BAB III METODE PENELITIAN
3.5 Teknik Analisis Data
3.5.1. Pengukuran Variabel Penelitian
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi skala Likert, yaitu dari 1 sampai 3 (Sugiono, 2002: 70). Adapun penggunaan skala 1 sampai 3 untuk setiap jawaban responden selanjutnya dibagi kedalam tiga kategori yakni:
Setuju (S) diberi skor 3
Kurang Setuju (KS) diberi skor 2
3.5.2 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kuantitatif dengan menggunakan bantuan software SPSS. Selain itu dilakukan pula teknik analisis data kualitatif sebagai pendukung data kuantitatif, dimana jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu metode lebih didasarkan kepada pemberian gambaran yang terperinci.
Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun metode pengujian yang digunakan adalah:
a. Analisis Tabel Frekuensi
Analisis tabel frekuensi merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagi variable kedalam kategori- kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel- tabel frekuensi merupakan langkah awal atau bahan dasar untuk analisis selanjutnya. tabel frekuensi biasanya memuat dua kolom, terdiri dari frekuensi dan presentasi untuk setiap ketegori (Nasruddin, 2008:9).
b. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas adalah suatu uji yang digunakan untuk melihat apakah instrument penelitian memerlukan instrument yang handal dan dapat dipercaya. Reliabilitas dapat diuji dengan melihat Koefisien Alpha dengan melakukan reliability analisis dengan SPSS 20. Jika Alpha Cronbach ≥ 0.6 dikatakan reliable, sebaliknya jika
Alpha Cronbach≤ 0.6 maka dikatakan tidak reliable.
Korelasi Product Moment merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengukur hubungan antara dua variabel, yaitu variabel X (Pengaruh Program
Family Support) terhadap variabel Y (Resiliensi Keluarga Yang Memiliki Anak Autistik). Korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) atau (-). Angka korelasi berkisar antara -1 sampai dengan 1. Jika angka mendekati 1 maka hubungan kedua variabel semakin kuat. Jika korelasi mendekati -1, maka hubungan kedua variabel semakin lemah. Nilai koefisien korelasi sama dengan nol, berarti tidak ada hubungan (Sugiono, 2002: 121). Dalam penelitian ini, korelasi kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis dalam SPSS adalah sebagai berikut:
Tolak H0 jika nilai probabilitas yang dihitung < probabilitas yang ditetapkan sebesar 0.1 (sig. 2-tailed < α 0.1)
Terima Ha jika nilai probabilitas yang dihitung > probabilitas yang ditetapkan sebesar 0.1 (sig.2-tailed > α 0.1)
d. Uji Normalitas
Distribusi normal merupakan salah satu distribusi yang sering digunakan dalam statistik. Distribusi ini sangat penting, karena banyak sekaqli uji statistik yang memerlukan data yang berdistribusi normal. Ciri penting dari distribusi normal adalah:
1. Berbentuk seperti lonceng 2. Simetrik pada nilai tengah μ
3. Sekitar 68% pengamatan berada pada satu standar deviasi dari nilai rata-rata; sekitar 95% pengamatan berada pada dua kali standard deviasi dari
nilai rata-rata; dan hampir semua pengamatan (99.7%) pengamatan berada pada tiga kali standard deviasi dari nilai rata-rata (Sugiono, 2002: 99).
Uji Grafik Histogram
Histogram dari data yang berdistribusi normal ditunjukkan dengan ciri bentuknya yang menyerupai lonceng; oleh karenanya kita dapat memeriksa sebuah histogram (diagram dahan daun) untuk melihat kenormalan data. Apabila data dalam bentuk melengkung keatas seperti lonceng menandakan data berdistribusi normal.
Uji Normalitas P-P Plot
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi berdistribusi normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan analisis grafik yaitu pada normal P-P Plot of Regression Standarizied Residual. Gambar dari hasil uji normalitas tersebut menggunakan
software SPSS akan menunjukkan apakah titik menyebar disekitar garis diagonal, ada yang menyebar diatas garis diagonal dan ada yang menyebar dibawah garis diagonal maka data telah berdistribusi normal.
e. Analisis Regresi Sederhana
Analisis regresi sederhana dilakukan dengan bantuan software SPSS dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat (Sugiono, 2002: 163). Model regresi linier sederhana yaitu: Y = a + bx
Keterangan:
Y = Variabel Resiliensi Keluarga Yang Memiliki Anak Autistik X = Variabel Program Family Support
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
f. Pengujian Hipotesis
Dalam menguji hipotesis, digunakan uji T (uji parsial) dilakukan untuk melihat secara individual pengaruh secara positif dan signifikan dari variabel bebas (variabel independen) yaitu x, terhadap variabel terikat (variabel dependen) yaitu y, dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan, dengan tingkat keyakinan 90% (α = 0.1)
(Cornelius, 2005: 134).
Kriteria Penilaian:
Tolak H0 jika nilai probabilitas (sig < α 0.1) Tolak H0 jika nilai probabilitas (sig > α 0.1).
Selain itu juga dilakukan pembandingan nilai T hitung dan nilai t tabel dengan criteria penerimaan sebagai berikut:
Tolak H0 jika nilai T hitung ≥ t tabel
BAB IV
PROFIL LOKASI PENELITIAN
4.1 Profil Pondok Peduli Autis „Kaya Berkah‟ (PPAKB) Medan
Berawal dari anaknya yang terdiagnosa autistik, Drh.Julina Siregar mendirikan
Pondok Peduli Autis ‗Kaya Berkah‘ (PPAKB), di Jl. Bilal Ujung gg. Mesjid Ar-Ridha
No.38 D Pulo Brayan Darat-I, Kec.Medan Timur. Awalnya wanita yang berprofesi sebagai dokter hewan ini berdomisili di Pematang Siantar, namun beliau tidak menemukan lembaga terapi/sejenisnya yang bisa menangani masalah buah hatinya tersebut. Tidak hanya ketiadaan lembaga terapi, tentunya tidak ada pula lembaga pendidikan formal (sekolah), yang bersedia menerima anak beliau, karena memang permasalahan autisme tersebut masih tergolong hal yang baru bagi masyarakat disana, kala itu.
Berbagai upaya telah dilakukan dokter yang ramah ini, hingga akhirnya beliau memperoleh informasi bahwa ada lembaga terapi bagi anak-anak autistik di kota Tebing Tinggi. Maka perjalanan pulang-pergi (PP) Siantar-Tebing pun sempat beliau tempuh, demi menghantarkan anaknya berobat disana. Namun nyatanya, tak banyak perkembangan berarti yang didapatkannya disana. “Jauh-jauh naik bus kesana, tidak dapat tempat duduk, lambat, belajar hanya dalam kelas, anak dikurung, orang tua tidak tahu apa kegiatan dan terapinya bagaimana. Kalau kita tahu caranya, kan ada pengulangan dirumah dan itu akan menjadi lebih baik,” ujarnya.
Tahun 2002, dokter Julina menerima kabar bahwa di kota Medan ada sekolah yang bersedia menerima siswa autis. Beliau pun memilih untuk pindah ke Medan, meski harus berpisah sejenak dengan sang suami. Namun ternyata, baik guru maupun siswa di sekolah tersebut, tidak sepenuhnya mampu memahami dan menerima kondisi anaknya yang autistik. Maka beliau mengamini pendapat Dr.Welli Budiman bahwa bounding
orang tua lebih dekat dengan anaknya. Dokter Julina menegaskan bahwa “Kalau orang tua bisa kenapa gak orang tuanya yang menangani, walaupun dengan konsekwensi yang besar, harus meluangkan waktu, dan memperluas kesabaran. Karena pada umumnya melalui penanganan langsung dari orang tua, akan berdampak cepat dan lebih baik bagi anak-anak , daripada diterapi oleh orang lain.‖
Lama-kelamaan, banyak seminar dan workshop tentang anak autis. Mengingat bahwa orang tua lebih baik mengurus anaknya, dokter Julina mengorbankan pekerjaan untuk mengikuti workshop dan seminar untuk anaknya. Dengan mempraktekkan pengetahuan yang diperolehnya melalui seminar tersebut, ia membuat sendiri media terapi untuk anaknya dirumah. Banyak perkembangan yang didapatkan anaknya, bisa masuk sekolah formal, hingga kelas III SD, saat itu umur Ahmad Hilmi, anaknya sekitar 7,5 tahun. Semakin tinggi kelasnya guru pun berganti, tidak semua guru bisa menerima anaknya yang akrab dipanggil Ami, bahkan banyak yang memukul karena tidak paham akan kondisinya. Akhirnya Ami pun trauma dengan dunia sekolah, dan untuk sementara ia harus berhenti sekolah dan belajar di rumah.
4.2 Perspektif PPAKB Terhadap Autisme
Autis bukanlah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Kita mengerucutkan dahulu apa hakikat kesembuhan tersebut. Belum ada kriteria yang jelas untuk mengukur kesembuhan anak autis. Menurut Kak Trisno, psikiater kejiwaan, anak autis bisa diterapi, ia tidak mengatakan sembuh, namun Drh.Julina Siregar mempunyai pendapat
yang berbeda, ―Kriteria sembuh menurut saya jika anak sudah mandiri, disiplin,
mengerti aturan sosial, bisa ngomong, mengerti apa yang diperintah, tidak melakukan larangan untuk yang tidak baik utuk tubuhnya, itu menurut saya sudah sembuh.”
Banyak juga yang mengatakan bahwa anak usia anak autis yang bisa diterapi dibawah lima tahun, jika diatas lima tahun sudah terlambat. Hal ini ditentang keras oleh Drh.Julina, ia mengatakan bahwa usaha dan do‘a adalah obat yang paling ampuh. ―Ingat bu, pak, masih ada Allah, ikhtiar dengan sempurna, arahkan dan ajarkan anak, kita juga harus mengorbanan waktu, dana. Allah maha mendengar, Allah tidak buta, pasti Allah memberikan yang terbaik untuk kita.” Ia juga menambahkan bahwa kerjasama antara PPAKB dan keluarga sangat bermanfaat. “Karena tidak ada artinya PPAKB mati-matian melakukan terapi, dirumah tidak diulang hasil terapinya dan tidak dijaga dietnya.” Dokter yang sangat penyayang ini mengingatkan kepada orang tua bahwa jangan dengar vonis yang bisa membuat pesimis.
4.3 Fasilitas di PPAKB
Drh.Julina Siregar memakai rumahnya sebagai pondok yang mengasuh anak autis, hyperactive, down syndrome, lambat belajar, dll. PPAKB ini didirikan atas
motivasi dedikasi & misi sosial, membantu penyandang autis kurang mampu dengan fasilitas mudah, murah, sederhana tetapi menghasilkan efek terapi berkualitas.
Dengan fasilitas rumah yang sederhana, PPAKB memberikan jenis layanan, seperti:
1. Berupa terapi prilaku modifikasi ABA + Floor time yang fleksibel, terstruktur, terarah & terukur, satu anak satu pembimbing.
2. Remedial Therapy (pengulangan & penguatan pelajaran sekolah bagi anak kesulitan belajar).
3. Stimulasi sensori, okupasi & sosialisasi sambil bermain dengan terapis sebaya (anak normal)
4. Terapi senam otak & pijat kesehatan/kecerdasan.
5. Terapi warna, konsultasi diet&suplement perlebahan bagi anak yang membutuhkan.
6. Menyediakan autistic food & media belajar edukasi yang murah.
7. Bimbingan bagi orang tua/pendamping anak agar mudah mengulang terapi di rumah.
Adapun beberapa metode belajar yang diterapkan oleh PPAKB untuk para siswa autistiknya, antara lain:
1. Brain gym, senam otak adalah metode yang diterapkan di PPAKB yang diadopsi dari teori Ibu Cece, yang mendirikan lembaga terapi sendirian dengan 1 asisten dengan dua puluhan macam karakter gangguan anak. Sedangkan anak normal saja bagus mengikuti brain gym, apalagi anak autis. Terinspirasi dari itu, PPAKB menerapkan dengan konsisten Brain Gym, dan hasilnya semua anak yang mendapatkan Brain Gym mendapatkan perkembangan.
2. Patterning, didapatkan dari pelatihan dan membaca buku dr.Domans, dokter yang menangani cidera otak, termasuk anak autis. Metode ini baik untuk anak yang tidak bisa jalan dan motorik lemah. Gerakan ini semacam senam fisik yang dibantu digerakkan para guru PPAKB yang berfungsi untuk membantu perkembangan saraf di otak. Manfaatnya adalah anak lebih respon dengan arahan dan pelajaran, khusus untuk mata pelajaran matematika juga lebih mudah dikuasai anak.
3. Terapi pijat baik untuk semua anak yang memiliki gangguan. Hal ini adalah relaksasi untuk melancarkan peredaran darah. Belajar dari Prof.Hembing Wijayakusuma. Ahli obat-obatan herbal yang banyak menangani autis dengan obat herbal dan pijat. Terapi pijat ini baik ntuk anak-anak yang hyperaktif dan lasak.
4. Sensori integrasi, gabungan dari beberapa sensor ke indera anak. Sederhananya, gerak anak sewaktu bermain, anak normal akan merespon stimulasi dari teman-temannya yang menuntutnya untuk saling berinteraksi. Berbeda dengan anak autis, mereka tidak bisa saling memberikan stimulasi, harus ada bantuan dari
guru dan orang tua. Contohnya saat bermain ayunan, merangkak, meluncur, orang tua dan guru memberikan stimulasi. “Ayo, cepat, lompat, lari, sini..‖
dengan kata lain anak autis harus direcoki.
Aktifitas terapi dilakukan setiap hari senin-jum‘at pukul 08.15 sd 17.00. wib.
Jadwal ini juga bisa disesuaikan dengan kesepakatan antara orang tua dan pihak bimbingan. Biaya terapi juga tidak terlalu menguras kantong, untuk uang pangkal Rp350.000 dan ini dapat dicicil. Untuk terapi Rp35.000 /jam dengan pembayaran sistem paket atau harian sesuai kemampuan orang tua dengan keringanan bagi keluarga kurang mampu. Bahkan bagi keluarga kurang mampu gratis dengan persyaratan membawa kartu keluarga dan surat keterangan miskin dari lurah.
4.4 Tim Pengajar dan Siswa
Jumlah tenaga pengajar yang ada di PPAKB yaitu sebanyak tujuh orang. Mereka berasal dari latar belakang berbeda, baik dari mahasiswi hingga Ibu rumah tangga, yang semuanya telah dibekali pengetahuan dan keterampilan khusus untuk dapat menjadi pengajar bagi anak autistik. Siswa yang aktif di PPAKB saat ini berjumlah 24 anak. Sebanyak 20 anak terdiagnosa mengalami autistik, sedangkan empat anak lainnya mengalami gangguan belajar (dyslexia) dan gangguan bicara. Mereka juga berasal dari daerah yang cukup jauh, ada yang berasal dari Tarutung, Lubuk Pakam, Tanjung Morawa, dll.
4.5 Kondisi Siswa Autistik di PPAKB
Belum ada siswa di PPAKB yang siap dan mampu secara maksimal keluar ke sekolah formal. Namun banyak siswa yang mempunyai perkembangan yang sangat baik, mulai dari yang tidak bisa berbicara hingga mampu berbicara, tidak bisa menerima arahan sekarang sudah bisa disuruh, bisa sholat, bisa membacakan dan menghafalkan surat pendek dari Al-Qur‘an. Prestasi adalah kemajuan yang lebih baik dari sebelumnya.
Lagi-lagi Dokter Julina merasakan hikmah dibalik kondisi ia dan suaminya yang dikaruniai seorang anak autistik, ―Karena anak saya seperti ini, ibadah saya semakin membaik, tidak menunda-nunda waktu untuk beribadah, berbagi dengan orang lain, sedekah, saling membantu sesama.”
Dokter Julina menganggap pemerintah belum maksimal memperhatikan anak autistik. Juli 2009 pertama kalinya pemerintah pernah mengadakan seminar autis yang digagas oleh Ibu Samsul Arifin. Namun tidak ada perhatian yang begitu khusus. Untuk itu dokter Julina dan orang tua dari anak-anak yang autis membentuk Forum P5 (Penulis Pemberdayaan Perempuan dan Anak) untuk memperjuangkan nasib anak autistik yang butuh pendidikan. Forum P5 ini meminta kepada pemerintah agar membuat Undang-Undang yang memberi ruang untuk anak autistik agar bisa membuat sekolah negeri dari pemerintah untuk anak autistik agar biaya sekolahnya tidak mahal seperti lembaga anak autistik swasta lainnya.
Dengan adanya kepedulian terhadap anak-anak autistik, untuk itu dokter Julina meminta agar sekolah formal mau menerima anak autistik di sekolah normal dan hal ini kuatkan oleh Undang-Undang yang memperbolehkannya. Sebab anak autistik juga harus
diperkenalkan di sekolah normal. Anak autis akan percaya diri dan mengeksplorasi dirinya jika diterima, dipuji, diberikan ruang oleh guru, teman dan orang tuanya. Yang perlu kita ketahui adalah bahwa autisme bukanlah penyakit yang menular.
BAB V ANALISIS DATA
5.1 Pengantar
Keluarga yang memiliki anak autistik merasakan stresssor dan strain yang tinggi dalam kehidupan keluarga, sehingga mempengaruhi pola fungsi keluarga. Selain itu, keluarga juga memiliki kecenderungan distress keluarga yang akan mengindikasikan keluarga mengalami maladaptasi. Di sisi lain, keluarga juga memiliki faktor protektif yang dapat meningkatkan ketahanan (resiliensi) keluarga tersebut, yang bisa berasal dari keluarga itu sendiri (family hardiness dan coping-coherence family), atau berasal dari keluarga besar (relative), maupun dari lingkungan sosial seperti teman dan komunitas.
Sadar akan pentingnya keberadaan lingkungan sosial yang mempengaruhi resiliensi keluarga, maka Pondok Peduli Autis ―Kaya Berkah‖ (PPAKB) sebagai salah satu lembaga pendidikan berkebutuhan khusus di kota Medan, menginisiasi sebuah program khusus yang diperuntukan bagi keluarga (khususnya orang tua) dari anak-anak autistik yang menjadi siswa/klien dari lembaga ini. Program tersebut berisi layanan-layanan Family Support yang sangat membantu orang tua dalam mendampingi tumbuh kembang putra/putrinya yang berkebutuhan khusus. Sehingga dapat dilihat bahwa pengaruh dari program Family Support terhadap resiliensi keluarga yang memiliki anak autistik, khususnya di lembaga PPAKB, cukup signifikan dalam memberi dampak positif bagi keluarga yang terlibat dalam program ini. Adapun pengaruh tersebut
selanjutnya dapat dibuktikan melalui hasil olahan data software SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 20, sebagai berikut.
5.2 Analisis Tabel Frekuensi 5.2.1 Karakteristik Responden
Tabel berikut akan memuat data identitas responden, yakni mencakup usia responden, agama, status responden dalam keluarga, dan lama terapi anak.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 5.2.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Usia Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 27 1 5.0 5.0 5.0 31 2 10.0 10.0 15.0 32 1 5.0 5.0 20.0 33 2 10.0 10.0 30.0 34 1 5.0 5.0 35.0 35 3 15.0 15.0 50.0 37 1 5.0 5.0 55.0 38 1 5.0 5.0 60.0 39 1 5.0 5.0 65.0 42 1 5.0 5.0 70.0 43 1 5.0 5.0 75.0 44 2 10.0 10.0 85.0 46 1 5.0 5.0 90.0 48 1 5.0 5.0 95.0
59 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Sumber: Data diolah melalui SPSS.20
Berdasarkan tabel 5.2.1.1 dapat dilihat bahwa rata-rata usia orang tua yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah usia tiga puluh tahunan, yaitu sebanyak 60%. Sedangkan orang tua yang berusia empat puluh tahunan adalah sebanyak 30%. Selebihnya, 10% dari mereka berusia dua puluh dan lima puluh tahunan.
b. Agama Responden
Tabel 5.2.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama
Agama Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid Buddha 3 15.0 15.0 15.0 Islam 15 75.0 75.0 90.0 Kristen 2 10.0 10.0 100.0 Total 20 100.0 100.0
Sumber: Data diolah melalui SPSS.20
Berdasarkan tabel 5.2.1,2 dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden yang mengikuti program Family Support di PPAKB adalah beragama Islam, yaitu sebanyak 75%. Selanjutnya diikuti oleh responden beragama Buddha sebanyak 15% dan Kristen sebanyak 10%.
c. Status Responden Dalam Keluarga
Tabel 5.2.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Dalam Keluarga
Status Responden Dalam Keluarga
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Ayah 2 10.0 10.0 10.0
Ibu 18 90.0 90.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Sumber: Data diolah melalui SPSS.20
Berdasarkan tabel 5.2.1.3 dapat dilihat bahwa mayoritas responden merupakan ibu, yaitu sebanyak 90%, sedangkan ayah hanya sebanyak 10%.
d. Lama Terapi Anak
Tabel 5.2.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Terapi Anak
LamaTerapi Anak
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 1 Thn 12 60.0 60.0 60.0 2 Thn 4 20.0 20.0 80.0 3 Thn 1 5.0 5.0 85.0 4 Thn 3 15.0 15.0 100.0 Total 20 100.0 100.0
Berdasarkan tabel 5.2.1.4 dapat dilihat bahwa orang tua yang terlibat dalam program Family Support, sekurangnya telah menjalankan terapi di PPAKB selama satu tahun, yakni sebanyak 60%. Sedangkan jumlah responden yang anaknya telah diterapi selama dua tahun adalah sebanyak 20%. Sisanya, sebanyak 5% dan 15% dari anak-anak responden yang sudah diterapi selama tiga hingga empat tahun.
5.2.2 Komponen Family Support 5.2.2.1 Dukungan konkret
Tabel 5.2.2.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Persetujuan Tentang Keleluasaan Meminjam/Menggunakan Fasilitas Terapi yang Tersedia di Pondok
Peduli Autis “Kaya Berkah” (PPAKB)
Keleluasaan Peminjaman Fasilitas Terapi di PPAKB
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Kurang Setuju 2 10.0 10.0 10.0
Setuju 18 90.0 90.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Sumber: Data diolah melalui SPSS.20
Berdasarkan tabel 5.2.2.1.1 dapat disimpulkan bahwa para orang tua dari peserta didik PPAKB memiliki keleluasaan dalam memanfaatkan fasilitas terapi yang terdapat di PPAKB. Hal ini ditunjukkan oleh persentase responden yang setuju yaitu sebanyak 90%. Sebagian besar orang tua peserta didik mengaku pernah meminjam alat terapi hingga beberapa hari. Biasanya alat-alat tersebut digunakan mereka untuk mengulangi
terapi yang telah diajarkan oleh guru di rumah masing-masing. Untuk alat-alat sederhana, seperti biji-bijian untuk melatih saraf sensorik anak autistik, para orang tua tidak meminjamnya dari lembaga, namun mencari/mengumpulkannya sendiri. Tentunya berdasarkan panduan dari guru-guru di lembaga PPAKB.
Di samping itu, ternyata masih ada 10% orang tua peserta didik yang tidak mengetahui tentang kemudahan yang diberikan oleh PPAKB tersebut. Penyebabnya adalah karena salah satu dari mereka belum lama bergabung/mengikutsertakan anaknya di PPAKB, sehingga belum sepenuhnya mengetahui kebijakan lembaga. Mereka, para orang tua yang baru bergabung ini, juga mengaku belum terlalu membutuhkan banyak fasilitas untuk mengulang proses terapi anak mereka di rumah, sehingga belum ada kehendak untuk meminjam fasilitas yang disediakan oleh lembaga.
Tabel 5.2.2.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Persetujuan Tentang Pemberian Subsidi/Keringanan Biaya Kursus di PPAKB
Pemberian Subsidi Dalam Membayar Biaya Kursus
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Setuju 20 100.0 100.0 100.0
Sumber: Data diolah melalui SPSS.20
Berdasarkan tabel 5.2.2.1.2 dapat disimpulkan bahwa seluruh (100%) orang tua peserta didik PPAKB menyepakati bahwa lembaga memang sangat membantu mereka dalam meringankan biaya terapi. Kebijakan pemberian subsidi adalah hal yang paling
utama dipertanyakan para orang tua kepada pihak lembaga. Hampir seluruh orang tua peserta didik mengaku bahwa awalnya mereka ragu-ragu untuk mengikutsertakan anaknya di lembaga terapi autistik karena khawatir dengan biaya terapi yang sangat mahal. Namun kekhawatiran mereka hilang karena sejak awal pihak PPAKB sudah mengutarakan tentang kebijakan ini guna meyakinkan orang tua untuk membiarkan anaknya diterapi oleh PPAKB.
Tabel 5.2.2.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Persetujuan Tentang Pembebasan Biaya Bagi Keluarga yang Memiliki Keterbatasan Ekonomi oleh
PPAKB
Pembebasan Biaya Kursus Bagi Keluarga Tidak Mampu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Kurang Setuju 3 15.0 15.0 15.0
Setuju 17 85.0 85.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Sumber: Data diolah melalui SPSS.20
Dari tabel 5.2.2.1.3 dapat diketahui bahwa sebanyak 85% orang tua peserta didik PPAKB menyepakati tentang adanya pembebasan biaya (gratis) terapi bagi anak-anak yang berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi. Kemudahan ini dapat diperoleh tentunya jika keluarga yang dimaksud telah memenuhi beberapa syarat, salah satunya memperroleh surat rekomendasi dari tokoh masyarakat sekitar daerah
domisilinya, yang menyatakan bahwa anak tersebut layak diberikan terapi secara cuma-cuma.
Namun di sisi lain, masih ada 15% orang tua peserta didik yang tidak menyepakati/mengakui adanya kebijakan tersebut. Pasalnya mereka berdalih tidak pernah mendapatkan pembebasan biaya dari pihak lembaga, meskipun mereka merasa termasuk dalam kategori keluarga yang memiliki keterbatasan ekonomi. Menanggapi pernyataan para orang tua yang tidak bersepakat ini, pihak administrasi PPAKB, ibu Aisyah Siregar, mengklarifikasi bahwa orang tua dari peserta didik yang tidak memperoleh pembebasan biaya terapi ini belumlah memenuhi persyaratan yang