• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

H. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan Uji Normalitas Data

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel independen dan dependen memiliki distribusi normal atau tidak. Uji normalitas akan dilakukan dengan metode Kolmogrov-Smimov dan Shapiro Wilk dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jika angka signifikasi (Sig.) ≥ 0,05, data terdistribusi normal.

b. Jika angka signifikasi (Sig.) < 0,05, data tidak terdistribusi normal.

2. Melakukan Analisis Deskriptif

Analisis Statistik Deskriptif dilakukan untuk menggambarkan karakteristik dari data yang diperoleh. Dari analisis ini, dapat terlihat nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, range, dan standar deviasi dari variabel CSR, Financial Distress, dan Nilai Perusahaan.

3. Menguji Hipotesis

a. Merumuskan hipotesis penelitian

i. Hipotesis antara CSR dan Risiko Kebangkrutan:

1. H01 : tidak terdapat hubungan negatif antara CSR dan financial distress.

2. Ha1 : terdapat hubungan negatif antara CSR dan financial distress.

ii. Hipotesis antara CSR dan Nilai Perusahaan

1. H02 : tidak terdapat hubungan positif antara CSR dan nilai perusahaan.

2. Ha2 : terdapat hubungan positif antara CSR dan nilai perusahaan.

b. Menentukan taraf signifikansi

Taraf signifikansi dalam penelitian ini adalah 5%.

a. Melakukan Uji Korelasi (Uji r)

Uji korelasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan CSR dengan Financial Distress dan Nilai Perusahaan. Jika hubungan antara variabel-variabel tersebut secara parsial signifikan, sampel dapat digeneralisasikan pada populasi di mana sampel diambil atau mencerminkan keadaan populasi, di mana:

1) r hitung ≤ r tabel, maka H0 diterima sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan

2) r hitung > r tabel, maka H0 ditolak sehingga terdapat hubungan yang signifikan.

4. Menarik kesimpulan

Peneliti akan melihat koefisien dari hasil uji r dan menarik kesimpulan. Tingkat kekuatan hubungan antara dua variabel dinyatakan dalam sebuah koefisien korelasi, yang nilainya menempati bilangan real berkisar dari -1 sampai +1.

Koefisien korelasi yang bernilai positif menandakan bahwa dua variabel berhubungan searah, sementara koefisien korelasi negatif menandakan bahwa dua variabel berhubungan terbalik. Koefisien korelasi yang semakin mendekati 1 menunjukkan tingkat hubungan yang semakin kuat, sedangkan koefisien korelasi yang mendekati nol menunjukkan tingkat hubungan yang rendah atau bahkan tidak berhubungan.

31

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Jenis data dari populasi dan sampel pada penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut adalah laporan tahunan perusahaan manufaktur industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018. Berikut kriteria yang telah ditetapkan peneliti untuk mendapatkan populasi sasaran:

Tabel 1. Populasi yang Terpilih Menjadi Sampel

No. Keterangan Pelanggaran

Kriteria Jumlah

1

Jumlah perusahaan manufaktur sektor consumer goods industry yang terdaftar di BEI periode 2015-2018

0 54

2 Laba Bersih Setelah Pajak tidak

mengalami kerugian. (2) 52

3

Perusahaan mengungkapkan CSR Cost atau Expenditure sekurang-kurangnya satu kali pada periode 2015-2018

(32) 20

Yang terpilih menjadi sampel 20 Sumber: data yang diolah (2020)

Jumlah consumer goods industry yang terdaftar di BEI adalah sebanyak 54 perusahaan dari tahun 2015 hingga 2018. Jumlah perusahaan yang tidak mengalami kerugian setelah pajak selama tahun 2015 hingga tahun 2018 adalah sebanyak 52 perusahaan. Dari 52 perusahaan tersebut, 20 di antaranya

mengungkapkan biaya CSR pada laporan tahunan perusahaan. Namun, pengamatan tidak dapat dilakukan pada jumlah maksimal, yaitu 80 sampel (20 perusahaan × 4 tahun pengamatan) karena tidak semua perusahaan mengungkapkan biaya CSR selama 4 tahun berturut-turut. Berikut jumlah pengamatan penelitian berdasarkan tahun pengungkapan biaya CSR:

Tabel 2. Jumlah Pengamatan Penelitian Berdasarkan Adanya Pengungkapan Biaya CSR dalam Setiap Tahun di dalam Laporan Tahunan

No

Tabel 2. Jumlah Pengamatan Penelitian Berdasarkan Adanya Pengungkapan Biaya CSR dalam Setiap Tahun di dalam Laporan Tahunan (lanjutan)

No

Sumber: www.idx.co.id (Data diolah, 2019)

Berdasarkan tabel 4.2, terdapat 71 total pengamatan yang diperoleh dari data pengamatan maksimal yang seharusnya, yaitu sebanyak 80 sampel (20 perusahaan × 4 tahun pengamatan). 9 sampel pada tahun tertentu tidak dapat diperoleh karena data tidak tersedia dalam Laporan Tahunan masing-masing perusahaan.

B. Data Perusahaan

Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya terdapat 20 consumer goods industry yang memiliki data lengkap sesuai dengan kebutuhan penelitian. Nama perusahaan, kode saham, dan tanggal pencatatan yang dapat digunakan menjadi sampel pada penelitian ini yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Data Perusahaan yang Terpilih Menjadi Sampel

No Nama Perusahaan Kode

Emiten Tanggal Pencatatan 1 Akasha Wira International Tbk. ADES 13 Juni 1994 2 Budi Starch & Sweetener Tbk. BUDI 08 Mei 1995 3 PT Chitose Internasional Tbk CINT 27 Juni 2014 4 Darya Varia Laboratoria Tbk DVLA 11 November 1994 5 PT Gudang Garam Tbk GGRM 27 Agustus 1990

11 Kino Indonesia (Persero) Tbk KINO 11 Desember 2014

12 Kalbe Farmasi Tbk KLBF 30 Juli 1991

13 Multi Bintang Indonesia Tbk MLBI 17 Januari 1994 14 Pryidam Farma Tbk PFYA 16 Oktober 2001 15 PT Industri Jamu dan Farmasi

Sido Muncul Tbk SIDO 18 Desember 2013

16 Sekar Bumi Tbk SKBM 05 Januari 1993

17 Tunas Baru Lampung, Tbk TBLA 14 Februari 2000 18 Mandom Indonesia Tbk TCID 02 Juli 1990

19 Ultra Jaya ULTJ 02 Juli 1990

20 Wismilak Inti Makmur Tbk WIIM 18 Desember 2012 Sumber: www.idx.co.id (Data diolah, 2020)

35

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Laporan Tahunan perusahaan manufaktur sektor consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015 – 2018. Data dalam penelitian ini meliputi Corporate Social Responsibility (CSR), financial distress, dan nilai perusahaan. Namun tidak semua consumer goods industry menyajikan data CSR yang diperlukan sehingga teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yang merupakan kelompok dari non probability sampling. Maka dari itu, kriteria-kriteria tertentu digunakan untuk mendapatkan sampel penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Jumlah sampel yang terpilih adalah sebanyak 20 perusahaan dengan total pengamatan sebanyak 71 anggota sampel. Beberapa perusahaan tidak menyajikan data CSR selama 4 tahun berturut-turut sehingga total pengamatan yang seharusnya sebanyak 80 anggota sampel (20 perusahaan × 4 tahun pengamatan) berkurang menjadi 71 anggota sampel. Perusahaan yang tidak menyajikan data CSR secara lengkap dalam periode 2015–2018 adalah PT Akasha Wira International Tbk, PT Chitose Internasional Tbk, PT Darya Varia Laboratoria Tbk, PT HM Sampoerna Tbk, PT Hartadinata Abadi Tbk, dan PT Multi Bintang Indonesia Tbk.

Data CSR yang merupakan variabel independen (X)dalam penelitian ini diukur dengan CSR Expenditure sesuai dengan ketentuan dalam PER-05/MBU/2007 yang mengatur tentang CSR. Sedangkan data financial distress dan nilai perusahaan yang merupakan variabel dependen (Y) diukur menggunakan Altman Z-Score dan Tobin’s Q. Berikut adalah data keseluruhan yang digunakan untuk menguji hipotesis:

Tabel 4. Data Corporate Social Responsibility, Financial Distress, dan Nilai Perusahaan

Tabel 4. Data Corporate Social Responsibility, Financial Distress, dan

2017 0,00327 10,31581 11,52141

2018 0,00226 11,85963 12,05476

PFYA

2015 0,02894 2,66307 0,74184

2016 0,02980 2,91952 1,00902

2017 0,02186 2,94095 0,93146

Tabel 4. Data Corporate Social Responsibility, Financial Distress, dan

Sumber: data sekunder yang diolah (2020).

B. Analisis Data

1. Analisis Statistik Deskriptif Corporate Social Responsibility (CSR) Data CSR dalam penelitian ini diukur dengan rasio pengeluaran CSR atau CSR Expenditure. Hasil data statistik deskriptif untuk CSR dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5. Statistik Deskriptif Corporate Social Resposibility

Keterangan CSRE

N 71

Range 0,68306

Minimum 0,00038

Maximum 0,68344

Mean 0,48238

Standard Deviation 0,11407

Sumber: data sekunder yang diolah, 2020.

Berdasarkan tabel 5, nilai N menunjukkan jumlah data yang akan diteliti, yaitu sebanyak 71 sampel. CSRE sebagai proksi dari CSR memiliki nilai rata-rata sebesar 0,48238 yang berarti bahwa biaya CSR yang dikeluarkan consumer goods industry yang menjadi sampel selama periode 2015-2018 adalah sebanyak 0,48238 atau 4,8238% dari laba bersih masing-masing perusahaan. Nilai range atau jarak data CSR tertinggi dan terendah adalah sebesar 0,68306 dengan nilai tertinggi CSR yaitu sebesar 0,68344 pada tahun 2017 oleh PT Budi Starch & Sweetener Tbk dan nilai terendah CSR adalah sebesar 0,00038 pada tahun 2015 oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk. Standar deviasi sebesar 0,11407 menunjukkan bahwa peningkatan maksimum rata-rata CSR adalah +0,11407 dan

penurunan maksimum rata-rata CSR adalah -0,11407. Dengan kata lain, nilai rata-rata penyimpangan data CSR adalah 0,11407.

2. Analisis Statistik Deskriptif Financial Distress

Data Financial Distress dalam penelitian ini diproksikan dengan Altman Z-Score. Hasil data statistik deskriptif untuk Altman Z-Score dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 6. Statistik Deskriptif Financial Distress

Keterangan Z-Score

N 71

Range 17,45038

Minimum 0,96482

Maximum 18,41520

Mean 5,14302

Standard Deviation 4,28398

Sumber: data sekunder yang diolah, 2020.

Berdasarkan tabel 6, nilai N menunjukkan jumlah data financial distress yang akan diteliti, yaitu sebanyak 71 sampel. Z-Score sebagai proksi dari financial distress memiliki nilai rata-rata sebesar 5,14302 yang berarti bahwa rata-rata Z-Score pada consumer goods industry yang menjadi sampel selama periode 2015-2018 adalah sebesar 5,14302. Nilai range atau jarak data financial distress tertinggi dan terendah adalah sebesar 17,45038 dengan nilai tertinggi financial distress yaitu sebesar 18,41520 pada tahun 2015 oleh PT Industri Jamu & Farmasi Sido Muncul Tbk dan nilai terendah financial distress adalah sebesar 0,96482 pada

tahun 2015 oleh PT Budi Starch & Sweetener Tbk. Standar deviasi sebesar 4,28398 menunjukkan bahwa peningkatan maksimum rata-rata financial distress adalah +4,28398 dan penurunan maksimum rata-rata financial distress adalah -4,28398. Dengan kata lain, nilai rata-rata penyimpangan data financial distress adalah 4,28398.

3. Analisis Statistik Deskriptif Nilai Perusahaan

Data Nilai Perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan Tobin’s Q, yaitu Market Value Equity ditambah dengan Total Debt, lalu dibagi dengan Total Assets. Hasil data statistik deskriptif untuk Tobin’s Q dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 7. Statistik Deskriptif Nilai Perusahaan

Keterangan Tobin’s Q

N 71

Range 11,66373

Minimum 0,39103

Maximum 12,05476

Mean 2,20629

Standard Deviation 2,17639

Sumber: data sekunder yang diolah, 2020.

Berdasarkan tabel 7, nilai N menunjukkan jumlah data nilai perusahaan yang akan diteliti, yaitu sebanyak 71 sampel. Tobin’s Q sebagai proksi dari Nilai Perusahaan memiliki nilai rata-rata sebesar 2,20629 yang berarti bahwa rata-rata Tobin’s Q pada consumer goods industry yang menjadi sampel selama periode 2015-2018 adalah sebesar

2,20629. Nilai range atau jarak data Nilai Perusahaan tertinggi dan terendah adalah sebesar 11,66373 dengan nilai tertinggi yaitu sebesar 12,05476 pada tahun 2018 oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk dan nilai terendah adalah sebesar 0,39103 pada tahun 2018 oleh PT Chitose Internasional Tbk. Standar deviasi sebesar 2,17639 menunjukkan bahwa peningkatan maksimum rata-rata nilai perusahaan adalah +2,17639 dan penurunan maksimum rata-rata nilai perusahaan adalah -2,17639. Dengan kata lain, nilai rata-rata penyimpangan data nilai perusahaan adalah 2,17639.

4. Uji Normalitas

Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan metode penyebaran data uji Kolmogorov-Smirnov (Lilliefors) dan Shapiro-Wilk. Hasil dari pengujian normalitas dengan kedua metode ini adalah sebagai berikut:

Tabel 8. Hasil Uji Normalitas dengan Metode Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro Wilk. signifikansi yang diperoleh dari kedua metode pengujian adalah sebesar

0,000 atau di bawah 0,050. Maka dari itu, pengujian hipotesis akan dilanjutkan dengan uji non-parametrik.

5. Uji Hipotesis

a. Korelasi Spearman Rho (Uji r)

1) Hubungan antara Corporate Social Responsibility dan Financial Distress

Data CSR dan financial distress yang digunakan untuk melakukan uji korelasi spearman rho diproksikan dengan CSRE dan Z-Score. Berikut adalah hasil uji korelasi spearman rho antara CSR dan financial distress:

Tabel 9. Hasil Uji Korelasi Spearman rho antara CSR dan Financial Distress.

Z SCORE CSRE Correlation Coefficient

Sig. (2-tailed) financial distress memiliki nilai sebesar -0,240. Angka tersebut menunjukkan adanya hubungan antara CSR dan financial distress karena r hitung lebih besar dari pada r tabel (r tabel = 0,2335).

Tanda negatif pada koefisien korelasi menandakan bahwa terdapat hubungan negatif antara CSRE dan Z-Score, yang berarti terdapat hubungan positif antara CSR dan financial distress. Z-Score yang

semakin rendah menandakan financial distress yang semakin tinggi atau sebaliknya sehingga dapat dikatakan bahwa ketika biaya CSR tinggi, maka financial distress juga tinggi. Maka dari itu, hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima.

Nilai signifikansi pada tabel 9 juga menunjukkan adanya hubungan antara CSR dan financial distress. Nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,044 di mana angka tersebut berada di bawah 0,050 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara CSR dan financial distress.

2) Hubungan antara Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan

Data CSR dan Nilai Perusahaan yang digunakan untuk melakukan uji korelasi spearman rho diproksikan dengan CSRE dan Tobin’s Q. Hasil dari uji korelasi spearman rho antara keduanya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 10. Hasil Uji Korelasi Spearman rho antara CSR dan Nilai Perusahaan.

TOBIN’S Q CSRE Correlation Coefficient

Sig. (2-tailed)

Berdasarkan tabel 10, koefisien korelasi antara CSR dan nilai perusahaan memiliki nilai sebesar -0,258. Hasil ini menunjukkan adanya hubungan antara CSR dan nilai perusahaan karena r hitung

lebih besar daripada r tabel (r tabel = 0,2335). Tanda negatif pada nilai koefisien korelasi menandakan bahwa terdapat hubungan negatif antara CSR dan nilai perusahaan. Maka dari itu, hipotesis kedua dalam penelitian ini ditolak. Penelitian ini mendukung adanya hubungan positif antara CSR dan nilai perusahaan.

Nilai signifikansi yang diperoleh juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara CSR dan nilai perusahaan, yaitu sebesar 0,030. Nilai signifikansi tersebut berada di bawah 0,050 yang berarti terdapat hubungan antara CSR dan nilai perusahaan. Namun hubungan antara CSR dan nilai perusahaan adalah hubungan negatif sehingga hipotesis kedua dalam penelitian ini ditolak.

C. Hasil Penelitian dan Interpretasi

1. Hubungan antara Corporate Social Responsibility (CSR) dan Financial Distress

Berdasarkan hasil pengujian dan analisis, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara CSR dan financial distress yang ditandai dengan hubungan negatif antara CSRE dan Z-Score. Semakin tinggi CSR, maka potensi perusahaan menuju kondisi financial distress atau potensi kebangkrutan semakin besar dan juga sebaliknya. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima.

Hasil ini mendukung penelitian Goss (2009), Cooper dan Uzun (2018) yang menemukan adanya hubungan positif antara CSR dan financial distress. Ketika perusahaan menuju kondisi financial distress, perusahaan akan melaksanakan CSR yang lebih sebagai daya tarik untuk mendapat dukungan dari stakeholders sehingga perusahaan dapat terus beroperasi dan memiliki kesempatan untuk memperbaiki kondisi keuangannya. Sebaliknya, perusahaan yang mengalami peningkatan kondisi keuangan atau menjauhi kondisi financial distress tidak akan terlalu banyak melakukan kegiatan CSR karena perusahaan sudah mendapat kepercayaan stakeholders yang dapat mendukung keberlangsungan hidup perusahaan. Perusahaan akan menurunkan biaya CSR karena perusahaan yang sehat sudah tercermin dari kinerja keuangannya. Selain itu, CSR yang telah dilakukan pada tahun tertentu tidak semua akan diulang kembali di tahun berikutnya sehingga biaya CSR dapat diturunkan. Teori stakeholders dalam penelitian ini melandasi bahwa mengintegrasikan CSR ke dalam model bisnis dapat meningkatkan keberlanjutan jangka panjang perusahaan.

Masih terdapat perbedaan antara hasil penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Karaibrahimoglu (2010). Ia mengungkapkan bahwa ketika perusahaan berada dalam kondisi financial distress, perusahaan akan menurunkan aktivitas CSR karena perusahaan lebih fokus terhadap pengurangan-pengurangan biaya atau lebih konservatif. Berbeda dengan hasil penelitian ini, perusahaan justru

meningkatkan kinerja CSR ketika kondisi keuangannya semakin mendekati financial distress. Dalam literatur penelitian ini, dijelaskan bahwa CSR dapat dijadikan sebagai “alat” untuk mengatasi isu krisis keuangan (Ansoff dalam Mardikanto, 2014). Dengan melaksanakan CSR, perusahaan akan mendapat kepercayaan dari stakeholders sehingga memiliki kesempatan untuk menghadapi isu keuangan tersebut. Praktik CSR yang berhasil akan efektif dalam menghadapi krisis yang utamanya berhubungan dengan krisis keuangan (financial distress) karena CSR dapat membangun citra perusahaan yang baik sehingga perusahaan dapat terlegitimasi dan terus beroperasi. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai financial distress yang dapat mempengaruhi tindakan perusahaan dalam melaksanakan CSR.

2. Hubungan antara Corporate Social Responsibility (CSR) dan Nilai Perusahaan

Berdasarkan hasil pengujian dan analisis, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara CSR dan Nilai Perusahaan yang ditandai dengan hubungan negatif antara CSRE dan Tobin’s Q. Semakin tinggi biaya CSR yang dikeluarkan, maka semakin rendah nilai perusahaan di mata investor atau pasar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua dalam penelitian ini ditolak walaupun CSR dan nilai perusahaan memiliki hubungan. Penelitian ini mendukung adanya hubungan positif yang antara CSR dan nilai perusahaan.

Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kusumadilaga (2010), Guenster et al. (2011), dan Ghoul et al. (2011) yang berkesimpulan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara CSR dan nilai perusahaan. Mereka berargumen bahwa adanya CSR akan memberikan dampak yang baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kenaikan nilai perusahaan. Sedangkan pada penelitian ini, adanya peningkatan biaya CSR ternyata membuat pasar bereaksi untuk

“mengurangi” ketertarikkannya dalam menanamkan modal atau saham karena peningkatan biaya CSR tersebut berdampak negatif pada pasar.

Dampak negatif tersebut ialah penurunan laba dari per lembar saham yang diterima pemegang saham karena biaya CSR diambil Laba Bersih perusahaan. Signalling Theory mendasari adanya reaksi pasar tersebut dalam mengambil keputusan selanjutnya. Pada penelitian ini, pasar tidak tertarik untuk menanamkan modalnya atau tetap berinvestasi pada suatu perusahaan karena adanya peningkatan biaya CSR yang mengurangi laba yang diterima pemegang saham.

Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu kemungkinan dapat disebabkan oleh pengukuran CSR yang berbeda, di mana penelitian-penelitian terdahulu mengukur CSR menggunakan jumlah pengungkapan aktivitas CSR dalam laporan keberlanjutan atau laporan tahunan perusahaan, sedangkan penelitian ini menggunakan pengeluaran CSR atau CSR Expenditure. Hal ini menunjukkan bahwa investor memiliki pandangan yang berbeda terhadap cara pengungkapan

CSR. Investor lebih tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki citra baik lewat banyaknya aktivtas CSR, namun investor akan mengurangi ketertarikannya ketika perusahaan mengungkapkan biaya CSR dari kegiatan yang dilakukan karena semakin tinggi biaya CSR, maka laba yang diterima pemegang saham semakin menurun. Untuk itu, masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai CSR yang dapat mempengaruhi keputusan investor untuk menanamkan modalnya sehingga dapat mempengaruhi nilai perusahaan.

Penjelasan lain yang dapat diinterpretasikan dari hasil penelitian ini adalah kemungkinan bahwa nilai perusahaan yang berpengaruh terhadap CSR. Ketika nilai perusahaan mengalami penurunan, perusahaan berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan investor melalui pelaksanaan CSR.

Baron (2007) mengatakan bahwa perusahaan dapat melakukan kegiatan CSR sebagai rencana strategis untuk memaksimalkan diri di pasar sehingga pasar akan yakin untuk menanamkan modalnya pada perusahaan yang telah bermanfaat bagi sosial dan lingkungan walaupun mengalami kesulitan keuangan di awal. Ia beragurmen bahwa investor menganggap perusahaan yang tidak menjalankan CSR sebagai perusahaan berisiko tinggi dan perusaahaan dengan rekam jejak CSR yang buruk. Maka dari itu, perusahaan akan melaksanakan CSR yang lebih ketika nilai perusahaan menurun dengan tujuan untuk kembali meningkatkan citra perusahaan yang dapat menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya.

50

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Terdapat hubungan positif antara Corporate Social Responsibility dan Financial Distress. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi biaya CSR yang dikeluarkan, semakin tinggi pula perusahaan memasukki kondisi financial distress atau sebaliknya. Perusahaan akan meningkatkan biaya CSR ketika kondisi keuangan perusahaan memburuk dengan tujuan mendapatkan kepercayaan dari stakeholders sehingga perusahaan dapat tetap melangsungkan kehidupannya dan memiliki kesempatan untuk memperbaiki kondisi keuangannya. Namun perusahaan akan menurunkan biaya CSR ketika kondisi keuangan perusahaan sudah membaik karena perusahaan yang sehat sudah tercermin dari kinerja keuangannya.

2. Terdapat hubungan negatif antara Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi biaya CSR yang dikeluarkan, maka semakin rendah nilai perusahaan bagi investor dan juga sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa ketika perusahaan menaikkan biaya CSR, investor menilai bahwa perusahaan kurang memberikan manfaat bagi investor sehingga mereka kurang tertarik untuk menanamkan modalnya.

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pada penelitian ini, tidak semua perusahaan manufaktur pada sektor consumer goods industry menjadi sampel penelitian karena tidak semua perusahaan mengungkapkan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan CSR.

2. Hasil penelitian ini hanya mewakili consumer goods industry yang listing di Bursa Efek Indonesia sehingga jangkauan penelitian dapat dikatakan kurang luas karena tidak dapat menjangkau perusahaan yang non-listing.

3. Semua data CSR diperoleh dari Laporan Tahunan Perusahaan karena tidak semua perusahaan mengeluarkan Laporan Keberlanjutan untuk mengungkap informasi terkait CSR.

4. Belum ada peraturan dari pemerintah mengenai perhitungan rasio CSRE bagi perusahaan swasta atau non BUMN sehingga penelitian ini menggunakan perhitungan rasio CSRE berdasarkan PER-05/MBU/2007 yang mengatur tentang CSR bagi perusahaan BUMN.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Penelitian selanjutnya dapat memperluas periode pengamatan agar hasil yang diperoleh lebih luas.

2. Penelitian selanjutnya dapat memilih sektor lain yang digunakan sebagai sampel penelitian untuk mengetahui adanya perbedaan hubungan CSR dengan financial distress dan nilai perusahaan di antara sektor-sektor yang ada.

3. Bagi perusahaan, diharapkan biaya CSR tidak dimasukkan ke dalam kategori biaya operasional karena tidak sesuai dengan PER-05/MBU/2007. Dalam peraturan tersebut, dinyatakan bahwa sumber dana CSR adalah Laba Bersih Perusahaan. Jika biaya CSR memang termasuk kategori biaya operasional, diharapkan perusahaan menjelaskannya di dalam Catatan Laporan Keuangan

3. Bagi perusahaan, diharapkan biaya CSR tidak dimasukkan ke dalam kategori biaya operasional karena tidak sesuai dengan PER-05/MBU/2007. Dalam peraturan tersebut, dinyatakan bahwa sumber dana CSR adalah Laba Bersih Perusahaan. Jika biaya CSR memang termasuk kategori biaya operasional, diharapkan perusahaan menjelaskannya di dalam Catatan Laporan Keuangan

Dokumen terkait