• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

D. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 2002: 103).

62 Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil.Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian.

63 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Bentuk Tindak Pidana Hacking Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa banyakmanfaat dalam hal pemanfaatan transaksi bisnis namun adakalanya duniacyber hanya dimanfaatkan sebagai tempat seorang netizen (penduduk dunia maya)berinteraksilayaknya dunia nyata.Dunia cyber atau cyber space juga memilikipermasalahan yang timbul sebagai akibat dari penyalahgunaan teknologi itusendiri yang akhirnya menimbulkan persoalan hukum. Masyarakat yang sadarakan penyalahgunaan teknologi internet akhirnya menginginkan sebuahpengaturan yang jelas akan dunia cyber ini. Permasalahan privasi yangawalnya dirasakan hanya ada di dunia nyata akhirnya sedikit banyak mulaiterbawa ke dunia cyber.

Korban dari masalah privasi dalam dunia cyber ini biasanya adalahpara pemilik situs-situs web yang rawan terhadap kejahatan hacking. Hackingsebagai salah satu dari kejahatan internet (cyber crime) merupakan kejahatanyang sangat meresahan masyarakat pengguna internet. Memasuki situs pihaklain tanpa ijin dengan menerobos sistem keamanan merupakan suatuperbuatan yang dilarang. Berdasarkan hal

64 tersebut maka perlu adanyapengaturan mengenai cyber crime khususnya hacking sebagai bagian daricyber crime.

Telah ada payung hukum yang jelas dalam penegakan hukum terhadaptindak pidana hacking ini dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.Undang-undang ini adalahwujud dari tanggung jawab yang harus diemban oleh negara, untukmemberikan perlindungan maksimal pada seluruh aktivitas pemanfaatanteknologi informasi dan komunikasi di dalam negeri agar terlindungdengan baik dari potensi kejahatan dan penyalahgunaan teknologi. Lebihlanjut Undang-Undang ini mengatur tindak pidana hacking sebagai bagiandari cyber crime, dimana terdapat pengaturan mengenai perumusan tindakpidana hacking dan ancaman sanksi pidana bagi para pelaku tindak pidanahacking.

1. Perumusan Tindak Pidana Hacking

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasidan Transaksi Elektronik tindak pidana hacking telah diatur dan dirumuskandalam pasal-pasal yang dapat menjerat pelaku tindak pidana hacking. Padadasarnya tindak pidana hacking diatur secara umum pada Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan TransaksiElektronikyang berbunyi sebagai berikut:

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.

65 (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan

hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, ataumenjebol sistem pengamanan.

Dari 3 (tiga) ayat dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur tentangtindak pidana hacking ini dapat dijelaskan oleh penulis unsur-unsur yangtermuat dalam tindak pidana hacking tersebut, yaitu : a. Pasal 30 Ayat (1)

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukummengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengancara apapun”.

Unsur-unsur tindak pidana dalam ayat (1) yaitu:

1) Unsur “setiap Orang”. Disini berarti setiap orang yang sebagai subjek hukum dapat bertanggungjawab dan cakap hukum sesuai diatur dalam perundang-undang serta badan hukum yang berbadan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan.

2) Unsur “dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum”.

Disini berarti perbuatan yang dilakukan oleh seseorang itu dilakukan dengan sengaja dan penuh kesadaran bahwa perbuatan yang dilakukan melawan hukum. Dalam hal melawan hukum berarti ada suatu peraturan tertulis yang merumuskan

66 dan menyatakan perbuatan tersebut dilarang oleh hukum secara positif tertulis dalam perundang-undangan di Indonesia.

3) Unsur “mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain”. Disini mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dapat dijelaskan bahwa perbuatan mengakses disini adalah suatu kegiatan melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan, melalui seperangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisa, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik. Perlu diketahui pula bahwa objek dalam tindak pidana hacking ini adalah komputer dan/atau sistem elektronik yang merupakan wilayah ataupun daerah privasi seseorang yang dilindungi keberadaannya.

4) Unsur “dengan cara apapun”. Bahwa terdapat berbagai macam cara yang dilakukan untuk dapat mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain. Apakah secara langsung dengan menggunakan perangkat keras milik korban ataukah denganmenggunakan jaringan internet.

Dalam Pasal 30 Ayat (1) ini murni bahwa seseorang dilarangmengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain yangmerupakan daerah privasi seseorang. Ruang privat

67 adalah ruang yangbersifat pribadi dan hanya dapat dimasuki oleh orang-orang yang memilikikode akses tertentu. Apabila dimasuki dan informasi yang ada didalamnyadisebarluaskan, maka dalam hal tersebut akan menimbulkan kerugian yangtidak sedikit jumlahnya. Dapat dianalogikan dalam Pasal 167 KitabUndang-Undang Hukum Pidana dimana seseorang dilarang masukkerumah atau pekarangan orang lain tanpa seijin pemilik rumah.

Sepertihalnya pasal 30 Ayat (1) UU-ITE bahwa komputer dan/atau sistem elektronik merupakan privasi orang yang dilindungi keberadaannya.

Perumusan hacking sebagai tindak pidana dalam Undang-UndangNomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal30 Ayat (1) diatas diancam dengan sanksi pidana yang terdapat dalamketentuan pidana Pasal 46 Ayat (1) yaitu:

”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal30 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahundan/atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus jutarupiah)”.

b. Pasal 30 Ayat (2)

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukummengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengancara apapun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronikdan/atau Dokumen Elektronik”.

Unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 30 Ayat (2) sama sepertipada Ayat (1) namun dalam Ayat (2) ini ditambahkan unsur

68

“dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik”. Disini dapat diterangkan bahwa seseorang dalam halmengakses komputer dan/atau sistem elektronik orang lain tanpa hak dandengan cara apapun dimaksudkan untuk suatu tujuan tertentu, yaitumemperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Kejahatanini dapat berupa pencurian data atau dokumen elektronik yang digunakanuntuk tujuan terntentu.Misalnya dalam persaingan dagang seorang hackerdibayar oleh suatu perusahaan untuk mencuri informasi yang berkaitandengan perusahaan saingannya dengan tujuan mencari keuntungansebesar-besarnya. Dapat pula berupa memasuki sistem elektronik oranglain untuk mencari data-data tertentu semisal password e-bankingseseorang,yang kemudian setelah mengetahui password-nya, makapelaku mencuri uang dengan membelanjakannya melalui internet.

Perumusan hacking sebagai tindak pidana dalam Undang-UndangNomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal30 Ayat (2) diatas diancam dengan sanksi pidana yang terdapat dalamketentuan pidana Pasal 46 Ayat (2) yaitu:

”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal30 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahundan/atau denda paling banyak Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus jutarupiah)”.

c. Pasal 30 Ayat (3)

69

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukummengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengancara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebolsistem pengamanan”.

Unsur yang ditonjolkan dalam ayat (3) ini yaitu unsur

“dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem keamanan”.Dalam unsur ini berarti bahwa pelaku hacking melakukan kejahatannyadengan menerobos sistem keamanan atau dalam ilmu komputer disebutfirewall.Para hacker menggunakan berbagai aplikasi tool hacking dalammelakukan kejahatannya.Dimana aplikasi tersebut berguna untukmenerobos atau menjebol sistem keamanan suatu sistem elektronik. Halini dapat dianalogikan dengan memasuki rumah orang lain tanpa ijindengan menjebol engsel pintu/jendela yang ketentuan pidananya diaturdalam Pasal 167 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Unsur“dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem keamanan” menjadi menonjol dalam ayat ini karena memang cara-caratersebut sering dipakai oleh hacker dapat melakukan kejahatannya.

Perumusan hacking sebagai tindak pidana dalam Undang-UndangNomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal30 Ayat (3) diatas diancam dengan sanksi pidana yang terdapat dalamketentuan pidana Pasal 46 Ayat (3) yaitu:

”Setiap Orang yang memenuhi unsursebagaimana dimaksud dalam Pasal30 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara

70 paling lama 8 (delapan) tahundan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus jutarupiah)”.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi danTransaksi Elektronik ini terdapat aturan tambahan yang mengatur mengenaitindak pidana yang telah diatur dam pasal-pasal sebelumnya.Pasal-pasal inimenjadi aturan tambahan yang dapat dijadikan pasal penjerat bagi penegakhukum untuk menjerat para pelaku cyber crime.

a. Pasal 36

”Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain”.

Unsur-unsur dalam Pasal 36 yaitu:

1) setiap orang;

2) dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum;

3) melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34;

4) mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Pengertian setiap orang disini, selain ditafsirkan sebagai individujuga badan hukum yang berbadan hukum sesuai ketentuan perundangundangan.Pengertian dengan sengaja dan tanpa hak, dapat ditafsirkansebagai perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang dan tindakanmelalaikan ancaman hukuman.

Adapun perbuatan yang dilarang olehundang-undang adalah

71 melakukan perbuatan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34; dan akibatnya kerugian bagiorang lain.

Tindak pidana yang dimaksud dengan Pasal 36 adalah tindakpidana materiil atau tindak pidana dengan perumusan materiil, yaitu tindakpidana yang baru dianggap terlaksana penuh dengan timbulnya akibatyang dilarang. Dengan demikian akibat dari perbuatan yang dilarangundang-undang sebagaimana dimaksud di atas, yang mengakibatkankerugian bagi orang lain harus dibuktikan.

Pengaturan hacking sebagai tindak pidana dalam Undang-UndangNomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal36 diatas diancam dengan sanksi pidana yang terdapat dalam ketentuanpidana Pasal 51 Ayat (2) yaitu:

”Setiaporangyang memenuhi unsursebagaimana dimaksud dalamPasal36 dipidana dengan penjara paling lama 12 (duabelas) tahundan/ataudengan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”.

b. Pasal 37 disebutkan bahwa:

”Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagamana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronikyang berada diwilayah yurisdiksi Indonesia”.

Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui bahwa berlakunyaUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

72 Informasi dan TransaksiElektronik ini berlaku ekstrateritorial bagi siapapun yang melakukanperbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang ini asalkan berdampak padaSistem Elektronik yang terletak di Indonesia maka pelaku tindak pidanaakan dapat di hukum menurut hukum Indonesia. Hal berkaitan denganYurisdiksi ini akan dibahas lebih lanjut oleh penulis pada pembahasanberikutnya.

Berkaitan dengan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bahwa terdapatpemberatan penjatuhan sanksi pidana pokok jika perbuatan-perbuatan yangdilakukan memiliki sifat-sifat yang memberatkan. Dari penelitian ini penulismemperoleh fakta yuridis bahwa terdapat pemberatan yang terjadi berkaitandengan tindak pidana hacking maupun tindak pidana berlajut dari hackingitu sendiri.Pemberatan tersebut objek tindak pidana dan subjek tindakpidana.

a. Berdasarkan objek tindak pidana 1) Pasal 52 ayat (2) :

”Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga”.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwapemberatan pidana ditambah sepertiga jika objek tindak

73 pidananyaberupa sistem elektronik milik pemerintah yang digunakan untuklayanan publik.Pemberatan ini didasarkan pada dampak kerugianyang ditimbulkan oleh cyber crime dalam hal ini berawal darihacking jika merusak situs atau web layanan publik milikpemerintah.

Contoh: Jika para cracker atau pun hacker menerobos dan merusaksitus pemerintah seperti perusakan web Komisi Pemilihan Umum(KPU) dan perusakan web Departemen Komunikasi dan Informasi.

2) Pasal 52 ayat (3) :

”Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan, diancam dengan pidana pokok masing-masing pasal ditambah duapertiga”.

Berdasarkan hal diatas diketahui bahwa tindak pidana cybercrime baik itu hacking maupun tindakan yang berawal dari hackingdimana perbuatan tersebut menyerang situs atau web pemerintahyang dianggap penting dan strategis maka pidana pokok ditambahduapertiga tiap Pasalnya. Hal ini mengindikasikan bahwa sistemelektronik badan strategis pemerintah sangat dilindungi dari tindakancracker maupun hacker.Badan strategis tersebut berkaitan dengankeamanan

74 negara dan stabilitas negara.Maka dari itu perlupengamanan yang ketat baik dari segi hukum maupun segi sistemkeamanannya.

b. Berdasarkan subjek tindak pidana Pasal 52 ayat (4) :

”Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksuddalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasidipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga”.

Berdasarkan Pasal 52 ayat (4) diketahui bahwa pemberataan sanksipidana didasarkan pada pelaku tindak pidana yang merupakan suatukorporasi.Korporasi bisa dikatakan sebagai suatu lembaga atau badanataupun organisasi yang memiliki struktur kepengurusan baik itu berupasuatu perusahaan ataupun badan hukum lainnya.

Ketentuan tersebut di atas dimaksudkan untuk menghukum setiapperbuatan yang memenuhi unsur sebagaimana dalam Pasal 27 sampaidengan Pasal 37 yang dilakukan oleh korporasi (corporate crime)dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:

1. mewakili korporasi;

2. mengambil keputusan dalam korporasi;

3. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;

4. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.

75 2. Pengaturan Tindakan Berlanjut Tindak Pidana Hacking

Hacking sebagai salah satu cybercrime, menjadi suatu kejahatanyang berbahaya.Dengan hacking, maka seseorang dapat melakukankejahatan internet lainya. Dengan kata lain, hacking merupakan kejahatanyang mengawali kejahatan-kejahatan internet lainnya. Banyak kejahatan-kejahatandunia maya yang berawal dari hacking. Setelah berhasil melakukan hackingsuatu situs web kemudian diteruskan dengan berbagai moduskejahatan lainnya, seperti carding, virrusing, cracking, dan lainsebagainya.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasidan Transaksi Elektronik telah diatur juga berbagai kejahatan internetyang berawal dari hacking, yaitu:

a) Penyadapan/ intersepsi 1) Pasal 31 ayat (1):

”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukummelakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronikdan/atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan/atausistem elektronik tertentu milik orang lain”.

Dalam penjelasan Pasal 31 Ayat 1 Undang-Undang Nomor11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yangdimaksud dengan intersepsi atau penyadapan adalah kegiatanuntuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah,menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronikdan/atau dokumen elektronik yang bersifat publik,

76 baikmenggunakan jaringan kabel komunikasi, maupun jaringannirkabel seperti pemancar elektromagnetis atau radio frekuensi.Penyadapan dapat berupa penyadapan telepon ataupun penyadapanweb yang berisikan data-data rahasia seseorang ataupunperusahaan. Jadi disini setelah seseorang berhasil meng-hack suatujaringan baik itu jaringan telepon maupun jaringan internet, makaorang tersebut meng-copy data milik orang lain dengan tujuantertentu.

Sebagai contoh yaitu saat seseorang menerobos jaringantelepon seseorang dengan menggunakan alat tertentu.Dengantindakan tersebut, maka pelaku dapat mengetahui percakapanpribadi seseorang. Ataupun dalam hal seseorang menerobos websuatu perusahaan dan melihat data-data rahasia yang berguna untukkepentingan pribadi atau dijual kepada perusahaan saingan.

2) Pasal 31 ayat (2):

”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukummelakukan intersepsi atau transmisi Informasi dan/atau DokumenElektronik yang bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatuKomputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain,baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yangmenyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/ataupenghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronikyang sedang ditransmisikan”.

Dalam ayat ini dalam diterangkan bahwa dalam hal inihacker atau cracker melakukan intersepsi pada suatu

77 dataelektronik yang sedang ditransmisikan baik itu mengalamiperubahan pada data maupun tidak. Sebagai contoh yaitu pada saatpara hacker mengganggu proses tabulasi KPU dalam Pemilu.Hacker memanipulasi data yang sedang ditransfer dari KPUD keKPU Pusat yang menyebabkan perubahan angka perhitungan suaratabulasi KPU.

Unsur-unsur Pasal 31 Ayat (1) dan Ayat (2), adalah:

(1) Setiap orang;

(2) Dengan sengaja dan tanpa hak, atau melawan hukum;

(3) Melakukan intersepsi atau penyadapan atas:

(a) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik;

(b) Transmisi informasi elektronikdan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik;

(c) Dalam suatu komputer dan/atau sistem elektronik;

(d) Milik orang lain;

(e) Yang tidak menyebabkan perubahan, penghilangan, penghentian, informasi dan/atau dokumen elektronik yangsedang ditransmisikan.

Pengertian setiap orang disini, selain ditafsirkan sebagaiindividu juga badan hukum yang berbadan hukum sesuai ketentuanperundang-undangan.Pengertian dengan sengaja dan tanpa hak,dapat ditafsirkan sebagai perbuatan yang bertentangan denganundang-undang dan tindakan

78 melalaikan yang diancam hukuman.Adapun perbuatan yang dilarang oleh undang-undang ini adalahmelakukan intersepsi atau penyadapan atas, informasi elektronikdan/atau dokumen elektronik, transmisi informasi elektronikdan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, dalamsuatu komputer dan/atau sistem elektronik tertentu milik oranglain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupunyang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/ataupenghentian informasi elektronik dan/atau dokumen elektronikyang sedang ditransmisikan. Tindak pidana ini adalah tindakpidana formil, yaitu tindak pidana yang dianggap telah sepenuhnyaterlaksana, dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dilarangoleh undang-undang, dan tidak perlu dibuktikan akibat dariperbuatan yang dilarang tersebut.

Mengacu pada Pasal 31 Ayat (1) dan (2), maka ancamansanksi pidana diatur dalam undang-undang, sebagaimana diaturdalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 TentangInformasi dan Transaksi Elektronik yaitu:

Pasal 47 :

”Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimanadimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana denganpenjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau dengan palingbanyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)”.

79 b) Cracking

Craking merupakan kegiatan merusak atau menghancurkansuatu sistem elektronik.Cracker adalah seorang yang melakukantindakan kejahatan dengan memasuki serta mengganggu hinggamerusak sistem orang lain. Hal tersebut diatur dalam Pasal 32:

1) Pasal 32 Ayat (1) :

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukumdengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi,melakukan transmisi, merusak, menghilangkan memindahkan,menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau DokumenElektronik milik orang lain atau milik publik”.

Dalam hal ini setelah cracker menerobos dan membobolfirewall suatu web seseorang lalu cracker mengubah frontpage ataumenghilangkan dan menambah kata-kata sebagai kenang-kenangandari cracker yang berhasil membobol sistem keamanan suatu web.

2) Pasal 32 Ayat (3) :

“Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yangmengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atauDokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diaksesoleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimanamestinya”.

Unsur-unsur Pasal 32 ayat (1), adalah:

a) Setiap orang;

b) Dengan sengaja dan tanpa hak, atau melawan hukum;

c) Dengan cara:

80 (1) mengubah,menambah, mengurangi, melakukan

transmisi, merusak, menghilangkan memindahkan, menyembunyikan;

(2) suatu Informasi Elektronik da/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik;

d) Perbuatan yang dimaksud dalam ayat (1), mengakibatkan terbukanya suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat rahasia, menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pengertian setiap orang disini, selain ditafsirkan sebagaiindividu juga badan hukum yang berbadan hukum sesuai ketentuanperundang-undangan.Pengertian dengan sengaja dan tanpa hak, dapatditafsirkan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan undang-undangdan tindakan melalaikan yang diancam hukuman. Adapunperbuatan yang dilarang oleh undang-undang ini adalah mengubah,menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,menghilangkan memindahkan, menyembunyikan, milik orang lain ataumilik publik.

Tindak pidana yang dimaksud dengan ayat (1) adalah tindakpidana formil atau tindak pidana dengan perumusan formil, yaitutindak pidana yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana, dengandilakukannya suatu perbuatan yang dilarang. Perbuatan

81 yang dilarangoleh undang-undang adalah mengubah, menambah, mengurangi,melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,menyembunyikan; milik orang lain atau milik publik.

Tindak pidanaini tidak perlu dibuktikan akibat dari perbuatan yang dilarang.

Tindak pidana yang dimaksud dengan ayat (3) adalah tindakpidana materiil atau tindak pidana dengan perumusan materiil, yaitutindak pidana yang baru dianggap terlaksana penuh dengan timbulnyaakibat yang dilarang.Adapun akibat yang dilarang oleh undang-undangadalah mengakibatkan terbukanya suatu informasi elektronikdan/atau dokumen elektronik yang bersifat rahasia, menjadi dapatdiakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimanamestinya.Dengan demikian akibat yang dilarang ini harus dibuktikanterlebih dahulu, agar tindak pidana itu dianggap terlaksana penuh.

Mengacu pada Pasal 32 ayat (1) dan (3), maka ancaman pidanadiatur dalam undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 48 Ayat(1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi danTransaksi Elektronik, yaitu:

Pasal 48 ayat (1) :

”Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimanadimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama8 (delapan) tahun dan/atau dengan paling banyak Rp 2.000.000.000,00(dua miliar rupiah)”.

82 c) Carding

Carding merupakan tindakan pencurian uang melaluielektronik banking yang disingkat e-banking.Dimana setelah pelakuberhasil membobol keamanan e-banking, lalu pelaku mentransfer uanghasil curian tersebut ke satu atau berbagai rekening.

Pasal 32 Ayat (2) :

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak ataumelawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransferInformasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada SistemElektronik kepada Orang yang tidak berhak”.

Unsur-unsur Pasal 32 ayat (2), adalah:

1) Setiap orang;

2) Dengan sengaja, dan tanpa hak, atau melawan hukum;

3) Dengan cara:

(a) Memindahkan atau mentransfer;

(b) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain, atau milik publik;

(c) Kepada sistem elektronik orang lain yang berhak.

Tindak pidana yang dimaksud dengan ayat (2) adalah tindakpidana formil atau tindak pidana dengan perumusan formil, yaitu yangdianggap telah sepenuhnya terlaksana, dengan dilakukannya suatuperbuatan yang dilarang oleh undang-undang.

Perbuatan yang dilarangoleh undang-undang adalah memindahkan

83 atau mentrasfer informasidan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik dantidak perlu dibuktikan akibat dari perbuatan yang dilarang tersebut.

Mengacu pada Pasal 32 Ayat (2), maka ancaman sanksi pidanadiatur dalam undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat(2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi danTransaksi Elektronik, yaitu:

Pasal 48 Ayat (2) :

”Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimanadimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama9 (sembilan) tahun dan/atau dengan paling banyakRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.

d) Virusing dan attacking

Dapat disimpulkan bahwa kedua serangan ini dapatmenimbulkan rusaknya atau berhentinya suatu sistem informasi. Suatuweb yang diserang dengan virus ataupun attack maka web tersebutakan rusak atau hang dalam beberapa waktu.

Perbedaan antara virusingdan attacking yaitu jika virusing berupa menyebarkan virus (worm)melalui file-file yang ter-download yang dapat menyebabkan rusaknyakomputer atau tersedotnya memori komputer sehingga tidak dapatberoperasi kembali. Berbeda dengan attacking, attacking berupaserangan terhadap suatu web dengan cara membanjiri login suatu webdengan ribuan atau jutaan

Dokumen terkait