• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prediction of Shelf Life and Analyses of the Safety of Arrowroot Starch (Maranta arundinaceae L)-Based Cookies with the Addition of Torbangun (Coleus amboinicus Lour).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prediction of Shelf Life and Analyses of the Safety of Arrowroot Starch (Maranta arundinaceae L)-Based Cookies with the Addition of Torbangun (Coleus amboinicus Lour)."

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN UMUR SIMPAN DAN ANALISIS KEAMANAN

COOKIES

BERBASIS PATI GARUT (

Maranta arundinaceae

L)

DENGAN PENAMBAHAN TORBANGUN (

Coleus amboinicus

Lour)

PANJI AZAHARI B. TAHUDI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRACT

PANJI AZAHARI B TAHUDI. Prediction of Shelf Life and Analyses of the Safety of Arrowroot Starch (Maranta arundinaceae L)-Based Cookies with the Addition of Torbangun (Coleus amboinicus Lour). Under the supervisor of RIZAL DAMANIK and EDDY SETYO MUDJAJANTO

The purpose of this study was to determine the shelf life of arrowroot

starch-based cookies with the addition of torbangun and to analyze the products’ safety

during storage. Estimation cookies’s shelf life was calculated using

the Accelerated Shelf Life Testing method with the approach of critical water. This method then followed by storage the cookies for 12 weeks with polypropylene and metalized plastic packaging. The cookies were analyzed every four weeks. The analysis consisted of organoleptic test, and product damage parameters such as pH, total acid titration, thiobarbituric acid, peroxide levels and total microbes. The results showed that cookies have a shelf life as long as 22 months with metalized plastic packaging and five months with polypropylene plastic packaging at 75% Relative Humadity (RH) storage. During the 12 weeks of storage, the organoleptic value was still acceptable. The storage duration and also the type of packaging used were not significant different (p> 0.05) against all damage parameters of the product.

(3)

PANJI AZAHARI B. TAHUDI. Pendugaan Umur Simpan dan Analisis Keamanan Cookies Berbasis Pati Garut (Maranta arundinaceae L) dengan Penambahan Torbangun (Coleus amboinicus Lour). Dibawah bimbingan RIZAL DAMANIK dan

EDDY SETYO MUDJAJANTO.

RINGKASAN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menentukan umur simpan dan menganalisis keamanan produk cookies berbasis pati garut dengan penambahan torbangun. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk (1) menduga umur simpan cookies kontrol dan cookies uji (dengan penambahan torbangun) dengan pendekatan kadar air kritis, (2) mengetahui pengaruh penyimpanan selama tiga bulan terhadap daya terima (hedonik dan mutu hedonik) organoleptik cookies kontrol dan cookies uji (3) mengetahui pengaruh penyimpanan selama tiga bulan terhadap sifat fisikokimia (pH), sifat kimia (total asam tertitrasi (TAT), kadar peroksida dan tiobarbituric acid (TBA)) cookies kontrol dan cookies uji (4) mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap sifat mikrobiologis (Total Plate Count) cookies kontrol dan cookies uji.

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan mengindentifikasi umur simpan dan menganalisis keamanan cookies kontrol dan cookies pati garut dengan penambahan tepung torbangun dan dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2011. Tempat yang digunakan adalah Laboratorium Gizi Departemen Gizi Masyarakat IPB, Bogor dan Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) IPB.

Pendugaan umur simpan cookies kontrol pada kemasan plastik polipropilena (PP) pada penyimpaan di kelembaban 75% yakni selama empat bulan, sedangkan pada cookies uji selama lima bulan. Hal ini berbeda dengan penyimpanan pada kemasan Metalized Plastic (MP) yakni cookies kontrol selama 19 bulan dan cookies uji 22 bulan. Pada penyimpanan di kelembaban 97% cookies kontrol pada kemasan plastik PP hanya memiliki umur simpan selama 21 hari dan pada cookies uji selama 24 hari. Sedangkan umur simpan cookies kontrol pada kemasan MP selama 90 hari dan 101 hari pada cookies uji.

Uji organoleptik menunjukkan bahwa selama penyimpanan tiga bulan presentase penerimaan cookies mengalami penurunan. Hasil sidik ragam menyatakan, penyimpanan tiga bulan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap penilaian sehinga cookies masih dapat diterima.

Analisis fisikokimia yang dilakukan adalah derajat keasaman (pH). Pada cookies dengan kemasan plastik PP, nilai pH cookies kontrol berkisar antara 6.25-6.43. pH cookies uji sempat mengalami penurunan, namun meningkat kembali hingga akhir penyimpanan. Nilai pH cookies uji berkisar antaran 6.13-6.35. Cookies dengan kemasan MP, memiliki nilai pH yang cenderung meningkat setiap bulannya. Pada cookies kontrol, nilai pH berkisar antara 6.25-6.46, sedangkan cookies uji berkisar antara 6.06-6.35. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penyimpanan tiga bulan dan jenis kemasan yang digunakan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap nilai pH cookies.

(4)

Thiobarbituric Acid (TBA) adalah suatu uji kimia yang digunakan untuk mengambarkan ketengikkan berbagai jenis bahan pangan. Pada kemasan plastik PP nilai TBA cookies kontrol berkisar antara 2.49-2.76 ppm, sedangkan pada cookies uji berkisar antara 2.35-3.65 ppm setelah penyimpanan. Pada kemasan MP, nilai TBA cookies kontrol berkisar antara 1.91-2.80 ppm, sedangakan pada cookies uji berkisar antara 2.21-2.73 ppm. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penyimpanan selama tiga bulan dan jenis kemasan yang digunakan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap nilai TBA cookies.

Cookies dengan kemasan plastik PP memiliki kadar peroksida berkisar antara 0 – 6.01 mg Eq/Kg, sedangkan pada cookies uji berkisar antara 0-5.74 mg E/kg. Kadar peroksida cookies terus meningkat sampai bulan ke-2, kemudian menurun sampai akhir penyimpanan. Pada cookies dengan kemasan MP, kadar peroksida berkisar antara 0-6.47 mg E/kg, sedangkan pada cookies kontrol berkisar antara 5.70 mg E/kg. Pada kedua kemasan yang digunakan, dapat diketahui bahwa kadar peroksida cookies masih dibawah standar. Menurut SNI 01-2347-1991, kadar peroksida biskuit maksimal dibawah 10 mg E/kg. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penyimpanan selama tiga bulan dan jenis kemasan yang digunakan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar peroksida cookies

(5)

PENDUGAAN UMUR SIMPAN DAN ANALISIS KEAMANAN

COOKIES

BERBASIS PATI GARUT (

Maranta arundinaceae

L)

DENGAN PENAMBAHAN TORBANGUN (

Coleus amboinicus

Lour)

PANJI AZAHARI B. TAHUDI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Judul : Pendugaan Umur Simpan dan Analisis Keamanan Cookies Berbasis Pati Garut (Maranta arundinaceae L) dengan Penambahan Torbangun (Coleus amboinicus Lour)

Nama : Panji Azahari B. Tahudi NRP : I14070112

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

drh. M. Rizal M. Damanik MRepSc, PhD NIP. 19640731 199003 1 001

Ir. Eddy Setyo Mudjajanto NIP. 19601119 198803 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pendugaan Umur Simpan dan Analisis Keamanan Cookies Berbasis Pati Garut (Maranta arundinaceae L) dengan Penambahan Torbangun (Coleus amboinicus Lour)” yang merupakan salah satus syarat memperoleh gelar Sarjana Gizi di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD dan Ir. Eddy S Mudjajanto selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis.

2. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen penguji utama dan dr. Mira Dewi sebagai dosen pemandu seminar atas masukan dan sarannya demi kesempurnaan skripsi.

3. Untuk nenek tercinta Turyimah dan kakakku sayang Dede Rohiyana yang selalu memberikan dukungan baik material maupun spiritual, masukan dan saran-sarannya serta kedua orangtua di Surga, Tahudi (Alm) dan Yasvita (Almh).

4. Pak Mashudi dan Bu Ari selaku teknisi dan orang tua kedua di laboratorium atas masukan dan bimbingannya yang sangat berharga.

5. Laboran – laboran Pak Basri, Ibu Titi, Ibu Nina, Ibu Rizky, Mbak Santi, atas bantuan dan dukungan serta masukan yang berharga.

6. Sahabat yang selalu ada ketika dibutuhkan saat penelitian Imam Saloso, M Renandra, Titien D Ariyanti, Novrianti PW, Saskia Piscesa, Aomi Hazelia, Atika Primadala, Fatma Silviani, dan Adiarti Nursasanti.

7. Teman seperjuangan di laboratorium Anita Lucia Dewi, Asia Muflihah, Caesar Laine Anggi, Ima Karimah, terimakasih atas bantuan analisisnya serta teman diskusi di kosan Agus Surachman, Zulfian Risyandra serta Heryana

8. Teman-teman angkatan 44, kakak kelas 43, adik kelas 45 dan 46 serta pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, motivasi, kritik, dan saran yang sangat berarti buat penulis.

Bogor, September 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang Panjang pada tanggal 10 Juni 1988. Penulis merupakan putra bungsu dari dua bersaudara pasangan Tahudi (Alm) dan Yasfita (Almh). Pendidikan penulis diawali pada tahun 1994-2000 di Sekolah Kebangsaan Pelabuhan Utara, Malaysia dan melanjutkan masa pendidikannya di SMP Negeri 1 Bungaraya pada tahun 2001-2004 serta SMA Negeri 1 Bungaraya pada tahun 2004-2007 di Riau. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Pemerintah Daerah Kab. Siak, Riau. Setelah satu tahun mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis melanjutkan studi di Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).

Selama masa perkuliahan penulis aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi Koordinator Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM), staf divisi Hubungan Masyarakat (Humas) di Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) 2008-2010, Staf PSDM Badan Eksekutif Mahasiswa FEMA 2008-2009, Staf Humas Paduan Suara Mahasiswa Agria Swara 2008-2009, Staf PSDM dan Koordinator Humas Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Gizi Indonesia (ILMAGI) tahun 2008 – 2011. Pada tahun 2010 Penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM) dengan judul “Wayang dan Musik Sunda Sebagai Media Edutaintmen Sosialisasi PUGS dan PHBS pada Anak Usia Sekolah Desa Petir” dan mendapatkan peringkat ketiga setara Perunggu di PIMNAS XXIII di Bali, serta dua PKM dibidang Penelitian (PKMP) lolos didanai tentang Crackers Torbangun dan Pengaruh Media Lagu dan Kartu Bergambar PUGS dan PHBS. Penulis juga aktif diberbagai kepanitian baik internal maupun eksternal di departemen, fakultas maupun IPB.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Potensi Gizi Pati Garut (Maranta arundinaceae L) ... 4

Potensi Gizi Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour) ... 4

Cookies Berbasis Pati Garut Dengan Penambahan Torbangun ... 5

Pendugaan Umur Simpan Pangan ... 6

Pengemasan Bahan Pangan ... 7

Penyimpanan Pangan ... 9

Kerusakan Bahan Pangan ... 10

METODOLOGI ... 15

Waktu dan Tempat ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Pendugaan Umur Simpan Cookies Berbasis Pati Garut dengan Penambahan Torbangun ... 22

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Daya Terima Organoleptik Cookies Berbasis Pati Garut Dengan Penambahan Torbangun ... 32

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Sifat Fisikokimia, Kimia Cookies berbasis Pati Garut Dengan Penambahan Torbangun ... 41

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Total Mikroba Cookies berbasis Pati Garut Dengan Penambahan Torbangun ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

Kesimpulan ... 50

Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(10)

ii

DAFTAR TABEL

1. Kandungan gizi tanaman torbangun per 100 gram ... 5

2. Kandungan gizi cookies dengan dan tanpa penambahan torbangun ... 6

3. Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu ... 10

4. RH larutan garam jenuh yang digunakan pada suhu 300C ... 17

5. Kadar air kesetimbangan pada masing-masing RH ... 24

6. Persamaan model kurva sorpsi isothermis ... 27

7. Kadar air kesetimbangan cookies kontrol dari model persamaan ... 27

8. Kadar air kesetimbangan cookies kontrol dari model persamaan ... 27

9. Nilai MRD model persamaan sorpsi isothermis cookies ... 28

10. Data penentuan umur simpan cookies kontrol dan cookies uji dengan kemasan MP ... 30

(11)

DAFTAR GAMBAR

1. Kurva pertumbuhan mikroba yang terbagi dalam 4 fase ... 10

2. Diagram alir penelitian ... 16

3. Hasil uji rating hedonik dalam penentuan air kritis cookies kontrol ... 23

4. Hasil uji rating hedonik dalam penentuan air kritis cookies uji ... 24

5. Kurva sorpsi isothermis cookies kontrol ... 25

6. Kurva sorpsi isothermis cookies uji ... 26

7. Penentuan nilai kemiringan kurva sorpsi isothermis cookies kontrol ... 29

8. Penentuan nilai kemiringan kurva sorpsi isothermis cookies uji ... 29

9. Mutu warna cookies pada kemasan plastik PP dan MP ... 33

10. Mutu aroma cookies pada kemasan plastik PP dan MP ... 34

11. Mutu tekstur cookies pada kemasan plastik PP dan MP ... 35

12. Mutu rasa cookies pada kemasan plastik PP dan MP ... 36

13. Nilai tingkat kesukaan warna cookies pada kemasan... 37

14. Nilai tingkat kesukaan aroma cookies pada kemasan ... 38

15. Nilai tingkat kesukaan tekstur cookies pada kemasan ... 39

16. Nilai tingkat kesukaan rasa cookies pada kemasan ... 39

17. Nilai tingkat kesukaan keseluruhan cookies pada kedua kemasan... 40

18. Nilai pH cookies pada kemasan plastik PP ... 41

19. Nilai pH cookies pada kemasan MP ... 42

20. Total asam tertitrasi cookies pada kemasan plastik PP ... 43

21. Total asam tertitrasi cookies pada kemasan MP ... 43

22. Nilai Thiobarbituric acid cookies pada kemasan plastik PP ... 45

23. Nilai Thiobarbituric acid cookies pada kemasan MP ... 46

24. Kadar Peroksida cookies pada kemasan plastik PP ... 47

25. Kadar Peroksida cookies pada kemasan MP... 47

(12)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar pengujian organoleptik kerusakan cookies ... 56

2. Hasil uji organoleptik sampel air kritis cookies kontrol ... 56

3. Hasil uji organoleptik sampel air kritis cookies uji (cookies dengan penambahan torbangun) ... 56

4. Hasil uji ANOVA organoleptik air kritis cookies kontrol ... 57

5. Hasil uji ANOVA organoleptik air kritis cookies uji ... 57

6. Hasil uji lanjut organoleptik air kritis cookies kontrol ... 57

7. Hasil uji lanjut organoleptik air kritis cookies uji ... 58

8. Hasil pengukuran kadar air kritis cookies kontrol ... 58

9. Hasil pengukuran kadar air kritis cookies uji ... 58

10. Hasil penimbangan sampel air kesetimbangan cookies kontrol (minggu ke-1 sd 9) ... 59

11. Hasil penimbangan sampel air kesetimbangan cookies kontrol (minggu ke-10 sd 20) ... 60

12. Hasil penimbangan sampel air kesetimbangan cookies uji (minggu ke-1 sd 9) ... 61

13. Hasil penimbangan sampel air kesetimbangan cookies uji (minggu ke-10 sd 9) ... 62

14. Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan cookies kontrol... 63

15. Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan cookies uji ... 63

16. Modifikasi model sorpsi isotermis dari persamaan non linear ... 64

17. Contoh perhitungan dalam pembuatan kurva sorpsi ishotermis cookies kontrol (model persamaan Hasley) ... 65

18. Kurva sorpsi isothermis masing-masing model persamaan cookies kontrol ... 66

19. Kurva sorpsi isothermis masing-masing model persamaan cookies uji .. 67

20. Contoh perhitungan nilai MRD cookies uji (model persamaan Hasley) .. 69

21. Penentuan Nilai b (slope) cookies kontrol ... 70

22. Penentuan Nilai b (slope) cookies uji ... 71

23. Contoh Perhitungan umur simpan cookies uji pada RH 75% pada kemasan Metallized plastic ... 71

24. Data pH cookies berbasis pati garut dengan penambahan uji selama penyimpanan ... 72

25. Data Total Asam Tertitrasi cookies berbasis pati garut dengan penambahan uji selama penyimpanan ... 72

26. Data Thiobarbituric Acid cookies berbasis pati garut dengan penambahan uji selama penyimpanan ... 72

27. Data Kadar Peroksida cookies berbasis pati garut dengan penambahan uji selama penyimpanan ... 73

28. Data Total Mikroba cookies berbasis pati garut dengan penambahan uji selama penyimpanan ... 73

29. Hasil sidik ragam ANOVA pH cookies terhadap lamanya penyimpanan 74 30. Hasil sidik ragam ANOVA pH cookies terhadap jenis kemasan ... 74

31. Hasil sidik ragam ANOVA Total Asam Tertitrasi cookies terhadap lamanya penyimpanan ... 75

32. Hasil sidik ragam ANOVA Total Asam Tertitrasi cookies terhadap jenis kemasan ... 76

(13)

34. Hasil sidik ragam ANOVA Thiobarbituric Acid cookies terhadap jenis

kemasan ... 77

35. Hasil sidik ragam ANOVA Kadar Peroksida terhadap lamanya penyimpanan ... 78

36. Hasil sidik ragam ANOVA Total Mikroba terhadap lamanya penyimpanan ... 78

37. Hasil sidik ragam ANOVA Total Mikroba terhadap jenis kemasan ... 79

38. Lembar uji organoleptik mutu kesukaan ... 80

39. Lembar uji organoleptik kesukaan ... 81

40. Rata-rata nilai uji hedonik (kesukaan) cookies selama penyimpanan ... 82

41. Rata-rata nilai uji mutu hedonik cookies selama penyimpanan ... 82

42. Hasil sidik ragam (ANOVA) Uji hedonik (kesukaan) warna cookies ... 83

43. Hasil uji lanjut ducan uji hedonik (kesukaan) warna cookies ... 83

44. Hasil sidik ragam (ANOVA) Uji hedonik (kesukaan) tekstur cookies ... 85

45. Hasil uji lanjut ducan uji hedonik (kesukaan) tekstur cookies ... 85

46. Hasil sidik ragam (ANOVA) Uji hedonik (kesukaan) aroma cookies ... 87

47. Hasil uji lanjut ducan uji hedonik (kesukaan) aroma cookies... 87

48. Hasil sidik ragam (ANOVA) Uji hedonik (kesukaan) rasa cookies ... 89

49. Hasil uji lanjut ducan uji hedonik (kesukaan) rasa cookies ... 89

50. Hasil sidik ragam (ANOVA) Uji hedonik (kesukaan) keseluruhan cookies ... 91

51. Hasil uji lanjut ducan uji hedonik (kesukaan) keseluruhan cookies ... 91

52. Hasil sidik ragam (ANOVA) uji mutu hedonik warna cookies ... 93

53. Hasil uji lanjut ducan uji mutu hedonik warna cookies ... 93

54. Hasil sidik ragam (ANOVA) uji mutu hedonik tekstur cookies ... 95

55. Hasil uji lanjut ducan uji mutu hedonik tekstur cookies ... 95

56. Hasil sidik ragam (ANOVA) uji mutu hedonik aroma cookies ... 97

57. Hasil uji lanjut ducan uji mutu hedonik aroma cookies... 97

58. Hasil sidik ragam (ANOVA) uji mutu hedonik rasa cookies ... 99

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengolahan pangan pada industri komersial umumnya bertujuan memperpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk (warna, cita rasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi, memberikan lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran, meningkatkan nilai ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau meningkatkan mutu, terutama mutu gizi, daya cerna, dan ketersediaan gizi. Kriteria atau komponen mutu yang penting pada komoditas pangan adalah keamanan, kesehatan, flavor, tekstur, warna, umur simpan, kemudahan, kehalalan, dan harga (Andarwulan & Hariyadi 2004).

Keterangan umur simpan (masa kadaluarsa) produk pangan merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan oleh produsen pada label kemasan produk pangan. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai ketangan konsumen. Kewajiban pencantuman masa kadaluarsa pada label pangan diatur dalam Undang-undang Pangan no. 7/1996 serta Peraturan Pemerintah No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri pangan wajib mencantumkan tanggal kadaluarsa (expired date) pada setiap kemasan produk pangan.

Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) adalah salah satu jenis tanaman liar spesies Labiatae. Menurut Rumetor (2008), torbangun sangat bagus untuk produksi ASI karena mengandung senyawa yang bersifat laktagogum, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Tanaman torbangun memiliki kandungan gizi yg cukup baik diantaranya kadar protein, kalsium (Ca) dan zat besi (Fe) yang relatif tinggi serta mengandung vitamin seperti α-tocopherol dan β-karoten. Selain itu juga torbangun memiliki komponen farmaseutika yakni antimikroba yang dapat benghambat pertumbuhan mikroba.

(15)

produk pengolahan tanaman torbangun adalah menjadi tepung untuk bahan tambahan dalam pembuatan cookies (Dewi 2011). Pemanfaatan torbangun untuk pembuatan cookies merupakan usaha untuk mengatasi pendeknya umur simpan daun torbangun segar. Selain itu juga gaya hidup yang menuntut tersedianya makanan sehat siap santap dan banyak mengandung zat gizi tinggi dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan teknologi pengolahan pangan yang tepat untuk mengurangi kerusakan dan kebusukan. Cookies torbangun mempunyai keunggulan yakni rasanya enak, renyah, praktis, dan digemari oleh semua kalangan masyarakat serta mengandung tinggi zat gizi.

Cookies merupakan bahan makanan yang mudah rusak akibat pengaruh

lingkungan terutama teksturnya. Kerusakan cookies dapat mempengaruhi penurunan mutu dan umur simpan cookies, sehingga mengakibatkan keamanan pangan menjadi tidak terjamin dan dapat mengakibatkan keracunan makanan. Menurut data Badan POM, pada bulan Januari-September 2004, terdapat 3734 kasus keracunan pangan, 30% disebabkan oleh makanan olahan rumah tangga, 28,8% dari katering, 11% dari makanan jajanan, dan 16,4% dari industri (BPOM 2004 di dalam Nurjanah 2006).

(16)

3

Tujuan Tujuan Umum:

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menentukan umur simpan dan menganalisis keamanan produk cookies berbasis pati garut dengan penambahan torbangun.

Tujuan Khusus:

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menduga umur simpan cookies kontrol dan cookies uji (dengan penambahan torbangun) dengan pendekatan kadar air kritis

2. Mengetahui pengaruh penyimpanan selama tiga bulan terhadap daya terima (hedonik dan mutu hedonik) organoleptik cookies kontrol dan cookies uji

3. Mengetahui pengaruh penyimpanan selama tiga bulan terhadap sifat fisikokimia (pH), sifat kimia (total asam tertitrasi (TAT), kadar peroksida dan tiobarbituric acid (TBA)) cookies kontrol dan cookies uji

4. Mengetahui pengaruh penyimpanan selama tiga bulan terhadap sifat mikrobiologis (Total Plate Count) cookies kontrol dan cookies uji

Kegunaan Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Gizi Pati Garut (Maranta arundinaceae L)

Tanaman garut (Maranta arundinaceae L) secara taksonomi dapat digolongkan ke dalam Kingdom Plantae, Divisio Magnoliophyta, Kelas Liliopsida, Ordo Zingiberalis, Familia Marantaceae, Genus Maranta, dan Spesies Maranta arundinaceae L (Van Steenis 1947 di dalam Astuti 2008).

Umbi garut segar mengandung nutrisi yang cukup tinggi sebagai bahan pangan, yaitu 19.4 - 21.7% pati, 1.0 - 2.2% protein, 69.0- 72.0% air, 0.6 - 1.3% serat, 1.3 - 1.4% kadar abu, serta sedikit gula (Rukmana 2000). Umbi garut segar dapat menghasilkan pati dengan rendemen 15% - 20%. Pati garut merupakan hasil olahan utama dari umbi garut sebagai salah satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. kekentalan dipengaruhi oleh keasaman air yang digunakan dalam proses pengolahanya (Kay 1973). Kandungan pati dalam umbi garut lebih dari 12% dan proteinnya 1-2% dari bobot kering (Rubatzky 1995 di dalam Herminiati 2005).

Menurut Kay (1973) pati garut memiliki sifat-sifat, antara lain: 1) mudah larut dan mudah cerna sehingga cocok untuk makanan bayi dan orang sakit, 2) memiliki bentuk oval dengan panjang 15-17 mikron, 3) varietas banana memiliki granula lebih besar dibandingkan varietas creole, 4) suhu awal gelatinisasi adalah 70oC, 5) mudah mengembang jika kena panas dengan daya mengembang 54%, dan (6) ada beberapa syarat untuk kepentingan komersial, yaitu memiliki warna putih bersih, kadar air tidak boleh lebih dari 18,5%, kandungan abu dan serat rendah, pH 4,5-7, kekentalan 512-640 satuan Brabender.

Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu dalam penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, bubur bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian Susanty (2002), Puspowati (2003), dan Sitorus (2004) di dalam Herminiati (2005) bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan makan sapihan.

Potensi Gizi Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour)

(18)

5

Selain itu daun torbangun juga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI serta status gizi anak yang dilahirkan (Damanik 2005).

Menurut Rumetor (2008), dalam tanaman daun torbangun ditemukan tiga komponen utama. Komponen pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogue, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua adalah komponen zat gizi seperti protein, kalsium dan zat besi serta komponen ketiga adalah komponen farmaseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibakterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna, dan penstabil. Hasil uji fitokimia dalam daun torbangun terkandung alkaloid, flavonoid, dan tanin. Selain mengandung zat aktif, daun torbangun kaya akan kandungan zat gizi mikro khususnya Fe dan Ca.

Kandungan kimiawi dalam daun torbangun antara lain kalium, minyak atsiri (2%), karvakrol, isoprofil-o-kresol, karvon, limonen, dihidrokarvon, dihidrokarveol, asetaldehida, furol, dan fenol (Adi 2006). Semua zat kimia itu didapatkan di bagian daunnya. Efek farmakologis tanaman ini adalah berbau harum, getir, dan rasa tebal di lidah. Kandungan zat gizi tanaman torbangun dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan gizi tanaman torbangun per 100 gram Kandungan gizi Gram

Sumber: Mahmud & Zulfianto (2009)

Cookies Berbasis Pati Garut Dengan Penambahan Torbangun

Cookies berbasis pati garut dengan penambahan torbangun merupakan

pangan sumber zat gizi mikro. Bahan dasar pembuatan cookies yakni pati garut. Pemilihan pati garut didasari pada daya cernanya yang tinggi sehingga baik untuk pencernaan. Selain kandungan di atas, garut juga memiliki kandungan zat kimia yang sering disebut dengan zat pati serta saponin dan flavonoid.

Cookies kemudian ditambahkan tanaman torbangun yang kaya akan zat

(19)

cookies torbangun (0.391). Kandungan zat gizi cookies kontrol dan cookies uji

(dengan penambahan torbangun) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan gizi cookies dengan dan tanpa penambahan torbangun Kandungan gizi Kandungan Gizi

Cookies Kontrol Cookies Uji kadar air (%bb) 4.17 3.7 kadar abu (%bk) 1.01 1.84 kadar lemak (%bk) 25.55 23.64 kadar protein (%bk) 9.06 10.52 kadar karbohidrat (%bk) 64.52 64.14 serat kasar (%bk) 0.55 1.32 diproduksi hingga produk tersebut tidak layak diterima atau kehilangan sifat khususnya. Menurut Spiegel (1992), penentuan umur simpan secara umum adalah penanganan suatu produk dalam suatu kondisi yang dikehendaki dan di pantau setiap waktu sampai produk mengalami kerusakan. Umur simpan produk berkaitan dengan nilai kadar air kritis, suhu, dan kelembaban.

Proses perkiraan umur simpan menurut Hine (1987), sangat tergantung pada tersedianya data seperti, 1) Mekanisme penurunan mutu produk yang dikemas, 2) Unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi laju penurunan mutu produk, 3) Mutu produk dalam kemasanan, 4) Bentuk dan ukuran kemasan yang diinginkan, 5) Mutu produk pada saat dikemas, 6) Mutu minimum dari produk yang masih dapat diterima, 7) Variasi iklim selama distribusi dan penyimpanan, 8) Rasio perlakuan mekanisme selama distribusi dan penyimpanan yang mempengaruhi kebutuhan kemasan, 9) Sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur luar yang

dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk.

(20)

7

keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk pendekatan, penutupan dan bagian yang terlipat.

Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu Extended Storage Studies (ESS) dan Accelereted Storage Studies (ASS). ESS disebut juga metode konvensional adalah penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadarluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisis parameter yang relative banyak. Metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi.

Metode ASS pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model yang diterapkan pada penelitian akselerasi menggunakan dua pendekatan yaitu: 1) Pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai criteria kadarluwarsa dan 2) pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetik yang mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan (Syarief & Halid 1993).

Pengemasan Bahan Pangan

Kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat yang dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya (Syarief, Santausa & Isyana 1989). Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, menahan efek yang bermanfaat dari proses, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pengemasan juga dapat melindungi dari pengaruh luar, yaitu fisik, kimia dan biologis. Perlindungan fisik menjaga produk dari bahaya mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian. Perlindungan kimia mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas, uap air, dan cahaya. Perlindungan biologi mampu menahan mikroorganisme (pathogen dan agen pembusuk), serangga, hewan pengerat (Marsh & Bugusa 2007).

(21)

bereaksi sehingga tidak merusak bahan maupaun citra rasa. Tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan panas, mudah dikerjakan secara maksimal, dan harganya murah (Winarno & Jenie 1983). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan, keadaan lingkungan dan sifat bahan kemasan. Gangguan yang paling umum terjadi pada bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air, pengaruh gas, dan cahaya. Sebagai akibat perubahan kadar air pada produk, akan timbul jamur dan bakteri, pengerasan pada bubuk, dan pelunakan pada produk kering (Syarief, Santausa & Isyana 1989).

Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap penyerapan atau pengeluaran gas (udara dan uap air). Bahan kering harus dilindungi dari penyerapan air dan oksigen dengan cara menggunakan bahan pengemas yang mempunyai daya tembus rendah terhadap gas tersebut (Purnomo & Adiono 1987).

Plastik merupakan bahan pengemas yang penting dalam industri pangan. Sebagai bahan pembungkus, plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit, atau berupa lapisan-lapisan (multi lapis) dengan bahan lain seperti kertas dan alumunium foil. Menurut Robertson (1993), kombinasi antara berbagai kemasan plastik yang berbeda atau plastik dengan kemasan non plastik dimana ketebalan setiap lapisan utamanya lebih dari 6 mikron yang diproses baik dengan cara laminasi ekstrusi atau laminasi adhesif disebut sebagai kemasan laminasi. Dalam kemasan laminasi minimal ada dua jenis kemasan, dimana salah satunya harus bersifat thermoplastic.

Kemasan laminasi yang sering digunakan industri pangan saat ini tidak hanya kombinasi antara berbagai macam plastik saja melainkan kombinasi plastik dengan aluminium. Kemasan seperti ini disebut metalized plastic. Kemasan seperti ini cocok digunakan sebagai pengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti panggang. Metallized plastic bersifat tidak meneruskan cahaya, menghambat masuknya oksigen, menahan bau, memberikan efek mengkilap, dan mampu menahan gas (Brown 1992). Selain itu, metalized plastic mudah disobek sehingga memudahkan konsumen membuka kemasan.

(22)

9

terhadap uap air, O2, dan CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan.

Salah satu jenis plastik yang sering digunakan sebagai bahan pengemas diantaranya polipropilen. Menurut Syarief, Santausa dan Isyana.(1989), Polipropilena termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilena. Sifat utama propilena yaitu, 1) ringan (densitas 0.9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernihdalam bentuk film, tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku, 2) mempunyai kekuatan tarikan lebih besar dari PE serta tidak dapat digunakan untuk kemasan beku, 3) lebih kaku dari PE tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan dan pendistribusian, 4) permeabilitas uap air rendah, gas sedang, dan tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen, 5) tahan terhadap suhu tingga hingga 1500C, 6) titik lebur tinggi, sulit dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang baik.

Penyimpanan Pangan

Penyimpanan pangan selama berbagai proses pengolahan merupakan hal yang utama dalam menentukan keamanan dan mutu dari aspek mikrobiologi. Kondisi penyimpanan produk pangan dapat menyebabkan susut zat gizi pangan tersebut, selain itu juga mempengaruhi spesies mikroorganisme yang mungkin berkembang dan menyebabkan kerusakan. Faktor penyimpanan yang perlu diperhatikan adalah suhu penyimpanan. Kondisi penyimpanan ini sedikit mempengaruhi aktivitas air dan potensial redoks. Aktivitas air dari bahan pangan dapat naik oleh keadaan penyimpanan yang lembab. Permukaan bahan pangan yang berhubungan dengan udara akan memungkinkan perkembangan jenis-jenis mikroorganisme oksidatif, sedangkan pengemasan secara vakum akan memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme anaerob atau fakultatif anaerob.

Waktu penyimpanan

Pada kondisi optimal, hampir semua bakteri memperbanyak diri dengan pembelahan biner sekali setiap 20 menit. Menurut Hayes (1998), mikroba mempunyai tahapan atau fase pertumbuhan selama kurun waktu tertentu yang terdiri dari fase lambat (lag phase), logaritma (log phase), tetap (stationary phase), dan penurunan (decline phase). Pertumbuhan mikroba dapat dilihat pada

(23)

Gambar 1 Kurva pertumbuhan mikroba yang terbagi dalam 4 fase

Selama fase lag, sel melakukan metabolisme dengan cepat tetapi hanya menyebabkan sedikit kenaikan ukuran sel, bukan peningkatan jumlah sel. Selanjutnya,sel memperbanyak diri secara cepat tergantung pada organisme dan kondisi lingkungannya. Periode terjadinya perbanyakan yang cepat ini disebut fase log, karena nilai logaritmik jumlah organisme berbanding langsung dengan

waktu. Koloni tersebut kemudian memasuki fase pertumbuhan stationer, jumlah sel yang hidup seimbang dengan jumlah yang mati. Akhirnya, laju pertumbuhan menurun disebut fase penurunan, biasanya disebabkan karena kekurangan faktor pertumbuhan (Gaman 1992).

Suhu penyimpanan

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam laju pertumbuhan mikroorganisme. Suhu terendah dimana mikroba dapat tumbuh disebut suhu minimum, sedangkan suhu saat pertumbuhan mikroorganisme tidak mungkin terjadi disebut suhu maksimum. Antara kedua suhu tersebut, terdapat suhu dimana laju pertumbuhan mikroba sangat cepat (Hayes 1998). Menurut Buckle et. al. (1985), klasifikasi mikroorganisme berdasarkan reaksi pertumbuhannya

terhadap suhu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu Kelompok Suhu pertumbuhan

(24)

11

perubahan aw. Beberapa reaksi dapat berlangsung secara spontan seperti reaksi pencoklatan non-enzimatis, perubahan organoleptik, kehilangan atau kerusakan vitamin, oksidasi lipida, dan reaksi pembentukan off-flavor.

Cookies dapat mengalami penurunan mutu dikarenakan oleh faktor

ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik (lingkungan) meliputi udara, oksigen, uap air, cahaya, dan suhu, sedangkan faktor intrinsik meliputi komposisi produk. Keadaan lingkungan akan memicu reaksi dalam produk, seperti reaksi kimia, reaksi enzimatis, dan penyerapan uap air atau gas. Biskuit memiliki kadar air dan aw yang rendah sehingga teksturnya menjadi renyah. Faktor utama yang menyebabkan penurunan mutu produk biskuit adalah meningkatnya kadar air yang sangat erat kaitannya dengan tingkat kerenyahan produk (Vail et al. 1978).

Kerusakan produk cookies sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Kerenyahan produk kering akan menurun dengan meningkatnya aw produk. Apabila aw mencapai 0.35 - 0.50 maka kerenyahan yang menjadi kekhasan produk akan hilang. Hal ini disebabkan oleh kegiatan air yang melarutkan dan melunakkan matrik pati atau protein yang terkandung pada sebagian besar produk pangan (Vail et al. 1978).

Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan, agar diperoleh bahan pangan yang bergizi dan aman bagi kesehatan. Faktor-faktor lingkungan hidup yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain suplai zat gizi, waktu, air dan activity water (aw), pH, RH, suhu, oksigen, serta mineral. Efek kerusakan oleh pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, kerusakan oleh serangga, pengaruh pemanasan atau pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar semuanya dipengaruhi oleh waktu. Pada umumnya waktu yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan bahan yang lebih besar (Purnomo 1995).

(25)

Konsentrasi ion hidrogen aktif yang umumnya dinyatakan dengan pH, sering digunakan untuk menentukan macam mikroba yang tumbuh pada makanan dan produk yang dihasilkan. Setiap mikroba masing-masing mempunyai pH optimum, minimum, dan maksimum untuk pertumbuhannya. Semakin tinggi pH, maka semakin bersifat basa substrat produk tersebut. Pada umumnya, semakin bersifat basa maka semakin stabil produk pangan tersebut (Winarno 1994). Salah satu kerusakan lainnya pada produk pangan adalah oksidasi lipid dari asam lemak tidak jenuh. Adanya oksigen bebas di bawah pengaruh sinar ultraviolet atau katalis logam pada suhu tinggi dapat secara langsung mengoksidasi asam lemak tidak jenuh (Purnomo 1995). Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang dengan penurunan suhu. Selanjutnya Ketaren (1986) menjelaskan bahwa cahaya dapat mempercepat reaksi oksidasi, cahaya berpengaruh terhadap akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak. Sejumlah produk akan dihasilkan selama autoksidasi. Dekomposisi hidroperoksida menghasilkan pembentukan aldehid, keton, alkohol, hidrokarbon, dan produk-produk lainnya. Hidroperoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tetapi bersifat labil sehingga dapat terpecah menjadi senyawa yang lebih kecil yang dapat menyebabkan bau tengik (Purnomo 1995).

Ketengikan terjadi bila komponen cita rasa dan bau yang mudah menguap terbentuk sebagai kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita rasa yang tidak diinginkan dalam produk minyak dan lemak. Ketengikan dapat disebabkan oleh faktor kandungan air, udara, dan cahaya. Kandungan air yang tinggi dalam lemak dapat mempercepat timbulnya ketengikan (Connel 1975). Penyimpanan lemak pada tempat yang terhindar dari kontak dengan udara akan menghindarkan terjadinya proses kerusakan oksidatif. Penyinaran dengan cahaya dapat merusak lemak dan gugusan yang paling banyak terbentuk adalah hidroperoksida dan karbonil (Djatmiko & Widjaja 1973).

pH dan Total Asam Tertitrasi

(26)

13

mempengaruhi penilaian organoleptik dan kandungan mikroorganisme produk. Menurut Fardiaz (1989), nilai pH medium sangat mempengaruhi jasad renik yang dapat tumbuh. Perubahan nilai pH yang signifikan dapat merubah rasa dari suatu produk makanan. Intensitas rasa dalam makanan dapat dipengaruhi oleh beberapa parameter, yaitu aroma, pH, dan tekstur makanan (Egan, Kirk & Sawyer 1981).

Total asam tertitrasi berbeda dengan nilai pH. Total asam tertitrasi menunjukkan potensi asam suatu produk (kandungan ion hidrogen), sedangkan pH menunjukkan konsentrasi hidrogen bebas suatu bahan pangan. Nilai TAT selalu berbanding terbalik dengan nilai pH (Eackles et al. 1957). TAT ditentukan oleh adanya asam dalam produk berdasarkan titrasi untuk mengukur total konsentrasi asam dalam produk. Asam-asam tersebut kebanyakan adalah asam-asam organik (asam-asam sitrat, maltat, atau laktat). Adanya asam-asam organik dalam produk mempengaruhi flavor (rasa pahit), warna, kestabilan mikroba, dan kualitas produk (Nielsen 1994).

Kadar Peroksida

Kadar peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan kadar peroksida adalah berdasarkan pada reaksi antara alkali iodide dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium thiosulfat. Penentuan peroksida ini mereaksikan sebagian peroksida jenis lain. Disamping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodide dengan oksigen dari udara (Ketaren 1986).

(27)

Bilangan TBA (thiobarbiturat acid)

Bilangan TBA merupakan salah satu penentu ketengikan pada bahan pangan. Uji TBA didasarkan pada terbentuknya pigmen berwarna merah sebagai hasik kondensasi antara molekul thiobarbiturat dengan satu molekul malonaldehid, intensitas warna merah tersebut menunjukkan tingkat ketengikan makanan yang diperiksa, yang ditentukan dengan alat pengukur intensitas warna (spektofotometer) pada panjang gelombang 528 nm (Syarief & Halid 1993). Persenyawaan malonaldehida secara teoritis dapat dihasilkan oleh pembentukan diperoksida pada gugus pantadehida yang disusul dengan pemutusan rantai molekul atau dengan cara oksidasi lebih lanjut dari 2-enol yang dihasilkan dari penguraian monohidro peroksida.

TBA merupakan uji spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh (PUFA) dan baik diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan yang mengandung asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi. Hal tersebut terjadi pada kasus bahan pangan yang mengandung asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan yang lebih tinggi dari asam linoleat, yang dapat mempengaruhi stabilitas flavor (Ketaren 1986).

Keuntungan dari uji ini adalah pereaksi TBA dapat digunakan langsung untuk menguji lemak dalam suatu bahan tanpa mengekstrasikan fraksi lemaknya. Kelemahan uji TBA adalah terdapatnya beberapa senyawa diluar hasil oksidasi lemak berupa asam yang ikut tersuling bersama uap dan selanjutnya terhadap destilat saat dialakuakn uji TBA.

Ketaren (1986) menyatakan bahwa reaksi oksidasi lipida terdiri dari dua tahapan. Tahapan pertama adalah oksidasi spontan lemak tidak jenuh dengan penyerangan oksigen pada ikatan rangkap sehingga membentuk hidroperoksida tidak jenuh yang reaktif. Pada suhu kamar sampai dengan suhu 100 0C, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat mengabsorbsi dua atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang labil. Tahap oksidasi kedua adalah degradasi hidroperoksida hasil produk primer. Proses primer adalah persenyawaan hidroperoksida yang terbentuk dari hasil reaksi antara lemak tidak

jenuh dengan oksigen. Hasil reaksi ini adalah persenyawaan alkohol, aldehida

(28)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2011. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah di Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Analisis Pangan dan Gizi serta Laboratorium Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan untuk analisis. Bahan utama adalah cookies pati garut dengan penambahan tepung duan torbangun yang merupakan hasil formulasi Dewi (2011). Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah aquades, NaCl, NaOH, KI, NaCl, KCl, BaCl, KNO3, K2SO4, HCl, Etanol netral, Kloroform, Asam asetat, Kanji, Na2S203,

Potasium iodida, Pereaksi TBA, Plate Count Agar (PCA).

Alat-alat yang digunakan untuk melakukan analisis kimia adalah pH meter, desikator, tanur, oven, labu semprot, timbangan analitik, cawan alumunium, cawan porselen, piala gelas, erlenmeyer, gelas ukur, labu destilasi, tabung reaksi, pipet mohr, pipet volumetrik, pipet mikro, kondensor, pemanas, magnetic stirrer, buret, cawan petri steril, alat penghitung koloni (colony counter),

spektrofotometer, dan alat uji organoleptik seperti lembaran penilaian dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian penelitian payung terkait cookies berbasis pati garut dengan penambahan torbangun. Penelitian tersebut

terdiri dari Formulasi Cookies Berbasis Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun sebagai Sumber Zat Gizi Mikro (Dewi 2011) dan Bioavaibilitas Kalsium dan Zat Besi In Vitro Cookies Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun pada Berbagai Kombinasi Minuman (Muflihah 2011).

(29)

bulan dengan empat kali titik analisis keamanan cookies seperti uji daya terima organoleptik, analisis sifat fisikokimia, sifat kimiawi, sifat mikrobiologis. Diagram alir penelitian ini disajikan pada Gambar 2 berikut:

Gambar 2 Diagram alir penelitian

Tahap Penelitian

1. Pendugaan umur simpan cookies dengan pendekatan kadar air kritis

Pendugaan umur simpan dengan pendekatan kadar air kritis merupakan salah satu metode ASLT model Labuza (1982). Kerusakan cookies pada pendekataan ini dapat diamati dari penurunan kekerasan atau kerenyahan, dan peningkatan kelengketan atau penggumpalan. Pendekatan kadar air kritis meliputi tujuh tahap sebagai berikut:

a. Penentuan kadar air kritis

Kadar air kritis cookies ditentukan dengan cara cookies disimpan selama 24 jam pada suhu 300C dan dimasukan kedalam chamber berisi larutan NaCl dengan RH 75% tanpa kemasan. Cookies selanjutnya diuji secara organoleptik

Persiapan

Pembuatan cookies

Pendugaan umur simpan metode air kritis

Penyimpanan

Selama 12 minggu pada suhu 27-300C

Metalized plastic Polipropilena plastic

Analisis 1. Daya terima (organoleptik) 2. Sifat fisikokimia

- pH

3. Sifat kimia

- Proksimat, TAT, Peroksida, TBA 4. Mikrobiologis

- Total mikroba

(30)

17

(hedonik) dengan parameter tekstur setiap tiga jam sekali dengan menggunakan lima orang panelis terpilih yang sudah diberikan pelatihan terkait kerusakan cookies. Penilaian dilakukan hingga cookies sudah tidak dapat diterima oleh

panelis dan cookies dapat dikatakan sudah mencapai titik kritis. Kemudian cookies diukur kadar airnya dan didapatkan kurva hubungan antara kadar air

dengan skor hedonik dan kerenyahan.

b. Penentuan kadar air kesetimbangan

Kadar air kesetimbangan dilakukan dengan cara cookies diletakkan di cawan alufo yang sudah ditimbang dan disimpan dalam enam chamber berisi enam garam larutan jenuh yang berbeda-beda. Chamber kemudian disimpan pada suhu ruang (300C) dan ditimbang setiap 24 jam sekali hingga didapatkan selesih terdekat tiap penimbangan. Setelah didapatkan selisih terdekat hingga tiga kali pengulangan penimbangan maka cookies sudah mencapai keadaan setimbang dan kemudian diukur kadar airnya. RH dan jenis larutan garam jenuh yang digunakan pada penentuan kadar air kesetimbangan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 RH larutan garam jenuh yang digunakan pada suhu 300C No Jenis garam RHs (%) Kuantitas

Garam (g) Air (ml)

1 KI 69 180 100

2 NaCl 75,5 50 100

3 KCl 84 50 100

4 BaCl2 90,3 60 100

5 KNO3 93 50 100

6 K2SO4 97 50 100

c. Penggunaan model persamaan sorpsi isothermis

Model persamaan yang digunakan adalah Hasley, Chan-Clayton, Henderseon, Caurie, Oswin, dan GAB. Untuk menguji ketepatan model-model persamaan sorpsi isothermis tersebut digunakan Mean Relative Determination (MRD) dengan persamaan:

Keterangan:

(31)

d. Uji ketepatan model

Untuk menentukan model persamaan yang paling tepat menggambarkan fenomena sorpsi isothermis dilakukan uni ketepatan model. Hasil dari uji ini adalah nilai MRD (Mean Relatif Determination) untuk masing-masing model. Jika nilai MRD kurang dari 5 (MRD<5) maka kurva yang dihasilkan model tersebut dapat menggambarkan fenomena sorpsi isothermis dengan tepat.

e. Penentuan nilai kemiringan kurva (slope)

Nilai kemiringan kurva sorpsi isothermis (b) ditentukan pada daerah linier dalam kurva. Menurut Labuza (1982), daerah linier untuk menentukan slope kurva sorpsi isothermis diambil kurva regresi dari titik kadar air awal sampai titik kadar air kritis.

f. Penentuan umur simpan cookies

Penentuan umur simpan membutuhkan kadar air, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, kemiringan kurva sorpsi isothermis, serta data variabel pendukung yaitu permeabilitas kemasan, luasan kemasan, dan berat solid perkemasan cookies. Data tersebut kemudian dimasukan kedalam persamaan sbb:

Keterangan:

ts = wakta perkiraan umur simpan (hari)

mt = Kadar air kesetimbangan produk (g H2O/g solid) mi = Kadar air awal produk (g H2O/g solid)

mc= Kadar air kritis produk (g H2O/g solid)

k/x= Konstanta permeabelitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = Luas permukaan kemasan (m2)

Ws= Berat kering produk dalam kemasan (g) Po= Tekanan uap jenuh (mmHg)

b = Kemiringan kurva sorpsi isothermis

2. Penyimpanan cookies

(32)

19

3. Analisis daya terima (hedonik dan mutu hedonik) organoleptik cookies Pengujian organoleptik menggunakan 30 orang panelis, yang terdiri dari uji hedonik (kesukaan) dan mutu hedonik. Pada uji hedonik, panelis diminta untuk memberikan tanggapan pribadi tentang kesan terhadap sifat sensoris sampel, meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, dan keseluruhan cookies. Penilaian dilakukan menggunakan skala garis, yaitu bentuk garis lurus berarah yang diberi skala numerik dengan jarak yang sama. Skala garis terdiri dari angka 1 sampai dengan 9, dengan ketentuan 1 adalah amat sangat tidak suka, 2 adalah sangat tidak suka, 3 adalah tidak suka, 4 adalah suka, 5 adalah biasa, 6 adalah agak suka, 7 adalah suka, 8 adalah sangat suka, dan 9 adalah amat sangat suka.

Pada uji mutu hedonik, panelis diminta memberikan kesan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa sesuai dengan karakteristik cookies. Parameter warna berkisar antara hijau kehitaman hingga putih gading, aroma berkisar antara amat sangat langu hingga amat sangat harum, tekstur berkisar antara amat sangat rapuh hingga amat sangat renyah, rasa berkisar antara amat sangat pahit hingga amat sangat manis. Format lembar pengisian nilai hedonik dan mutu hedonik dapat dilihat pada lampiran 39.

4. Analisis sifat fisikokimia dan kimia

Analisis fisikokima dan kimia yang akan dilakukan dalam penelitian ini yakni analisis:

a. Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH menggunakan pH meter yang telah dikalibarasi dengan menggunakan larutan buffer pH 4 dan pH 7. Sampel yang akan diukur dimasukkan ke dalam sampel sampai mucul nilai yang stabil pada pH meter.

b. Total Asam Tertitrasi (TAT) (Apriyantono et al. 1989)

Total asam tertitrasi diuji dengan cara sampel dihancurkan dengan waring blender lalu encerkan di dalam gelas piala hingga 800 ml aquades. Kemudian larutan di titrasi dengan NaOH 0,01M, indicator fenolftalein 0,01%.

c. Bilangan Thiobarbituric Acid (TBA) Metode Tarladgis (1960)

2-Thiobarbituric acid bereaksi dengan malonaldehid membentuk warna

(33)

larutan ditambahkan dengan pereaksi TBA, didinginkan dan diabsropsi pada 528 nm, dan hitung bilangan TBA.

d. Kadar Peroksidasi Metode Kalorimetri (Apriyantono et al. 1989)

Pengujian secara mikro dengan kalorimetri dapat digunakan untuk penetapan lipid hidroperoksida. Hidroperoksida direaksikan dengan potassium asam iodide dengan katalis asam, dan Iod yang dibebaskan ditetapkan secara kalorimetri. Katalis yang digunakan adalah Alumunium Klorida (AlCl3) dan

alcohol-soluble lewis acid. Penetapan Iod yang dibebaskan dilakukan pada

panjang gelombang 560 nm sesudah penambahan pati dalam larutan HCl 0.01N. kisaran pengukuran cara ini adalah 0.05-0.5 umol Hidroperoksida.

5. Analisis Mikrobiologis

(34)

21

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan dua rancangan percobaan pada dua jenis cookies yakni cookies kontrol dan cookies uji (dengan penambahan torbangun).

Rancangan dari dua jenis cookies tersebut masing-masing menggunakan rancangan yang sama yakni Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL-F) dengan dua faktor perlakuan yaitu kemasan dan waktu penyimpanan. Peubah respon yang dianalisis adalah hasil analisis organoleptik (hedonik dan mutu hedonik), hasil analisis fisikokimia dan kimia (pH, TAT, TBA, dan Kadar Peroksida) dan mikrobiologis (total mikroba). Secara matematis, rancangan penelitian sebagai berikut:

Yijk = μ + Ai + Bj + (AB) ij + εijk

Dimana :

Yijk = peubah respon akibat faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dengan ulangan ke-k

μ = nilai rata-rata perlakuan

Ai = pengaruh perlakuan faktor kemasan pada taraf ke-i

Bj = pengaruh perlakuan faktor waktu penyimpanan pada taraf ke-j AB (ij) = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor kemasan dan taraf ke-j faktor

waktu penyimpanan

εijk = galat perlakuan akibat dua kali ulangan

i = banyaknya taraf pada faktor kemasan (i= polipropilena plastic, metalized plastic)

j = banyaknya taraf pada faktor waktu penyimpanan (j=0,4,8,12 minggu)

k = banyaknya ulangan (k=1)

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari pengujian organoleptik, pengujian fisikokimia dan kimia, serta pengujian mikrobiologi cookies diolah dengan software SPSS 16 for Windows. Hasil pengolahan data kemudian dianalisis

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendugaan Umur Simpan Cookies Berbasis Pati Garut dengan Penambahan Torbangun

Troller (1978) menyatakan bahwa setiap bahan pangan yang mengandung air dapat mengalami kerusakan yang sangat cepat dalam perubahan biologis dan kimia. Sehingga bila perubahan air mempengaruhi mutu pangan maka dengan mengetahui pola penyerapan air dan menetapkan nilai air kritis, umur simpan produk dapat ditentukan (Iskandar et al. 1997). Umur simpan suatu produk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kadar air awal (Mi), kadar air kritis (Mc), dan kadar air kesetimbangan (Me).

Penentuan umur simpan ditentukan pada dua jenis cookies yaitu cookies kontrol dan cookies uji (cookies dengan penambahan torbangun). Hal ini untuk mengetahui pengaruh penambahan torbangun terhadap umur simpannya. Berikut merupakan penentuan umur simpan cookies berbasis pati garut dengan penambahan tepung torbangun:

Penentuan Kadar Air Kritis

Penentuan kadar air kritis dan kadar air awal merupakan parameter pertama yang perlu diukur dalam pendugaan umur simpan. Kadar air kritis adalah nilai kadar air pada kondisi dimana suatu produk pangan mulai tidak bisa diterima oleh konsumen secara organoleptik. Kadar air kritis cookies pada penelitian ini ditentukan berdasarkan uji beda dari kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dengan skor kesukaan panelis dari mutu fisik uji hedonik cookies. Kadar air kritis ditetapkan pada skor kesukaan “tidak suka”, dimana cookies dianggap sudah mulai ditolak oleh konsumen.

Kriteria mutu fisik yang digunakan pada penelitian ini adalah tingkat kerenyahan (tekstur) cookies. Menurut Purnomo (1995), tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk pangan. Terdapat banyak hal yang dapat mempengaruhi tekstur bahan pangan, antara lain rasio kandungan protein-lemak, jenis protein, suhu pengolahan, kadar air serta aktivitas air. Perubahan tekstur dalam bahan pangan dapat terjadi karena kehilangan kelembaban atau lemak, pembentukan atau pemecahan emulsi dan gel, hidrolisis polimer karbohidrat, serta koagulasi atau hidrolisis protein (Fellowss 2000).

(36)

23

sekali dilakukan pengambilan sampel dan diukur tingkat penerimaan kerenyahan oleh panelis. Panelis yang digunakan dalam uji organoleptik air kritis ini adalah panelis terbatas, sebanyak lima orang mahasiswa yang sebelumnya telah diberikan penjelasan tentang kriteria mutu fisik cookies. Cookies telah mencapai titik kritisnya apabila cookies sudah tidak dapat diterima lagi secara hedonik oleh panelis. Sampel dikatakan sudah tidak dapat diterima apabila panelis menyatakan tidak suka (skala 2). Hasil uji statistika menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan cookies berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan (p<0,05). Hasil uji rating hedonik cookies kontrol dalam penentuan kadar air kritis dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Hasil uji rating hedonik dalam penentuan air kritis cookies kontrol Gambar di atas dapat diketahui bahwa cookies kontrol yang disimpan pada RH 75% selama 15 jam sudah tidak dapat diterima secara organoleptik, dimana hasil penilaian rata-rata panelis adalah sebesar 2 (tidak suka). Hal ini berarti setelah disimpan selama 12 jam, cookies sudah mengalami perubahan tekstur menjadi tidak renyah dan mulai tidak disukai panelis. Sampel yang telah disimpan selama 12 jam kemudian diukur kadar airnya yang dianggap sebagai kadar air kritis. Kadar air kritis diukur dengan metode oven biasa, dan didapat yaitu sebesar 6,206% bk. Cookies kontrol memiliki kadar air kritis lebih tinggi dibandingakan dengan cookies uji. Kadar air kritis cookies uji yaitu sebesar 5,820 %bk. Berikut merupakan hasil uji statistika cookies uji.

Pada cookies uji dapat diketahui bahwa cookies yang disimpan pada RH 75% setelah disimpan selama sembilan jam sudah tidak dapat diterima secara organoleptik, dimana hasil penilaian rata-rata panelis adalah sebesar 2 (tidak suka). Hal ini menunjukkan bahwa setelah disimpan selama sembilan jam, cookies sudah mengalami perubahan tekstur menjadi tidak renyah dan sudah

(37)

tidak disukai. Hasil uji rating hedonik cookies uji dalam penentuan kadar air kritis dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Hasil uji rating hedonik dalam penentuan air kritis cookies uji

Penentuan Kadar Air Kesetimbangan

Penentuan kadar air kesetimbangan ditentukan dari berat sampel yang di simpan pada RH tertentu hingga konstan. Semakin tinggi nilai aw antara bahan dan lingkungan, maka semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk mencapai air kesetimbangan. Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan produk cookies kontrol dan cookies uji pada masing-masing RH dapat dilihat pada Tabel

5 berikut.

Tabel 5 Kadar air kesetimbangan pada masing-masing RH

No jenis

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa cookies disimpan kedalam enam chamber dengan lingkungan garam jenuh dengan berbagai RH sehingga didapatakan kadar air kesetimbangan. Kadar air kesetimbangan masing-masing cookies semakin besar sebanding dengan tingginya RH garam. Waktu yang

(38)

25

Pada cookies uji dan cookies kontrol, cookies yang paling cepat mencapai kesetimbangan adalah cookies yang disimpan pada larutan garam jenuh KI. Aktivitas air awal cookies uji sebesar 0,0391, dan cookies kontrol sebesar 0.0368 sedangkan aw lingkungan sebesar 0,69 pada larutan garam jenuh KI. Penyimpanan terlama cookies untuk mencapai kesetimbangan yakni pada aw 0,97 yakni pada larutan garam jenuh K2SO4.

Selama penyimpanan, cookies akan mengalami interaksi dengan lingkungannya. Uap air akan berpindah dari lingkungan ke cookies atau sebaliknya hingga tercapai keadaan yang setimbang. Perpindahan tersebut terjadi karena perbedaan RH lingkungan dengan RH cookies, dimana uap air akan berpindah dari RH tinggi ke RH yang lebih rendah. Cookies dalam keadaan setimbang ditandai dengan bobot yang konstan. Kriteria setimbang menurut Lievonen dan Ross (2002) adalah jika perubahan kadar air (berat) tidak lebih dari 2 mg/g bahan kering pada 3 kali penimbangan berturut-turut dan tidak lebih dari 10 mg/g bahan kering untuk kondisi aw tinggi (diatas aw 0.9). Setelah

kesetimbangan tercapai bahan dikeringkan untuk mengetahui kadar airnya menggunakan oven (AOAC 1999).

Penentuan Kurva Sorpsi Isothermis

Kurva isothermis digunkan untuk menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan kelembaban relatif kesetimbangan tempat penyimpanan atau aktifitas air (aw) pada suhu tertentu. Menurut syarief dan Halid (1992), bentuk kurva sorpsi isothermis adalah khas setiap bahan pangan, namun umumnya berbentuk sigmoid. Berikut merupakan bentuk kurva hasil yang menunjukkan hubungan anatara aw bahan (sumbu y) dan aw ruang penyimpanan (sumbu x). Kurva sorpsi isothermis cookies kontrol dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kurva sorpsi isothermis cookies kontrol

y = 1,1623x - 0,7506

0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00

(39)

Kurva sorpsi isothermis cookies uji dapat dilhat pada Gambar 6.

Gambar 6 Kurva sorpsi isothermis cookies uji

Penentuan Model Sorpsi Isothermis

Menurut Sun (2000), model sorpsi isotermis produk yang tersedia, tidak ada satu pun model yang mampu menggambarkan dengan baik untuk seluruh produk pangan dengan kisaran RH dan suhu yang luas. Ketepatan setiap model tergantung pada kisaran nilai aw dan jenis bahan penyusun produk pangan tersebut. Nilai dari suatu model sorpsi isotermis tergantung pada kemampuannya secara matematis untuk menguraikan sorpsi isotermis dan kemampuan tetapan-tetapan dalam model tersebut untuk menjelaskan fenomena secara teoritis. Model matematika yang dikembangkan pada umumnya tidak dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis dan hanya dapat memprediksi kurva sorpsi isotermis pada salah satu dari ketiga daerah kurva sorpsi isotermis.

Penggunaan model sorpsi isotermis sangat tergantung pada tujuan pemakai misalnya jika ingin mendapatkan kemulusan kurva yang tinggi maka model yang sederhana dan lebih sedikit jumlah tetapannya akan lebih mudah penggunaannya (Labuza 1982). Beberapa model kurva isotermis yang telah dikembangkan menurut Adawiyah (2010) diantaranya adalah model Langmuir yang dibuat pada tahun 1918 dan dimodifikasi menjadi persamaan BET (Braunauer, Emmet dan Teller) pada tahun 1938. Persamaan lain adalah Smith (1947), Oswin (1946), Hasley (1948), Henderson (1952), Chen (1971), GAB ( Guggenheim-Anderson-de Boer)(1981) dan lain-lain. Menurut McLaughli dan Magee (1998) terdapat 23 persamaan yang dapat menjelaskan hubungan antara kadar air dan aw (sorpsi isotermis) bahan pangan.

Model persamaan matematis yang digunakan pada penelitian ini yaitu model Hasley, Chen-Clayton, Henderson, Caurie, dan Oswin. Berdasarkan

y = 1,5395x - 1,039

0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00

(40)

27

penelitian-penelitian terdahulu, kelima model persamaan tersebut mampu menggambarkan kurva sorpsi isothermis pada jangkauan nilai aktivitas air yang luas (Chirife & Iglesias 1978, Isse et al. 1983, Berg & Bruin 1981). Model-model persamaan matematis yang pada awalnya berbentuk non linier, kemudian diubah menjadi bentuk persamaan linier. Nilai-nilai tetapannya dihitung menggunakan metode persamaan kuadrat terkecil. Persamaan model kurva sorpsi isothermis cookies kontrol dan cookies uji dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Persamaan model kurva sorpsi isothermis Model Persamaan Bentuk Linier (y= ax+b)

Cookies kontrol Cookies uji

Hasley log (ln(1/aw))= -1,897-1,436log Me log (ln(1/aw))= -1,776-1,321log Me Chen-C ln(ln(1/aw))=0,470-6,829Me ln(ln(1/aw))=-0,854-4,550Me Henderson log(ln(1/(1-aw)))=-0,004+1,313log

Me

log(ln(1/(1-aw)))=-0,080+0,835log Me

Caurie ln Me = -6,382+5,636aw ln Me = -6,719+6,119aw

Oswin ln Me=-2,808+0,611ln(aw/(1-aw)) ln Me=-2,912+0,698ln(aw/(1-aw))

Persamaan di atas menjadi dasar perhitungan untuk menentukkan kadar air kesetimbangan (Me) masing-masing modal persamaan. Tabel 7 dan 8 menunjukkan kadar air kesetimbangan produk cookies dari model-model persamaan. Gambar pada Lampiran 18 dan 19 menunjukkan kurva sorpsi isotermis model-model persamaan tersebut. Semakin berhimpit antara kurva sorpsi isothermis hasil percobaan dengan kurva sorpsi isotermis model-model persamaan, maka model tersebut semakin tepat menggambarkan fenomena sorpsi isotermis.

Tabel 7 Kadar air kesetimbangan cookies kontrol dari model-model persamaan Aw Kadar Air Kesetimbangan (g H2O/ g solid)

(41)

Uji Ketepatan Model

Uji ketepatan model dapat dilihat dari perbandingan kurva sorpsi isotermis percobaan dengan model-model persamaan sorpsi isotermis memperlihatkan bahwa sebagian besar model sorpsi isotermis dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis dengan tepat. Hasil dari uji ini adalah nilai MRD (Mean Relatif Determination) untuk masing-masing model. MRD merupakan ukuran ketepatan antara kadar air kesetimbangan hasil percobaan dibandingkan dengan kadar air kesetimbangan model persamaan. Jika nilai MRD kurang dari 5 (MRD<5) maka kurva yang dihasilkan model tersebut dapat menggambarkan fenomena sorpsi isotermis dengan tepat. Nilai MRD masing-masing model sorpsi isothermis cookies dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Nilai MRD model persamaan sorpsi isothermis cookies Model Nilai MRD

Cookies kontrol Cookies uji Hasley 5.52 7.32 Chen-clayton 21.14 21.54 Henderson 333.16 341.34 Caurie 27.15 27.25 Oswin 16.42 8.56

Berdasarkan hasil perhitungan MRD dari model-model persamaan, dapat diketahui bahwa tidak ada model yang memiliki nilai MRD kurang dari 5, sehingga dipilih model persamaan dengan nilai 5<MRD<10. Dari kedua cookies digunakan model persamaan yang sama yakni model persamaan yang digunakan adalah model hasley. Nilai MRD dari cookies kontrol sebesar 5,52, sedangkan cookies uji sebesar 7,32. Model Hasley dianggap agak tepat menggambarkan fenomena sorpsi isothermis pada kedua cookies. Hal tersebut terlihat pada gambar pada kurva model Hasley yang memilki tingkat kemulusan yang lebih tinggi dibandingkan dengan model lainnya.

Penentuan Nilai Kemiringan Kurva (slope)

Gambar

Gambar 3 Hasil uji rating hedonik dalam penentuan air kritis cookies kontrol
Tabel 11 Data penentuan umur simpan cookies kontrol dan cookies uji dengan kemasan plastik PP
Gambar 9 Mutu warna cookies pada kemasan plastik PP dan MP
Gambar 10 Mutu aroma cookies pada kemasan plastik PP dan MP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 09/PPBJ/BRG-1/IV.30/I/2013 tanggal 21 Januari 2013 perihal Penetapan Pemenang Pekerjaan Belanja Modal Pengadaan Lampu PJU

Nama Paket : Pengadaan Jasa Pemeliharaan Perangkat Keras Merk SUN ORACLE Dan Software Support Beserta Perangkat Pendukung Lainnya di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea

[r]

Pokja ULPD Kepulauan Riau melaksanakan e-Seleksi Umum untuk paket pekerjaan Konsultan Pengawas Rehabilitasi/ Renovasi Rumah Dinas Bukit Galang secara elektronik

Pola ritmis yang dimainkan oleh gitar pada bagian akhir ini untuk. menggambarkan semangat

Judul Skripsi : PENGARUH AKUNTABILITAS, PENGALAMAN, DAN KOMPETENSI AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi Kasus Pada Kantor Akuntan Publik Provinsi Yogyakarta).. Menyatakan dengan

This quasy experiment research aim to investegated the influence of NHT (Numbered Head Together) Cooperative Learning Model on the students learning outcome of biology on the

Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa (1)Solo Batik Carnival mempunyai potensi wisata yang sangat besar yang dapat menjadi aset wisata di kota Solo(2)