• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.7 Teknik Analisis Data

4. Tingkat suku bunga kredit bank pengukurannya dinyatakan dalam persen

(%).

5. Investasi pengukurannya dinyatakan dalam milyar rupiah.

6. Nilai tukar pengukurannya dinyatakan dalam kurs rupiah terhadap dollar

AS.

7. Capital inflows pengukurannya dinyatakan dalam milyar rupiah.

8. Interest Rate Differentials pengukurannya dinyatakan dalam persen (%).

9. Output gap pengukurannya dinyatakan dalam milyar rupiah. 10. Inflasi yang dinyatakan dalam persen (%).

3.5 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

bersifat kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk runtut

waktu (time series) dengan kurun waktu antara triwulan I tahun 2004 sampai triwulan IV tahun 2011.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

( library research) yang berasal dari publikasi Bank Indonesia berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel, dan laporan-laporan penelitian ilmiah lainnya.

3.7 Teknik Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

ini berbeda dalam bangunan modelnya. Dengan VAR kita hanya perlu

memperhatikan dua hal, yaitu ;

1. Kita tidak perlu menentukan mana yang variabel endogen dan eksogen.

Semua variabel baik endogen maupun eksogen yang dipercaya saling

berhubungan seharusnya dimasukkan di dalam model. VAR yang

dikembangkan oleh Sim mengasumsikan bahwa semua variabel yang

ada di dalam model VAR adalah endogenous.

2. Untuk melihat hubungan antara variabel di dalam VAR kita

membutuhkan sejumlah kelambanan variabel yang ada.

(Widarjono,2007)

Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

persamaan sebagai berikut :

rSBIt =a10+ a11rSBIt-k + a12 rPUABt-k+ a13rDEPt-k+ a14rKRt-k+ a15INVt-k+ a16OGt-k+ a17INFt-k

+ e1t ... (3.1)

rPUABt =a20+ a21rSBIt-k + a22 rPUABt-k+ a23rDEPt-k+ a24rKRt-k+ a25INVt-k+ a26OGt-k+ a27INFt-k

+ e2t ... (3.2)

rDEPt =a30+ a31rSBIt-k + a32 rPUABt-k+ a33rDEPt-k+ a34rKRt-k+ a35INVt-k+ a36OGt-k+ a37INFt-k

+ e3t ... (3.3)

rKRt =a40+ a41rSBIt-k + a42 rPUABt-k+ a43rDEPt-k+ a44rKRt-k+ a45INVt-k+ a46OGt-k+ a47INFt-k

+ e4t ... (3.4)

INVt =a50+ a51rSBIt-k + a52 rPUABt-k+ a53rDEPt-k+ a54rKRt-k+ a55INVt-k+ a56OGt-k+ a57INFt-k

+ e5t ... (3.5)

OGt =a60+ a61rSBIt-k + a62 rPUABt-k+ a63rDEPt-k+ a64rKRt-k+ a65INVt-k+ a66OGt-k+ a67INFt-k

INFt =a70+ a71rSBIt-k + a72 rPUABt-k+ a73rDEPt-k+ a74rKRt-k+ a75INVt-k+ a76OGt-k+ a77INFt-k

+ e7t ... (3.7)

rSBIt =a80+ a81rSBIt-k + a82rIRDt-k+ a83CAPINt-k+ a84NTt-k+ a85EKSt-k+ a86OGt-k+ a87INFt-k

+ e8t ... (3.8)

rIRDt =a90+ a91rSBIt-k + a92rIRDt-k+ a93CAPINt-k+ a94NTt-k+ a95EKSt-k+ a96OGt-k+ a97INFt-k

+ e9t ... (3.9)

CAPINt=a100+ a110rSBIt-k + a102rIRDt-k+ a103CAPINt-k+

a104NTt-k+ a105EKSt-k+ a106OGt-k+

a107INFt-k + e10t ... (3.10)

NTt =a110+ a111rSBIt-k + a112rIRDt-k+ a113CAPINt-k+

a114NTt-k+ a115EKSt-k+ a116OGt-k+

a117INFt-k + e11t ... (3.11)

EKSt =a120+ a121rSBIt-k + a122rIRDt-k+ a123CAPINt-k+

a124NTt-k+ a125EKSt-k+ a126OGt-k+

a127INFt-k + e12t ... (3.12)

OGt =a130+ a131rSBIt-k + a132rIRDt-k+ a133CAPINt-k+

a134NTt-k+ a135EKSt-k+ a136OGt-k+

a137INFt-k + e13t ... (3.13)

INFt =a140+ a141rSBIt-k + a142rIRDt-k+ a143CAPINt-k+

a144NTt-k+ a145EKSt-k+ a146OGt-k+

a147INFt-k + e14t ... (3.14)

Keterangan :

rSBI = tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia

rPUAB = tingkat suku bunga Pasar Uang Antar Bank

rDEP = tingkat suku bunga deposito umum

rKR = tingkat suku bunga bank umum

INV = investasi

IRD = interest rate different

CAPIN = arus modal masuk dari luar negeri

NT = nilai tukar

OG = output gap

INF = inflasi

n = panjang maksimum lag

k = lag

a10,a20,a30,...a140 = konstanta a11,a12,....a147 = koefisien regresi e1,... e14 = error term

3.8.1 Pengujian Stasionaritas

Dalam pengujian stationaritas data dilakukan dengan uji akar unit. Dalam

penelitian ini menggunakan uji akar unit Augmented Dickey Fuller. Untuk mengetahui apakah data stasioner atau tidak, dapat membandingkan antara nilai

statistik ADF dengan nilai kritis statistik Mackinnon. Nilai statistik ADF

ditunujukkan oleh nilai t statistik koefisien γYt-1. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai statistik Mackinnon, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai

statistik Mackinnon maka data tidak stasioner.

Widarjono (2007) menjelaskan bentuk persamaan uji stasioner dengan ADF

dalam persamaan berikut :

ΔΥ=ao+a1+a1T+γYt-1+ β1ΔYt-1+1 +et

dimana :

Y = variabel yang diamati

ΔYt = Yt-Yt-1

a = intercept

T = trend waktu p = panjang lag et = error term

3.8.2 Pengujian Kointegrasi

Dalam pengujian kointegrasi digunakan untuk mengetahui keberadaan

hubungan antar variabel. Pada langkah ini kita akan mengetahui apakah model

kita merupakan VAR tingkat diferensi jika tidak ada kointegrasi dan VECM bila

terdapat kointegrasi.

3.8.3 Penentuan Lag Optimal (Lag Length)

Salah satu dalam permasalahan yang terjadi dalam uji stationeritas adalah

penentuan lag optimal. Haris (1995:65) menjelaskan bahwa jika lag yang digunakan dalam uji stationeritas terlalu sedikit, maka residual dari regresi tidak

akan menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat mengestimasi

actual error secara tepat. Akibatnya, γ dan standar kesalahan tidak diestimasi

secara baik. Namun demikian, jika memasukkan terlalu banyak lag, maka dapat

mengurangi kemampuan untuk menolak H0 karena tambahan parameter yang

terlalu banyak akan mengurangi derajat bebas.

Selanjutnya, untuk mengetahui jumlah lag optimal yang digunakan dalam

dimana :

1 = nilai fungsi log likelihood yang sama jumlahnya dengan

T = jumlah observasi

k = parameter yang diestimasi

Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria informasi

tersebut, kita pilih/tentukan kriteria yang mempunyai final prediction error correction (FPE) atau jumlah dari AIC,SIC, dan HQ yang paling kecil di antara berbagai lag yang diajukan.

3.8.4 Pengujian Kausalitas Granger

Pengujian kausalitas Granger dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam

variabel endogen terdapat hubungan sebab akibat. Dalam uji kausalitas, ada

beberapa keadaan hubungan, yaitu :

1. Kausalitas searah, jika Σαi≠ 0 dan Σγi= 0 atau jika Σγi≠ 0 dan Σαi = 0 2. Kausalitas bilateral (dua arah), jika Σαi≠ 0 dan Σγi ≠ 0

3. Tidak saling berhubungan (independen), jika Σαi = 0 dan Σγi = 0 Ada tidaknya kausalitas ini diuji melalui uji F, dengan rumus

Dimana m adalah jumlah parameter model terbatas dan k adalah jumlah

parameter pada regresi penuh dan n adalah jumlah data (observasi).

Bila nilai Fhitung > Ftabel berarti H0 ditolak yang artinya adanya hubungan

3.8.5 Estimasi VAR

Hal yang juga krusial di dalam estimasi VAR adalah masalah penentuan

panjangnya kelambanan di dalam sistem VAR. Panjangnya kelambanan variabel

yang optimal diperlukan untuk menangkap pengaruh dari setiap variabel terhadap

variabel yang lain di dalam sistem VAR. Penentuan panajngnya kelambanan

optimal ini menggunakan kriteria seperti Akaike Information Criteria (AIC),

Schwartz Information Criteria (SIC). Panjangnya kelambanan yang dipilih berdasarkan pada nilai AIC maupun SIC yang paling minimum dengan

mengambil nilai absolutnya. Dan kriteria penambahannya adalah adjusted R2

sistem VAR. Panjang kelambanan optimal terjadi jika nilai adjusted R2 adalah

yang paling tinggi. (Widarjono, 2007)

Dalam estimasi VAR, model VAR yang digunakan adalah seperti pada

model (3.1) sampai pada model (3.14). Dari hasil estimasi, untuk melihat apakah

ada pengaruh pada variabel, dapat diketahui dengan membandingkan nilai

t-statistik hasil estimasi dengan nilai t-tabel. Jika nilai t-statistik lebih besar dariapada nilai t-tabelnya, maka dapat dikatakan bahwa variabel memiliki pengaruh signifikan.

3.8.6 Impulse Response Function

Di dalam model VAR didapati bahwa adanya kesulitan untuk

menginterpretasikan koefisien, maka dilakukan analisis impulse response. Analisis impulse response ini menjadi bagian yang penting dalam model VAR. Analisis ini melacak respon dari variabel endogen di dalam model VAR, karena

statistik respons terhadap adanya aksi dirumuskan oleh Sims, sebagai sebuah

model linier vektor stokastik x yang diformulasikan sebagai berikut :

xt = As et-s

Dimana et = xt – E(xt xt-1 , xt-2 ), kemudian memilih matrik triangular B, sehingga menghasilkan Bet yakni sebuah kovarian diagonal matriks dan B juga

mempunyai diagonalnya sendiri, oleh karena itu A perlu dipindah menjadi C=AB1

dan e menjadi f=Be, sehingga menjadi :

xt = Cs ft-s

Dari formula di atas koefisien C adalah respons terhadap aksi atau inovasi

(responses to innovations).

3.8.7 Variance Decomposition (Dekomposisi Varian)

Variance decomposition merupakan analisis yang digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi setiap variabel karena adanya perubahan variabel

tertentu di dalam sistem VAR. Varians decomposition menguraikan inovasi pada sebuah variabel endogen terhadap komponen goncangan (shock) dari variabel endogen lainnya.

Berdasarkan persamaan sebelumnya, ditetapkan matriks varian-kovarian

dari xt – E (xt |xt-k’ ,xt -k –1’ ,… ) pada periode k sehingga persamaannya adalah

Vk = Cs Var(ft) C’s

Sehingga nilai Vk inilah yang disebut sebagai dekomposisi varian.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

Mekanisme transmisi kebijakan moneter dimulai dengan paradigma lama

menyatakan bahwa otoritas moneter dapat secara langsung mengendalikan uang

primer, kemudian dengan asumsi bahwa angka pengganda uang cukup stabil dan

dapat diperkirakan dengan baik, maka uang beredar dapat pula dikendalikan.

Selanjutnya, dengan asumsi bahwa income velocity relatif stabil, otoritas moneter melalui pengendalian uang beredar dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi yang

diinginkan sesuai dengan sasaran akhir kebijakan moneter yang ditetapkan.

Otoritas moneter dapat mempengaruhi permintaan agregat melalui

pengendalian uang beredar (M1 dan M2) sebagai sasaran antara dan uang primer

(M0) sebagai sasaran operasional perlu dikaji ulang (Boediono, 1994). Kebijakan

moneter berdasarkan quantity based structure selama masa krisis memang diakui efektif, terutama karena hal itu dapat secara langsung mengatasi sumber

permasalahan kebocoran moneter. Namun ke depan dengan asumsi bahwa

kebocoran moneter tersebut sudah dapat diatasi, pemikiran untuk menggunakan

kerangka kebijakan moneter yang baru perlu terus dilakukan khususnya dengan

mempertimbangkan efektifitas kebijakan moneter dalam mencapai sasaran inflasi.

(Syofriza Syofyan, 2001).

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa hubungan antara uang

reformasi keuangan di Indonesia. Bahkan, yang terjadi adalah justru sebaliknya,

yaitu jumlah uang beredar baik M1 maupun M2 sangat dipengaruhi oleh

perkembangan kegiatan ekonomi, sehingga seakan-akan merupakan arus balik

yang sangat kuat mempengaruhi perkembangan uang primer. Dengan demikian,

paradigma lama yang menyatakan bahwa jumlah atau kuantitas uang beredar

dapat dikendalikan sepenuhnya oleh otoritas moneter menjadi tidak berlaku.

Sudut pandang lama juga yang menyatakan bahwa permintaan agregat dan

kegiatan perekonomian ditentukan oleh pengendalian uang beredar secara

perlahan namun pasti akan berubah haluan sejalan dengan perkembangan sistem

keuangan dan sistem pembayaran yang bekerja lebih efisien didasarkan pada

mekanisme pasar. Semakin berkembangnya peran pasar dalam perekonomian

nampaknya cenderung menyebabkan semakin pentingnya transmisi kebijakan

moneter melalui “harga” uang atau suku bunga. Hal ini juga tidak terlepas dari

semakin majunya sektor keuangan kita dengan berbagai karakteristik seperti

majunya inovasi produk keuangan, proses sekuritisasi, maupun proses decoupling

antara sektor moneter dengan sektor riil. (Sarwono dan Warjiyo, 1998)

Kebijakan moneter, bahwa melalui pendekatan jumlah uang beredar yang

merupakan paradigma lama dianggap kurang efektif untuk dilakukan, sehingga

saat ini yang dilakukan adalah melalui pendekatan penargetan inflasi yang sudah

dimulai pada tahun 2004 oleh Bank Indonesia, yang merupakan sasaran tunggal

kebijakan moneter. Dalam mentransmisikan kebijakan moneter yang tetap

dilakukan di Indonesia adalah pada jalur suku bunga, jalur nilai tukar, jalur

Dokumen terkait