• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI NILAI MORAL PADA FILM YANG BERJUDUL BEBAS (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "REPRESENTASI NILAI MORAL PADA FILM YANG BERJUDUL BEBAS (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI NILAI MORAL PADA FILM YANG BERJUDUL

“BEBAS”

(KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

NUR AINUN NADHIRA 105331101518

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2022

(2)

Lembar Pengesahan

(3)

Persetujuan Pembimbing

(4)

Surat Pernyataan

(5)

Surat Perjanjian

(6)

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Moto:

Sesekali, jadilah film kartun: dijepit, digilas, bangkit lagi.

Ubah pikiranmu dan kau dapat mengubah duniamu.

Persembahan:

Kupersembahkan hidupku untuk terus belajar demi kedua orang tua, keluarga dan orang-orang yang menyayangiku.

v

(7)

ABSTRAK

Ainun. 2022. Representasi Nilai Moral Pada Film Yang Berjudul “Bebas”

(Kajian Sosiologi Sastra). Skripsi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Haslinda dan Pembimbing II Syekh Adi Wijaya Latief.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan representasi nilai moral dalam film yang berjudul “Bebas” dengan menggunakan kajian sosiologi sastra.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini ialah semua yang berupa bunyi bahasa, kata, kalimat, paragraf, dan wacana pada film “Bebas”

yang berkaitan tentang representasi nilai moral pada film “Bebas” menggunakan kajian sosiologi sastra. Sumber data dalam penelitian ini ialah Film “Bebas” yang berdurasi 1 jam 59 menit.

Hasil penelitian menunjukan bahwa representasi nilai moral terbagi atas dua yaitu nilai moral baik sebanyak 20 data, dan nilai moral buruk sebanyak 20 data.

Nilai moral baik yaitu toleransi sebanyak 10 data, begitupun dengan persahabatan sebanyak 10 data. Nilai moral buruk yaitu pergaulan bebas sebanyak 8 data, dan perkelahian antar kelompok sebanyak 12 data.

Adapun representasi nilai moral menunjukan bahwa keberadaan masyarakat sangat berpengaruh bagi individu-individu yang hidup di dalamnya. Sangat jelas bahwa setiap individu tidak mungkin hidup tanpa bergaul di masyarakat. Selain itu juga banyak hal yang dapat diperoleh dari kehidupan bermasyarakat.

Bersosialisasi adalah inti utama kehidupan masyarakat bagi individu-individu yang ingin berkembang.

Kata Kunci: Representasi, Nilai moral, Film.

vi

(8)

KATA PENGANTAR

ب س ــ ــ ــ م ا لل ـ ه ا ل ر ح ـ م ن ا ل ر ح يـ ـ ــ م

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Tiada kata terindah yang patut diucapkan oleh peneliti selain puji syukur yang sebesar-besarnya hanya kepada Allah Subhanahu Wata‟ala yang telah melimpahkan nikmat kesehatan, kesabaran, kekuatan serta ilmu pengetahuan kepada hamba-Nya. Atas perkenaanya sehingga peneliti dapat menyesaikan dan mempersembahkan proposal skripsi ini, bukti dari perjuangan yang Panjang dan jawaban atas do‟a dan senantiasa mengalir dari orang-orang terkasih. Sholawat serta salam “Allahumma Sholli Ala Sayyidina Muhammad” juga peneliti sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. Sang pejuang sejati yang telah membawa kita dari tidak tahu menjadi tahu.

Proposal skripsi dengan judul “Representasi Nilai Moral Pada Film Yang Berjudul “Bebas” (Kajian Sosiologi Sastra), sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana ilmu Pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Makassar. Penulis menyadari bahwa mulai dari awal hingga akhir proses pembuatan proposal skripsi ini bukanlah hal yang mudah. Ada banyak rintangan, hambatan dan cobaan yang selalu menyertai. Hanya dengan ketekunan, kerja cerdas, dan ikhlas sehingga membuat penulis termotivasi dalam menyelesaikan proposal skripsi ini. Juga dengan adanya berbagai bantuan baik berupa moril dan materil dari berbagi pihak sehinggah mempermudah penyelesaiaan penulisan proposal skripsi ini. Yang telah melahirkan, membesarkan

vii

(9)

dan mendidik dengan sepenuh hati dalam buaian kasih sayang kepada penulis. Doa, restu, nasihat, dan petunjuk dari mereka merupakan dorongan moril yang efektif sehingga penulis bersemangat dan semakin termotivasi dalam proses penyelesaian penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Haslinda, S.Pd., M.Pd Pembimbing 1 (satu) dan Syech Adi Wijaya Latief, S.Pd., M.Pd pembimbing 2 (dua) yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis proposal skripsi penulis. Terima kasih kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Prof. Dr.H. Ambo Asse, M,ag, yang telah memberikan fasilitas perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Makassar. Terima kasih kepada Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph. D. Serta para wakil Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Ketua program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia prof. Dr. Munirah, M.Pd dan sekertaris Program Studi Bahasa Dan Sastra Indonesia Dr. Paida, S.Pd., M.Pd.

beserta seluruh staffnya.

Teman-teman dan sahabat-sahabat khususnya di kelas BSI-A 018 yang selama ini sudah seperti saudara yang memberikan banyak kebahagiaan yang luar biasa dan selalu membersamai baik suka maupun duka. Serta kedua orang tua ayahanda Hasbullah dan ibunda Dewi, serta sahabat, teman-teman berbagai pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dengan ikhlas dalam hal yang berhubungan dengan penyelesaian studi penulis.

viii

(10)

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Aamiin.

Makassar, Juni 2022

Penulis

ix

(11)

DAFTAR ISI SAMPUL

LEMBAR PENGESAHAN……… i

PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii

SURAT PERNYATAAN……… iii

SURAT PERJANJIAN………... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN……… v

ABSTRAK………... vi

KATA PENGANTAR……… viii

DAFTAR ISI……… x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Istilah ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KajianPustaka ... 8

1. Penelitian yang Relevan ... 8

2. Landasan Teori ... 11

B. Kerangka Pikir ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 35

B. Data dan Sumber Data ... 36

C. Teknik Pengumpulan Data ... 36

D. Teknik Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38

B. Pembahasan ... 61

x

(12)

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ... 78 B. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

xi

(13)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Film adalah media komunikasi yang berbentuk audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang. Film memberikan gambaran sebuah peristiwa komunikasi yang dapat menyajikan realitas objek.

Realitas objek yang digambarkan dalam film dapat dimaknai dengan memperhatikan simbol atau tanda pada setiap atau adegan tertentu berdasarkan subjektifitas masing-masing individu.

Film adalah hasil cipta karya seni yang memiliki berbagai unsur seni untuk melengkapi kebutuhan yang bersifat spiritual. Sehingga, dalam pembuatan film, harus melalui proses pemikiran dan proses teknis, berupa pencarian ide dan gagasan cerita. Sedangkan proses teknisnya berupa keterampilan artistik untuk mewujudkan segala ide, gagasan atau cerita agar menjadi film yang siap ditonton.

Perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Proyeksi film Indonesia pertama muncul pada masa kolonial, yang mana film-film tersebut terbatas hanya dapat ditonton oleh orang-orang Eropa dan Amerika. Film ini pun kebanyakan adalah film dokumenter mengenai kehidupan warga lokal Indonesia dan keindahan alam, selain itu film-film panjang banyak diimpor dari Prancis dan Amerika Serikat. Salah satu contoh film dokumenter yang tayang pada 1919 adalah Onze Oost atau Timur Milik Kita. Sempat menjadi

1

(14)

raja di negara sendiri pada tahun 1980-an, dekade tersebut merupakan puncak pencapaian dalam popularitas industri setelah periode kemerdekaan, terutama ketika film Indonesia merajai bioskop-bioskop lokal.

Pada tahun 90-an yang membuat perfilman Indonesia semakin jeblok membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus orang dewasa. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negara sendiri. Film-film dari Hollywood dan Hong Kong telah merebut posisi tersebut. Hal tersebut berlangsung sampai pada awal abad baru, muncul film Petualangan Sherina, Riri Riza dan Mira Lesmana yang berada di belakang layar berhasil membuat film ini menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia.

Film “Bebas” merupakan adaptasi dari film Korea Selatan yang berjudul

“Sunny”, film Sunny sukses meraup lebih dari 7 juta penonton pada tahun 2011. Film Bebas disutradai oleh Riri Riza, diproduseri Mira Lesmana, Penulis naskah Ginatri S Noer dan Mira Lesmana, diproduksi oleh Miles Films; CJ Entertainment. Indonesia adalah negara keempat yang membuat ulang film

“Sunny”, sebelumnya negara lain yang juga membuat ulang ialah Jepang, Vietnam, dan Amerika Serikat. Judul film “bebas” terinspirasi dari lagu yang berjudul Bebas oleh Iwa K. Mira Lesmana menyebutkan alasannya adalah lagu itu mewakili gambaran suasana yang sama dengan film ini yang berlatar pada tahun 1990-an, yaitu pada tahun 1995.

(15)

Film “bebas” merupakan film drama komedi Indonesia yang rilis pada 3 Oktober 2019 berdurasi 1 jam 59 menit. Menceritakan tentang Vina (Maizura), seorang remaja SMA yang berasal dari Jawa Barat, baru saja pindah ke SMA bergengsi di ibu kota Jakarta. Pada hari pertama di sekolah, Vina ditertawakan karena logat bicaranya dan juga diintimidasi oleh seorang siswa cowok.

Beruntung, Vina dibantu beradaptasi oleh empat cewek dan seorang cowok yang disegani di sekolah. Ada Kris (Sheryl Sheinafia) sang pemimpin, Jessica (Agatha Pricilla) yang lucu, Ghina (Zulfa Maharani) yang pemberani, Suci (Lutesha) yang cantik dan misterius, serta Jojo (Baskara Mahendra) satu- satunya cowok dalam pertemanan mereka.

Film “Bebas” adalah film seputar reuni penuh nostalgia dari 6 sahabat yang tak hanya mengundang riuh tawa, tetapi juga air mata. Selain persahabatan, toleransi dan saling membantu, pada film “Bebas” juga banyak adegan yang memperlihatkan tentang perkelahian antar kelompok dan juga pergaulan bebas.

Film “Bebas” ditinjau dari sosiologi sastra dapat dikatakan bahwa sosiologi berusaha menjawab pernyataan mengenai bagaimana cara kerjanya dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Ilmu-ilmu yang terlibat dalam sosiologi sastra adalah sastra dan sosiologi. Sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dan masyarakat. Sosiologi menelaah mengenai bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang. Sedangkan sastra adalah suatu kegiatan yang kreatif dari sebuah karya sastra sendiri menjadikan bahasa sebagai mediumnya.

(16)

Sosiologi sastra tidak terlepas dari manusia dan masyarakat yang bertumpu pada karya sastra sebagai objek yang dibicarakan. Sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga perspektif, pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya.

Kedua, perspektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang.

Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.

Perspektif sosiologi sastra yang membagi dua arah, yaitu sastra merupakan sebuah cermin proses sosial belaka dan mengutamakan teks sebagai bahan kajian. Berbagai faktor sosial disiapkan untuk melihat sastra. Sebaliknya, kajian teks dalam perspektif sosiologis, tetap memperhatikan unsur intrinsik.

Sastra dalam pandangan sosiologis akan merefleksikan sebuah fenomena sosial.

Sosiologi sastra membedah film “Bebas” dengan mengkaji isi, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Kajian pada sosiologi sastra tidak melihat karya sastra secara keseluruhan. Kajian sosiologi sastra hanya tertarik pada isi sastra, yaitu unsur-unsur yang berkaitan dengan sosio-budaya yang terdapat dalam karya sastra.

Nilai moral adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk atau benar dan salah pada diri seseorang yang menjadi dasar kehidupan

(17)

manusia dan masyarakat, dimana manusia merujuk ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif atau negatif.

Dalam menjalani kehidupan, manusia diarahkan oleh dua macam pedoman moral. Pertama, pedoman objektif yaitu dari luar dirinya yang disebut norma yang menggariskan mana yang baik dan mana yang buruk menurut pandangan kelompok atau masyarakat. Kedua, pedoman subjektif adalah yang datang dari dalam dirinya yaitu suara hati atau nurani yaitu yang menggariskan mana yang baik dan mana yang buruk menurut pandangan masing-masing pokok pembicaraan baik norma maupun hati nurani mempunyai arah yang sama, yaitu memberi pedoman atau petunjuk ke arah perilaku yang baik, yaitu sesuai dengan hakikat manusia.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, pada film

“Bebas” peneliti menemukan adanya nilai moral yang terkandung dalam isi cerita. Penulis sangat tertarik untuk memilih film “Bebas” sebagai objek penelitian untuk mengkaji tentang nilai moral pada film “Bebas” karna banyak nilai moral baik dan nilai moral buruk yang terdapat pada film “Bebas”

misalnya nilai moral baik yaitu toleransi dan persahabatan, dan nilai moral buruk yaitu pergaulan bebas dan juga perkelahian antar kelompok. Sehingga penulis memilih judul “Representasi nilai moral pada film yang berjudul

„Bebas‟ (Kajian Sosiologi Sastra)”. Meskipun sebelumnya sudah ada beberapa yang melakukan penelitian dengan memilih film “Bebas” sebagai objek penelitiannya, namun belum ada yang membahas secara khusus mengenai nilai moral baik dan moral buruk menggunakan kajian sosiologi sastra. Maka dari

(18)

itu penelitian ini akan menjadi penyempurna dari penelitian-penelitian sebelumnya. Alasan penulis memilih film “Bebas” ini yaitu ingin menyampaikan bahwa ada begitu banyak pesan yang mencerminkan bagaimana ikatan toleransi dan persahabatan, namun ada tawuran atau perkelahian antar kelompok yang menjadi sisi negatif yang tidak berfaedah dan tidak patut dicontoh oleh anak remaja saat ini.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, yang menjadi fokus pada penelitian ini yaitu representasi nilai moral baik dan moral buruk yang terdapat pada film yang berjudul “Bebas”.

C. Tujuan Penelitian

Pada hakikatnya tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai moral baik dan moral buruk yang terdapat pada film yang berjudul

“Bebas”.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

(19)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan, menjadi bahan kajian, serta wawasan kepada pembaca mengenai nilai moral yang terkandung pada film yang berjudul “Bebas.”

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan pemahaman kepada penikmat karya sastra mengenai nilai moral yang terdapat pada film yang berjudul “Bebas.”

b. Penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan atau perbandingan bagi mahasiswa atau pihak lain yang akan melakukan penelitian sejenis.

E. Definisi Istilah

Untuk menghindari kesalahan memahami judul penelitian, maka penulis sangat perlu menjelaskan apa yang dimaksud:

1. Representasi adalah sebuah produksi konsep makna dalam pikiran melalui bahasa.

2. Nilai moral adalah suatu nilai yang berkaitan dengan perbuatan baik atau buruk yang menjadi pedoman kehidupan manusia secara umum.

3. Film adalah karya cipta seni yang merupakan media komunikasi massa yang bersifat audio visual untuk menyampaikan pesan kepada penontonnya.

4. Sosiologi sastra merupakan pendekatan sastra berupa studi objektif dan ilmiah tentang manusia dan masyarakat.

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka

1. Penelitian Relevan

Dalam sebuah penelitian, agar mempunyai orientasi perlu adanya penelitian yang relevan. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian- penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu digunakan sebagai tolak ukur dan juga bahan acuan peneliti untuk menulis dan meneliti sesuatu. Kegunaan penelitian relevan dalam penelitian ini diantaranya untuk mencari persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian penulis.

Penelitian pertama dilakukan oleh Muhammad Rizky Novianto (2020) menyatakan bahwa hasil dari penelitian ini adalah pesan kekeluargaan dalam film Bebas termasuk sedikit sekali, hanya beberapa scene saja. Namun pesan kekeluargaan yang ada pada film Bebas sangatlah terterap di kehidupan nyata.

Karena pada scene yang dibicarakan beberapa masyarakat yakni pada scene dimana Vina (tokoh utama) membantu temannya yang kesusahan. Dalam scene tersebutlah persepsi masyarakat akhirnya menerapkan bahwa adanya pesan kekeluargaan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada objek film yang dipilih yaitu film “Bebas”. Perbedaannya yaitu penelitian ini mengkaji pesan kekeluargaan pada film “Bebas” sedangkan penelitian penulis mengkaji nilai moral baik dan moral buruk pada film “Bebas”. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Husna Nur Amalina (2020). Hasil penelitian yang

8

(21)

didapatkan oleh peneliti bahwa persahabatan dalam film Bebas direpresentasikan dalam lima nilai-nilai persahabatan, yaitu berguna dan kebermanfaatan (utility) dengan memberikan bantuan tanpa pamrih mengharapkan imbalan, penguatan (affirmation) dapat membuat sahabatnya berfikir positif dan termotivasi, dukungan emosional (ego support) dapat membentuk kepedulian satu sama lain dan dapat menyelesaikan masalah dalam diri, dorongan (stimulations) dapat menjadikan pribadi lebih percaya diri dan tidak merasa kesepian, dan yang terakhir keamanan (security) dengan memberikan rasa aman apabila berada di dekat sahabat. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu mengkaji representasi persahabatan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada pendekatan yang digunakan, pendekatan yang digunakan pada penelitian ini Semiotika Ferdinand De Saussure, sedangkan pendekatan penelitian penulis menggunakan Sosiologi sastra.

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Syarifah Aini (2020) menyatakan bahwa hasil dari penelitiannya adalah film Bebas mengandung ragam bahasa yang mencakup variasi bahasa segi penutur. Adapun bahasa yang dipakai dalam film Bebas yaitu idiolek, dialek, kronelek, dan sosiolek. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu metode yang digunakan metode deskriptif kualitatif. Perbedaannya terletak pada variabel penelitian, variabel atau yang menjadi titik perhatian pada penelitian ini analisis ragam bahasa pada film “Bebas” sedangkan penelitian penulis yaitu nilai moral pada film

“Bebas”.

(22)

Penelitian keempat yang dilakukan oleh Putri Habibah (2020). Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah pada penuangan makna remaja perempuan dalam film Bebas secara konotatif Vina akhirnya mengubah penampilannya mulai dari gaya rambut, gaya berpakaian, dan juga gaya berbicara dan sebagainya, agar bisa diterima dalam status sosial dan pertemanan di sekolah barunya tersebut. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada topik, yaitu mengkaji film “Bebas”. Perbedaannya yaitu pada pendekatan yang digunakan, penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika, sedangkan penelitian penulis menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

Penelitian kelima yang dilakukan oleh Muhammad Farhan Fachrezzy (2021) menyatakan bahwa hasil pada penelitiannya adalah representasi homoseksual dalam film “Bebas” digambarkan secara runut, mulai dari sifat- sifatnya terlebih dahulu hingga gambaran secara langsung. Makna denotasi yang terdapat dalam film “Bebas” menggambarkan Jojo sebagai seorang karakter feminim dan menjaga penampilannya baik ketika remaja maupun dewasa. Begitupun mitos yang terdapat dalam film “Bebas” menunjukkan bahwa tidak mudah menjadi bagian dari komunitas homoseksual dikarenakan adanya pergulatan batin maupun penolakan dari masyarakat. Persamaan pada penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu pada judul mengkaji film

“Bebas”. Perbedaannya terletak pada pembahasan masalah dan yaitu penelitian ini mengkaji secret homosexual sedangkan penelitian penulis yaitu nilai moral.

(23)

2. Landasan Teori

a. Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari dua kata yaitu sosiologi dan sastra. Sosiologi berawal dari kata sos (Yunani), yang artinya bersama-sama, bersatu, berkawan, logis berarti sabda perumpamaan, perkataan. Sastra awalan dari kata sas (Sansekerta) yang berarti mengarahkan memberi petunjuk dan mengajarkan, akhiran tra berarti alat atau sarana. Merujuk dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa subjek sosiologi sastra yaitu manusia atau masyarakat.

Sosiologi sastra merupakan alat atau pendekatan untuk menilai perilaku yang berhubungan dengan manusia atau makhluk sosial untuk mengapresiasi sebuah karya yang dilihat dari asepek sosial kehidupan masyarakat.

Sosiologi sastra merupakan kajian yang terfokus pada masalah manusia karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi. Dari pendapat ini tampak bahwa perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra (Endaswara, 2003: 79).

Sosiologi sastra dapat meneliti sastra sekurang-kurangnya melalui tiga perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisis sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, perspektif biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarang. Perspektif ini berhubungan dengan life history seorang pengarang dan latar belakang

(24)

sosialnya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis masyarakat terhadap teks sastra.

Paradigma sosiologi meliputi pendekatan terhadap pengarang, karya sastra, dan pembaca sebagai indivindu masyarakat. Hal ini menunjukkan bahan kajian sosiologi sastra seharusnya secara komprehensif meliputi data-data sosial dan data teks. Selanjutnya, tentu saja, perkembangan sosiologi sastra terus terjadi, dan kecenderungan paradigmanya adalah pada kajian terhadap tiga aspek ini; pengarang, karya sastra, dan pembaca. Dalam pembahasan paradigma sosiologi sastra ini akan berfokus pada sosilogi sastra-objektif yang fokus kajiannya pada sosiologi karya sastra atau sastra sebagai cermin masyarakat.

Berbagai faktor sosial disiapkan untuk melihat sastra. Sebaliknya, kajian teks dalam prespektif sosiologis, tetap memperhatikan unsur instrinsik. Unsur pembangun sastra itu dipahami, untuk mengungkapkan faktor-faktor sosial (di luar sastra). Unsur pembangun sastra itu telah dipikirkan oleh sastrawan, dinarasikan, diekspresikan sesuai dengan keadaan sosial. Sastra dalam pandangan sosiologis, mau tidak mau akan merefleksikan sebuah fenomena sosial. Fenomena tersebut menjadi pijakan analisis data.

Sosiologi sastra memiliki perkembangan yang cukup pesat sejak penelitian-penelitian yang menggunakan teori struktualisme dianggap mengalami stagnasi. Didorong oleh adanya kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan sama dengan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka karya

(25)

sastra harus dipahami sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan sistem komunikasi secara keseluruhan. Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam masyarakat sebagi usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dengan demikian, karya sastra dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial, yaitu hubungan manusia dengan keluarga, lingkungan, politik, negara, ekonomi, dan sebaginya yang juga menjadi urusan sosiologi. Dapat disimpulkan bahwa sosiologi dapat memberi penjelasan yang bermanfaat tentang sastra, dan bahkan dapat dikatakan bahwa tanpa sosiologi, pemahaman tentang sastra belum lengkap (Damono,1979: 1).

Menurut (Nadira & Leila, 2012) merumuskan pendekatan kajian sosiologi sastra ada tiga macam antara lain: 1). Konteks sosial pengarang, konteks ini melatarbelakangi proses sosial sastra dalam masyarakat kaitannya dengan masyarakat pembaca, 2). Sastra sebagai bentuk realitas sosial, yaitu sampai sejauh mana sastra memengaruhi kehidupan masyarakat secara menyeluruh dengan segala aspek 3). Fungsi sosial sastra, dalam hal ini sastra ditelaah sampai sejauh mana nilai sastra dengan nilai sosial dan sampai sejauh mana sastra berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus pendidikan bagi masyarakat pembaca.

Tujuan penelitian sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikonstruksikan secara imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar

(26)

kerangka empirisnya. Karya sastra bukan semata-mata gejala individual, tetapi juga gejala sosial (Ratna, 2003: 11).

Alan Swingewood, sebagai tokoh yang muncul pasca era Marx dan Engels berpendapat bahwa pada tahapan dasar, sosiologi dan karya sastra mengemukakan ikhtisar yang sama. Sosiologi adalah studi obyektif manusia dalam masyarakat, institusi, dan proses sosial yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan pola kerjanya.

Alan Swingewood dan Diana Laurenson mempunyai prinsip untuk mengemukakan tiga perspektif yang kaitannya dengan sosiologi sastra.

Pertama, karya sastra dipandang sebagai dokumen sosial. Kedua, pendekatan mengungkap bahwa karya sastra merupakan cerminan dalam kedaan sosial penulisnya. Ketiga, peneliti melacak penerimaan masyarakat suatu karya sastra di waktu tertentu. Dari tiga hal tersebut, sosiologi dapat dijadikan teori untuk melihat keadaan sosial masyarakat dalam hubungannya dengan karya sastra (Alan dan Laurenson dalam Kurniawan, 2011: 4).

Sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan.

Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.

(27)

Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.

b. Film

1. Pengertian Film

Film adalah media audio visual yang mampu menarik minat masyarakat dunia untuk tidak hanya sekadar menikmati hiburan, menyentuh emosional, dan membuat peka, akan tetapi film akan mampu mengimplementasikan kebudayaan-kebudayaan di Indonesia. Film identik dengan televisi. Pengertian televisi ini tak lepas dari tayangan media komunikasi masyarakat, yang memberikan berbagai informasi disertai dengan gambar dan suara. Televisi dan film menjadi satu kesatuan yang sulit terpisahkan karena film memperlihatkan hasil kemajuan teknologi juga.

Menurut Arsyad (2003: 45) film merupakan kumpulan dari beberapa gambar yang berada di dalam frame, di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu menjadi hidup. Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan daya tarik tersendiri. Lain halnya menurut Baskin (2003: 4) film

(28)

merupakan salah satu bentuk media komunikasi massa dari berbagai macam teknologi dan berbagai unsur-unsur kesenian. Film jelas berbeda dengan seni sastra, seni lukis, atau seni memahat.

Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1992 tentang perfilman, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan lainnya.

2. Jenis-Jenis Film

Pada perkembangannya, film dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter, dan film kartun (Effendy, 2003: 210). Berikut adalah jenis-jenis film:

a) Film Cerita

Film yang diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Pada umumnya film cerita bersifat komersial artinya, dipertunjukkan di bioskop dengan harga karcis tertentu atau diputar di televisi dengan dukungan sponsor produk tertentu. Misalnya, film horor, drama, fiksi, ilmiah, komedi, laga, musikal dan lain-lain.

(29)

b) Film Non Cerita

Film non cerita merupakan kategori film yang mengambil kisah nyata sebagai subjeknya atau merekam kenyataan dari pada fiksi tentang kenyataan.

c) Film Faktual

Film faktual adalah film yang menampilkan fakta, kamera hanya sekadar merekam peristiwa. Biasanya dalam bentuk sebagai film cerita dan film dokumentasi.

d) Film Dokumenter

Sarana yang tepat untuk mengungkapkan realitas, menstimulasi perubahan, dengan kata lain menunjukkan realitas kepada masyarakat secara normal. Film dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa dan lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau otentik. Film dokumenter juga tidak memiliki tokoh antagonis maupun protagonis.

e) Film Eksperimental

Film eksperimental merupakan jenis film yang sangat berbeda dengan dua jenis film lainnya. Film eksperimental tidak memiliki plot namun tetap memiliki struktur. Strukturnya sangat dipengaruhi oleh insting subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin mereka. Film-film eksperimental umumnya berbentuk abstrak dan tidak mudah dipahami. Hal ini

(30)

disebabkan karena mereka menggunakan simbol-simbol personal yang mereka ciptakan sendiri.

f) Film Kartun

Film kartun pada awalnya memang dibuat untuk konsumsi anak-anak, namun dalam perkembangannya kini film yang menyulap gambar lukisan menjadi hidup itu telah diminati semua kalangan termasuk orang tua. Titik berat pembuatan film kartun adalah seni lukis, dan setiap lukisan memerlukan ketelitian. Satu per satu dilukis dengan saksama untuk kemudian dipotret satu per satu pula. Apabila rangkaian lukisan itu setiap detiknya diputar dalam proyektor film, maka lukisan-lukisan itu menjadi hidup. (Effendy, 2003: 216).

3. Unsur-Unsur Pembentuk Film

Film merupakan hasil karya bersama atau hasil kerja kolektif. Dengan kata lain, proses pembuatan film pasti melibatkan kerja sejumlah unsur atau profesi.

Unsur-unsur yang dominan di dalam proses pembuatan film antaralain:

produser, sutradara, penulis skenario, penata kamera (kameramen), penata artistik, penata musik, editor, pengisi dan penata suara, aktor-aktris (bintang film). Berikut ini adalah unsur-unsur dalam sebuah film:

a) Produser

Unsur paling utama (tertinggi) dalam suatu tim kerja produksi atau pembuatan film adalah produser. Karena produserlah yang menyandang atau mempersiapkan dana yang dipergunakan untuk pembiayaan produksi film.

(31)

Produser merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap berbagai hal yang diperlukan dalam proses pembuatan film. Selain dana, ide atau gagasan, produser juga harus menyediakan naskah yang akan difilmkan, serta sejumlah hal lainnya yang diperlukan dalam kaitan proses produksi film.

b) Sutradara

Sutradara merupakan pihak atau orang yang paling bertanggungjawab terhadap proses pembuatan film di luar hal-hal yang berkaitan dengan dana dan properti lainnya. Karena itu biasanya sutradara menempati posisi sebagai

“orang penting kedua” di dalam suatu tim kerja produksi film. Di dalam proses pembuatan film, sutradara bertugas mengarahkan seluruh alur dan proses pemindahan suatu cerita atau informasi dari naskah skenario ke dalam aktivitas produksi.

c) Penulis Skenario

Skenario film adalah naskah cerita film yang ditulis dengan berpegang pada standar atau aturan-aturan tertentu. Skenario atau naskah cerita film itu ditulis dengan tekanan yang lebih mengutamakan visualisasi dari sebuah situasi atau peristiwa melalui adegan demi adegan yang jelas pengungkapannya. Jadi, penulis skenario film adalah seseorang yang menulis naskah cerita yang akan difilmkan. Naskah skenario yang ditulis penulis skenario itulah yang kemudian digarap atau diwujudkan sutradara menjadi sebuah karya film.

(32)

d) Penata Kamera (Kameramen)

Penata kamera atau popular juga dengan sebutan kameramen adalah seseorang yang bertanggungjawab dalam proses perekaman (pengambilan) gambar di dalam kerja pembuatan film. Karena itu, seorang penata kamera atau kameramen dituntut untuk mampu menghadirkan cerita yang menarik, mempesona dan menyentuh emosi penonton melalui gambar demi gambar yang direkamnya di dalam kamera. Di dalam tim kerja produksi film, penata kemera memimpin departemen kamera.

e) Penata Artistik

Penata artistik (art director) adalah seseorang yang bertugas untuk menampilkan cita rasa artistik pada sebuah film yang diproduksi. Sebelum suatu cerita divisualisasikan ke dalam film, penata artistik setelah terlebih dulu mendapat penjelasan dari sutradara untuk membuat gambaran kasar adegan demi adegan di dalam sketsa, baik secara hitam putih maupun berwarna. Tugas seorang penata artistik di antaranya menyediakan sejumlah sarana seperti lingkungan kejadian, tata rias, tata pakaian, perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan para pemeran film dan lainnya.

f) Penata Musik

Penata musik adalah seseorang yang bertugas atau bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pengisian suara musik tersebut. Seorang penata musik dituntut tidak hanya sekadar menguasai musik, tetapi juga harus memiliki

(33)

kemampuan atau kepekaan dalam mencerna cerita atau pesan yang disampaikan oleh film.

g) Editor

Baik atau tidaknya sebuah film yang diproduksi akhirnya akan ditentukan pula oleh seorang editor yang bertugas mengedit gambar demi gambar dalam film tersebut. Jadi, editor adalah seseorang yang bertugas atau bertanggungjawab dalam proses pengeditan gambar.

h) Pengisi dan Penata Suara

Pengisi suara adalah seseorang yang bertugas mengisi suara pemeran atau pemain film. Jadi, tidak semua pemeran film menggunakan suaranya sendiri dalam berdialog di film. Penata suara adalah seseorang atau pihak yang bertanggungjawab dalam menentukan baik atau tidaknya hasil suara yang terekam dalam sebuah film. Di dalam tim kerja produksi film, penata suara bertanggungjawab memimpin departemen suara.

i) Bintang Film

Bintang film atau pemeran film dan biasa juga disebut aktor dan aktris adalah mereka yang memerankan atau membintangi sebuah film yang diproduksi dengan memerankan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita film tersebut sesuai skenario yang ada. Keberhasilan sebuah film tidak bisa lepas dari keberhasilan para aktor dan aktris dalam memerankan tokoh-tokoh yang diperankan sesuai dengan tuntutan skenario (cerita film), terutama dalam

(34)

menampilkan watak dan karakter tokoh-tokohnya. Pemeran dalam sebuah film terbagi atas dua, yaitu pemeran utama (tokoh utama) dan pemeran pembantu (figuran).

4. Manfaat Film

a) Informatif, Edukatif, bahkan Persuasif

Suatu film berbasis cerita rakyat akan memuat unsur informatif, edukatif bahkan persuasif jika digarap seoptimal mungkin dengan kerjasama berbagai pihak. Informatif berarti akan diperoleh berbagai macam informasi bermakna akan suatu hal.

Informasi ini akan memperkuat pengetahuan masyarakat mengenai kondisi lingkungan, kekayaan alam dan budaya Indonesia maupun lebih mengenal negara mereka sendiri. Edukatif, berarti mangandung makna pembelajaran, baik pembelajaran dalam peningkatan kualitas hidup, pembangunan karakter diri (self-character building) hingga dalam menjalani kehidupan sosial dengan masyarakat.

Dan yang terakhir persuasif yang bermakna ajakan bagi masyarakat yang menonton film agar menyadari begitu penting dalam menjaga kekayaan alam dan budaya negara sendiri. Film persuasif ini banyak dipergunakan oleh pemerintah atau lembaga pemerintah dalam mengajak para penonton untuk mengikuti apa yang dilakukan dalam adegan tersebut.

(35)

b) Media Ekpresi dan Pengembangan Seni

Disini lah keahlian seni dan artistik manusia diolah dan dieksplor sedemikian rupa sehingga menghasilkan karya-karya yang mengandung makna dan berkualitas tinggi. Dalam pembuatan film, penemuan kreatifitas, pengembangan ide cerita tanpa menggeser esensi / makna kehidupan yang terkandung dalam film.

c) Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Animo para penggiat seni atau yang lebih dikenal dengan sebutan seniman maupun sineas akan lebih termotivasi dalam berdedikasi untuk penciptaan karya berbasis cerita rakyat. Selain itu, akan tercipta pemberdayaan terhadap sumber daya manusia yang terlibat dalam pembuatan karya film ini.

d) Peningkatan Kualitas Industri Perfilman

Industri perfilman merupakan salah satu industri kreatif yang bernilai jual tinggi di era modern ini. Pengoptimalan produksi, distribusi, maupun kualitas film nasional yang tinggi dapat menunjang devisa suatu negara. Devisa ini tak lain untuk menimgkatkan kesejahteraan masyarakat secara bersama-sama.

c. Film “Bebas”

Film “Bebas” merupakan adaptasi film Korea Selatan berjudul Sunny.

disutradarai oleh Riri Riza, diproduseri oleh Mira Lesmana, Gina S Noer dan Mira Lesmana sebagai penulis naskah, dan diproduksi oleh Miles Films; CJ Entertainment. Dalam versi Indonesia, latar waktu akan berada pada era 90-an,

(36)

yatu pada tahun 1995. Sedangkan pada versi Sunny Korea Selatan, latar waktu pada tahun 1987-an. Perbedaan Bebas dengan Sunny yang lain terletak pada komposisi para pemain utama. Dalam Sunny satu geng berisi enam perempuan, dalam versi Bebas, ada satu laki-laki dan lima perempuan. Film “Bebas” rilis pada 3 Oktober 2019, film “Sunny” rilis pada 4 Mei 2011. Masa produksi film

“Bebas” memakan waktu sekitar satu tahun. Enam bulan diantaranya sebagai waktu latihan para pemain.

Film “Bebas” menceritakan tentang pertemanan sejak masa SMA.

Awalnya Vina (Maizura) sekolah di salah satu SMA di kota Sumedang, Jawa Barat. Karena beberapa hal, Vina pindah sekolah menuju ibukota Jakarta. Paha hari pertamanya, Vina menjadi bahan lelucon teman sekelasnya karena logat bicaranya. Dia juga mendapat intimidasi dari salah satu cowok di kelas.

Untungnya ada sekelompok geng sekolah yang menolong Vina. Anggota geng bernama Bebas ini yaitu Kris (Sheryl Sheinafia) sang pemimpin, Jessica (Agatha Pricilla) yang lucu dan terobsesi akan kecantikan, Gina (Zulfa Maharani) anak terkaya di grup, Suci (Lutesha) perempuan cantik dan misterius, serta Jojo (Baskara Mahendra) cowok satu-satunya.

Selain menolong, geng ini juga memasukkan Vina menjadi anggotanya.

Pertemanan itu membuat Vina cukup cepat dalam beradaptasi di sekolah.

Sayangnya, beberapa insiden setelah itu yang membuat mereka harus terpisah.

Puluhan tahun kemudian, Vina dewasa (Marsha Timothy) tanpa sengaja bertemu dengan Kris (Susan Bachtiar) di Rumah sakit. Kris mengidap penyakit

(37)

kanker stadium akhir yang mmebuat hidupnya divonis tidak akan lama.

Keadaan itu membuat Kris meminta tolong kepada Vina untuk mengumpulkan kembali gang masa sekolahnya. Dia ingin bertemu untuk terkakhir kalinya bersama teman-temannya.

d. Representasi

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya. Konsep representasi bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negosiasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru, intinya adalah makna tidak inheren dalam sesuatu di dunia ini, ia selalu dikonstruksikan, diproduksi, lewat proses representasi. Ia adalah hasil dari praktek penandaan, praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu (Juliastuti, 2000: 1).

Menurut Stuart Hall (1997: 15) representasi adalah sebuah produksi konsep makna dalam pikiran melalui bahasa. Ini adalah hubungan antara konsep dan bahasa yang menggambarkan obyek, orang, atau bahkan peristiwa nyata ke dalam obyek, orang, maupun peristiwa fiksi. Representasi dapat dikatakan sebagaimana kita menggunakan bahasa dalam menggunakan atau menyampaikan sesuatu dangan penuh arti kepada orang lain.

(38)

Maka representasi dapat dikatakan memiliki dua proses utama, yaitu, pertama adalah representasi mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada dikepala kita masing-masing (peta konseptual). Bentuknya masih berupa sesuatu yang tidak dapat diberikan pengambaran yang masih berupa sesuatu yang tidak dapat diberikan pengambaran yang detail, melainkan betuk abstrak, kedua representasi bahasa, proses ini termasuk proses yang sangat penting karena konsep lanjutan dari adanya peta konseptual yang lahir di masing – masing diri. Dari abstak yang ada, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa yang sering kita gunakan sehari- hari, maka dari situ lahirlah penggambaran sesuatu yang dimaksud melalui tanda, symbol, ataupun makna gambar. Jalinan atau dua penjabaran ini dapat dikatakan sebagaimana bentuk sederhana dari adanya representasi.

Representasi adalah proses bagaimana kita memberi makna pada sesuatu melalui bahasa. Untuk mempresentasikan sesuatu adalah untuk menggambarkan atau melukisnya, untuk “memanggilnya” ke dalam pikiran kita dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan atau membayangkan;

untuk terlebih dahulu menempatkan persamaan ke dalam pikiran kita atau perasaan kita. Untuk mempresentasikan juga berarti menyimbolkan, untuk mewakili, menjadi contoh, atau menjadi pengganti dari sesuatu (Hall, 1997:

19).

Konsep “representasi” dalam studi media massa, termasuk film, bisa dilihat dari beberapa aspek bergantung sifat kajiannya. Studi media yang melihat bagaimana wacana berkembang didalamnya, biasanya dapat ditemukan

(39)

dalam studi wacana kritis pemberitaan media. Memahami representasi sebagai konsep “menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan” (Eriyanto, 2001: 113).

e. Nilai Moral

1. Pengertian Nilai Moral

Nilai moral adalah suatu nilai yang menjadi standar baik atau buruk. Moral sendiri memiliki makna (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya.

Moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.

Moral memiliki makna ajaran tentang baik dan buruk suatu perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya Purwadarminta (dalam Zuldafrial, 2014: 30). Penjelasan dari definisi yang telah dikemukakan tersebut, di dalam moral telah diatur segala sesuatu yang bersifat baik dan buruk.

Sesuatu yang baik harus dilaksanakan oleh manusia. Begitu pula sebaliknya,

(40)

segala hal yang buruk harus dihindari. Perbedaan baik dan buruk tersebut akan menjadikan manusia mampu mengendalikan perbuatannya sesuai aturan dalam moral.

Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca sebagai makna yang terkandung dalam karya sastra, dan makna yang disaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang sederhana. Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik (Kenny dalam Nurgiyantoro, 2005).

Menurut Poespoprodjo (1999: 118), moral dan moralitas didefinisikan sebagai kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Sedangkan moralitas mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia.

Moral memiliki makna ajaran tentang baik dan buruk suatu perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya Purwadarminta (dalam Zuldafrial, 2014:30). Penjelasan dari definisi yang telah dikemukakan tersebut, di dalam moral telah diatur segala sesuatu yang bersifat baik dan buruk.

Sesuatu yang baik harus dilaksanakan oleh manusia. Begitu pula sebaliknya,

(41)

segala hal yang buruk harus dihindari. Perbedaan baik dan buruk tersebut akan menjadikan manusia mampu mengendalikan perbuatannya sesuai aturan dalam moral.

Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif dalam pandangan manusia lainnya.

Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu. Tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit.

2. Jenis-Jenis Nilai Moral

a) Nilai Moral Baik

Nilai moral baik yaitu nilai-nilai yang terkait dengan rekonsiliasi harapan dan tujuan hidup manusia. Dalam implementasinya, Anda bisa melihat dari aturan sosial mana yang baik dan mana yang buruk. Misalnya, tindakan membantu orang lain yang membutuhkan adalah bentuk nilai moral yang baik karena bermanfaat bagi orang lain dan masyarakat.

b) Nilai Moral Buruk

Nilai moral buruk yaitu nilai yang buruk dan tidak memenuhi harapan dan tujuan hidup manusia lainnya. Nilai ini berbeda dari tatanan sosial di mana efeknya dapat menyebabkan banyak masalah sosial di masyarakat. Misalnya,

(42)

mencuri atau merusak adalah bentuk moralitas yang buruk karena merugikan orang lain.

c) Nilai Moral dalam Kehidupan

(1) Keagamaan atau Religius

Sikap dan perilaku patuh dalam pelaksanaan ajaran agama yang diwakilinya, toleransi pelaksanaan agama lain dan hidup dalam harmoni dengan para pengikut agama lain.

(2) Jujur

Perilaku berdasarkan pada upaya menjadikan diri Anda orang yang selalu dapat Anda percayai dengan kata-kata, tindakan, dan pekerjaan.

(3) Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghormati perbedaan agama, etnis, suku, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda darinya.

(4) Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan mematuhi berbagai peraturan. Perilaku yang menunjukkan upaya serius untuk mengatasi berbagai kendala dan tugas belajar serta menyelesaikan tugas dengan benar.

(43)

(5) Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya serius untuk mengatasi berbagai kendala dan tugas belajar serta menyelesaikan tugas dengan benar.

(6) Kreatif

Pikirkan dan lakukan sesuatu untuk menemukan cara baru atau hasil dari sesuatu yang sudah Anda miliki.

(7) Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain saat melakukan tugas.

(8) Demokratis

Bagaimana Anda berpikir, berperilaku dan bertindak yang menghargai hak dan kewajiban yang sama seperti Anda dan orang lain.

(9) Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berusaha untuk menemukan lebih dalam dan komprehensif apa yang dipelajari, dilihat dan didengar.

(10) Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak dan memiliki intuisi yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompok.

(44)

(11) Cinta Tanah Air

Cara berpikir, berperilaku dan bertindak yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan rasa hormat yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, budaya sosial, ekonomi dan politik bangsa.

(12) Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorongnya untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat untuk mengenali dan menghormati kesuksesan orang lain.

(13) Bersahabat

Tindakan yang menunjukkan kegembiraan dalam berbicara, keluar dan bekerja dengan orang lain.

(14) Cinta Damai

Sikap, kata-kata dan tindakan yang membuat orang lain bahagia dan aman di hadapan mereka.

(15) Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu bertujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

(45)

(16) Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin membantu orang lain dan komunitas yang membutuhkan.

(17) Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang dalam memenuhi tugas dan tugasnya yang harus ia lakukan terhadap dirinya, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

B. Kerangka Pikir

Berdasarkan landasan teori Alan Swingewood yang telah penulis paparkan tersebut, maka pada bagian ini diuraikan beberapa hal yang djadikan sebagai acuan (arah dan pedoman) selanjutnya. Kerangka pikir yang dimaksud mengarahkan penulis untuk memperoleh data dan informasi dalam penelitian guna memecahkan masalah yang telah dipaparkan.

Pada penelitian ini, penulis tertarik memilih Film “Bebas” sebagai sumber data karena di dalamnya terdapat nilai moral. Penelitian ini akan membahas tentang representasi nilai moral baik dan moral buruk pada film “Bebas”, adapun nilai moral baik yaitu adanya toleransi dan persahabatan, dan nilai moral buruk yaitu perkelahian antar kelompok dan pergaulan bebas dengan menggunakan kajian sosiologi sastra. Kemudian menganalisis film “Bebas”

dan memilah data nilai moral baik dan nilai moral buruk sehingga menghasilkan temuan. Adapun bagan kerangka pikirnya sebagai berikut:

(46)

Bagan Kerangka Pikir

Representasi Nilai Moral pada Film “Bebas”

(Kajian Sosiologi Sastra)

Film “Bebas”

Representasi Nilai Moral

Moral Baik Moral Buruk

Toleransi Pergaulan Bebas

Perkelahian antar Kelompok Persahabatan

Kajian Sosiologi Sastra

Analisis

Data

Temuan

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif karena penelitian ini membahas tentang deskripsi nilai moral pada film “Bebas”. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kajian sosiologi sastra dengan meneliti karya sastra itu sendiri.

Sosiologi sastra merupakan ilmu yang mengkaji sastra yang berhubungan dengan masyarakat sebagai objeknya.

Penelitian kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat dibalik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa, atau kata-kata (Julie dan Josepha dalam Fitrah dan Lutfiyah, 2017: 44).

Suatu penelitian yang dilakukan tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai, untuk mencapai tujuan penelitian dan memperoleh manfaat penelitian sebagaimana yang telah dirumuskan perlu dipilih metode penelitian yang tepat.

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2012: 3).

35

(48)

B. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini ialah semua yang berupa bunyi bahasa, kata, kalimat, paragraf, dan wacana pada film “Bebas” yang berkaitan tentang representasi nilai moral pada film “Bebas” menggunakan kajian sosiologi sastra. Sumber data dalam penelitian ini ialah Film “Bebas” yang berdurasi 1 jam 59 menit. Diakses dan diunduh pada tanggal 10 Januari 2022 melalui aplikasi telegram.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak dan catat.

Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan menonton dan menyimak film

"Bebas" secara berulang agar mendapatkan pemahaman yang kuat dari setiap dialog yang disampaikan pada film "Bebas". Peneliti berperan penuh dalam pengambilan data mulai dari menonton objek secara langsung kemudian mengamati, menganalisis film „Bebas”. Penelitian ini juga menggunakan teknik catat dengan cara mencatat adegan-adegan dalam film menggunakan pulpen dan kertas, serta menandai semua yang dianggap terkait dengan nilai moral khusunya nilai moral baik yaitu toleransi dan persahabatan, dan nilai moral buruk yaitu pergaulan bebas dan perkelahian antar kelompok.

D. Teknik Analisis Data

Sama halnya dengan teknik pengumpulan data, analisis data juga merupakan bagian yang amat penting didalam sebuah kegiatan penelitian. Oleh

(49)

karena itu, dengan analisis data tersebut dapat diberi arti ataupun makna yang dapat digunakan dalam memecahkan permasalahan dalam sebuah penelitian.

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menganalisis data yang sudah terkumpul dan tersistematis, teknik yang akan digunakan adalah teknik analisis deskriptif.

Selama proses penelitian berlangsung, peneliti melihat dan mendengar film “Bebas” yang menjadi objek penelitian, kemudian peneliti mengumpulkan dan mencatat data yang telah ditemukan, selanjutnya menganalisis data tersebut secara deskriptif, selanjutnya data yang sudah dianalisis dipilah mana yang termasuk data nilai moral baik adanya toleransi dan persahabatan, dan mana yang termasuk nilai moral buruk adanya pergaulan bebas dan perkelahian antar kelompok.

(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Film adalah hasil cipta karya seni yang memiliki berbagai unsur seni untuk melengkapi kebutuhan yang bersifat spiritual. Sehingga, dalam pembuatan film, harus melalui proses pemikiran dan proses teknis, berupa pencarian ide dan gagasan cerita. Sedangkan proses teknisnya berupa keterampilan artistik untuk mewujudkan segala ide, gagasan atau cerita agar menjadi film yang siap ditonton.

Film “Bebas” adalah film seputar reuni penuh nostalgia dari 6 sahabat yang tak hanya mengundang riuh tawa, tetapi juga air mata. Selain persahabatan, toleransi dan saling membantu, pada film “Bebas” juga banyak adegan yang memperlihatkan tentang perkelahian antar kelompok dan juga pergaulan bebas.

Film “Bebas” ditinjau dari sosiologi sastra dapat dikatakan bahwa sosiologi berusaha menjawab pernyataan mengenai bagaimana cara kerjanya dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Ilmu-ilmu yang terlibat dalam sosiologi sastra adalah sastra dan sosiologi. Sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dan masyarakat. Sosiologi menelaah mengenai bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang. Sedangkan sastra adalah suatu kegiatan yang kreatif dari sebuah karya sastra sendiri menjadikan bahasa sebagai mediumnya.

Nilai moral adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk atau benar dan salah pada diri seseorang yang menjadi dasar kehidupan manusia dan masyarakat, dimana manusia merujuk ke manusia atau orang lainnya

38

(51)

dalam tindakan yang memiliki nilai positif atau negatif. Penulis sangat tertarik untuk memilih film “Bebas” sebagai objek penelitian untuk mengkaji tentang nilai moral pada film “Bebas” karna banyak nilai moral baik dan nilai moral buruk yang terdapat pada film “Bebas” maka dari itu penulis memfokuskan penelitian ini pada nilai moral baik yaitu toleransi dan persahabatan, dan nilai moral buruk yaitu pergaulan bebas dan juga perkelahian antar kelompok.

1. Nilai Moral Baik

Nilai moral baik yaitu nilai-nilai yang terkait dengan rekonsiliasi harapan dan tujuan hidup manusia. Dalam implementasinya, Anda bisa melihat dari aturan sosial mana yang baik dan mana yang buruk. Misalnya, tindakan membantu orang lain yang membutuhkan adalah bentuk nilai moral yang baik karena bermanfaat bagi orang lain dan masyarakat.

a. Toleransi

Toleransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah tasamuh. Secara bahasa toleransi berarti tenggang rasa. Secara istilah, toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati perbedaan antar sesama manusia. Allah SWT menciptakan manusia berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut bisa menjadi kekuatan jika dipandang secara positif. Sebaliknya, perbedaan bisa memicu konflik jika dipandang secara negatif.

Data 1

Jesika: “Sepertinya tidak adil mengomentari penampilan orang”. (Scan film ke 21:33)

(52)

Berdasarkan data 1 tersebut dapat diinterpretasikan bahwa toleransi merupakan salah satu bentuk moral sosial kognitif, merupakan sikap mau menerima dan menghargai perbedaan di lingkungan sekitarnya. Karena pada scene yang dibicarakan oleh tokoh Jesika menunjukkan toleransi dalam masyarakat yang merupakan jaminan di mana setiap individu dapat melakukan segala macam kegiatan secara bebas dan bertanggung jawab dengan tidak melanggar nilai-nilai dan norma di masyarakat. Sekadar mengomentari penampilan seseorang karena berbeda dengan penampilan pada umumnya adalah bukan sebuah bentuk toleransi maka dari itu dalam penelitian ini data tersebut dianggap sebagai representasi nilai moral baik berupa toleransi karena sifatnya mengingatkan atau memberitahukan agar bersikap toleransi dan sangat tidak adil jika mengomentari penampilan seseorang.

Data 2

Penyiar Radio: “Bisa bebas memilih jalan hidup sesuai dengan panggilan hati mereka”. (Scan film ke 39:40)

Berdasarkan data 2 tersebut dapat diinterpretasikan bahwa sikap toleransi berarti memberikan kebebasan memilih bagi seseorang untuk jalan hidupnya dan bisa menerima keputusan seseorang walaupun berbeda. Karena pada scene yang dibicarakan oleh tokoh Penyiar Radio menunjukkan toleransi yang berarti sebuah sikap dengan kebesaran hati untuk menghargai dan menghormati perbedaan keyakinan yang dianut oleh orang lain.

(53)

Data 3

Gina: “Gue nitip uang sama kue buat Kris, dia paling doyan kue kepang buatan Mbok Mi, gue usahain nengok tapi harus ngejar setoran dulu”. (Scan film ke 48:35)

Berdasarkan data 3 tersebut dapat diinterpretasikan bahwa ada saatnya seseorang mengerti dengan keadaan dan berusaha membekali diri dengan sikap toleransi bahwa tidak selamanya berada dalam posisi serba bisa dan kesusahan, toleransi perlu akan adanya pemberian bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang atau kelompok lain. Karena pada scene yang dibicarakan oleh tokoh Gina menunjukkan toleransi yang terjadi dalam situasi di mana objek dari toleransi itu tidak tercela secara moral dan merupakan sesuatu yang tak dapat dihapuskan, seperti dalam kasus toleransi rasial.

Data 4

Jaka: “Tukang nasi goreng itu bukan tukang nasi goreng betulan, dia intel itu, pemerintah kita sedang gelisah jadi beberapa daerah tempat anak muda ngumpul diam-diam diawasin, yg berani bicara dibungkam, makanya majalah tempo, tabloid detik dibredel”. (Scan film ke 57:45)

Berdasarkan data 4 tersebut dapat diinterpretasikan bahwa meskipun seseorang mengetahui kejadian yang sebenarnya namun dalam posisi tertentu harus menjaga nama baik dari kepolisian agar tidak membocorkannya kepada siapapun yang menurutnya bertentangan dengan hal tersebut, karena pada scene yang dibicarakan oleh tokoh Jaka menunjukkan toleransi yang dilakukan demi keamanan dan ketentraman negara ini.

(54)

Data 5

Jaka: “Aku menyebut diriku pecinta musik, yang juga pecinta kedamaian dan anti kekerasan” (Scan film ke 58:19)

Berdasarkan data 5 tersebut dapat diinterpretasikan bahwa toleransi dapat diartikan sebagai suatu sikap mengakui, menghormati dan menghargai suatu perbedaan pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari sikap kelapangan dada terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsip- prinsip yang dipegang sendiri, yakni tanpa mengorbankan prinsip-prinsip tersebut. Karena pada scene yang dibicarakan oleh tokoh Jaka menunjukkan toleransi terhadap dirinya sendiri yang menghargai setiap kedamaian dan anti kekerasan baik dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.

Data 6

Jaka: “Aku pecinta musik lama, musik masa lalu itu lebih kreatif menurutku”. (Scan film ke 58:55)

Berdasarkan data 6 tersebut dapat diinterpretasikan bahwa hidup pada zaman yang berbeda bukan sebuah alasan untuk melupakan karya-karya yang lahir pada zaman sebelum saat ini, maka dari itu menghargai karya setiap orang sangat berarti dalam keberlangsungan hidup. Kebebasan adalah keistimewaan yang hakekatnya diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia. Karena pada scene yang dibicarakan oleh tokoh Jaka menunjukkan toleransi yang di dalamnya kebebasan untuk berfikir dan mengambil keputusan dalam memilih apa yang disukai dan tidak disukai. Kebebasan

(55)

tersebut diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sejak manusia dilahirkan sampai ia meninggal tanpa bisa diganti atau direbut oleh orang lain.

Data 7

Krisdayanti: “Sekali lagi lu coba gangguin perempuan-perempuan di sekolah ini, gue habisin lo, ngerti?”. (Scan film ke 1:25:07) Berdasarkan data 7 tersebut dapat diinterpretasikan sesama perempuan harus saling menghargai apalagi jika berbeda jenis tentunya sudah seharunya saling menjaga dan saling menghormati. Toleransi harus menjadi peran semua orang, dan semua pihak. Karena pada scene yang dibicarakan oleh tokoh Jaka menunjukkan toleransi bagi perempuan dengan pengalamannya yang paling merasakan dampak dari lunturnya toleransi itu sendiri.

Perempuan harus berperan dalam menyuarakan ataupun menularkan kepada masyarakat nilai-nilai toleransi dan menghargai sesama.

Data 8

Andra: “Kita makan sama-sama rotinya, kita makan berdua”. (Scan film ke 1:30:07)

Berdasarkan data 8 tersebut adalah bentuk toleransi yang berarti bahwa saling berbagi antar sesama bisa dilihat dari sisi mana saja, karena pada scene yang dibicarakan oleh tokoh Andra menunjukkan toleransi dalam berbagi karena seseorang berbagi adalah sebuah ketulusan yang bisa diterima dengan ikhlas.

Data 9

(56)

Kepala Sekolah: “Kalian harus dipisahkan, kalian hanya membawa pengaruh buruk kesatu sama lain bila bersama”. (Scan film ke 1:40:12)

Berdasarkan data tersebut adalah bentuk toleransi yang berarti bahwa yang terbaik tidak selamanya harus bersama, kadang butuh waktu untuk saling menerima keadaan. Karena pada scene yang dibicarakan oleh tokoh Kepala Sekolah menunjukkan toleransi bagi keamanan bersama dalam sebuah ruang pendidikan yaitu sekolah, mereka yang membawa dampak yang buruk satu sama lainnya harus dipisahkan.

Data 10

Gina: “Mulai sekarang kalau kalian ngumpul jangan lupa ajak gue, nggak mungkin gue nggak datang”. (Scan film ke 1:44:23)

Berdasarkan data tersebut adalah bentuk toleransi yang berarti bahwa kesadaran akan pentingnya pertemuan adalah hal yang sudah lama dinantikan oleh geng Bebas dan kini mereka bersatu kembali meskipun dengan suasana yang tidak diharapkan oleh siapapun. Karena pada scene yang dibicarakan oleh tokoh Gina menunjukkan toleransi yang harus mereka terima kalau salah satu sahabat mereka Kris sudah meninggal.

b. Persahabatan

Persahabatan adalah hubungan interpersonal yang berlangsung lama dan ditandai oleh adanya saling ketergantungan, kepercayaan, kebersamaan, kedekatan, dukungan emosional dan pertolongan, kesamaan minat dan kegiatan, pengertian kesenangan dan keterlibatan masing-masing individu sebagai pribadi yang utuh secara spontan dan sukarela. Argyle dan Henderson

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait