BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. Pembahasan
Dalam penelitian ini peneliti terfokus pada nilai moral baik yaitu toleransi dan persahabatan, dan nilai moral buruk yaitu pergaulan bebas dan juga perkelahian antar kelompok. Nilai moral adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk atau benar dan salah pada diri seseorang yang menjadi dasar kehidupan manusia dan masyarakat, dimana manusia merujuk ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif atau negatif.
Nilai moral baik yaitu nilai-nilai yang terkait dengan rekonsiliasi harapan dan tujuan hidup manusia. Dalam implementasinya, Anda bisa melihat dari aturan sosial mana yang baik dan mana yang buruk. Misalnya, tindakan membantu orang lain yang membutuhkan adalah bentuk nilai moral yang baik karena bermanfaat
bagi orang lain dan masyarakat. Nilai moral baik yang pertama yang akan dibahas adalah toleransi.
Pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.
Berdasarkan data 1, adanya toleransi dalam masyarakat merupakan jaminan dimana setiap individu dapat melakukan segala macam kegiatan secara bebas dan bertanggung jawab dengan tidak melanggar nilai-nilai dan norma di masyarakat.
Sekadar mengomentari penampilan seseorang karena berbeda dengan penampilan pada umumnya adalah bukan sebuah bentuk toleransi maka dari itu sangat tidak adil jika mengomentari penampilan seseorang. Selanjutnya, Berdasarkan data 2, toleransi menurut Umar Hasyim (Afrizal, 2017), diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinan atau mengatur hidup dan menentukan nasib sesuai kehendak masing-masing, selama di dalam menjalankan dan menentukan sikap tersebut tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat. Dengan demikian dapat dipahami bahwatoleransi adalah sebuah sikap dengan kebesaran hati untuk menghargai dan menghormati perbedaan keyakinan yang dianut oleh orang lain.
Berdasarkan data 3 dan 4, sesuai dengan pendapatan Nurcholish Madjid (Afrizal, 2017), membedakan penafsiran konsep toleransi menjadi dua macam penafsiran, penafsiran yang pertama adalah penafsiran negatif (negative interpretation of tolerance) yaitu penafsiran yang menyatakan bahwa toleransi mensyaratkan hanya cukup dengan membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain. Sedangkan penafsiran konsep toleransi yang kedua adalah penafsiran positif (positve interpretation of tolerance), yang menyatakan bahwa toleransi membutuhkan lebih dari sekedar membiarkan. Lebih dari itu, toleransi perlu akan adanya pemberian bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang/kelompok lain. Namun, interpretasi positif ini hanya boleh terjadi dalam situasi di mana objek dari toleransi itu tidak tercela secara moral dan merupakan sesuatu yang tak dapat dihapuskan, seperti dalam kasus toleransi rasial.
Berdasarkan data 5 dan 6, Kebebasan adalah keistimewaan yang hakekatnya diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia. Termasuk juga di dalamnya kebebasan untuk berfikir dan mengambil keputusan dalam memilih apa yang disukai dan tidak disukai. Kebebasan tersebut diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sejak manusia dilahirkan sampai ia meninggal tanpa bisa diganti atau direbut oleh orang lain. Berdasarkan data 7 8 sesama perempuan harus saling menghargai apalagi jika berbeda jenis tentunya sudah seharunya saling menjaga dan saling menghormati. Toleransi harus menjadi peran semua orang, dan semua pihak. Tapi perempuan dengan pengalamannya yang paling merasakan dampak dari lunturnya toleransi itu sendiri. Perempuan harus berperan dalam menyuarakan ataupun menularkan kepada masyarakat nilai-nilai toleransi dan
menghargai sesama. Menurut Thomas Warton (Wellek, 2016:110) berusaha membuktikan bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya, baginya sastra adalah gudang adat istiadat, buku sumber sejarah peradaban, terutama sejarah bangkit dan runtuhnya semangat kesatriaan. Penikmat sastra modern dapat memperoleh pengetahuan tentang kebudayaan asing melalui film-film klasik. Sebagai dokumen sosial sastra dipakai untuk menguraikan ikhtisar sejarah sosial.
Berdasarkan data 9 dan 10 dapat dipahami bahwatoleransi adalah sebuah sikap dengan kebesaran hati untuk menghargai dan menghormati perbedaan keyakinan yang dianut oleh orang lain. Menurut Alan Swingewood dan Diana Laurenson mempunyai prinsip untuk mengemukakan tiga perspektif yang kaitannya dengan sosiologi sastra. Pertama, karya sastra dipandang sebagai dokumen sosial. Kedua, pendekatan mengungkap bahwa karya sastra merupakan cerminan dalam kedaan sosial penulisnya. Ketiga, peneliti melacak penerimaan masyarakat suatu karya sastra di waktu tertentu. Dari tiga hal tersebut, sosiologi dapat dijadikan teori untuk melihat keadaan sosial masyarakat dalam hubungannya dengan karya sastra (Alan dan Laurenson dalam Kurniawan, 2011: 4).
Nilai moral baik yang kedua yang akan dibahas adalah persahabatan. Menurut Sarwono (2002), menyatakan bahwa persahabatan adalah teman yang banyak melewatkan waktu bersama-sama, cenderung menyisihkan orang lain dari hubungan mereka dan saling mendukung secara emosional, adanya persahabatan akan lebih akurat dalam menyimpulkan perasaan, pikiran serta kepribadian.
Gouldner dan Symons (Susanti, 2018) membagi persahabatan dalam empat
bentuk, yaitu: hubungan yang di tandai oleh adanya keintiman, kesetiaan, kepercayaan, berbagai pengalaman, dan kesenangan (extra ordinary relationship), hubungan pergaulan yang di dasarkan pada aktivitas yang di lakukan bersama (less intimate relationships of convenience) teman yang diperoleh di tempat kerja (friends made as by- product of paid employment) dan persahabatan antar orang-orang yang memiliki pandangan yang sama dan terlibat bersama-sama dalam suatu organisasi atau pergerakan politik (friendship between those a similar intellectual world new).
Persahabatan adalah hubungan interpersonal yang berlangsung lama dan ditandai oleh adanya saling ketergantungan, kepercayaan, kebersamaan, kedekatan, dukungan emosional dan pertolongan, kesamaan minat dan kegiatan, pengertian kesenangan dan keterlibatan masing-masing individu sebagai pribadi yang utuh secara spontan dan sukarela. Argyle dan Henderson (A‟yun, 2018), memberikan definisi mereka tentang persahabatan. Menurut mereka, persahabatan meliputi orang orang yang saling menyukai, menyenangi kehadirannya satu sama lain, memiliki kesamaan minat dan kegiatan, saling membantu dan memahami, saling mempercayai, menimbulkan rasa nyaman dan saling menyediakan dukungan emosional. Berdasarkan data 1, rasa rindu terhadap sahabat yang sudah lama tidak pernah bertemu sudah sangat sulit untuk ditahan, karena mereka selalu bersama saat sekolah di bangku SMA dulu dan kini sudah lama tidak bertemu kembali. Menghargai satu sama lain lebih pada orang itu sendiri dari pada keuntungan-keuntungan yang di peroleh dari persahabatan itu.
Meskipun memang dari persahabatan ini di peroleh berbagai keuntungan yang
bersifat sekunder, namun sebenarnya timbul persahabatan ini dulu bersumber dari saling menyukai dan saling memelihara hubungan, dan bukan kepada apakah mereka atau ia menguntungkan atau tidak, atau ia dapat bekerja sesuatu yang berarti dan sebagainya.
Berdasarkan data 2, bersahabat karena keunikannya, dan ini sulit digantikan oleh orang lain karena uniknya. Persahabatan tidak begitu saja di putuskan karena telah di tentukannya teman lain yang lebih baik. Persahabatan selalu memperlihatkan adanya keintiman, individualis dan kesetiaan. Selanjutnya berdasarkan data 3 dan 4, biasanya simbol persahabatan diberikan sebuah nama yang menjadi kebanggan bersama, sekaligus menjadi identitas bagi diri mereka yang membedakan dengan kelompok-kelompok persahabatan yang lainnya.
Berdasarkan data 5, menjaga persahabatan agar tetap langgeng adalah sikap kebersamaan dan saling menyayangi. Aspek keintiman dalam sebuah persahabatan merupakan keadaan dimana individu bersikap peka terhadap kebutuhan dan kondisi sahabatnya. Disamping itu, dalam dimensi terdapat kesediaan untuk menerima sahabat apa adanya. Selanjutnya berdasarkan data 6 dan 7, sahabat yang sebenarnya adalah yang tidak saling melupakan walaupun sudah lama terpisah dan sahabat yang saling mengerti untuk meluangkan waktunya satu sama lain. Persahabatan semacam ini mengarah pada penyediaan atau pemberian tuntutan, bantuan, pemberian informasi, saran dan bentuk bantuan lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan sahabatnya. Tujuan penelitian sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan
dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikonstruksikan secara imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar kerangka empirisnya. Karya sastra bukan semata-mata gejala individual, tetapi juga gejala sosial (Ratna, 2003:
11).
Nilai moral selanjutnya yang akan dibahas adalah nilai moral buruk yaitu pergaulan bebas dan perkelahian antar kelompok. Nilai moral buruk yaitu nilai yang buruk dan tidak memenuhi harapan dan tujuan hidup manusia lainnya. Nilai ini berbeda dari tatanan sosial di mana efeknya dapat menyebabkan banyak masalah sosial di masyarakat. Nilai moral buruk yang pertama yang akan dibahas adalah pergaulan bebas.
Munculnya istilah pergaulan bebas seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam peradaban umat manusia. Tapi perlu diketahui bahwa tidak selamanya perkembangan membawa kepada kemajuan. Namun ada dampak negative yang lahir akibat perkembangan itu, salah satunya adalah budaya pergaulan bebas. Istilah pergaulan bebas bukan hal yang tabu lagi dalam kehidupan masyarakat, tanpa melihat jenjang usia kata pergaulan bebas sudah sangat popular, artinya bahwa ketika masyarakat mendengar kata pergaulan bebas maka arah pemikirannya adalah tindakan yang terjadi diluar koridor hukum yang bertentangan, terutama bagi aturan Agama.
Dari segi bahasa pergaulan artinya proses bergaul, sedangkan bebas yaitu lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya sehingga boleh bergerak, berbicara, berbuat dengan leluasa), tidak terikat atau terbatas oleh aturan-aturan.
Pergaulan bebas dalam pemahaman keseharian identik dengan perilaku yang
dapat merusak tatanan nilai dalam masyarakat. Paradigma sosiologi meliputi pendekatan terhadap pengarang, karya sastra, dan pembaca sebagai indivindu masyarakat. Hal ini menunjukkan bahan kajian sosiologi sastra seharusnya secara komprehensif meliputi data-data sosial dan data teks. Selanjutnya, tentu saja, perkembangan sosiologi sastra terus terjadi, dan kecenderungan paradigmanya adalah pada kajian terhadap tiga aspek ini; pengarang, karya sastra, dan pembaca.
Dalam pembahasan paradigma sosiologi sastra ini akan berfokus pada sosilogi sastra-objektif yang fokus kajiannya pada sosiologi karya sastra atau sastra sebagai cermin masyarakat.
Berdasarkan data 1, kemerosotan taraf berpikir umat dan keberpalingan mereka dari pemahaman yang benar, sesungguhnya akibat dari dahsyatnya serangan kebudayaan dari barat kepada kebanyakan orang termasuk remaja. Orang-orang barat telah menguasai cara berpikir dan selera mereka. Mereka telah diperdaya dengan rayuan dan bisikan dari barat bahwa merekalah pusat peradaban dunia sehinggah model pakaian, musik, makanan, minuman dan termasuk cara berpikir menjadi tempat berkiblat generasi muda ini. Selanjutnya berdasarkan data 2 dan 3, pergaulan bebas membawa mereka menjadi tidak terkendali, bahkan sering kali keterlaluan dalam bersikap. Maka dari itu pada usia remaja sangat perlu adanya pendampingan dari orang-orang terdekat agar mereka yang dalam posisi peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa tidak membawa dampak buruk bagi dirinya sendiri. Karena pada masa remaja terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah terutama
fungsi seksual. Perubahan-perubahan fungsi fisik dan psikis ini disebut perkembangan.
Berdasarkan data 4, sulitnya mengontrol diri sendiri menjadi pemicu seseorang bisa terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Dalam hal ini mereka hanya memikirkan diri sendiri, tidak memikirkan orang-orang disekitarnya yang tidak menginginkan dirinya terjerumus kedalam pergaulan bebas. Pergaulan bebas adalah sebuah proses interaksi antara seorang dengan oran lain tanpamengikatkan diri pada aturan-aturan baik undang-undang maupun hukum, agama serta adat kebiasaan. Selanjutnya berdasarkan data 5 dan 6, menjaga persahabatan agar tetap langgeng adalah sikap kebersamaan dan saling menyayangi. Aspek keintiman dalam sebuah persahabatan merupakan keadaan dimana individu bersikap peka terhadap kebutuhan dan kondisi sahabatnya. Disamping itu, dalam dimensi terdapat kesediaan untuk menerima sahabat apa adanya. Karya sastra memiliki acuan sebagaimana ditunjukkan melalui struktur wacana (naratif). Artinya, karya sastra baik sebagai manifestasi individu maupun kelompok, sebagai periode, juga memiliki kemampuan untuk menunjukkan gejala masyarakat pada saat tertentu, pandangan dunia, sistem sosial, dan berbagai bentuk sistem kebudayaan. Bahkan karya sastra juga menampilkan adanya kecenderungan ilmu pengetahuan sebagaimana ditunjukkan melalui fiksi ilmiah (Ratna,2017:108).
Selanjutnya berdasarkan data 7 dan 8, sahabat yang sebenarnya adalah yang tidak saling melupakan walaupun sudah lama terpisah dan sahabat yang saling mengerti untuk meluangkan waktunya satu sama lain. Persahabatan semacam ini mengarah pada penyediaan atau pemberian tuntutan, bantuan, pemberian
informasi, saran dan bentuk bantuan lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan sahabatnya. Berdasarkan data 9 dan 10 menghargai satu sama lain lebih pada orang itu sendiri dari pada keuntungan-keuntungan yang di peroleh dari persahabatan itu. Tujuan penelitian sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikonstruksikan secara imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar kerangka empirisnya. Karya sastra bukan semata-mata gejala individual, tetapi juga gejala sosial (Ratna, 2003: 11).
Nilai moral buruk yang ke dua adalah nilai moral buruk yaitu pergaulan bebas dan perkelahian antar kelompok. Nilai moral buruk yaitu nilai yang buruk dan tidak memenuhi harapan dan tujuan hidup manusia lainnya. Nilai ini berbeda dari tatanan sosial di mana efeknya dapat menyebabkan banyak masalah sosial di masyarakat. Nilai moral buruk yang pertama yang akan dibahas adalah pergaulan bebas. Sosiologi sastra memiliki perkembangan yang cukup pesat sejak penelitian-penelitian yang menggunakan teori struktualisme dianggap mengalami stagnasi. Didorong oleh adanya kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan sama dengan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka karya sastra harus dipahami sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan sistem komunikasi secara keseluruhan. Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam masyarakat sebagi usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dengan demikian, karya sastra dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial, yaitu hubungan manusia dengan keluarga, lingkungan, politik,
negara, ekonomi, dan sebaginya yang juga menjadi urusan sosiologi. Dapat disimpulkan bahwa sosiologi dapat memberi penjelasan yang bermanfaat tentang sastra, dan bahkan dapat dikatakan bahwa tanpa sosiologi, pemahaman tentang sastra belum lengkap (Damono,1979: 1).
Munculnya istilah pergaulan bebas seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam peradaban umat manusia. Tapi perlu diketahui bahwa tidak selamanya perkembangan membawa kepada kemajuan. Namun ada dampak negative yang lahir akibat perkembangan itu, salah satunya adalah budaya pergaulan bebas. Istilah pergaulan bebas bukan hal yang tabu lagi dalam kehidupan masyarakat, tanpa melihat jenjang usia kata pergaulan bebas sudah sangat popular, artinya bahwa ketika masyarakat mendengar kata pergaulan bebas maka arah pemikirannya adalah tindakan yang terjadi diluar koridor hukum yang bertentangan, terutama bagi aturan Agama.
Dari segi bahasa pergaulan artinya proses bergaul, sedangkan bebas yaitu lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya sehingga boleh bergerak, berbicara, berbuat dengan leluasa), tidak terikat atau terbatas oleh aturan-aturan.
Pergaulan bebas dalam pemahaman keseharian identik dengan perilaku yang dapat merusak tatanan nilai dalam masyarakat. Paradigma sosiologi meliputi pendekatan terhadap pengarang, karya sastra, dan pembaca sebagai indivindu masyarakat. Hal ini menunjukkan bahan kajian sosiologi sastra seharusnya secara komprehensif meliputi data-data sosial dan data teks. Selanjutnya, tentu saja, perkembangan sosiologi sastra terus terjadi, dan kecenderungan paradigmanya adalah pada kajian terhadap tiga aspek ini; pengarang, karya sastra, dan pembaca.
Dalam pembahasan paradigma sosiologi sastra ini akan berfokus pada sosilogi sastra-objektif yang fokus kajiannya pada sosiologi karya sastra atau sastra sebagai cermin masyarakat.
Film sebagai bagian dari karya sastra menurut Arsyad (2003: 45) merupakan kumpulan dari beberapa gambar yang berada di dalam frame, di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu menjadi hidup. Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan daya tarik tersendiri.
Berdasarkan data 1, kemerosotan taraf berpikir umat dan keberpalingan mereka dari pemahaman yang benar, sesungguhnya akibat dari dahsyatnya serangan kebudayaan dari barat kepada kebanyakan orang termasuk remaja. Orang-orang barat telah menguasai cara berpikir dan selera mereka. Mereka telah diperdaya dengan rayuan dan bisikan dari barat bahwa merekalah pusat peradaban dunia sehinggah model pakaian, musik, makanan, minuman dan termasuk cara berpikir menjadi tempat berkiblat generasi muda ini. Moral memiliki makna ajaran tentang baik dan buruk suatu perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya Purwadarminta (dalam Zuldafrial, 2014: 30). Penjelasan dari definisi yang telah dikemukakan tersebut, di dalam moral telah diatur segala sesuatu yang bersifat baik dan buruk. Sesuatu yang baik harus dilaksanakan oleh manusia. Begitu pula sebaliknya, segala hal yang buruk harus dihindari. Perbedaan baik dan buruk tersebut akan menjadikan manusia mampu mengendalikan perbuatannya sesuai aturan dalam moral.
Selanjutnya, berdasarkan data 2 dan 3, pergaulan bebas membawa mereka menjadi tidak terkendali, bahkan sering kali keterlaluan dalam bersikap. Maka dari itu pada usia remaja sangat perlu adanya pendampingan dari orang-orang terdekat agar mereka yang dalam posisi peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa tidak membawa dampak buruk bagi dirinya sendiri. Karena pada masa remaja terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah terutama fungsi seksual.
Perubahan-perubahan fungsi fisik dan psikis ini disebut perkembangan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Poespoprodjo (1999: 118), moral dan moralitas didefinisikan sebagai kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Sedangkan moralitas mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia.
Berdasarkan data 4 dan 5, sulitnya mengontrol diri sendiri menjadi pemicu seseorang bisa terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Dalam hal ini mereka hanya memikirkan diri sendiri, tidak memikirkan orang-orang disekitarnya yang tidak menginginkan dirinya terjerumus kedalam pergaulan bebas. Pergaulan bebas adalah sebuah proses interaksi antara seorang dengan oran lain tanpamengikatkan diri pada aturan-aturan baik undang-undang maupun hukum, agama serta adat kebiasaan, seperti halnya dengan apa yang dikemukakan oleh Purwadarminta (dalam Zuldafrial, 2014:30) yaitu moral memiliki makna ajaran tentang baik dan buruk suatu perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya.
Selanjutnya berdasarkan data 6 dan 7 pada kehidupan modern, ada kecenderungan sebagian orang mencari kesenangan melalui beraneka ragam cara, diantaranya
mabuk-mabukkan. Orang yang suka mabuk tidak tahu urusan hukum ataupun akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya.berdasarkan data 8 dapat disimpulkan bahwa mabuk-mabukkan merupakan kebiasaan buruk yang dapat merusak masa depan umat manusia dan menjadi pintu gerbang munculnya berbagai perilaku keji dan mungkar yang dilakukan manusia. Menurut Baskin (2003: 4) film merupakan salah satu bentuk media komunikasi massa dari berbagai macam teknologi dan berbagai unsur-unsur kesenian. Film jelas berbeda dengan seni sastra, seni lukis, atau seni memahat.
Nilai moral buruk yang ke dua yaitu perkelahian antar kelompok.
Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang sangat berkembang pesat belakangan ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan sosial budaya dan kultur bangsa Indonesia. Perubahan pergaulan hidup yang mengakibatkan perubahan pada diri manusia yang terjadi secara lambat maupun cepat dan dapat menyebabkan terjadinya suasana yang harmonis dan disharmonis.
Pengertian konflik didefinisikan sebagai pertentangan yang bersifat langsung dan disadari antara individu-individu atau kelompokkelompok untuk mencapai tujuan yang sama. Hal ini disebabkan pihak lawan dianggap sangat penting dalam mencapai tujuan. Hal ini disebabkan karena dalam konflik orientasi ke arah pihak lebih penting daripada objek yang hendak dicapai dalam kenyataan, karena berkembangnya rasa kebencian yang makin mendalam, maka pencapai tujuan seringkali menjadi sekunder sedangkan pihak lawan yang dihadapi jauh lebih penting.
Sosiologi sastra merupakan kajian yang terfokus pada masalah manusia karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi. Dari pendapat ini tampak bahwa perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra (Endaswara, 2003: 79). Berdasarkan data 1 dan 2 , mereka bersiap untuk melakukan perkelahian tanpa mempertimbangkan orangorang yang disekitarnya atau keluarganya sendiri. Perkelahian antar kelompok seperti ini biasanya muncul karena semakin memudarnya fungsi kekerabatan, di mana kelompok ini timbul karena anggotanya memiliki pekerjaan yang sejenis karena terjadi persaingan untuk mendapatkan mata pencaharian hidup yang sama. Sikap tidak saling menerima keberadaan kelompok selain dari kelompoknya adalah pemicu dalam perkelahian. Perkelahian kelompok merupakan salah satu kejahatan yang sangat sering terjadi di berbagai kota maupun daerah di Indonesia yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.
Berdasarkan data 3 dan 4 saling mengejek adalah sebagai pemicu perkelahian, seperti diketahui bersama bahwa suatu proses penyerangan maupun perkelahian kelompok dengan sendirinya telah direncanakan dan spontanitas, artinya usulan yang ada sifatnya spontanitas kemudian mereka yang telibat maupun melibatkan diri melakukan perencanaan untuk mengadakan penyerangan atau perkelahian dengan kelompok lainnya. Selanjutnya berdasarkan data 5 dan 6, kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan, yang menimbulkan begitu banyak tidak tenang dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakan
atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa, dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
Berdasarkan data 7 dan 8 para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Moral memiliki makna ajaran tentang baik dan buruk suatu perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya Purwadarminta (dalam Zuldafrial, 2014:30). Penjelasan dari definisi yang telah dikemukakan tersebut, di dalam moral telah diatur segala sesuatu yang bersifat baik dan buruk.
Sesuatu yang baik harus dilaksanakan oleh manusia. Begitu pula sebaliknya, segala hal yang buruk harus dihindari. Perbedaan baik dan buruk tersebut akan menjadikan manusia mampu mengendalikan perbuatannya sesuai aturan dalam moral.
Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa remaja seorang remaja akan cenderung membuat sebuah genk yang mana dari pembentukan genk inilah para remaja bebas melakukan apa saja tanpa adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia berada dilingkup kelompok teman sebayanya. Berdasarkan data 9 dan 10, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Keberadaan masyarakat sangat berpengaruh bagi individu-individu yang hidup didalamnya. Sosiologi sastra merupakan kajian yang terfokus pada masalah manusia karena sastra sering mengungkapkan