jari kaki yang pertama dan kedua (sandal gap).1-13 Mereka juga mempunyai tangan yang luas dengan jari-jari yang pendek. Anak sindrom Down akan
mempunyai rata-rata berat badan dan tinggi badan yang lebih rendah pada waktu
lahir.10,12
Gambar 2. Karateristik fasial anak sindrom Down9
Manifestasi sistemik yang terdapat dalam sindrom Down adalah seperti,
Gambar 3. Keadaan tubuh anak sindrom Down10
Anak sindrom Down biasanya mempunyai perkembangan mental yang
tertunda dan memiliki derajat disabilitas belajar bervariasi berdasarkan
masing-masing individual.12 Anak sindrom Down dapat dibagikan berdasarkan tingkat retardasi mental. Retardasi mental dikatakan adalah terkait dengan keterbatasan
dalam belajar dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi, dan memiliki efek yang
sangat berpengaruh pada kemampuan seorang anak untuk belajar bicara.14
Penggolongan tingkat retardasi mental berdasarkan pada hasil pengukuran
inteligensi. Tes inteligensi digunakan untuk mengukur kemungkinan keberhasilan
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan formal di sekolah. Sindrom Down dapat
didiagnosa dan dibagi atas 5 level intelektual dibawah rata-rata sebagai berikut:14 1. Mild Mental Retardation
Anak golongan ini akan memiliki tingkat IQ antara 50-70. Mereka masih bisa
berkembang, menjadi mandiri seperti makan atau berpakaian sendiri dengan bantuan
minimal dari orang lain. Mereka mampu berbicara yang dimengerti dengan baik oleh
orang lain, menulis kata-kata sederhana, dan mampu bergaul dengan baik. Terkadang
mereka mampu beradaptasi dengan sekolah biasa walaupun lambat laun akan sedikit
mengalami ketinggalan dibandingkan teman sekelasnya. Anak dengan level IQ ini
mampu lulus SMA hingga bekerja pada sektor perkerjaan tidak terlatih maupun
2. Moderate Mental Retardation
Sindrom Down golongan ini mempunyai tingkat IQ antara 40- 55. Mereka
memiliki keterlambatan perkembangan kemampuan berbahasa, seperti hanya mampu
menggunakan 4-10 kata saja pada usia 3 tahun. Anak golongan ini tidak mampu
beradaptasi dengan sekolah biasa, sehingga perlu dimasukkan ke sekolah khusus
untuk kelancaran proses pembelajaran akademiknya. Ketika dewasa, mereka tidak
bisa diperbolehkan melakukan aktivitas harian seperti berbelanja atau memasak tanpa
didampingi.14
3. Severe Mental Retardation
Golongan ini biasanya memiliki tingkat IQ dari 20-40. Mereka memiliki kosa
kata yang sangat terbatas dan hanya mampu berbicara sebatas 2-3 kalimat. Demikian
juga dengan kemampuan motorik yang cukup lemah, sehingga tidak bisa bermain
dengan mainan mereka ketika kecil. Saat beranjak dewasa, mereka hanya mampu
berpakaian sendiri dengan jenis pakaian yang sederhana dan hanya sebagian dari
mereka yang bisa bekerja pada bidang pekerjaan yang tidak terlatih.14 4. Profound Mental Retardation
Golongan ini biasanya memiliki tingkat IQ yang kurang dari 20. Mereka harus
didampingi penuh dalam setiap aktivitasnya. Anak golongan ini mampu makan
sendiri dengan sendok tetapi tidak dengan garpu atau pisau. Ketika dewasa, mereka
hanya mampu menguasai 300-400 kosa kata. Kemampuan berinteraksi yang kurang
pada anak sindrom Down menyebabkan mereka cenderung tidak bersosialisasi
dengan baik tetapi mereka masih mampu mengerti perkataan berupa kalimat-kalimat
perintah yang sederhana.14
5. Mental Retardation, Severity Unspecified
Golongan ini diyakini kuat memiliki kriteria adanya retardasi mental, tetapi
intelegensianya tidak dapat ditentukan berdasarkan tes standar. Pembagian ini
dilakukan berdasarkan hasil tes IQ yang diberikan kepada anak. Klasifikasi ini
berguna untuk menentukan sekolah atau kelas mana yang sesuai ditempati oleh anak
agar mampu menyerap materi pembelajaran dengan baik sesuai kemampuannya tanpa
2.3 Keadaan Rongga Mulut pada Anak Sindrom Down
Anak sindrom Down mempunyai maksila dan mandibula yang lebih sempit
dibandingkan dengan anak yang normal, dan hal ini menyebabkan lidah pada anak
sindrom Down akan tampak lebih besar (makroglosia).3 Retardasi mental pada anak sindrom Down menyulitkan mereka untuk menjaga oral hygiene.3 Anak sindrom Down mempunyai fissured tongue dan cleft palate.3,6 Masalah yang sering terjadi pada anak sindrom Down adalah maloklusi, anomali pada gigi sebagai contohnya
tidak ada benih gigi, erupsi gigi tertunda, dan penyakit periodontal.3,6,7
Beberapa penelitian menyatakan anak sindrom Down telah menunjukkan
prevalensi karies yang rendah dan hal ini disebabkan oleh kondisi saliva mereka.4,5,7 Karakteristik yang lain pada anak sindrom Down adalah drooling, yaitu kondisi sekresi saliva yang kelebihan. Produksi saliva yang lebih ini dapat menyebabkan
ketidaknyaman.3
2.4 Karies Gigi
Karies gigi didefinisikan sebagai penyakit mikrobiologis struktur keras gigi,
penyakit multifaktorial dimana ada interaksi dari empat faktor utama yaitu, host,
mikroorganisme, waktu dan substrat.15 Faktor-faktor tersebut berinteraksi dalam periode waktu tertentu dan menyebabkan ketidakseimbangan dalam demineralisasi
serta remineralisasi antara permukaan gigi dan lapisan plak.15,16
Terjadinya karies gigi disebabkan oleh Streptococcus mutans dan
Streptococcus sobrinus species dan lactobacilli yang hidup dalam plak biofilm yang menempel pada permukaan gigi. Bakteri ini akan menghasilkan asam dalam proses
metabolisme menfermentasi karbohidrat (gula dan starch).15,16 Asam yang diproduksi akan menyebabkan perubahan pH plak biofilm.16 Pada saat istirahat, pH biofilm biasanya adalah netral. Pada saat fermentasi karbohidrat terjadi, pH biofilm plak akan
menurun dengan cepat dan akan menciptakan lingkungan yang asam. Asam ini
kemudian akan berdifusi ke gigi untuk melarutkan kalsium dan fosfat mineral
Pada saat konsumsi karbohidrat berhenti, pH secara bertahap akan kembali ke
netral dalam 30-60 menit. Saliva memainkan peranan yang penting dalam proses
netralisasi asam dan mengandung mineral dan protein yang dapat melindungi gigi.
Mineral dalam saliva dan mineral yang terlarut dari gigi akan deposit kembali
sisa-sisa kristal yang ada pada gigi. Proses deposisi mineral ke daerah yang mengalami
demineralisasi disebut remineralisasi, yang memperbaiki lesi karies awal.16
Mineral saliva memungkinkan host untuk memperbaiki daerah yang mengalami demineralisasi. Sekiranya laju aliran saliva seseorang itu rendah,
frekuensi mengonsumsi karbohidrat tinggi, tingkat asam yang diproduksi oleh bakteri
tinggi sehingga mineral gigi yang hilang akan sulit mengalami remineralisasi
disebabkan oleh serangan asam yang terlalu besar.16
2.4.1 Etiologi Karies gigi
Etiologi terjadinya proses karies gigi dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu
host, bakteri, substrat, dan waktu.15
2.4.2 Faktor Host
Faktor utama host berupa morfologi dan anatomi gigi serta saliva. Faktor risiko host yang akan menyebabkan karies adalah berkurangnya saliva di rongga mulut dan morfologi gigi (ukuran, bentuk permukaan, kedalaman fossa, dan fisura).
Fitur morfologi gigi yang mungkin mempengaruhi adalah kehadiran pit fisura yang
dalam dan sempit. Akumulasi sisa-sisa makanan, bakteri dan debris pada fisura
tersebut adalah sulit dibersihkan dan akan mengarah ke perkembangan karies.15,16 Saliva memiliki peranan yang penting dalam perkembangan karies atau
pencegahannya. Perubahan dalam kuantitas dan kualitas saliva memiliki efek pada
lingkungan rongga mulut. Saliva mempunyai efek netralisasi dan buffering yang dapat mengurangi potensi kariogenik makanan. Laju aliran saliva dapat
mempengaruhi kerentanan atau ketahanan karies.17-19
2.4.3 Faktor Mikroorganisme
Rongga mulut merupakan tempat pertumbuhan berbagai bakteri termasuk
bakteri yang merupakan flora normal tetapi apabila terdapat sisa makanan yang
melekat terus menerus pada gigi akan terjadi penumpukan plak. Plak adalah suatu
lapisan lunak terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas
matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak
dibersihkan.16
Bakteri kariogenik utama penyebab karies adalah Streptococcus mutans dan
Streptococcus sobrinus yang merupakan bakteri patogen, dapat berkolonisasi di permukaan gigi dan menghasilkan asam dengan menfermentasi karbohidrat (substrat)
lalu mengakibatkan penurunan pH rongga mulut, yang akan menyebabkan
demineralisasi enamel.15,16 Lactobacillus acidophilus dan mikroorganisme lain yang bersifat kariogenik di plak atau di lesi karies mungkin mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan karies sendiri, atau mungkin dapat bertindak secara sinergis dengan
2.4.4 Faktor Substrat
Diet berfungsi sebagai substrat difermentasi oleh mikroflora plak, yang dapat
membentuk asam organik, sehingga meningkatkan demineralisasi struktur gigi dan
mempengaruhi perkembangan karies. Faktor substrat dapat mempengaruhi
pembentukan plak karena membantu perkembangan dan kolonisasi mikroorganisme
yang ada pada permukaan enamel.16
Sisa makanan termasuk golongan karbohidrat (sukrosa, fruktosa, dan glukosa)
apabila melekat terus pada gigi, akan difermentasi oleh bakteri menjadi asam. Pada
saat rongga mulut adalah dalam kondisi asam (pH 5,5) maka mineral kalsium dan
fosfat pada enamel gigi akan terlepas dari gigi lalu gigi menjadi rapuh dan akhirnya
terbentuk karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang banyak mengonsumsi
karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya
pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit
atau tidak mempunyai karies gigi dan ini membuktikan bahwa Streptococcus mutans
akan memetabolisme semua jenis karbohidrat yang akhirnya meningkatkan risiko
karies.16
Berdasarkan teori asidogenik atau kemoparasitik, karies gigi dapat terjadi
apabila makanan mengandung karbohidrat. Bakteri dalam plak akan memetabolisme
gula dalam makanan dan menghasilkan asam yang dapat melarutkan struktur enamel
gigi. Sukrosa adalah paling kariogenik dari semua gula.15
2.4.5 Faktor Waktu
Faktor waktu juga menentukan terjadinya karies dimana ketiga faktor diatas
apabila dalam waktu yang lama dan saling berinteraksi, maka akan terjadi karies.
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis yang berkembang dalam
waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk
2.4.6 Indeks Karies
Indeks karies adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan
suatu golongan/ kelompok terhadap karies gigi. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan
untuk mengukur derajat keparahan karies gigi mulai dari yang ringan sampai berat.
Beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti Klein dan indeks WHO, namun
kebelakangan ini diperkenalkan indeks Significant Caries (SiC) untuk melengkapi indeks WHO sebelumnya. Pada penelitian ini akan digunakan indeks DMFT WHO.
Indeks WHO bertujuan untuk menggambarkan pengalaman karies seseorang
atau suatu populasi. Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena biasanya gigi
tersebut sudah dicabut dan kadang-kadang tidak berfungsi. Indeks ini dibedakan atas
indeks DMFT yang digunakan untuk gigi permanen pada orang dewasa dan deft
untuk gigi sulung pada anak-anak. Pemeriksaan harus dilakukan dengan kaca mulut
datar.
2.5 Karies Gigi pada Anak Sindrom Down
Sebuah studi case-control yang melibatkan anak sindrom Down telah menyatakan prevalensi karies pada anak sindrom Down lebih rendah dibandingkan
oleh anak normal dan hal ini dikatakan disebabkan erupsi gigi tertunda, mikrodonsia
dan diastema. Kondisi gigi ini secara teoritis mengurangi risiko karies dengan
mengurangi kemungkinan makanan terperangkap antara gigi. Prevalensi karies gigi
juga dipengaruhi oleh kondisi saliva.4,5,7
2.6 Saliva
Saliva adalah cairan berair jernih diproduksi oleh beberapa kelenjar di daerah
mulut. Saliva merupakan sekresi eksokrin yang terdiri dari 99% air, yang
mengandung berbagai elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, magnesium,
bikarbonat, fosfat) dan protein diwakili dengan enzim, antimikrobial imunoglobulin
dan antimikroba, glikoprotein mukosal, albumin dan beberapa polipeptida
submandibular.20 Sembilan puluh persen saliva adalah diproduksi oleh 3 pasang kelenjar mayor yaitu: parotid, submandibular, dan sublingual. Kelanjar parotis
memproduksi 60-65% saliva yang bersifat serous yang mengandung amilase, kelenjar
submandibula mensekresikan 20-30% saliva yang bersifat musin, dan kelenjar
sublingual yang berukuran terkecil memproduksi saliva yang bersifat viscous dan
kental.20
Gambar 5. Kelenjar-kelenjar saliva19
2.6.1 Fungsi Saliva
Fungsi saliva dapat dikategorikan kepada 5 untuk menjaga kesehatan rongga
mulut dan keseimbangan ekologis, yaitu: pencernaan, lubrikasi dan cleansing, menjaga intergritas enamel, antibakterial, dan rasa.19-21 Saliva telah memainkan peranan yang penting dalam sistem pencernaan. Musin dari saliva dapat menfasilitasi
pengunyahan dan penelanan makanan dengan melumas makanan, dan menghasilkan
satu lapisan serous pada mukosa rongga mulut agar tidak mengalami dehirasi. Enzim
amilase saliva membantu dalam pencernaan karbohidrat (starch).20,21
Saliva mengandung zat antibakteri seperti lysozyme, imunoglobulin A (IgA), yang dapat menyerang mikroorganisme seperti bakteri yang hadir pada makanan,
dengan menghidrolisis dan memecahkan dinding selular bakteri.20,21 Saliva juga memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan integritas enamel gigi
demineralisasi. Faktor utama untuk mengendalikan stabilitas enamel hydroxyapatite
adalah konsentrasi kalsium, fosfat, fluoride dan pH dalam saliva.20,21,22
2.6.2 Komposisi Saliva
Komposisi saliva mengandung 99% air. Saliva mengandung konstituen
organik dan anorganik. Konstituen organik adalah enzim ptyalin atau amilase saliva yang disekresi oleh kelenjar parotid.20 Konstituen organik yang lain adalah lipase lingual, yaitu enzim yang bekerja pada trigliserida. Musin merupakan glikoprotein
yang disekresi utama dari kelenjar sublingual dan sebagian kecil dari kelenjar
submandibular. Musin berfungsi dalam mempertahankan viskositas saliva dan
membantu dalam pelumasan makanan. Ion- ion yang termasuk dalam konstituen
anorganik pada saliva adalah: Na+, K+, Ca++, HCO3- dan Cl-. Saliva juga mengandung lisozim dan imunoglobulin A (IgA).20-22
2.6.3 Kapasitas Buffer dan pH Saliva
Kapasitas buffer saliva adalah sangat penting dalam mempertahankan pH
saliva dan memainkan peranan yang penting dalam remineralisasi. Kapasitas buffer
saliva pada dasarnya adalah tergantung pada konsentrasi bikarbonat, dan berkorelasi
dengan laju aliran saliva. Kapasitas buffer dapat mencegah kolonisasi oleh
mikroorganisme patogen. Buffer saliva juga dapat menetralkan asam yang dihasilkan
oleh mikroorganisme yang bersifat asam, sehingga dapat mencegah enamel
demineralisasi.19,20
Kapasitas buffer saliva sebagian besar adalah disediakan oleh bikarbonat,
dihidrogen dan hidrogen fosfat, dan protein. Konsentrasi ion bikarbonat dalam saliva
pada keadaan istirahat mendekati 1 mmol/l dan meningkat sampai lebih dari 50
mmol/l saat distimulasi. Peningkatan konsentrasi ion bikarbonat menyebabkan
buffer dalam saliva. Kapasitas buffer dapat diperiksa dengan menggunakan tes buffer
strip.21,22
pH saliva bergantung pada laju aliran saliva, jika laju aliran saliva itu tinggi,
salivanya akan bersifat basa dan mencapai pH dari 7,5- 8,0.20 pH saliva adalah hampir netral yaitu dengan pH = 7, dan saliva mengandung HCO3, yang dapat menetralkan zat asam yang ada dalam rongga mulut.20-22 Sedikit peningkatan pH dan kapasitas buffer akan menfasilitasi remineralisasi serta beberapa pengaruh lain
terhadap flora rongga mulut. Secara spesifik, keadaan ini akan mengontrol
peningkatan jumlah mikroorganisme, khususnya Streptococcus mutans yang kariogenik serta Candida albicans.21
2.6.4 Volume dan Laju Aliran Saliva
Produksi saliva yang tinggi dapat meningkatkan laju aliran saliva, kapasitas
buffersaliva dan pH, dan konsentrasi mineral pada jaringan keras.20 Rata-rata volume produksi saliva yang normal pada seseorang itu sekitar 1-1,5 liter sehari, pada waktu
tidur volume saliva yang paling banyak adalah 0,1ml/menit dan saat tidak ada
stimulasi volumenya sekitar 0,3 ml/menit. Pada waktu stimulasi, volume akan
meningkat menjadi 4 ml/menit.20,23 Sialometri digunakan untuk mengukur disfungsi saliva, dan sialometri melibatkan pengukuran unstimulated dan stimulated produksi saliva dengan koleksi saliva dalam collection cup dalam jangka waktu 5 menit. Normal volume yang dikoleksi dalam 5 menit untuk unstimulated adalah 1,5- 2,5 ml dan stimulated adalah 5-10 mL. Pada penelitian ini akan digunakan unstimulated.20,23
Laju aliran normal saliva memberikan efek protektif yang kuat terhadap karies
gigi. Laju aliran normal untuk unstimulated adalah dalam 0,3 -0,5 mL/ menit dan 1-2 mL/menit untuk stimulated.20,23 Faktor-faktor yang mempengaruhi laju aliran saliva yang distimulasi adalah stimulus alami, muntah, merokok, ukuran kelenjar, refleks
2.6.5 Kondisi Saliva pada Anak Sindrom Down
Sekresi saliva pada anak sindrom Down tidak jauh berbeda dibanding dengan
anak normal tapi anak sindrom Down sering mempunyai masalah drooling karena mereka mempunyai mulut yang kecil dan mereka cenderung menjulurkan lidah.3 Laju aliran saliva erat hubungannya dengan viskositas saliva. Viskositas saliva yang lebih
tinggi akan menurunkan laju aliran saliva, sehingga didapatkan penumpukan sisa-sisa
makanan yang akhirnya dapat menyebabkan karies.20
Konsentrasi kalsium, fosforus dan magnesium pada anak sindrom Down tidak
menunjukkan perbedaan jika dibandingkan dengan anak yang normal.7 Konsentrasi bikarbonat ion dari saliva dapat membuat pH saliva yang lebih basa.4,7 Pada konsentrasi protein dan sodium, anak sindrom Down mempunyai konsentrasi yang
lebih tinggi.4 Protein dalam saliva berkontribusi terhadap lubrikasi mukosa, remineralisasi gigi dan buffering. Kapasitas buffer dan pH pada anak sindrom Down juga dikatakan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang yang normal.21 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Raurale dkk, dikatakan anak sindrom
Down memiliki kapasitas buffer yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal
dan ini akan menyebabkan prevalensi karies gigi mereka rendah karena sistem buffer
ini adalah untuk memfasilitasi proses netralisasi asam yang diproduksi oleh bakteri
dalam rongga mulut ini dikatakan salah satu penyebab dapat menurunkan prevalensi
karies gigi.7
Anak sindrom Down menunjukkan prevalensi karies yang rendah dan hal ini
2.7 Kerangka Teori
Anak Sindrom Down
Keadaan Fisik Keadaan Rongga
Mulut
Keadaan Gigi
Kondisi Saliva
Status Karies
pH Saliva
Kapasitas Buffer Saliva
Volume Saliva
2.8 Kerangka Konsep
Keadaan Rongga Mulut Anak Sindrom
Down
Saliva
Volume Saliva
Laju Aliran Saliva
Kapasitas Buffer Saliva
pH Saliva
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar BelakangSindrom Down adalah kelainan genetik yang disebabkan oleh trisomi
kromosom 21. John Langdon Haydon Down, seorang ahli fisika di British
merupakan orang pertama yang mengobservasi sindrom Down sebagai sejenis
retardasi mental.1 Sindrom Down ini telah terjadi sekitar 1 dari 600-700 kelahiran hidup secara global. Menurut WHO, setiap tahun kira-kira ada 3000 sampai 5000
orang anak yang lahir dengan kelainan ini.2 Manifestasi sistemik pada anak sindrom Down terdapat obstruksi saluran pencernaan, leukemia, hipotonia otot, congenital heart defect, dan hipotiroidisme.1-4 Manifestasi oral yang sering dijumpai pada anak-anak sindrom Down adalah drooling, open bite, erupsi gigi permanen tertunda, makroglosia, fissured tongue, protruding tongue, kandidiasis, atrisi gigi karena bruxism, periodontitis dan karies.3-8
Beberapa peneliti telah menyatakan bahwa prevalensi karies pada anak
sindrom Down adalah lebih rendah dibandingkan dengan anak yang normal tetapi
etiologinya masih belum diketahui.3-5,8 Menurut Franco Saab et al, prevalensi karies yang rendah pada anak sindrom Down mungkin disebabkan oleh saliva.4 Menurut hasil Radhi NJ et al, salivary immunogloblulin A (SIgA) pada anak sindrom Down lebih tinggi dibandingkan pada anak normal, hal ini mungkin menjadi penyebab anak
sindrom Down mempunyai prevalensi karies yang rendah.5 Anak sindrom Down sering mengalami masalah drooling yaitu saliva yang berlebihan dan ini disebabkan oleh hipotonia otot yang dapat menyulitkan penelanan saliva.3 Saliva mempunyai peranan yang penting dalam menjaga kesehatan rongga mulut. Buffer saliva dapat
mempengaruhi pH dengan menurunkan keasaman yang ada dalam plak sehingga
mencegah demineralisasi enamel. Volume saliva dapat mempengaruhi laju aliran
Volume saliva dan laju aliran saliva berfungsi dalam pembersihan oral dan dapat
mencegah karies.4-8
Kondisi saliva pada anak sindrom Down telah diteliti dalam beberapa studi
dan menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Radhi et
al, Raurale et al, Davidovich et al menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara pH, laju aliran dan kapasitas buffer dengan DMFT anak sindrom Down.5,7,8 Pada hasil penelitian Radhi et al dan Raurale et al menunjukkan laju aliran saliva
yang tinggi, pH basa, kapasitas buffer yang tinggi dapat menurunkan DMFT pada
anak sindrom Down. Pada penelitian Raurale et al menyatakan bahwa pH yang
tinggi, peningkatan ion anorganik dan kapasitas buffer yang tinggi yang
menyebabkan DMFT yang rendah pada anak sindrom Down.7 Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Normasutra et al menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pH dan laju aliran saliva dengan DMFT anak sindrom Down dan
penyebab karies pada anak sindrom Down mungkin disebabkan oleh faktor saliva
yang lain seperti SIgA, diet, oral hygiene, dan abnormalitas pada anak sindrom Down.9
Menurut Davidovich et al, penyebab untuk hasil- hasil dari beberapa
penelitian tersebut berbeda dikaitkan dengan teknik pengukuran.8 Beberapa peneliti telah memeriksakan tingkat pH dengan menggunakan kertas indikator, sedangkan
terdapat juga peneliti yang menggunakan metode digital. Perbedaan dalam situs
pengukuran juga dapat mempengaruhi hasil, dimana beberapa peneliti mengukur
tingkat pH secara ekstraoral yaitu dengan mengumpul saliva dalam tabung,
sedangkan ada juga yang melakukannya secara intraoral yaitu secara langsung pada
dasar mulut atau di bagian intraoral yang lain.8
Penelitian tentang hubungan karies gigi dengan kondisi saliva anak sindrom
Down di Medan masih kurang, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.
Sampel yang diambil adalah anak penderita sindrom Down berusia 12-18 tahun yang
1.2 Rumusan Masalah
Masalah umum:
Apakah ada hubungan antara kondisi saliva dengan pengalaman karies gigi pada
anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan.
Masalah Khusus:
1. Apakah ada hubungan antara volume saliva dengan pengalaman karies gigi anak
sindrom Down pada usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan.
2. Apakah ada hubungan antara laju aliran saliva dengan pengalaman karies gigi
anak sindrom Down pada usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan.
3. Apakah ada hubungan antara kapasitas buffer saliva dengan pengalaman karies
gigi anak sindrom Down pada usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan.
4. Apakah ada hubungan antara pH saliva dengan pengalaman karies gigi anak
sindrom Down pada usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan.
5. Bagaimanakah rerata pengalaman karies gigi anak sindrom Down pada usia 12-18
tahun di SLB-C Kota Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kondisi
saliva dengan pengalaman karies gigi anak sindrom Down pada usia 12-18 tahun di
SLB-C Kota Medan.
Tujuan khusus penelitian:
1. Menganalisis hubungan antara kondisi volume saliva dengan pengalaman karies
gigi anak sindrom Down pada usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan.
2. Menganalisis hubungan antara kondisi laju aliran saliva dengan pengalaman
karies gigi anak sindrom Down pada usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan.
3. Menganalisis hubungan antara kondisi kapasitas buffer saliva dengan
pengalaman karies gigi anak sindrom Down pada usia 12-18 tahun di SLB-C
Kota Medan.
4. Menganalisis hubungan antara kondisi pH saliva dengan pengalaman karies gigi
5. Mengetahui rerata pengalaman karies anak sindrom Down pada usia 12-18 tahun
di SLB-C Kota Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat untuk masyarakat:
Memberikan informasi kepada orang tua tentang kondisi saliva merupakan
salah satu penyebab karies gigi.
Manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan:
1. Penelitian ini diharapkan agar dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
mengadakan penelitian-penelitian yang selanjutnya.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi program pemerintah
dalam bidang kesehatan gigi dan mulut anak agar dapat meningkatkan status
kesehatan rongga mulut anak sindrom Down.
3. Referensi tambahan di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak FKG USU
mengenai hubungan antara kondisi saliva dengan pengalaman karies gigi anak
sindrom Down pada usia 12-18 tahun.
Manfaat Kebutuhan klinis:
Mengetahui kondisi saliva, yaitu, volume, laju aliran, kapasitas buffer dan pH
saliva dapat mempengaruhi kesehatan rongga mulut dan menyebabkan karies pada
anak sindrom Down.
Manfaat bagi peneliti:
Menambah pengetahuan hubungan antara kondisi saliva dengan pengalaman
karies gigi pada anak sindrom Down dan menambah pengalaman dalam penulisan
skripsi.
1.5 Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara kondisi saliva dengan pengalaman karies gigi anak